Kalimat Imperatif Bahasa Indonesia
KALIMAT IMPERATIF BAHASA INDONESIA
Supriyono
FKIP Universitas Terbuka UPBJJ UT Purwokerto
ABSTRAK
Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan komunikasi satu dengan yang lain. Dalam kegiatan komunikasi, penutur dan petutur dapat menggunakan berbagai kalimat dalam mengungkapkan ide/gagasan. Salah satunya kalimat imperatif, yang membuat pendengar untuk melakukan perbuatan atau berperilaku sesuai keadaan yang dinyatakan oleh verba kalimat yang bersangkutan. Makna sebuah kalimat imperative berupa tuntutan agar seseorang memberi reaksi atau tanggapan terhadap kalimat yang bersangkutan. Kalimat yang digunakan penutur merupakan kumpulan bunyi atau sebuah tuturan terbentuk atas kalimat-kalimat yang berupa bumyi-bunyi ujaran. Definisi lain kalimat merupakan sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas (Parera, 1988:2). Berbagai hal yang penting dan perlu dipelajari dalam sebuah kalimat imperative, diantaranya ciri-ciri, dan permasalahan-permasalahan di dalamnya. Kesemuanya itu, dapat dipecahkan dengan mengenal ciri-ciri dan menganalisis berdasarkan ciri kalimat tersebut.
Kata Kunci: kalimat imperatif, bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan komunikasi, penutur dan petutur menggunakan berbagai bentuk kalimat untuk menyampaikan gagasannya. Salah satunya yaitu kalimat imperatif. Seperti dikatakan oleh Lapoliwa (1990:119) bahwa pada kalimat imperatif, pendengar dituntut untuk melakukan perbuatan atau berperilaku sesuai dengan keadaan yang dinyatakan oleh verba kalimat yang bersangkutan. Makna keimperatifan berupa tuntutan agar seseorang memberi reaksi atau tanggapan terhadap kalimat yang bersangkutan.
Kalimat yang digunakan penutur merupakan kumpulan bunyi. Dapat juga dikatakan bahwa sebuah tuturan terbentuk atas kalimat-kalimat yang berupa bunyi-bunyi ujaran. Oleh karena itu, kalimat merupakan rangkaian yang terdiri dari formatif leksikon dan formatif tata bahasa. Menurut Chomsky dalam Simanjutak (1990:8) tiap formatif di dalam leksikon mempunyai tiga fitur yaitu (a) fitur sintaksis yang diperlukan oleh komponen sintaksis, (b) fitur semantik yang diperlukan komponen semantik, dan (c) fitur fonologi yang diperlukan oleh komponen fonologi.
Dikatakan oleh Parera bahwa kalimat merupakan sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasan yang lebih besar dan lebih luas (1988:2). Dengan demikian, bentuk-bentuk struktur minim yang secara ketatabahasaan sudah maksimal dapat dikatakan sebagai kalimat. Begitu juga dengan kalimat minim dalam kalimat imperatif.
Berdasarkan uraian di atas, berikut akan diuraikan tentang kalimat imperatif bahasa Indonesia.
PEMBAHASAN
- Pengertian Kalimat Imperatif
Ada berbagai istilah yang digunakan untuk menyebut kalimat imperatif. Ada yang menyebut dengan kalimat perintah dan ada pula yang menyebutnya sebagai kalimat suruhan. Akan tetapi, ada juga yang memasukkan kalimat perintah sebagai kalimat imperatif jika memenuhi syarat tertentu.
Menurut Alisjahbana (1973:61) kalimat perintah adalah suatu ucapan (memaksa, menyuruh, mengajak, meminta) supaya orang yang diperintah melakukan apa yang tersebut dalam perintah itu. Sedang Suparno (1391:77) mengatakan bahwa kalimat perintah disebut juga kalimat imperatif jika kalimat tersebut berpredikat verba atau konstruksi verbal. Dijelaskan lebih lanjut oleh Halim (1984:115) bahwa mod imperatif dicapai hanya kalau kata dasar tempat lah berciri verba.
Kridalaksana membatasi kalimat imperatif lebih terinci. Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung intonasi imperatif dan pada umumnya mengandung makna perintah atau larangan. Dalam ragam tulis, kalimat imperatif ditandai oleh (.) atau (!). Dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif ditandai dengan partikel lah atau kata-kata seperti hendaknya, jangan.
Setelah menyimak beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat imperatif adalah suatu kalimat yang mengandung makna imperatif (memerintah atau melarang) dan menggunakan struktur bercirikan imperatif yang dapat ditandai dengan partikel lah atau kata-kata seperti hendaknya, jangan, mari.
- Ciri-ciri Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif mempunyai ciri-ciri yang menunjukkan keimperatifannya. Ciri tersebut dapat dilihat dari intonasi dan strukturnya. Pembahasan ciri kalimat imperatif berikut ini didasarkan pada pandangan Ramlan (1983:38-41), Suparno (1991:77-78), Alisjahbana (1973:61-66), Fokker (1983:79-81), LapoIiwa (1990:199-225), dan Halim (1984014-115).
Ciri-ciri kalimat imreratif adalah sebagai berikut.
- Intonasi kalimat imperatif yaitu tekanan inti jatuh pada verba tempat partikel lah dapat diimbuhkan.
Contoh: Pergi!
[2] 3 #
Pergilah!
[2] 3 2 #
- Apabila predikatnya berupa verba intransitif bentuk verba itu tetap dan dapat ditambah dengan partikel lah.
Contoh: Duduk!
Duduklah!
