KELEMAHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENGATASANNYA

Tritjahjo Danny S

Program Studi PAUD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Tidak sedikit hasil atau laporan PTK yang telah disusun oleh guru belum menunjukkan kekhasan suatu PTK sebagai karya ilmiah. Selain itu, masih cukup banyak guru yang mengalami keterhambatan dalam menerapkan PTK karena belum memahami tentang kelebihan dan kelemahan PTK. Karakter, kelebihan dan kelemahan PTK beserta pengatasannya perlu dipahami oleh para peneliti sehingga hambatan-hambatan dalam menerapkan PTK nantinya dapat dihindari.

Kata Kunci: Kelemahan, PTK, Pengatasan


LATAR BELAKANG

Sangatlah disayangkan bahwa selama ini karya ilmiah (bidang penelitian) guru di berbagai jenjang pendidikan, bahkan dosen sekalipun, sulit untuk diandalkan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa kenyataannya sangat jarang guru maupun dosen yang mau menggeluti bidang penelitian. Miskinnya karya ilmiah guru di bidang penelitian selain sebagai akibat terlalu beratnya beban pengajaran dan administrasi yang ditanggungnya, juga sebagai akibat sedikitnya bekal dan pengalaman penelitian yang dimiliki guru itu sendiri.

Kenyataan tersebut bukan berarti guru hanya bisa melakukan pembelajaran, dan sebaliknya tidak bisa melakukan penelitian. Persoalannya, guru lebih terbiasa dan merasa nyaman untuk melakukan pembelajaran; dan belum tertantang untuk melakukan penelitian.

Dalam upaya meniti kariernya, saat ini guru diperhadapkan pada salah satu komponen berupa pengumpulan laporan hasil penelitian, khususnya berbentuk (jenis) Penelitian Tindakan Kelas. Semua guru mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar hingga Menengah perlu membuat suatu laporan penelitian untuk persyaratan kenaikan golongan maupun untuk mendapatkan sertifikat sebagai pendidik. Tidak sedikit guru yang mengalami banyak hambatan ketika mengajukan kenaikan golongan dari IVa ke golongan IVb, sebagai akibat belum dilaksanakan dan dilaporkannya kegiatan PTK dalam pengajuan kenaikan golongan tersebut. Bahkan, ke depan, semua guru dipersyaratkan untuk menyusun PTK pada saat mengajukan kenaikan golongan. Hal ini mendorong guru, bahkan calon guru harus dapat melakukan penelitian beserta penyusunan laporannya. Oleh karena itu, keengganan guru maupun calon guru dalam membuat dan menyusun laporan sebuah penelitian, khususnya PTK, harus segera diatasi karena dapat menghambat kariernya kelak.

Di pihak lain, tidak sedikit hasil atau laporan PTK yang telah disusun oleh guru belum menunjukkan kekhasan suatu PTK sebagai karya ilmiah. Dibanding dengan jenis penelitian yang lain, PTK memiliki kekhasan tersendiri. Kekhasan tersebut terutama terlihat menonjol pada dua hal yakni ditinjau dari adanya persoalan konkrit yang dialami subjek penelitian, dan kedua ditinjau dari adanya (keharusan) implementasi tindakan dalam mengatasi persoalan tersebut sehingga mencapai keberhasilan. Selain itu, perlu dipahami bahwa PTK sebagai salah satu bentuk penelitian yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Karakter inilah yang juga harus dipahami oleh para peneliti sehingga hambatan-hambatan dalam menerapkan PTK nantinya dapat dihindari.

Berkaitan dengan persoalan yang dialami oleh para guru tersebut dan ciri khas beserta kelemahan PTK, maka Penulis merasa perlu menyusun hasil kajian tentang kelebihan dan kelemahan PTK. Diharapkan melalui hasil kajian ini maka guru lebih mudah memahami dalam mempersiapkan dan melaksanakan PTK di sekolah.

