KOOPERATIF LEARNING TAKE AND GIVE

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH DASAR

 

Siti Rohmani

SD Begajah 01 Sukoharjo

 

ABSTRAK

Fakta Sejarah merupakan suatu unsur yang dijabarkan secara langsung atau tidak langsung dari dokumen-dokumen sejarah dan dianggap kredibel setelah pengujian yang seksama sesuai dengan hukum-hukum metode Sejarah, (Louwis Gottschalk, 1969). Pembelajaran Sejarah dengan Model Kooperatif Learning Take And Give bagi Siswa Sekolah Dasar dipandang sebagai model yang bisa membawa siswa lebih aktif dan apresiatif. Pengetahuan peserta didik tentang sejarah diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kebangsaan. Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik sejarah menurut Wiyanarti (2012:11) adalah pembelajaran yang mengandung kemampuan yaitu (1) mengajak peserta didik berpikir kesejarahan dengan cara berpikir imajinatif yakni membayangkan sesuatu peristiwa yang pernah ada dan benar- benar terjadi; (2) melatih intelektual peserta didik sehingga mampu menarik generalisasi-generalisasi dalam sejarah dengan menggunakan belajar penemuan dan belajar kooperatif; (3) membimbing peserta didik memahami konsep-konsep secara induktif maupun deduktif; (4) menunjukkan realita-realita yang hidup di masyarakat dengan menanamkan kesadaran sejarah dan perspektif; (5) membimbing peserta didik menemukan dan merasakan fungsi serta manfaat belajar sejarah dalam praktik kehidupan sosial sehari-hari baik secara individu maupun kelompok.

Kata Kunci: Kooperatif Learning Take And Give; Hasil belajar; Sejarah

 

Belajar dan Pembelajaran Sejarah

Belajar Sejarah

Belajar secara umun adalah aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sebelum belajar dan sesudah belajar.Sedangkan pengertian belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian untuk ilmu,berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalama

Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian belajar berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama, yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Soetomo (1993:46) berpendapat belajar merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap, dan lain-lain.

Galloway dalam Sukamto (1997:27) juga mengemukakan pendapat yang sama yaitu belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang merupakan pola baru dari reaksi berupa kepandaian, kecakapan, sikap kebiasaan, atau suatu pengertian yang dihasilkan dari proses terjadinya hubungan antara stimulus/rangsangan dengan unsur di luar individu dan potensi yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Dengan adanya dua faktor tersebut maka proses dan hasil belajar yang dicapai oleh setiap orang akan berbeda-beda.

Manusia dalam peristiwa sejarah menjadi sentraj, ibarat drama sebagai pemegang peran. Oleh karena itu manusia sangat menentukan didalam suatu peristiwa sejarah. Sejalan dengan hal tersebut dalam kerangka sejarah mencakup enam dimensi yaitu apa, kapan, dimana, siapa dan bagaimana. Apa menunjuk apada peristiwa yang terjadi dimasa lampau, Kapan menunjuk pada waktu terjadinya peristiwa tersebut, Dimana menunjuk pada tempat atau lokasiperistiwa itu terjadi, Siapa menunjuk kepada pelaku atau tokoh-tokoh yang trelibat dalam peristiwa sejarah yang terjadi, Bagaimana menunjuk kepada bagaimana peristiwa sejarah bisa terjadi dan menjelaskan tentang proses dari sebuah peristiwa yang terjadi.

Pembelajaran Sejarah

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar (Permendikbud, 2013:26). Sumber belajar peserta didik tidak hanya terbatas pada pendidik ketika menjelaskan suatu materi pembelajaran di dalam kelas, tetapi peserta didik bebas memilih sumber belajar yang dapat menunjang suatu proses pembelajaran dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyadiaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Dari pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk mentransfer ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistim lingkungan dengan berbagai metode pembelajaran sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien sehingga akan mendapatkan hasil yang seoptimal mungkin.

Mata pelajaran sejarah bukan rentetan yang membahas tentang peristiwa yang kering dan partikularistik, tetapi sebuah wacana intelektual yang kritis dan rasional, untuk itu dalam pembelajaran sejarah hendaknya dilakukan tiga tahapan (Abdullah, 1996: 10). Tahap pertama, memupuk kesadaran peserta didik atas lingkungan sosial dan rasa keakraban (sense of intimacy). Tahap kedua, memperkenalkan peserta didik pada makna dari dimensi waktu dalam dinamika kehidupan (sense of actuality) dan rasa hayat sejarah (sense of history).