- Subjek dalam kalimat lazim dihilangkan karena subjeknya sudah jelas yakni orang kedua (yang diperintah).
Contoh: (Kamu) Ambil uang itu!
(Kamu) Makan kue itu!
- Apabila predikat berupa verba atau konstruksi verbal transitif, prefiks pembentuk konstruksi aktif dapat dihilangkan kecuali apabila dipakai secara absolut artinya verbal transitif itu tidak diikuti objek.
Contoh: Tulis soalnya!
Ayo menulis!
- Kalimat imperatif ditandai dengan kata-kata seperti tolong, silakan/dipersilahkan, ayolah, marilah, jangan.
Contoh: Tolong ambilkan buku saya!
Jangan ambil buku itu!
Ayo duduk!
- Permasalahan dalam Kalimat Imperatif
Permasalahan yang ditemui dalam kalimat imperatif yaitu ditemukannya kalimat minim yang unsur pembentuknya bukan verba dan menggunakan tanda (!). Contoh kalimat tersebut adalah seperti berikut.
- (harap) Hati-hati!
- (harap) Tenang!
Kalimat di atas dapat dianalisis dengan jalan menempatkan kalimat tersebut dalam bentuk yang lengkap. Sebelum dilesapkan, bentuk kalimat tersebut adalah seperti berikut.
- Saya mengharap kamu supaya hati-hat.
- Saya mengharap kamu supaya tenang.
Dari kalimat (3) dan (4) dapat diketahui bahwa representasi dasar kalimat imperatif adalah kalimat deklaratif. Selanjutnya unsur nomina insani dilesapkan sehingga menjadi kalimat berikut.
- Mengharap supaya hati-hati.
- Mengharap supaya tenang.
Selanjutnya pelesapan dilakukan pada unsur pemerlengkap supaya sehingga menjadi kalimat berikut.
- Mengharap hati-hati.
- Mengharap tenang.
Imbuhan pembentuk kalimat aktif (meN-) dalam kalimat imperatif juga harus dilesapkan sehingga menjadi kalimat berikut.
- Harap hati-hati!
- Harap tenang!
Kehadiran kata harap bersifat manasuka sehingga dapat menjadi kalimat berikut.
- (harap) Hati-hati!
- (harap) Tenang!
Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa kata sifat yang menduduki fungsi predikat dapat menjadi kalimat imperatif. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku pada semua kata sifat. Contoh berikut adalah kata sifat yang tidak dapat menjadi kalimat imperatif.
- *Baik! `
- *Nakal!
Permasalahan lainnya dapat ditemui pada hadirnya bentuk kalimat imperatif seperti berikut.
- Pergi lekas!
- Lekas pergi!
Untuk melihat kebenaran kedua kalimat di atas dapat dilakukan dengan mengembalikan kalimat (15) dan (16) ke bentuk lengkapnya.
- *Saya mengharap agar kamu pergi lekas.
- Saya mengharap agar kamu lekas pergi.
Kalimat (17) merupakan kalimat yang tidak berterima dalam komunikasi tulis dan yang lebih berterima adalah kalimat (18). Karena itu, kalimat imperatif yang berterima adalah kalimat (16). Kalau diberi partikel lah kalimat (15) dan (16) dapat menjadi kalimat berikut.
- Pergilah lekas!
- Lekaslah pergi!
- *Pergi lekaslah!
- Lekas pergilah!
Kalimat (19) merupakan kalimat yang berterima. Karena itu/ kata lekas dapat berdiri di belakang pergi jika ditempeli partikel penanda imperatif lah. Hal itu karena kehadiran partikel lah dapat memberi makna bahwa kata pergi lebih ditekankan dalam kalimat tersebut. Kalimat (20) merupakan kalimat yang berterima karena kata lekas lebih ditekankan dalam kalimat tersebut. Makna kalimat (20) adalah perintah supaya lekas melakukan kegiatan pergi. Kalimat (21) merupakan kalimat yang tidak berterima dalam komunikasi tulis karena partikel lah tidak dapat dirangkai dengan kota selain verba yang kedudukannya di belakang verba. Sedang kalimat (22) merupakan kalimat yang berterima karena partikel lah penanda imperatif menempel pada verba kalimat tersebut.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diperoleh gambaran bahwa dalam kalimat imperatif bentuk tulis kata keadaan tidak dapat berdiri di belakang verba. Akan tetapi jika verbanya ditempeli partikel lah maka kata keadaan dapat berdiri belakang verba.
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
- Kalimat imperatif adalah suatu kalimat yang mengandung makna imperatif, menggunakan struktur bercirikan imperatif ditandai dengan intonasi imperatif, dan dapat menggunakan partikel lah atau kata-kata seperti hendaknya, jangan, mari.
- Dalai menghadapi permasalahan kalimat imperatif, pemecahannya dapat dilakukan dengan mengembalikan pada bentuk kalimat yang lengkap kemudian dianalisis berdasarkan ciri kalimat imperatif.
DAFTAR RUJUKAN
Alisjahbana, S.T. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia I. Jakarta: Dian Rakyat.
Fokker, A.A. 1983. Sintaksis Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.
Halim, A; 1984. Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Lapoliwa, H. 1990. Klausa Perlengkapan dalam Bahasa Indonesia: Yogyakarta: Kanisius.
Parera, J.D. 1988. Sintaksis. Jakarta: Gramedia.
Ramlan, M. 1983. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.
Simanjuntak, M. 1990. Teori Fitur Distingtif dalam Fonologi Generatif: Perkembangan dan Penerapannya. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Suparno, 1991. Ciri Struktural Kalimat Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.