KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRATIK

 

Joseph Cristian

Mahasiswa FKIP-BKUKSW Salatiga

 

ABSTRAK

Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah, ditambah lagi ini adalah suatu hal yang sangat penting dan perlu perhatian yang serius. Seorang pemimpin akan mengambil peranan yang cukup besar dalam kelompok. Kepemimpinan demokratik adalah tipe gaya kepemimpinan dimana anggota kelompok mengambil peranan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Tapi pemimpin yang demokratik dapat memimpin ide-ide yang lebih baik dan solusi yang kreatif untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Kata kunci: kepemimpinan, demokratik

 

PENDAHULUAN

Persoalan “pemimpin” dan “kepemimpinan” bukanlah suatu persoalan zaman abad kelas XI saja. Sejarah telah membuktikan bahwa sejarah suatu negara atau bangsa sebenarnya berkisar pada sejarah tokoh-tokohnya, pemimpin-pemimpinnya, yakni pemimpin pemerintahan, politik, pemimpin agama, dan pemimpin masyarakat dan lain sebagainya.

Seorang sejarawan terkemuka, Thomas Carliley mengemukakan bahwa sejarah umat manusia tidak lain daripada sejarah pemimpin-pemimpinnya. Hal itu disebabkan antara lain karena pentingnya pemimpin sebagai motor penggerak masyarakat pada umumnya dimana sejarah itu terjadi.

Disamping itu juga karena peranannya, maka dalam setiap cerita sejarah para pemimpin merupakan “the key person” atau “the central person” sebagai contoh dalam ceritera sejarah politik dan pemerintahan selalu berpusat pada Raja-Raja, Kaisar, Presiden, Negarawan atau juga para Politikus. Dalam sejarah peperangan, berpusat pada Jenderal atau Panglima, walaupun mereka tidak ikut berperang. Merujuk pada kerangka pemahaman seperti itu dapat kita simpulkan bahwa pertama ; kepemipinan itu adalah penting. Kedua ; kepemimpinan itu ada dalam sejarah umat manusia.

Patut dicatat bahwa kepemimpinan itu hanya ada dalam kelompok atau dalam masyarakat. Kepemimpinan itu ikut berubah jika masyarakat itu berubah. Dalam hal ini timbul pengaruh timbal balik antara kepemimpinan dan perubahan masyarakat. Sebagai contoh, sejarah Pacisme Jerman tak dapat dipelajari lepas dari Adolf Hitler, sejarah China dan Mao Tse Tsung, sejarah kemerdekaan RI dan Soekarno-Hatta.

ARTI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakan orang-orang untuk mencapai tujuan tertentu (Abdulrahman,1971: 32). Menurut Terry (1960: 122) “leadership is the relationship in whichone person, the leader influencies others to work together willingly on related tasks to attain that which the leader desires”. Hersey dan blanchard (Onduko,1994:104) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah “suatu proses mempengaruhi perilaku orang lain”.

Ketiga takrif di atas mengindikasikan bahwa kepemimpinan merupakan suatu usaha mempengaruhi orang lain untuk bekerja dalam rangka mencapai tujuan.

Untuk dapat meletakkan hubungan baik dan menyenangkan antara pemimpin yang dipimpin maka seorang pemimpin harus mampu menggunakan alat-alat komunikasi kepemimpinan yang tepat dan mampu berperilaku, sehingga dapat memberikan rangsangan yang kuat terhadap yang dipimpinnya.