Pengetahuan peserta didik tentang sejarah diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kebangsaan. Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik sejarah menurut Wiyanarti (2012:11) adalah pembelajaran yang mengandung kemampuan yaitu (1) mengajak peserta didik berpikir kesejarahan dengan cara berpikir imajinatif yakni membayangkan sesuatu peristiwa yang pernah ada dan benar- benar terjadi; (2) melatih intelektual peserta didik sehingga mampu menarik generalisasi-generalisasi dalam sejarah dengan menggunakan belajar penemuan dan belajar kooperatif; (3) membimbing peserta didik memahami konsep-konsep secara induktif maupun deduktif; (4) menunjukkan realita-realita yang hidup di masyarakat dengan menanamkan kesadaran sejarah dan perspektif; (5) membimbing peserta didik menemukan dan merasakan fungsi serta manfaat belajar sejarah dalam praktik kehidupan sosial sehari-hari baik secara individu maupun kelompok.

Keterampilan dan kemampuan yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk menguasai pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup sehingga siswa secara mental siap menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Pembelajaran sejarah bukan sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa tetapi lebih ditekankan adanya interaksi antara siswa dengan materi (obyek) pembelajaran dan guru hanya bertindak sebagai pengendali. Kondisi belajar siswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghapalkannya, harus diubah menjadi berbagi pengetahuan, mencari, dan menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Pengajar dapat menggunakan pendekatan, teknik, model, atau metode pembelajaran inovatif untuk mencapai tujuan tersebut.

Karakteristik pembelajaran sejarah

Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Syaiful Sagala (2006: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran sejarah mengandung unsur penting yaitu mengkaji suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau. Pembelajaran sejarah identik dengan waktu, ruang, peristiwa, perubahan dan berkesinambungan. Dewasa ini, dalam dunia pendidikan memperbaharui kurikulum di sekolah-sekolah sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan yaitu pemberlakukuan kurikulum 2013. Adapun karakteristik kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 69 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: (1)mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap, spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; (2 )sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; (3)mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; (4)memberikan waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan dan keterampilan; (5)kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; (a)kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasian (organizing element) kompetensi dasar dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti; (b) kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforce) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Berdasarkan uraian diatas karakteristik pembelajaran sejarah adalah mempelajari tentang masa lampau yang berkaitan dengan ruang, waktu dan peristiwa. Pembelajaran sejarah merupakan suatu kegiatan belajar tentang masa lampau yang berhubungan dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.

Peserta didik dihadapkan pada materi pembelajaran yang membahas peristiwa masa lalu yang dipahami pada kehidupan masa kini. Salah satu karakterisktik pembelajaran sejarah secara konstruktivis menuntut adanya penemuan adalah orientasi pembelajaran berbasis penemuan dan penyelidikan. Dengan karakteristik tersebut proses pembelajaran sejarah harus didasarkan pada belajar penemuan, agar proses belajar menjadi lebih bermakna.

Hakikat Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan eksistensi kelompok. Setiap siswa dalam kelompok memiliki tingkat kemampuan yang berbeda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda dan memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kolaborasi dalam memecahkan masalah untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005), model pembelajaran merupakan pedoman dalam bentuk program atau instruksi untuk strategi pengajaran yang dirancang agar mencapai pembelajaran. Pedoman tersebut berisi tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru ialah model pembelajaran kooperatif.

Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut: (1) Setiap anggota kelompok (siswa) memiliki bertanggung jawab atas semua yang dilakukan dalam kelompoknya; (2) Setiap anggota kelompok (siswa) harus tahu bahwa semua anggota kelompok memiliki tujuan yang sama, (3) Setiap anggota kelompok (siswa) harus berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompok; (4) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi; (5) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses pembelajaran.(6) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta bertanggung jawab secara.

Tidak semua pembelajaran kelompok dapat dikatakan dapat dikatakan cooperative learning, Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008) mengatakan ada lima unsur yang harus ditetapkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu; (1)Saling ketergantungan positif, (2) Tanggung jawab perseorangan; (3) Tatap muka; (4) Komunikasi antar anggota; (5) Evaluasi proses kelompok

Hasil Belajar

Hasil belajar adalah aktivitas yang diperlihatkan oleh peserta didik setelah menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar mengajar) (Sudjana, 2016:2). Hasil belajar diperoleh dengan melakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat kemampuan atau penguasaan peserta didik tidak hanya dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).

Menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sejalan dengan pendapat tersebut Sudjana (2003:3) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Oleh sebab itu Hasil belajar juga menjadi tolak ukur bagi guru dalam menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran yang dilakukannya dan menjadi koreksi untuk perbaikan kedepannya.

Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran menjadi dasar bagi pendidik dalam kegiatan pembelajaran yang akan dicapai oleh peserta didik. Untuk tingkat ketercapaian dari belajar maka dibutuhkan proses penilaian hasil belajar. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh oleh peserta didik secara nyata setelah mengikuti proses belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Teori Belajar Gagne

Gagne dalam Indrawati (2001:35) menyatakan hasil-hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai bila dalam pembelajaran kondisi-kondisi internal dan eksternal yang diciptakan oleh guru berhasil. Kondisi internal berupa pernyataan-pernyataan internal siswa dan proses kognitif, hasil-hasil belajar yang diharapkan adalah informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dan teknik kognitif.

