PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS II SD NEGERI 3 NAMPU KARANGRAYUNG GROBOGAN

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Usada

Arih Susanto

Program Studi PGSD FKIP UNS Surakarta

ABSTRACT

The research aims to improve the ability of speaking through use video learning media in the second grade students of SDN 3 Nampu Karangrayung Grobogan in academic year 2010/2011.

The form of the research used in the classroom action research consisting of two cycles. The subject of this research is all the second grade students SDN 3 Nampu Karangrayung Grobogan in academic year 2010/2011 consisting of 40 students. The data collecting is used documentation, observation, and test. Technique of analysis using is interactive analysis model which has 3 component: data reduction, representation of data and pulling of conclusion or verification.

The classroom action research are made to has been done, it can be known that the use video learning media could improve the ability of speaking. It is proved through the first cycle result, 65,00% students reach KKM mark in speaking (60), while in the second cycle it improved until 95.00 %. The research conclution is the use video learning media could be improve the ability of speaking toward the second grade students SDN 3 Nampu Karangrayung Grobogan in academic year 2010/2011.

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi yang terpenting. Oleh sebab itu, bahasa mempunyai peran sentral dalam perkembang-an intelektual, sosial, dan emosional. Dengan peranannya yang sangat besar, Bahasa Indonesia menjadi penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Manfaat Bahasa Indonesia bagi siswa dalam pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budaya sendiri dan budaya lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat satu bahasa, dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam 1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; 2) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; 3) Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif; 4) Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial; 5) menikmati dan memanfaatkan karya secara sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; serta 6) Menghargai dan mengembang-kan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu terampil berbicara. Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama dalam pergaulan diajarkan secara lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern.

Saat ini banyak siswa-siswi SD kurang menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mereka beranggapan bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang membosankan. Termasuk juga siswa-siswi kelas II di SD Negeri 3 Nampu, hal itu terbukti dari antusias mereka dalam proses belajar yang masih sangat rendah. Dampak yang terlihat dari antusias yang rendah itu antara lain hasil belajar Bahasa Indonesia masih jauh dari harapan. Khususnya pada kemampuan berbicara yang sering mengalami kesulitan. Salah satunya disebabkan karena pembelajaran yang masih konvensional dan pemanfaatan media pembelajaran yang belum optimal. Untuk itu perlu diadakan perubahan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam kemampuan berbicara. Perubahan yang dapat dilakukan meliputi media pembelajaran yang sebelumnya konvensional diganti dengan media pembelajaran yang menekankan pada kreatifitas anak, keaktifan anak, dan dapat membantu peserta didik untuk memahami materi pelajaran yang akan diberikan. Kriteria Ketuntasan Minimum mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas II adalah 60. Untuk nilai KKM berbicara juga ditetapkan 60, maka dapat dihitung siswa yang telah mencapai KKM hanya 14 siswa, sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 26 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas II yang belum mencapai KKM pada pembelajaran berbicara sebanyak 65% (lampiran 8 halaman 91).

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri yang biasaya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya , materi pelajaran atau pesan yang disampaikan guru tidak dapat di terima oleh siswa dengan optimal, artinya tidak seluruh materi pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa, lebih parah lagi siswa sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.

Association for Educational Communications and Technology (AECT, 1977) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Sedangkan pendapat Briggs (dalam Sri Anitah, 2010: 4) menyatakan bahwa media pada hakikatnya adalah peralatan fisik untuk membawa atau menyempurnakan isi pembelajaran.

Yudhi Munadi (2008: 1) menyatakan bahwa Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat, cara pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan informasi dan lain sebagainya memberi arti tersendiri bagi kegiatan pendidikan. tantangan tersebut menjadi salah satu dasar pentingnya pendekatan teknologis dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran. Pentingnya pendekatan teknologis dalam pengelolaan tersebut dimaksudkan agar dapat membantu proses pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Disamping itu, pendidikan sebagai bagian dari kebudayan merupakan sarana penerus nilai-nilai dan gagasan-gagasan sehingga setiap orang mampu berperan serta dalam tranformasi nilai demi kemajuan bangsa dan negara, oleh karena itu, untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Guru yang berkualitas ini adalah guru yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni yang memiliki kompetensi pedagogik kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen) misalnya dalam melaksanakan kompetensi pedagogik, guru dituntut memiliki kemampuan secara metodologis dalam hal perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Termasuk di dalamnya penguasaan dalam penggunaan media pembelajaran.

Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktifitas proses pembela-jaran baik di dalam maupun di luar kelas, terutama membantu peningkatan prestasi belajar siswa. Namun, dalam implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkannya, bahkan penggunaan metode ceramah (lecture method) monoton masih cukup populer dikalangan guru dalam proses pembelajarannya.

Keterbatasan media pembelajaran di satu pihak dan lemahnya kemampuan guru menciptakan media tersebut di pihak lain membuat penerapan metode ceramah semakin sering digunakan. Kondisi ini jauh dari menguntungkan. Terbatasnya alat-alat teknologi pembelajaran yang dipakai di kelas merupakan salah satu sebab lemahnya mutu pendidikan pada umumnya. Media pembelajaran mempunyai banyak macamnya. Salah satu media pembelajaran adalah video. Hal ini sependapat dengan Wina sanjaya dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses (2006: 172).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka diambil judul penelitian “Penggunaan Media Pembelajaran Video Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas II SD Negeri 3 Nampu Karangrayung Grobogan Tahun Pelajaran 2010/2011”.

Tujuan dari Penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara melalui penggunaan media pembelajaran video siswa kelas II SD Negeri 3 Nampu tahun pelajaran 2010/2011.

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2008: 546) Kemampuan berarti kesanggupan, kekuatan untuk melakukan sesuatu; kekayaan yang dimiliki. Sedangkan kata ‘mampu’ memiliki arti kuasa melakukan sesuatu, sanggup, dapat. Poerwadarminta (2007: 742) mempunyai pendapat lain tentang kemampuan yaitu mampu artinya kuasa (bisa, sanggup) melaku-kan sesuatu, sedangkan kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan, kekuatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kacakapan atau keahlian seseorang dalam mencapai sesuatu hal.

Berbicara diartikan penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikirkan, isi hati seseorang kepada orang lain (St Y Slamet, 2007: 31).

Djago Tarigan (1998: 15) mengungkapkan bahwa berbi-cara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide yang dikombinasikan. Berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat, berunding dengan perkataan, dan sebagainya (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 1998: 95). Djago Tarigan dkk (1998: 34) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyam-paikan pesan melalui bahasa lisan.

Menurut Sabarti Akhadiah dkk (1991: 153) menyatakan bahwa melalui berbicara, seseorang menyampaikan informasi dengan menggunakan bahasa lisan kepada orang lain. Beliau juga menyatakan kemampuam berbicara perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, apapun profesinya. Namun kemampuan ini terutama harus dimiliki oleh pelajar, guru, dramawan, pemimpin, penyuluh, juru penerang dan lain-lain yang profesinya memang berhubungan erat dengan kegiatan berbicara. Sependapat. Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati zuhdi (2001: 7) juga menyatakan bahwa kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial dan untuk melaksanakan suatu layanan.

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (http: //makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/pengertianberbicara.htm).

Berbicara merupakan keterampilan dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Penggunaan bahasa secara lisan dapat pula dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat; (e) sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h) penampilan.(http: //pbsindonesia. fkipuninus.org/media.php?module=detailmateri&id=46).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain.

Tujuan utama dari kegiatan berbicara adalah berkomunikasi untuk menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan dan kemampuan secara efektif, seyogyanya pembicara memahami segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya, dapat dimanfaatkan mengontrol diri, apakah sudah mempunyai kesanggupan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan tepat, mengungkapkan fakta-fakta dengan spontan serta menerapkan kaidah-kaidah bahasa yang benar secara otomatis. Sabarti Akhaidiah M.K. dkk (1991: 153) mengatakan bahwa kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan itu.

St Y Slamet (2007: 29) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran bebicara di kelas meliputi:

1) Belajar melahirkan buah pikiran dan perasaan sendiri dengan bahasa yang sederhana, sopan, dan jelas.

2) Melatih anak melahirkan pikiran, perasaan, dan kemauan-nya dengan bahasa yang sederhana yang baik dan benar.

3) Siswa mampu mengungkapakan dengan kata dan lafal yang benar.

4) Siswa mampu mengucapkan atau mengatakan kalimat dengan intonasi yang wajar dan sesuai dengan konteksnya.