KEKHASAN PTK

Dibanding dengan jenis penelitian yang lain, PTK memiliki kekhasan tersendiri (Danny S, 2014). Kekhasan tersebut terutama terlihat menonjol pada tiga hal yakni ditinjau dari 1) adanya persoalan konkrit yang harus dipecahkan, 2) adanya (keharusan) implementasi tindakan dalam mengatasi persoalan tersebut, dan 3) keharusan untuk mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan persoalan yang diatasi.

Pertama, di lihat dari segi problema yang harus dipecahkan, PTK memiliki kekhasan penting yaitu masalah konkrit yang diteliti untuk di pecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, atau persoalan yang benar-benar dialami oleh siswa baik terkait dengan bidang belajar, pribadi, maupun sosial siswa. Persoalan yang dihadapi dalam melakukan PTK harus bersifat konkrit (nyata). Oleh karena itu, seorang peneliti dapat melakukan PTK jika sudah menemukan persoalan konkrit tersebut disertai dengan bukti serta sumber informasinya dari mana.

Sedangkan, jenis penelitian non-PTK dapat dilakukan tanpa disertai persoalan yang konkrit, dalam arti persoalan dapat diuraikan dan dirumuskan sendiri sehingga menunjukkan adanya suatu masalah. Dalam penelitian non-PTK lebih menekankan aspek telah diuraikannya isyu research dalam latar belakang penelitiannya.

Menurut (Soedarsono, 1997), PTK akan dapat dilaksanakan jika guru atau peneliti sejak awal memang menyadari adanya persoalan konkrit yang terkait dengan proses dan produk suatu pembelajaran yang terjadi di kelas. Persoalan PTK juga dapat berupa masalah belajar, pribadi, maupun sosial yang dialami oleh siswa. Berdasarkan dari persoalan itu guru menyadari pentingnya persoalan tersebut untuk dipecahkan secara profesional melalui PTK.

Sebagai contoh, jika di suatu sekolah terdapat 6 siswa yang memiliki sikap dan perilaku kurang bersosialisasi (kemampuan sosialisinya rendah) di antara 25 siswa, maka kemampuan sosialisasi yang rendah pada 6 siswa tersebut dapat dijadikan objek atau variabel penelitian. Selanjutnya, pada latar belakang masalah, peneliti perlu menguraikan tentang pentingnya sosialisasi bagi siswa di sekolah. Selain itu, dalam bagian latar belakang masalah tersebut peneliti perlu menyertakan bukti adanya kemampuan sosialisasi yang rendah tersebut pada ke enam siswa di atas. Bukti-bukti adanya masalah konkrit tersebut diwujudkan melalui adanya data beserta indikator-indikatornya. Misalnya, terkait dengan indikator kemampuan sosialisasi yang rendah seperti di atas, peneliti dapat menuliskan misalnya sebagai berikut: ketika diajak bicara siswa berusaha menghindar, siswa tersebut selalu menyendiri ketika istirahat, sulit mau bekerjasama ketika diajak bermain kelompok.

Dapat dijumpai bahwa guru merasa apa yang dipraktikkan dan dijumpainya sehari-hari di kelas (sekolah) tidak bermasalah atau dianggap sudah benar. Hal ini tidak berarti bahwa PTK tidak diperlukan lagi bagi guru tersebut. Persoalannya ialah tidak semua guru mampu melihat sendiri dan merefleksi sendiri apa yang telah dilakukannya selama mengajar atau melaksanakan tugasnya di kelas (sekolah) sudah tepat atau masih perlu perbaikan. Dalam hal pembelajaran atau berupa pemberian layanan (pembelajaran) di sekolah dapat terjadi bahwa guru telah berbuat kekeliruan selama bertahun-tahun namun hal tersebut tidak disadarinya (dipahaminya).

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan PTK di sekolah juga dapat terjadi sebagai akibat adanya permasalahan yang dialami siswa yakni berupa masalah belajar, pribadi, maupun sosial. Beragam masalah tersebut merupakan ruang lingkup kewenangan dan tanggung jawab guru dalam menanganinya. Tuntutan dalam menangani permasalahan yang dialami siswa tersebut serta kebutuhan guru untuk mampu melakukan penelitian merupakan pemicu perlunya pelaksanaan PTK di sekolah.