Hersey dan Blanchard (Onduko 1994:104) mengemukakan perilaku kepemimpinan sebagai gaya pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagai berikut:

1.     Melibatkan (participacing)

2.     Mengajak (consulting)

3.     Melimpahkan (delegating)

4.     Memerintah (telling)

Perilaku kepemimpinan tersebut diatas, memiliki bobot pengaruh yang variatif terhadap tinggi rendahnya sikap kepengikutan para bawahan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Kada (1978: 1) mengemukakan alat-alat komunikasi sebagai berikut: “bahasa, nada suara, sikap, perintah atau intruksi”. Bahasa merupakan alat berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia tak dapat berbuat sesuatu, tak dapat mempengaruhi orang lain terutama dalam posisi sebagai seorang pemimpin. Bahasa yang baik tepat dan jelas dan mudah dimengerti akan memudahkan komunikasi antara pemimpin yang dipimpin. Bahasa seorang pemimpin memiliki warna serta pengaruh yang lain daripada bahasa seorang bawahan. Karena itu seorang pemimpin harus menggunakan bahasa yang baik, baik dalam bentuk oral maupun written language.

Nada suara yang diperdengarkan oleh seorang pemimpin merupakan manifestasi dari keadaan jiwa atau sikap jiwa pemimpin yang ingin berhasil dalam kepemimpinannya, kehalusan dan kelemah lembutannya merupakan kunci untuk dapat menyelami watak dan keinginan yang dipimpin.

Sikap seorang pemimpin merupakan manifestasi dari suasana batin yang didasarkan pada aspek pengekangan diri. Sikap seorang tidak permanen tapi tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Dalam tautan dengan hal tersebut diatas Lewin (1975:37) mengemukakan empat tipe kepemimpinan, yakni: “(1) type otokratis, (2) type demokratis, (3) type laissez faire dan (4) type pseudo demokratis”.

Type-type kepemimpinan seperti yang disebutkan lewin diaplikasikan sesuai situasi kondisi yang dihadapi. Seorang pemimpin bisa bersikap otoriter dalam menghadapi bawahannya, tetapi sebaliknya dapat bersikap demokratis jika menghadapi anak istrinya atau sebaliknya.

Perintah atau intruksi biasanya disertai dengan sanksi-sanksi. Bila perintah tidak dijalankan maka tindakan pemimpin adalah memberi sanksi, terutama sanksi administratif. Akibatnya selalu muncul hubungan yang kurang harmonis, bahkan terjadi jurang komunikasi atau communication gap. Berdasarkan hal tersebut maka hubungan kemanusiaan perlu dibina tanpa paksaan seperti dikemukakan Wiles (1967:41) “good human relationship can not be attained by comannding or requesting them. They are built by living and working with fellow staff members in such a way they can practice good human relations too”. Masing-masing pihak harus memelihara hubungan tersebut serta saling menghormati dan menghargai.

Selanjutnya sifat seorang pemimpin juga berpengaruh terhadap bawahannya. Sifat merupakan tindakan dan perilaku sebagai manifestasi dari keadaan batin yang melekat erat pada diri seseorang. Sifat tidak dapat dimanipulasi karena merupakan bagian dari seseorang.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut Rifai (1979:41) mengemukakan sifat seorang pemimpin adalah: “(1) sifat suka bergaul dengan orang lain serta mudah menyesuaikan diri dengan orang-orang disekitarnya, (2) sifat ramah tamah, berbudi nbahasa baik, sehingga dapat memikat bawahannya, (3) sifat suka menolong bagi orang lain, (4) percaya pada diri sendiri, (5) jujur, adil, dan dapat dipercaya, (6) ahli dalam bidangnya”.

MACAM KEPEMIMPINAN

a.     Dilihat dari munculnya atau kehadirannya ada pemimpin formal dan ada pemimpin informal. Kepemimpinan formal menunjukan adanya pengangkatan resmi yang diatur dalam organisasi secara hirakis.

b.     Dilihat dari cara kerja atau praktek kepemimpinan.

Kita dapat membedakan kepemimpinan yang otoriter, laizes-faire, demokratis dan pseudo demokratis.