5) Siswa mampu berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan.

6) Siswa memiliki kepuasan dan kesenangan berbicara.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 241) mengatakan bahwa Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.

Kemampuan berbicara adalah kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain, baik ketika ngobrol, presentasi, menyampaikan pendapat, (baca: berdebat) ataupun kegiatan lainnya. Kemampuan berbicara identik dengan penggunaan bahasa dan lisan yang tepat, sehingga pendengar dapat mengerti apa yang kita sampaikan. Selain itu, sikap dan pengetahuan menentukan waktu yang tepat untuk berbicara mendukung keberhasilan kita dalam berbicara (http: //apriawan.blogspot. com/2007/03/kemampuan-linguistik.html.)

Sedangkan menurut Nuraeni (2002: 87), kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan. Sehubungan dengan hal tersebut Isnaini Yulianita Hafi (2000: 91) mengungkapkan bahwa kemampuan berbicara sebagai kemampuan produktif lisan yang menuntut banyak hal yang harus dikuasai oleh siswa, meliputi penguasaan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.

Dapat disimpulkan bahwa Kemampuan berbicara adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain untuk menyampaikan apa yang dipikirkan, yang diketahui, dalam bentuk gagasan atau informasi yang disampaikan dalam bentuk lisan.

Media menurut Sri Anitah (2010: 5) yang dikutip dari Gerlach & Ely (1980) menjelaskan pula bahwa media adalah grafik, fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau visual. Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa media adalah sesuatu yang terletak di tengah-tengah, jadi suatu perantara (Bretz, 1971). Bertolak dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media adalah setiap orang, bahan , alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dengan pengertian itu, maka guru atau dosen, buku ajar , serta lingkungan adalah media. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu tujuan. Di dalamnya terkandung informasi yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Informasi ini mungkin didapatkan dari buku-buku, rekaman, internet, film, mikrofilm, dan sebagainya. Semua itu adalah media pembelajaran karena memuat informasi yang dapat divisualkan dan dikomunikasikan kepada pembelajar.

Smaldino, dkk (2008) dalam buku Sri Anitah (2010: 8) mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi. Berasal dari bahasa latin yang berarti “antara” menunjuk pada segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima pesan. Dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu tersebut membawa pesan untuk suatu tujuan pembelajaran. Masih banyak lagi pengartian media, yang masing-masing memberi tekanana pada hal-hal tertentu, misalnya ada definisi yang menekan pada anggota tubuh yang dikenai rangsang. Anggota tubuh ini misalnya mata, dan telinga, dengan kata lain media audio dan media visual.

Media menurut Wina Sanjaya (2006: 163) Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran. Menurut Sudarwan Damin ((1995: 7) menyatakan, media dalam dunia pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu atau perantara yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan pengetahuan atau informasi.

Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Rossi dan breidle (1966: 3) dalam buku Wina Sanjaya (2006: 163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Menurut Rossi alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran. Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980: 244) menyatakan: “A medium, conceived is any person, material or event that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill and attitude.” Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, atau untuk menambah keterampilan.

Yudhi Munadi (2008: 7) berpendapat bahwa media pembelajaran dapat dipahami sebagai “Segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan dan sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu atau perantara yang dapat dimanfaatkan dalam lingkungan belajar untuk menyampaikan pengetahuan atau informasi agar tercipta proses belajar secara efektif dan efisien.

Menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001: 72) video merupakan media yang begitu populer di masyarakat. Media ini dapat menyampaikan pesan gerak. Seperti halnya film dan televisi, video tape, atau pita video dapat pula menyajikan hal-hal yang nyata maupun yang fiktif. Pesan-pesan yang disampaikan dapat bersifat informatif, pendidikan dan pengajaran. Dalam praktiknya pemakaian video memerlukan pesawat Televisi. Namun seiring berkembangnya teknologi, sekarang video tidak hanya dapat ditayangkan lewat televisi tetapi juga bisa ditayangkan melalui komputer dan juga laptop.

Menurut Wina Sanjaya (2006: 172) video merupakan salah satu media yang terbatas oleh ruang dan waktu.