Kedua, PTK memiliki karakteristik yang khas bila dilihat dari bentuk nyata kegiatan penelitian itu sendiri yaitu adanya tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas atau suatu treatment yang telah dirancang sesuai dengan temuan masalahnya. Treatment yang dirancang tidak harus berupa praktik atau implementasi suatu metode pembelajaran, tetapi juga berupa tindakan-tindakan atau pembelajaran atau layanan sesuai dengan kebutuhan dalam mengatasi masalah tersebut.

Perlu diketahui bahwa tanpa tindakan tertentu, suatu penelitian juga dapat dilakukan di dalam kelas, yang kemudian sering di sebut dengan “penelitian kelas” yang bersifat deskriptif. Misalnya, guru dapat melakukan penelitian mengenai rendahnya motivasi belajar siswa. Jika penelitian itu dilakukan tanpa disertai tindakan-tindakan tertentu, maka jenis penelitian yang dicontohkan itu bukan sebagai PTK. Penelitian yang dicontohkan itu hanya sekedar ingin tahu, dan tidak ingin memperbaiki (mengatasi) masalah pembelajaran; jenis penelitian tersebut seringkali disebut juga sebagai penelitian deskripsi.

Sebaliknya, jika dengan penelitian itu guru mencoba berbagai tindakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih baik dan efektif, maka penelitian ini termasuk dalam kategori PTK. Penelitian-penelitian kelas yang dilakukan dengan mencobakan berbagai tindakan seperti inilah yang menjadi karakteristik penting bagi PTK. Dengan demikian, implementasi tindakan dalam PTK terkait dengan pengatasan masalah yang bersifat konkrit di atas yakni masalah belajar, pribadi maupun sosial yang dialami siswa.

Ketiga. Seperti yang dikaji sebelumnya bahwa PTK dilakukan untuk mengatasi suatu masalah atau berupa perbaikan, peningkatan terhadap kemampuan, sikap atau perilaku peserta didik. Sesuai pendapat (Muhadjir, Noeng, 1993), dalam penelitiannya, peneliti harus mencapai keberhasilan sesuai tujuan dan rumusan indikator keberhasilan. Oleh karena itu, PTK dianggap telah selesai jika tujuan penelitian memang benar-benar tercapai sesuai dengan rumusan indikator keberhasilan penelitiannya. Jika penelitian tindakan dilakukan tanpa menghasilkan (mencapai) tujuan, atau tanpa adanya rumusan indikator keberhasilan seperti di atas, maka penelitian tersebut bukan termasuk PTK tetapi dapat tergolong eksperimen.

Jika kegiatan penelitian telah dilakukan tetapi belum terjadi pengatasan masalah, maka PTK belum dapat dikatakan telah selesai. Pelaksanaan penelitian ini harus sampai pada adanya pengatasan masalah berupa adanya perbaikan, atau peningkatan suatu sikap atau perilaku dari peserta didik. Belum atau sudahnya pengatasan masalah konkrit tersebut, dapat dikaji dari indikator keberhasilan yang sudah ditentukan sebelumnya.

KELEBIHAN PTK

Menurut pengalaman Penulis selama melakukan PTK, ada beberapa kelebihan PTK dibanding dengan penelitian konvensional (yang berjenis deskripsi, atau inferensial), antara lain:

1. PTK sangat membantu dalam merubah kondisi, sikap atau perilaku peserta didik dalam mendukung keberhasilan pembelajaran atau pendidikan di sekolah. Sejauh ini tidak ada jenis penelitian yang dapat bermanfaat, dan dirasakan manfaatnya secara langsung oleh pihak sekolah, guru maupun siswa; kecuali PTK. Jenis penelitian lain (di luar PTK) pada umumnya memanfaatkan guru atau siswa sebagai subjek penelitian saja yakni sebagai sumber informasi dalam pengumpulan data guna penyelesaian suatu penelitian. Sedangkan dalam kegiatan PTK, banyak manfaat yang dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh guru maupun siswanya, yakni berupa perubahan-perubahan sikap atau perilaku siswa, dan semakin berpengalamannya guru dalam menangani masalah siswanya.

