Model Pembelajaran Peer Tutoring Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PEER TUTORING
UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS 5 SDN POLOKARTO 01
TAHUN AJARAN 2018/2019
Nurman Mirmanto
SD Negeri Polokarto 01
ABSTRACT
This aims of this research are: 1) increase learning activities through the application of peer-tutoring learning models; 2) improving student learning outcomes in the material “Changing Ordinary Fractions to Percent and Decimal Forms” for fifth grade students of Polokarto State Elementary School 01 Polokarto 2018/2019 academic year through the implementation of peer-tutoring learning models. This research is a class action research. The study was conducted at Polokarto 01 Public Elementary School. The subjects of the study were Grade 1 Semester 1 students at Polokarto 01 Public Elementary School, Sukoharjo Regency in the 2018/2019 academic year consisting of 21 students. Data collection techniques through observation and tests. The research procedure in this action research basically refers to the research design used, namely: 1) planning; 2) implementation; 3) observation; and 4) reflection of the results of actions. The results of the study are: The application of peer-tutoring learning models is effective in increasing learning activities and student learning outcomes in the material “Changing Ordinary Fractions to Percent and Decimal Forms”. Peer-tutoring Learning Model can increase the average value of learning outcomes and student learning completeness in each cycle of action taken. Student learning activeness increased from 0% to 23.81% in Cycle I and 76.19 in Cycle II. The average value of student learning outcomes has increased from 66.00 in the initial conditions, increased to 70.67 at the end of the Cycle I action, then increased to 76.00 at the end of the Cycle II action. Students’ mastery learning has increased from 23.81% in the initial conditions, increased to 47.61% at the end of the Cycle I action, then increased to 90.47% at the end of the Cycle II action
Keywords: Learning outcomes, mathematics learning, peer tutoring models.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) meningkatkan aktivitas belajar melalui penerapan model pembelajaran peer-tutoring; 2) meningkatkan hasil belajar siswa pada materi “Mengubah Pecahan Biasa ke Bentuk Persen dan Desimal” bagi siswa kelas V SD Negeri Polokarto 01 Polokarto tahun pelajaran 2018/2019 melalui implementasi model pembelajaran peer-tutoring. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan di SD Negeri Polokarto 01 Polokarto. Subjek penelitian adalah siswa kelas V Semester 1 di SD Negeri Polokarto 01 Polokarto, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari 21 orang siswa. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan tes. Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan ini pada intinya mengacu pada desain penelitian yang digunakan, yaitu: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) observasi; dan 4) refleksi hasil tindakan. Hasil dari penelitian adalah: Penerapan model pembelajaran peer-tutoring efektif dalam meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada materi “Mengubah Pecahan Biasa ke Bentuk Persen dan Desimal”. Model Pembelajaran Peer-tutoring dapat meningkatkan nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Keaktifan belajar siswa meningkat dari 0% mejadi 23.81% pada Siklus I dan 76.19 pada siklus II. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 66.00 pada kondisi awal, meningkat menjadi 70.67 pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 76.00 pada akhir tindakan Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 23.81% pada kondisi awal, meningkat menjadi 47.61% pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90.47% pada akhir tindakan Siklus II.
Kata Kunci: Hasil belajar, pembelajaran matematika, model peer tutoring.
PENDAHULUAN
Matematika, sebagai ilmu pasti, tidak pernah lepas dari kegiatan sehari-hari manusia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penggunaan matematika yang antara lain dalam perindustrian, perekonomian, pendidikan, bahkan dalam menentukan jatuhnya suatu hari tertentu. Oleh karena itu, penting sekali untuk menanamkan dasar-dasar ilmu matematika sejak awal kepada peserta didik, seperti penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Dengan demikian, diharapkan pada akhirnya dapat membantu mempermudah peserta didik dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Berangkat dari pentingnya matematika dalam kehidupan, maka mata pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan dari mulai pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Matematika juga merupakan “kendaraan” utama untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama (Muijs & Reynolds, 2008: 333).