Yuhdhi Munadi (2008: 113) mengatakan bahwa video merupakan media audio visual yang dilengkapi oleh fungsi peralatan suara dan gambar. Sedangkan Sudarwan Damin (1995: 19) menyatakan bahwa video dianggap efektif untuk digunakan sebagai alat bantu pengajaran. Video yang diputar didepan siswa harus merupakn bagian integral dari kegiatan pengajaran, video mempunyai nilai tertentu, seperti dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar, memancing inspirasi baru, menarik perhatian, penyajiannya lebih baik karena mengandung nilai-nilai rekreasi, dapat memperlihatkan perlakuan objek yang sebenarnya, sebagai pelengkap catatan, menjelaskan hal-hal abstrak, mengatasi rintangan bahasa dan lain-lain.

Ijedict, (2007) dalam International Journal of Education and Development using Information and Communication Technology: Video is a powerful tool for instruction in the classroom. By means of it children could learn about lands and people they can never visit and how they cope with their environment. Effectiveness of video as an instructional medium in teaching rural children. (http: //ijedict.dec.uwi.edu//viewarticle. php?id=363&layout=html). Video merupakan alat yang sangat berpengaruh sebagai perintah di dalam kelas. Dengan mempergunakan video anak-anak dapat belajar tentang suatu tempat dan orang yang tidak dapat mereka kunjungi serta bagaimana mereka menghadapi lingkungan mereka. Video sangat efektif sebagai media pengajaran pada anak-anak di daerah pedesaan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa video merupakan salah satu media pembelajaran yang sangat efektif dalam proses pembelajaran. Video dapat menyampaikan pesan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar.

1) Langkah-langkah Pemanfaatan video

Yuhdhi Munadi dalam bukunya “Media Pembelajaran” (2008: 127) menyatakan tentang langkah-langkah pemanfa-atan video dalam proses pembelajaran hendaknya memper-hatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Progam video harus dipilih agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hubungan program video dengan tujuan pembelajaran menurut Anderson (1987: 104-105). Video juga sangat ampuh untuk mempengaruhi sikap dan emosi.

b) Guru harus mengenal progam video yang tersedia dan terlebih dahulu melihatnya untuk mengetahui manfaatnya bagi pelajaran.

c) Sesudah program video dipertunjukkan, perlu diadakan diskusi, yang juga perlu dipersiapkan sebelumnya. Di sini siswa melatih diri untuk mencari pemecahan masalah, membuat dan menjawab pertanyaan.

d) Adakalanya progam video tertentu perlu diputar dua kali atau lebih untuk memperhatikan aspek-aspek tertentu.

e) Agar siswa tidak memandang progam video sebagai media hiburan belaka, sebelumnya perlu ditugaskan untuk memperhatikan bagian-bagian tertentu.

f) Sesudah itu dapat dites berapa banyakkah yang dapat mereka tangkap dari progam video itu.

2. Adapun kelebihan video adalah sebagai berikut:

a) Penyajian tidak memerlukan ruang gelap

b) Program dapat diputar berulang ulang.

c) Program sajian yang rumit atau berbahaya dapat direkam sebelumnya sehingga waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada penyajiannya dan

d) Mudah dikontrol oleh guru.

3. Sedangkan keterbatasan Video adalah sebagai berikut:

a) Daya jangkauannya yang terbatas

b) Sifat komunikasinya satu arah

c) Peralatanya cukup mahal (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 72)

Menurut Wina Sanjaya (2008: 169) fungsi Media Pembelajaran diantaranya Menangkap suatu obyek atau peristiwa-peristiwa tertentu, memanipulasi keadaan peristiwa atau obyek tertentu, Menambah gairah dan motivasi belajar siswa.

Media pembelajaran memiliki fungsi diantaranya media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, media dapat mengatasi batas ruang kelas, media dapat memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan lingkungan, media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan, media dapat menanamkan konsep dasar yang benar nyata dan tepat, media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar dengan baik, media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, media dapat mengontrol kecepatan belajar siswa, media dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal-hal yang konkret sampai yang abstrak.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Wardhani (2007: 1.19) menyatakan bahwa sasaran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus yang terbagi dalam 4 kali pertemuan. Wardhani (2007: 2.3) menyatakan bahwa PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur atau siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati dan melakukan refleksi. Penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media pembelajaran video. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berbicara siswa kelas II SD Negeri 3 Nampu.