2. Dalam PTK (khususnya dalam PTK Kolaboratif) guru dapat melakukan penelitian bersama dengan dosen atau guru senior lainnya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa ternyata sejauh ini banyak kegiatan penelitian yang dilaksanakan di sekolah, tetapi kenyataannya didominansi kegiatan penelitian yang hanya bersifat deskripsi, dan inferensial. Penelitian tersebut hanya memanfaatkan guru atau siswa sebagai subjek maupun objek untuk mencari data, tanpa melibatkan guru sebagai peneliti. Sebaliknya, jika PTK dilakukan di sekolah, maka akan selalu melibatkan guru, dan sekaligus guru sebagai peneliti. Dengan demikian, melalui PTK guru mendapat pengalaman yang sangat bermakna dalam mengatasi persoalan yang dialami peserta didiknya melalui PTK.

3. Melalui PTK, guru dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaran atau layanan kepada siswa sehingga menjadi lebih efektif. Dengan melakukan PTK guru akan dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajaran maupun rancangannya kepada siswa yang membutuhkan. Hal ini terjadi karena PTK berlangsung melalui berbagai tahap pada setiap siklusnya, dan harus mencapai keberhasilan sesuai indikator yang telah ditentukan. Berbagai upaya peneliti untuk mencapai keberhasilan tujuan PTK, dan dilakukannya secara berkesinambungan itulah yang menjadikan rancangan atau praktik pembelajaran menjadi lebih efektif.

4. PTK tidak harus membebani pekerjaan guru dalam kesehariannya. Jika guru melakukan PTK secara kolaboratif dengan guru lain atau dosen, tentu kegiatan tersebut bukan untuk mengesampingkan tugas mengajar atau tugas perancangannya sehari-hari. Sebaliknya, guru dapat melaksanakan PTK secara terintegrasi dengan kegiatan atau tugas rancangannya sehari-hari di sekolah. Oleh sebab itu guru tidak perlu takut terganggu dalam mencapai target kurikulernya jika akan melaksanakan PTK.

5. PTK dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti kegiatannya sendiri di kelas, dengan melibatkan siswanya, melalui sebuah tindakan-tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik yang sistematik mengenai apa yang selama ini selalu dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar dan pembelajaran dapat diterapkan dengan baik di kelas yang ia miliki. Dalam PTK, guru juga dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang selama ini dilakukan telah efektif atau belum. Melalui penghayatan tersebut, guru dapat menyimpulkan bahwa praktik-praktik pembelajaran masih mengalami permasalahan antara lain: penggunaan metode pembelajarannya masih kurang efektif, kurang perhatiannya siswa terhadap pembelajaran di kelas, siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran, terdapat beberapa siswa yang berperilaku mengganggu temannya di kelas dan sebagainya. Berkenaan dengan masalah tersebut guru perlu mangatasinya dan merumuskan secara tentatif tindakan tertentu untuk memperbaiki keadaan tersebut melalui prosedur PTK. Tindakan dalam mengatasi masalah tersebut perlu dilandasi dengan teori yang relevan, sehingga melalui pelaksanaan PTK, guru telah menjembatani antara teori dengan kegiatan praktiknya. Oleh karena itu, ketika guru telah mampu melaksanakan PTK secara benar maka guru tersebut telah menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pembelajarannya.

6. PTK terkait langsung dengan profesi guru, sehingga ketika guru sering melakukan PTK maka semakin meningkat profesionalismenya, karena guru pada akhirnya telah terbiasa untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya dalam kaitannya dengan tugas pembelajaran.

KELEMAHAN PELAKSANAAN PTK DAN PENGATASANNYA

Perlu diakui bahwa PTK bukanlah suatu penelitian yang mudah dilaksanakan. Selain memiliki kelebihan atau kemanfaatan seperti yang diuraikan sebelumnya, PTK juga memiliki kelemahan. Namun tidak berarti dengan kelemahan-kelemahan yang ada menjadikan guru tidak dapat melakukan PTK.