Keterampilan matematika tidak didapat dengan sendirinya. Keterampilan matematika didasarkan atas pemahaman dan latihan yang cukup sehingga tidak mudah lupa terhadap konsep-konsep dan teorema-teorema yang telah dipelajari. Guru sebagai penggerak perjalanan belajar dan fasilitator belajar peserta didik, diharapkan mampu memantau tingkat kesukaran yang dialami peserta didik. Guru selama ini belum optimal dalam memainkan peranan sebagai fasilitator pembelajaran sehingga siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini pada gilirannya menyebabkan kurang optimalnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
Hal yang sama juga terjadi pada siswa kelas V Semester 1 di SD Negeri Polokarto 01 Polokarto, tahun pelajaran 2018/2019. Kurang optimalnya peranan guru sebagai fasilitator pembelajaran berakibat pada kurang optimalnya penguasaan materi pada siswa, yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 66.00 yang masih berada di bawah ketuntasan minimal yang dipersyaratkan dengan KKM > 70.00. Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa baru mencapai 23.81%. Hal ini dapat diartikan bahwa dari sebanyak 21 orang siswa yang ada, baru ada sebanyak 5 orang siswa atau 23.81% yang sudah memperoleh nilai > 70.00. Sisanya sebanyak 16 orang siswa atau 76.19% memperoleh nilai < 70.00.
Kondisi tersebut terjadi karena sebagian besar siswa terlihat kurang bersemangat setiap menghadapi pembelajaran matematika karena setiap mereka mendengar kata matematika mereka sudah beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit ditambah dengan proses pembelajaran yang cenderung meminimalkan keterlibatan siswa, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep materinya dan mengaplikasikannya ke dalam soal-soal khususnya terhadap materi pokok “Mengubah Pecahan Biasa ke Bentuk Persen dan Desimal”.
Berdasarkan kondisi kelas tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dengan memberdayakan potensi yang ada pada siswa. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran peer tutoring guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, selanjutnya dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Sebagian besar siswa menganggap bahwa pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang sulit sehingga timbul keengganan untuk mengikuti pelajaran matematika. 2) Guru kurang optimal dalam menjalankan peranan sebagai fasilitator pembelajaran sehingga siswa kurang aktif terlibat dalam proses pembelajaran. 3) Sebagian besar siswa lebih nyaman dan senang bertanya kepada teman-teman mereka tentang kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran matematika daripada kepada guru.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah penerapan strategi peer-tutoring efektif dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa? ; 2) Apakah penerapan strategi peer-tutoring efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa?.
KAJIAN PUSTAKA
Model Pembelajaran Peer Tutoring
Model pembelajaran, menurut Djamarah dan Zain (2012: 41) adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Ada beberapa model pembelajaran yang bisa digunakan guru, misalnya pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis pada masalah, pembelajaran yang berbasis kompetensi, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, belajar tuntas, konstruktivisme, dan sebagainya.
Tutor sebaya merupakan bagian dari cooperative learning atau belajar bersama, Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan peserta didik bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2012: 42). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi peserta didik, memfasilitasi peserta didik dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda latar belakangnya.
Tutor sebaya merupakan sumber belajar selain guru, yaitu teman dari kelas yang lebih tinggi atau teman sekelas, dan keluarganya di rumah. Sumber belajar yang bukan dari guru tetapi dari orang lain yang lebih pandai (Suprijono, 2009: 58). Dejnozken dan Kopel dalam American Education Encyclopedia Tutor sebaya adalah sebuah model pembelajaran yang mana peserta didik mengajar peserta didik lainnya. Ada dua tipe peserta didik mengajar peserta didik lainnya, tipe pertama adalah pengajar dan pembelajar dari usia yangsama dan tipe kedua adalah pengajar yang lebih tua usianya dari pembelajar (Suprijono, 2009: 58).
Tutor sebaya adalah suatu pembelajaran yang jadi murid dan yang jadi guru adalah teman sebaya kita atau umurnya itu sebaya. Selain itu ada juga pengertian lain yaitu Tutor sebaya adalah peserta didik di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Kalau biasanya guru adalah lebih tua dan muridnya lebih muda (Trianto, 2012: 44). Dengan menggunakan metode tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi, sehingga peserta didik yang bersangkutan dapat terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik. Karena dengan bantuan teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan, bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami. Dengan teman sebaya tidak ada rasa enggan, rendah hati, malu untuk bertanya ataupun minta bantuan.
Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
Konsep pembelajaran menurut Pasal 1 Ayat (20) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik (Suyitno, 2010: 1). Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (2011: 7) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi (Suyitno, 2010: 5). Matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi dengan adanya matematika itu dapat membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam (Soedjadi, 2010: 13).
Dari berbagai definisi matematika yang sudah disebutkan di atas terdapat ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik tersebut menurut Soedjadi (2010: 13-14) adalah sebagai berikut: 1) Memiliki objek kajian abstrak; 2) Bertumpu pada kesepakatan; 3) Berpola pikir deduktif; 4) Memiliki simbol yang kosong dari arti; 5) Memperhatikan semesta pembicaraan; 6) Konsisten dalam sistemnya.
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan “tingkat perkembangan mental” yang lebih baik bila dibanding pada saat pra-belajar. Berdasarkan pengertian ini, hasil belajar adalah suatu perolehan dari suatu proses dengan ditandai dengan perubahan Dimyati dan Mudjiono (2011: 251). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2009: 22). Hasil belajar biasanya mengikuti pelajaran tertentu yang harus dikaitkan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika merupakan hasil kegiatan dari hasil belajar matematika dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan peserta didik. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, menurut Slameto (2009: 125) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
Aktivitas berasal dari kata aktif yang berarti giat, atau sibuk. Menurut Depdiknas (2003: 29) bahwa “Aktivitas adalah kegiatan, kesibukan”. Aktivitas belajar merupakan masalah yang dihadapi oleh setiap orang sepanjang masa. Hal ini disebabkan karena hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran, semuanya itu terbentuk dan berkembang karena peristiwa belajar. Oleh karena itu, berbagai ahli mengemukakan pendapatnya tentang belajar. Menurut Nasution (2005: 29) bahwa: “Belajar adalah perubahan kelakukan berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa perubahan individu yang belajar, dan perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga berbentuk kecakapan, kebiasaan atau pribadi seseorang.” Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi dalam diri organisme (orang atau hewan), dan perubahan tersebut bersifat konstan. Sedangkan pengertian aktivitas belajar menurut Winkel (Slameto, 2005: 102), “aktivitas belajar adalah sebagai proses siswa dalam mengikuti kegiatan belajar”
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran tersebut di atas, selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut ini: 1) Penerapan model pembelajaran peer-tutoring efektif dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa. 2) Penerapan model pembelajaran peer-tutoring efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Menurut Kemmis dan Taggart Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi hasil tindakan
Penelitian dilaksanakan di kelas V Semester 1 SD Negeri Polokarto 01 Polokarto tahun pelajaran 2018/2019. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 1 SD Negeri Polokarto 01 Polokarto tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari 21 orang siswa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi “Mengubah Pecahan Biasa ke Bentuk Persen dan Desimal”. Berdasarkan jenis data tersebut, maka data dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber meliputi: Informan atau nara sumber, yaitu siswa yang berjumlah 21 anak, siswa kelas V SD Negeri Polokarto 01 Polokarto tahun pelajaran 2018/2019 dan guru kelas V yang sekaligus sebagai peneliti dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, teknik tes, dan analisis dokumen. Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban – jawaban yang dijadikan penetapan skor angka (Arikunto, 2010: 176). Adapun jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar. Teknik tes dilakukan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi “Mengubah Pecahan Biasa ke Bentuk Persen dan Desimal”. Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Studi dokumen merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan lembar pengamatan. Instrumen tes disusun berdasarkan kisi-kisi matematika materi “Mengubah Pecahan Biasa ke Bentuk Persen dan Desimal”. Lembar pengamatan untuk mengamati aktivitas belajar siswa disusun berdasarkan aspek-aspek aktivitas belajar, yang terdiri dari 6 aspek pengamatan. Skoring diberikan dengan rentang antara 1 – 4 untuk setiap aspek pengamatan. Blue Print skala aktivitas belajar yang digunakan untuk pengamatan dapat disajikan sebagai berikut:
Blue Print Skala Aktivitas Belajar
Dimensi Aktivitas | Skoring | |||
1 | 2 | 3 | 4 | |
Aktivitas dalam pembentukan kelompok | Tidak mau ikut terlibat dalam pembentukan kelompok | Sedikit ikut terlibat dalam pembentukan kelompok | Cukup aktif terlibat dalam pembentukan kelompok | Aktif ikut terlibat dalam pembentukan kelompok |
Aktivitas dalam bertanya | Tidak pernah bertanya | Kadang-kadang bertanya | Cukup Sering bertanya | Sering bertanya |
Aktivitas dalam menjawab pertanyaan | Tidak pernah menjawab | Kadang-kadang mau menjawab | Cukup sering menjawab | Sering menjawab |
Aktivitas dalam melakukan diskusi kelompok | Tidak ikut terlibat dalam melakukan diskusi | Kadang-kadang ikut terlibat dalam melakukan diskusi | Cukup sering ikut terlibat dalam melakukan diskusi | Sering ikut terlibat dalam melakukan diskusi |
Aktivitas dalam melakukan kerjasama kelompok | Tidak pernah kerjasama | Kadang-kadang kerjasama | Sering kerjasama | Selalu berusaha kerjasama |
Aktivitas dalam melaksanakan tugas guru | Tidak pernah tekun | Kadang-kadang | Sering tekun | Selalu berusaha tekun |
Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan validitas data antara lain adalah menggunakan teknik triangulasi, dan memperpanjang masa pengamatan. Prosedur analisisnya menggunakan model alur dari Kemmis dan Taggart yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil (Wiriaatmadja, 2006: 62).Teknik trianggulasi yang digunakan adalah Teknik Trianggulasi Sumber. Teknik ini merupakan teknik dengan pengumpulan data sejenis melalui sumber data sejenis melalui sumber data yang berbeda. Melalui penggunaan triangulasi sumber diharapkan mampu memberikan informasi yang sesuai dengan kondisi siswa kelas V SDN Polokarto 01. Adapun sumber data yang diperoleh peneliti berasal dari: a) Narasumber, terdiri dari guru kelas V dan siswa kelas V SDN Polokarto 01. b) Dokumen atau arsip berupa foto kegiatan belajar siswa, lembar observasi guru dan siswa kelas V SDN Polokarto 01. c) Nilai tes hasil belajar siswa kelas V SDN Polokarto 01.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif – kuantitatif. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif, seperti hasil observasi dan studi dokumentasi. Tahapan analisis data deskriptif kualitatif terdiri dari: pemaparan data, reduksi (data yang sudah ada di cek dan dicatat kembali), kategorisasi (data dipilah-pilah), penafsiran dan penyimpulan.
Pembelajaran dianggap berhasil apabila jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif dan cukup aktif > 80.00% dari jumlah siswa. Siswa dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika apabila sudah memperoleh nilai hasil belajar mencapai KKM yang ditetapkan dengan KKM >70.00. Siswa secara klasikal dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika apabila sudah memperoleh nilai rata-rata hasil belajar mencapai KKM yang ditetapkan dengan KKM > 70.00.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi awal memaparkan tentang hasil identifikasi terhadap kondisi awal pembelajaran matematika sebelum dilakukan tindakan pembelajaran dengan model peer tutoring. Data refleksi diperoleh dari hasil tes ulangan harian dan data hasil non tes berupa pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II
No. | Kategori Aktivitas belajar | Kondisi Awal | Siklus I | Siklus II | |||||
Jml | % | Jml | % | Jml | % | ||||
1. | Aktif
(Skor 19 – 24) |
0 | 0 | 5 | 23.81 | 16 | 76.19 | ||
2. | Cukup Aktif
(Skor 13 – 18) |
4 | 19.04 | 8 | 53.33 | 4 | 19.04 | ||
3. | Kurang Aktif
(Skor 6 – 12) |
17 | 80.95 | 8 | 38.09 | 1 | 4.76 | ||
Jumlah | 21 | 100 | 21 | 100 | 21 | 100 | |||
Penerapan model peer tutoring efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa
Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “Penerapan model pembelajaran peer-tutoring efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada kondisi awal masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 66.00. Nilai tersebut masih di bawah KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 70.00. Atas dasar hal tersebut, maka siswa kelas V Semester 1SD Negeri Polokarto 01 Polokarto tahun pelajaran 2018/2019secara klasikal dianggap belum mencapai ketuntasan belajar.
Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa baru mencapai 23.81% dan jauh di bawah indikator ketuntasan kelas sebesar > 80.00%. Rendahnya hasil belajar diindikasikan disebabkan karena aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang optimal.
Berangkat dari kondisi tersebut, guru melakukan perbaikan pembelajaran dengan fokus meningkatkan aktivitas belajar siswa. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan menerapkan model peer tutoring. Upaya perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus I berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan, yaitu dari sebesar 66.00 pada kondisi awal menjadi sebesar 70.67 pada akhir tindakan Siklus I. Mengingat nilai rata-rata yang diperoleh sudah > KKM yang ditetapkan dengan KKM > 70.00, maka secara klasikal siswa sudah dianggap mencapai ketuntasan belajar. Meskipun demikian, indikator penguasaan penuh secara klasikal berupa jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00 sebanyak > 80.00% belum tercapai, yaitu baru mencapai 66.67%.
Atas dasar hal tersebut, guru melakukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus II. Perbaikan yang dilakukan adalah dengan memperkecil jumlah anggota kelompok sehingga dengan jumlah anggota semakin sedikit, maka siswa terdorong lebih aktif dalam kegiatan kelompok. Adanya siswa yang semakin aktif dalam pembelajaran maka penguasaan materi akan semakin baik.
Upaya perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 70.67 pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi 76.00 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 47.61% pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi sebesar 90.47% pada akhir tindakan Siklus II.
Data peningkatan hasil belajar siswa dari tahap awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut:
Peningkatan Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Pembelajaran Siklus II
No. | Ketuntasan | Awal | Siklus I | Siklus II | |||
Jumlah | % | Jumlah | % | Jumlah | % | ||
1. | Tuntas | 5 | 23.81 | 10 | 47.61 | 19 | 90.47 |
2. | Blm Tuntas | 16 | 76.19 | 11 | 52.38 | 2 | 9.52 |
Jumlah | 21 | 100 | 21 | 100 | 21 | 100 | |
Nilai Rata-rata | 66.00 | 76.00 | |||||
Nilai Tertinggi | 80 | 90 | |||||
Nilai Terendah | 60 | 65 |
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, maka penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut:
Penerapan model pembelajaran peer-tutoring efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 66.00 pada kondisi awal, meningkat menjadi 70.67 pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 76.00 pada akhir tindakan Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 23.81% pada kondisi awal, meningkat menjadi 47.61% pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90.47% pada akhir tindakan Siklus II. Penerapan model pembelajaran peer-tutoring efektif dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika materi “Mengubah Pecahan Biasa ke Bentuk Persen dan Desimal” bagi siswa kelas V Semester 1SD Negeri Polokarto 01 Polokarto tahun pelajaran 2018/2019. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Berdasarkan simpulan hasil penelitian tersebut di atas, saran yang dapat dikemukakan adalah: 1) Siswa diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi semakin optimal. 2) Guru kelas disarankan agar selalu mengembangkan kapasitas diri dengan belajar menggunakan berbagai model pembelajaran yang inovatif dalam pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa mereka. 3) Sekolah diharapkan mendorong para guru untuk menerapkan model pembelajaran yang inovatif. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong para guru mengikuti berbagai pelatihan yang dilaksanakan oleh instansi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan: untuk Guru, Kepala Sekolah & Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media.
Depdiknas. 2008. Model Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dimyati, dan Mujiono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhibbin, Syah. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Muijs, Daniel., and David Reynolds. 2008. Effective Teaching: Teori dan Aplikasi Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution. S. (2000). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Cet.V, Bandung: Sinar Baru.
Silberman, Melvin. L. 2012. Active Learning 101 cara belajar siswa aktif. Bandung: Nusamedia kerjasama Penerbit Nuansa.
Slameto. 2009. BelajardanFaktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: RinekaCipta.
Soedjadi, R. 2010. Kiat Pendidikan Matematika di indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Sujana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suyitno, Amin. 2010. Pemilihan Model-Model Pembelajaran dan Penerapannya di SMP. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES.
Trianto. 2012. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.