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas II SD Negeri 3 Nampu Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2010/ 2011 yang berjumlah 40 anak. Peneliti berkolaborasi dengan guru kelas II. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah kemampuan berbicara siswa kelas II SD Negeri 3 Nampu.

Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu: sumber data primer dan sekunder. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini sumber data primer yang diperlukan adalah data nilai akademik mata pelajaran Bahasa Indonesia yang akan diperbaiki, serta informasi dari guru dan peserta didik kelas II SD Negeri 3 Nampu Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif maka teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan alasan dalam mengambil sampel bukan secara individu tetapi secara klasikal yaitu seluruh siswa kelas II SD Negeri 3 Nampu Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan sebanyak 40 siswa.

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan apa yang diharapkan dalam penelitian diperlukan alat atau metode untuk mendapatkan data yang tepat dan objektif. Penetapan metode pengumpulan data di samping berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai, juga berdasarkan kebutuhan sumber data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dokumentasi, observasi, dan tes.

Pengujian validitas data tes dilakukan dengan uji validitas isi. Validitas isi merupakan pengujian validitas yang dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk tes kognitif dan psikomotorik yaitu tes tertulis dan tes berbicara untuk mengukur kemampuan berbicara siswa. Proses validasi data tes berbicara dilakukan dengan membandingkan isi tes dengan kurikulum atau silabus mata pelajaran bahasa Indonesia kelas II semester 2 yang dikonsultasikan dengan guru kelas II SDN 3 Nampu. Sedangkan untuk data aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran, pengujian validitas data dilakukan dengan triangulasi. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandingan data.

Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan tersebut dianalisis. Analisis data merupakan usaha (proses) memilih, memilah, membuang, dan menggolongkan data sesuai dengan yang diharapkan. Analisis data dilakukan sejak awal sampai berakhirnya kegiatan pengumpulan data. Data dari hasil penelitian ini diolah dan dianalisis secara interaktif. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dokumentasi, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto. Dimulai dari kondisi awal, ke siklus I, sampai siklus II sehingga diperoleh kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini didapatkan hasil diantaranya adalah perubahan tingkah laku siswa pada saat pembelajaran, perubahan cara mengajar guru dan perubahan hasil belajar khususnya kemampuan berbicara siswa. Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas siswa dapat dilihat adanya kemajuan yang sangat baik. Keaktifan siswa berangsur-angsur meningkat, keberanian siswa juga meningkat. Kreatifitas dan inisiatif siswa meningkat dari siklus I sampai dengan siklus II. Observasi yang dilaksanakan bukan hanya pada aktivitas siswa saja, aktivitas guru juga diobservasi. Hasil observasi aktivitas guru dari siklus I sampai dengan siklus II.

Berdasarkan hasil observasi kegiatan guru dapat diketahui bahwa ada peningkatan aktivitas guru. Kegiatan persiapan, pelaksanaan pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasi pada akhir siklus jauh lebih baik dari pada siklus I.

Hasil penelitian yang lainnya adalah nilai hasil berbicara siswa kelas II. Nilai tersebut terdiri atas nilai berbicara sebelum tindakan, siklus I dan siklus II sebagai kondisi akhir. Ternyata dari hasil nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai berbicara siswa mengalami peningkatan.

Nilai berbicara siswa kelas II sebelum tindakan yang mencapai KKM (60) untuk kemampuan berbicara sebanyak 14 siswa atau 35 %, dan masih ada 26 atau 65% siswayang belum mencapai nilai KKM kemampuan berbicara.

Nilai berbicara siswa kelas II pada siklus I yang mencapai KKM (60) untuk kemampuan berbicara sebanyak 26 siswa atau 65 %, dan masih ada 14 atau 35% siswa yang belum mencapai nilai KKM kemampuan berbicara. Berdasarkan hasil penelitian siklus I, siswa telah mengalami peningkatan dalam menggunakan lafal dan intonasi pada pembelajaran berbicara. Namun ternyata masih terdapat kelemahan. Kelamahan tersebut adalah masih kurang tepatnya penggunaan struktur kalimat dan pilihan kata oleh siswa. Kelemahan tersebut diperbaiki dalam pembelajaran berbicara pada siklus II dengan lebih menekankan pada penggunaan struktur kalimat dan pilihan kata yang tepat.