Guru perlu berhati-hati dan jeli dalam melaksanakan PTK. Beberapa hal (kelemahan) PTK perlu menjadi perhatian peneliti ketika melaksanakan penelitiannya karena akan berpengaruh terhadap proses pelaksanaan dan keberhasilan PTK itu sendiri. Kelemahan PTK tersebut sebaiknya dianggap sebagai tantangan oleh para guru dalam menerapkan PTK.

Adapun kelemahan-kelemahan PTK yang dapat dijumpai (dialami) oleh para peneliti PTK serta bagaimana upaya untuk mengatasinya diuraikan di bawah ini, antara lain adalah:

Pertama, seringkali bukti adanya masalah konkrit dalam penelitian tindakan belum disertakan.

Seorang peneliti biasanya menyatakan bahwa ada persoalan penting yang perlu segera dipecahkan dalam suatu penelitiannya. Pernyataan tersebut dapat diketemukan dalam penjelasan latar belakang masalah penelitiannya (bab I). Namun, sering diketemukan, bahwa dalam hasil penjelasan masalah sebuah penelitian tersebut (dalam latar belakang penelitian) ternyata belum nampak adanya masalah, karena tidak ada fakta (data) yang disertakan dalam latar belakang masalahnya, sebagai bukti adanya masalah konkrit tersebut.

Berkaitan dengan pengatasan masalah tersebut, pada saat awal sebaiknya peneliti melakukan sebuah pra-penelitian terlebih dahulu. Hasil pra-penelitian tersebut berupa data (fakta-fakta) tentang adanya masalah perlu disertakan dalam latar belakang masalah. Penyertaan data (fakta-fakta) tersebut merupakan bukti konkrit adanya masalah.

Kedua, rasa enggan subjek penelitian (siswa) untuk selalu mengikuti rancangan.

Subjek penelitian dalam PTK adalah siswa yang memiliki ciri karakteristik tertentu atau siswa yang mengalami suatu masalah untuk segera diatasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya data masalah konkrit yang diukur dari suatu instrumen. Dalam pelaksanaan PTK, subjek yang dipilih tersebut harus dilibatkan dalam kegiatan pemberian pembelajaran (layanan) selama beberapa kali layanan, dan selama pelaksanaan siklus.

Pelibatan subjek penelitian dalam PTK sampai akhir penelitian bukanlah hal yang mudah. Tidak jarang siswa merasa enggan atau malas sehingga menggunakan berbagai alasan untuk menghindari pembelajaran sesuai rancangan treatment PTK. Jika salah satu atau beberapa subjek tidak mengikuti pembelajaran tersebut maka hasil pengukuran adanya perubahan atau perbaikan juga tidak bisa dilakukan. Sebagai upaya preventif dalam mengatasi persoalan keengganan subjek penelitian PTK dalam mengikuti pembelajaran tersebut antara lain melalui:

1. Pemberian bekal pemahaman pentingnya adanya perubahan sikap atau perilaku melalui PTK kepada subjek penelitian, dengan cara bekerjasama dengan orangtua siswa di sekolah

2. Si peneliti melakukan berbagai pendekatan dengan sikap benar-benar memberi layanan (antara lain memberi perhatian atau empati, ramah, memahami kepentingan dan kondisi subjek penelitian) demi kepentingan adanya perubahan sikap dan perilaku subjek penelitian sesuai rumusan tujuan PTK

3. Menyusun strategi pembelajaran dalam PTK yang bersifat a) menyenangkan, b) memberikan makna pada subjek penelitian, c) bersifat menantang bagi subjek penelitian untuk berbuat aktif, dan d) berkesinambungan.

Ketiga, inkonsistensi penyusunan dan penggunaan instrumen sejak identifikasi masalah konkrit.