Munculnya kepemimpinan otoriter karena pemimpin memiliki keyakinan bahwa peranan pemimpin adalah mengarahkan memberi petunjuk membimbing, menyuruh, memerintah, dan menguasai. Kepemimpinan otoriter mengutamakan kekuasaan dan pengawasan. Kepemimpinan demokratis menunjuk pada pengertian penggunaan azas demokrasi dalam kepemimpinan, karena itu tipe kepemimpinan demokratis mengutamakan prinsip musyawarah untuk mufakat, dalam segala proses kepemimpinan antara lain: dalam mengambil keputusan, merumuskan kebijakan, mengutamakan persuasi dalam hal memerintah dan sebagainya.

Kepemimpinan yang laizes-faire. Kepemimpinan ini seringkali kurang diakui karena tidak ada peranannya yang positif. Akan tetapi dalam kelompok tertentu tipe ini ada karena adanya seseorang yang menduduki posisi pemimpin, walaupun tidak dimainkan peranan sebagaimana mestinya. Para pemimpin yang memainkan peranan ini bisa disebabkan: pertama, karena situasi kelompok yang mengakibatkan ia takut mempengaruhinya atau kedua, karena ia mengalami frustasi karena situasi kelompok atau keadaan pribadi.

Ciri-ciri pokok dari tipe ini ialah adnya kebebasan yang berlebihan, tanpa kebijakan umum dan keputusan yang mengikat serta menurunnya moral kerja dan disiplin.

Kepemimpinan yang pseudo demokratis. Biasanya disebut juga manipulasi demokrasi. Artinya bentuk dan cara-caranya demokratis tapi isinya atau keputusannya adalah otoriter. Dengan tipe ini semua konsep mengenai kebijakan, keputusan, prosedur, dan tata cara kerja lain yang lainnya semua sudah diatur dan disiapkan oleh pemimpin. Sedangkan pendapat atau usulan dan saran-saran dari bawahan diminta melalui rapat dan lain-lain hanya merupakan suatu dukungan bagi konsep yang tersedia. Para pemimpin yang memainkan tipe ini biasanya merasa diri cukup super dalam segala hal.

Perlu dicatat bahwa keempat tipe ini hampir tidak nampak dalam bentuknya yang murni pada seorang pemimpin. Ini disebabkan pengaruh situasi dalam kepemimpinan sehingga dalam penampilannya, tipe-tipe ini selalu nampak secara berganti-ganti walaupun salah satunya atau beberapa tipe yang kelihatannya dominan dari pada tipe yang lain. Disamping patut diingat bahwa masing-masing tipe tersebut diatas mempunyai kelemahan-kelemahan pula disamping keuntungan-keuntungannya.

c.     Dilihat dari peranan yang dimainkan oleh pemimpin

Kepemimpinan nomotetik, yaitu kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan umum kelompok dari pada kepentingan perseorangan atau pribadi. Tioe kepemimpinan yang demikian, sangat tepat pada masyarakat yang memiliki sifat gotong royong murni. Seluruh perhatian dan tindakan pemimpin, selalu tertuju kepada kepentingan bersama.

Kepemimpinan ideografis. Tipe kepemimpinan ini umumnya menitik beratkan pada kepentingan perorangan dengan mengabaikan kepentingan umum. Dalam hidup sehari-hari, tipe ini hidup dengan subur pada negara-negara liberal, dimana setiap orang mendapat kesempatan bersaing yang seluas-luasnya, sehingga kepentingan individual diutamakan dengan mengorbankan kepentingan bersama. Sedangkan pada negara-negara demokratis murni, dimana sangat mempertentangkan pendapat kepentingan kelompok, maka kepemimpinan ideografis tak dapat dijalankan.

Kepemimpinan transaksi. Yang dimaksud dengan kepemimpinan transaksi ialah, type kepemimpinan yang merupakan kompromi antara kepemimpinan nomotetik dengan kepemimpinan ideografis, atau denga singkat disebut kepemimpinan kompromis.