Guru harus mengetahui struktur kognitif anak dan teknik untuk memproses informasi baru dalam kondisi internal. Sebaliknya, dalam kondisi eksternal, tujuan belajar harus jelas dan materi baru disajikan secara bermakna sehingga siswa dapat memprosesnya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Keterampilan motorik adalah kemampuan untuk memperagakan kegiatan-kegiatan fisik, dan keterampilan intelektual (Dahar,1989).

Menurut Bloom, yang dikutip oleh Suprijono (2009: 6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Teori Belajar Piaget

Pendapat Piaget secara garis besar membagi perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap, yaitu: (1) Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun), ciri-cirinya adalah kemampuan anak dilihat dari kegiatan motorik dan persepsinya, dilakukan langkah demi langkah, melihat dirinya berbeda dari orang di sekitarnya, lebih banyak memakai indra pendengaran dan penglihatan, dan mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya. (2) Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun), ciri-cirinya adalah mampu menggunakan indra penglihatannya dengan baik ditandai dengan mengklasifikasikan obyek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok, tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek-obyek yang berbeda namun mampu mengurutkan barang dengan kriteria, mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap barang-barang yang lebih kompleks, dan memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Pada tahap preoperasional kemampuan skema kognitif anak terbatas, anak masih suka meniru perilaku orang lain yang pernah ia lihat. (3) Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8 – 11 atau 12 tahun), ciri-cirinya adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, ditandai adanya reversible atau kekekalan, telah memiliki kecakapan berpikir logis pada benda-benda yang bersifat konkret, dan mampu melakukan pengklasifikasian namun tetap berpikir abstraks. (4) Tahap operasional formal (umur 11 atau 12 – 18 tahun), ciri-cirinya adalah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir kemungkinan, bekerja secara sistematis dan efektif, dan menganalisis secara kombinasi.

Model Pembelajaran Kooperatif Take and Give

Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Take and Give

Istilah Take and Give sering diartikan „saling memberi dan saling menerima. Prinsip ini juga menjadi intisari dari model pembelajaran kooperatif tipe Take and Give. Take and Give merupakan model pembelajaran yang didukung oleh penyajian data yang diawali dengan pemberian kartu kepada siswa (Huda, 2013:241).

Dengan demikian, komponen penting dalam model pembelajaran kooperatif tipe Take And Give adalah penguasaan materi melalui kartu, keterampilan bekerja berpasangan dan bertukar informasi, serta evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman atau penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan di dalam kartu dan kartu pasangannya.

Menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2015: 102) model pembelajaran menerima dan memberi (Take and Give) merupakan model pembelajaran yang memiliki sintaks, menuntut siswa mampu memahami materi pelajaran yang diberikan guru dan teman lainnya. Adapun media metode pembelajaran Take and Give adalah secarik kertas untuk sejumlah siswa yang ada. Kemudian setiap kartu berisi nama siswa, bahan belajar (sub materi) dan nama yang diberi informasi, kompetensi dan sajian materi.

Langkah Langkah Pembelajaran metode Take and Give

Langkah-langkah pembelajaran metode Take and Give menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2015: 103-104) adalah sebagai berikut:1) guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya dan menjelaskan tujuan pembelajaran serta menjelaskan model pembelejaran yang akan dilaksanakan, 2) untuk memantapkan penguasaan siswa akan materi yang sudah dijelaskan, siswa diberikan kartu untuk dipelajari materi selama beberapa menit, 3) kemudian perintahkanlah siswa membuat beberapa kelompok untuk saling menginformasikan materi yang telah diterimanya,4) tiap kelompok harus mencatat nama anggota pada secarik kertas yang sudah diberikan, 5) kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan materi yang telah dipelajari. Kelompok yang presentasi akan memberikan pertanyaan kepada kelompok lainnya, 6) demikian seterusnya sampai semua siswa dapat saling memberi dan menerima materi masing-masing (Take and Give), 7) setelah selesai semua, guru mengevaluasi keberhasilan model pembelajaran Take and Give dengan memberikan siswa pertanyaan, 8) guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan mengenai materi yang disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. 1996. “Di sekitar Pengajaran Sejarah yang Reflektif dan Inspiratif”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu: Untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014), hlm. 6

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 133.

https://www.google.com/search?q=gambar+masa+hindu+Budha&safe=strict&sxsrf=ALeKk00XWS-hqrfzmSsrQHD1letb5gP-yg:1602594321014&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwj1lOSJ0bHsAhWFXSsKHV71CRAQ_AUoAXoECAQQAw&biw=1366&bih=657#imgrc=B34zvmRnnGjNzM

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: remaja Rosdakarya, 1995.

Suharsimi Arikunto, Dasar – dasar Evaluasi Pendididkan, Jakarta: PT.Bumi Aksara 2002, Cet.3.

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Surabaya: Kencana, 2009), hlm. 9.

. Widianto,Hary2011.Jejak Langkah Setelah Sangiran(Edisi Khusu ). Jawa Tengah.Balai Pelestarian situ Manusia Purba Sangiran.