Ciri khusus dalam penelitian tindakan termasuk di dalamnya PTK adalah adanya masalah konkrit yang dibuktikan dengan penyertaan data pada latar belakang penelitian. Masalah konkrit tersebut perlu dicari dan dibuktikan dengan menggunakan instrumen yang tepat. Oleh karena itu, ketika seorang peneliti sudah mengetahui adanya suatu masalah pada subjek penelitian (siswa) baik melalui observasi maupun wawancara, maka perlu ditindaklanjuti pengumpulan datanya melalui instrumen lainnya antara lain berupa skala sikap untuk membuktikan keberadaan masalah konkrit tersebut.

Peneliti diharapkan konsisten dalam menggunakan instrumen penelitiannya. Konsistensi instrumen penelitian akan terjadi jika sejak awal si peneliti menggunakan landasan teori yang tepat. Berkaitan dengan ini, sebaiknya si peneliti segera mendalami teori yang akan digunakan ketika si peneliti tersebut sudah mengetahui adanya suatu masalah pada subjek penelitian (siswa) baik melalui observasi maupun wawancara.

Keempat, sulitnya menyusun rancangan pembelajaran yang sistematis dan efektif.

Tantangan guru dalam melakukan PTK adalah membuat rancangan pembelajaran yang sistematis dan efektif. Ketercapaian tujuan PTK tidak dapat melalui hanya sekali rancangan begitu saja, tetapi perlu melalui beberapa kali rancangan. Selain itu, rancangan pembelajaran dalam PTK bukanlah suatu rancangan yang disusun sembarangan, tetapi perlu didasari oleh teori yang mendukung pada treatment yang akan diimplementasikan. Adanya teori yang mendukung tersebut maka diharapkan hasil pembelajaran dalam PTK tersebut menjadi benar-benar efektif, yang terbukti dari tercapainya tujuan penelitian sesuai rumusan. Oleh karena itu, sebaiknya rancangan yang telah dibuat peneliti perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang relevan dan ahlinya.

Tidak jarang rancangan pembelajaran yang telah dirancang juga bersifat ‘amburadul’ artinya antara satu rancangan dengan rancangan berikutnya tidak saling terkait, dan dapat pula belum tersusun sistematis. Berkaitan dengan itu, sebaiknya si peneliti sebelum membuat satuan rancangan pada setiap siklusnya, perlu membuat out line rancangan penanganan PTK secara lengkap terlebih dahulu. Hasil out line tersebut perlu dikonsultasikan kepada pihak-pihak yang lebih ahli. Jika hasil review out line oleh pihak ahli dianggap sudah benar, maka si peneliti dapat menindaklanjutinya dengan membuat rancangan pembelajaran sesuai masing-masing pokok bahasan.

Kelima, ketidakpastian waktu penyelesaian tujuan penelitian.

Salah satu kelemahan umum penelitian tindakan, termasuk PTK, adalah waktu penyelesaian penelitian yang tidak dapat diketahui secara pasti, karena tercapainya tujuan penelitian tergantung banyak hal. Jika waktu penyelesaian terlalu panjang (lama) maka dapat menghambat hasil penelitian itu sendiri, apalagi jika subjek penelitian sudah mengalami perubahan (kenaikan) kelas. Dalam mengatasi persoalan ini, sebaiknya si peneliti melakukan beberapa hal antara lain:

1. Membuat rancangan yang sistematis dan efektif, seperti yang diuraikan pada bagian pengatasan terhadap kelemahan poin keempat di atas

2. Berupaya melakukan pendekatan dan mengkondisikan suasana nyaman serta menyenangkan selama memberi treatment (tindakan) kepada subjek penelitian; sesuai yang telah dijelaskan pada bagian kelemahan poin kedua

3. Selalu bekerjasama dan menginformasikan proses, hasil serta progress report kepada pihak-pihak yang relevan atau tim peneliti, sehingga mendapat dukungan, masukan dan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai efektivitas tujuan PTK.