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN YANG DEMOKRATIK

Dalam sejarah pendidikan selama Orde Baru, kita selalu mendengar “ganti menteri ganti kebijakan”. Masyarakat, orang tua, pendidik dan siswa selalu dipusingkan oleh kebijakan-kebijakan pendidikan yang tumpang tindih. Fenomena empirik tersebut sebenarnya merupakan manifestasi dari kepemimpinan seorang Menteri. Setiap orang yang berkecimpung dalam profesi kependidikan, mulai dari guru, kepala sekolah, pengawas, kepala dinas hingga menteri dalam konteks pendidikan disebut sebagai pemimpin pendidikan. Setiap pemimpin pendidikan diharapkan menerapkan tipe kepemimpinan yang demokratis, seperti diuraikan pada bagian terdahulu. Namun, tidak jarang kita lihat adanya pemimpin pendidikan yang bersikap otoriter, yang juga sangat berhasil dalam memimpin. Hal ini disebabkan oleh situasi kondisi dimana orang tersebut menjadi pemimpin pendidikan.

Dalam dunia pendidikan saat ini, ada persaingan yang seru antara ahli pendidikan dan perencana pendidikan, yang berinduksi pada kualitas pendidikan (Umbu Tagela,2000:56). Ahli pendidikan dalam kiprah dan kiblatnya lebih memumpuni pada ketersediaan biaya pendidikan. Dalam prakteknya cenderung dilakukan penggabungan antara gagasan ahli pendidikan dengan gagasan perencana pendidikan.

Setiap pemimpin termasuk pemimpin pendidikan menurut koozes dan posner (1999:329) harus membina komitmen kepada tindakan. Artinya apa yang diperbuat oleh pemimpin harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam tautan makna yang demikian maka seorang pemimpin pendidikan harus memikirkan dengan matang setiap tindakan sebelum melakukannya. Sebab tindakannya merupakan manifestasi dari dirinya sebagai pemimpin. Dalam tautan yang sama, ametembun (1975:66) mengatakan bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen dalam menentukan kebijakan dan dalam mengambil keputusan.

PENUTUP

Memang masalah kepemimpinan adalah merupakan masalah yang sangat penting untuk di beri perhatian serius. Oleh karena masalah tersebut adalah merupakan motor penggerak organisasi. Jika kepemimpinan diberi perhatian yang besar itu sebenarnya wajar sebab didalamnya kita akan bertemu dengan masalah ‘human relation’ tidak jalan maka dapat kita bayangkan apa yang bakal terjadi dengan pencapaian tujuan organisasi tersebut. Sebab faktor manusia adalah merupakan faktor penentu maju mundurnya organisasi.

KEPUSTAKAAN

Abdurrahman, Arifin, 1971, Theori Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja, Jakarta, Bhatara

Ametembun, N.A, 1975, Kepemimpinan Pendidikan Modern, Bandung, Penerbit FIP-IKIP Bandung

————,1975a, Disiplin Kelas, Bandung, Penerbit FIP-IKIP

FanggidaE, A.M, 2005, Dasar-Dasar Kepemimpinan Pendidikan, Kupang, Penerbit FKIP Undana

Hovland, Carl I, 1953, Social Communication, dalam Besnord Berelsco and Morris Janowitz, ed. Reader in Public Opinion and Communication New York, The Free Press Of Gteoncoe

James M,Kouzes anda Barry Z. Posner, 1999, Tantangan Kepemimpinan, (Alih Bahasa, Anton Adiwiyoto), Jakarta, Interaksara Kada, Thomas, 1978, Kepemimpinan Dalam Theory dan Praktek, Kupang Penerbit FIP Undana Kupang

Onduko, Ignatius, 1994, Kepemimpinan Kristen, Salatiga, Binadarma

Rifai, M, 1979, Kepemimpinan pendidikan, Bandung, Penerbit IKIP Bandung

Terry, George, 1969, The Principle Of Management, New Jersey, Illionis Richard D.Irwin, Inc.

Umbu Tagela, 2000, Kepemimpinan Suatu Problematik Teori dan Praktek, Salatiga, Widya Sari Press

Wiles, Kimball, 1967, Supervision for Better School, New Jersey, Prentice Hall Engliwood Cliffs