PENUTUP

Cukup banyak guru yang melakukan PTK ternyata menghadapi banyak persoalan dalam menerepkan PTK. Keterhambatan guru dalam melaksanakan dan melaporkan PTK perlu diatasi dengan memahami kekhasan PTK sebagai salah satu bentuk penelitian yang selama dua dasa warsa ini telah berkembang di Indonesia. Selain itu, pemahaman tentang kelebihan PTK, dan kelemahan beserta pengatasannya akan menuntun guru dalam menerapkan PTK secara lebih mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Alberto, FC. 2002. Collborative Learning: Its Impact on College Students’ Development and Diversity. Journal of College Students’ Development. Jan/Feb 2002:1-10

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, Saifuddin. 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Borg, Walter R dan Galll, Meredith D. 1984. Educational Research: An Introduction, Fifth Edition. New York: Logman.

Cathy, P. 2003. Collaborative Practice: Service Learning foster Collaboration. Kansas Nurse. April 2003: 1-2

Danny S, T. 2005. Strategi Pelaksanaan Penelitian Tindakan kelas. Salatiga: FKIP UKSW (materi Pelatihan PTK untuk Guru dan Dosen).

Danny S, T dan Marmi Sudarmi. 1998. Tindakan Kolaboratif Partisipatorik dalam Pengatasan Permasalahan Penggunaan Alat Peraga dan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, dalam Satya Widya (Jurnal Penelitian) No.20/ThXI/1998. Salatiga: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependidikan FKIP UKSW.

. . . . . . . . 2009. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dan Pengatasan Miskonsepsi melalui Metode Diskusi Analitik dalam Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SDN Tegalrejo 2 Salatiga, dalam Widya Sari (Jurnal Ilmiah Pendidikan, Sosial dan Seni Budaya) Vol. 10 No. 5, September 2009) Salatiga: Widya Sari

. . . . . . . . 2010. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling: Upaya Pengatasan Masalah Siswa di Sekolah. Salatiga: Widya Sari.

Danny S, T, dan Setiani. 2012. Penggunaan Teknik Diskusi Bimbingan Kelompok dengan Media Bimbingan dalam Meningkatkan Kedisiplinan Belajar pada Siswa Kelas XI IPS1 SMA Negeri 2 Salatiga, dalam Prosiding Seminar dan Hasil Penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW. Salatiga: P2BP3M FKIP UKSW

Danny S, T, dan Setyorini. 2013. Peningkatan Pemahaman dan Aktivitas Perkuliahan melalui Metode Discovery Learning pada Mahasiswa Program Studi PAUD FKIP UKSW, dalam Widya Sari (Jurnal Ilmiah Pendidikan, Sosial dan Seni Budaya) Vol. 15 No. 2, September 2013) Salatiga: Widya Sari

Danny S, T. 2014. Strategi Pelaksanaan Tindakan Kelas dalam Bimbingan dan Konseling. Salatiga: Griya Media.

McNiff, J. 1991. Action Research: Principles and Practice. London: Routledge.

Muhadjir, Noeng. 1997. PEDOMAN PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK): Bagian Keempat, Analisis dan Refleksi. Yogyakarta: Dirjendikti. Depdikbud. PPTA. BP3GSD. UP3SD. UKMP-SD di IKIP Yogya­karta.

Oja, S.N., Smulyan, L. 1989. Collaborative Action Research: A Developmental Aprroach. London: The Falmer Press.

Soedarsono, FX. 1997. PEDOMAN PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK): Bagian Kedua, Rencana, Desain dan Implementasi. Yogya­karta: Dirjendikti. Depdikbud. PPTA. BP3GSD. UP3SD. UKMP-SD di IKIP Yogyakarta.

Sumarno. 1997. PEDOMAN PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK): Bagian Ketiga, Pemantauan dan Evaluasi. Yogyakarta: Dirjendik­ti. Depdikbud. PPTA. BP3GSD. UP3SD. UKMP-SD di IKIP Yogyakarta.

Suyanto. 1997. PEDOMAN PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK): Bagian Kesatu, Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yogyakarta: Dirjendikti. Depdikbud. PPTA. BP3GSD. UP3SD. UKMP-SD di IKIP Yogyakarta.

Vermette, P. 2004. Cooperative & Collaborative Learning With 4-8 years Olds. Journal of Instructional Psychology, June 1-5.