Siklus II dilaksanakan tindakan berupa penerapan penggunaan struktur kalimat dan pilihan kata yang tepat dalam pembelajaran berbicara. Dalam pelaksanaan tahap siklus II, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam hal penekanan penggunaan struktur kalimat dan pilihan kata yang tepat. Dalam pelaksanaan siklus II ini beberapa siswa telah melakukan pertanyaan langsung kepada guru sehingga siswa lebih berani dan termotivasi. Berdasarkan hasil nilai siswa siklus II di atas dapat diketahui kondisi akhir dari kemampuan berbicara siswa. Siswa yang masih dibawah KKM (60) adalah dua siswa (5,00%). Siswa yang telah mencapai nilai KKM (60) adalah tiga puluh delapan siswa (95,00%).

Apabila kemampuan berbicara siswa dibandingkan sebelum tindakan, siklus I, dan siklus II, maka hasilnya sebagai berikut:

Tabel 5. Perbandingan Nilai Berbicara Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II

NO

Nilai

Sebelum Tindakan

Siklus I

Siklus II

Frekuensi

Persen

Frekuensi

Persen

Frekuensi

Persen

1

< 50

2

5,00

2

5,00

0

0,00

2

50-59

24

60,00

12

30,00

2

5,00

3

60-69

6

15,00

10

25,00

6

15,00

4

70-79

8

20,00

13

32,50

14

35,00

5

80-89

0

0,00

1

2,50

13

32,50

6

90-100

0

0,00

2

5,00

5

12,50

Jumlah

40

100

40

100

40

100

Gambar 8. Grafik perbandingan Nilai Berbicara Sebelum tindakan, siklus I, dan Siklus II

Keterangan:

Nilai terendah

Nilai tertinggi

Nilai rata-rata

Siswa belajar tuntas %

Tes awal

45

75

57

35

Tes siklus 1

48

92

66

65

Tes siklus 2

53

93

78

95

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II dapat dinyatakan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan media pembelajaran video dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas II SD Negeri 3 Nampu Karangrayung Grobogan tahun pelajaran 2010/2011.

1. Peningkatan Kemampuan Berbicara

Kemampuan berbicara siswa SD Negeri 3 Nampu mengalami peningkatan terlihat dari keadaan awal sebelum dilakukan pembelajaran menggunakan media video siswa yang tuntas KKM hanya 35,00% atau 14 dari jumlah 40 siswa. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran mengguna-kan media pambelajaran video siswa yang tuntas KKM menjadi 65,00% atau meningkat sebanyak 30,00% dari keadaan awal. Setelah dilakukan tindak lanjut dalam siklus II, siswa yang tuntas KKM menjadi 95,00% atau meningkat 30,00 % dari siklus I.

2. Peningkatan Keaktifan Siswa

Dari observasi selama pembelajaran dengan menggu-nakan media pembelajaran video berlangsung, diperoleh data keaktifan siswa mengalami peningkatan. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran dengan media video keaktifan siswa semula rata-rata 3,00. Setelah dilakukan tindak lanjut dalam siklus II, keaktifan siswa mengalami peningkatan menjadi 3,62. Dari analisis data dan observasi selama pembelajaran berbicara, menunjukkan perubahan yang signifikan. Guru telah berhasil menerapkan penggunaan media pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

3. Peningkatan Keaktifan Guru

Dari observasi selama pembelajaran Bahasa Indone-sia dengan menggunakan pemebelajaran video berlangsung, diperoleh data keaktifan guru juga mengalami peningkatan. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran dengan media pembelajaran video keaktifan guru semula rata-rata 3,11. Setelah dilakukan tindak lanjut kembali dalam siklus II, keaktifan guru meningkat menjadi rata-rata 3.82 ini berarti mengalami peningkatan yang sangat baik. Dari analisis data dan observasi selama pembelajaran berbicara, secara umum menunjukkan perubahan yang signifikan. Guru telah berhasil menerapkan penggunaan media pembelajaran video untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dua siklus dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran video dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri 3 Nampu Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Hal tersebut terlihat dari aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang semakin meningkat dalam setiap siklusnya. Dilihat dari tes awal hanya 14 siswa atau 35 % yang mencapai nilai KKM(60), sedangkan sisanya sebanyak 26 siswa atau 65% masih belum mencapai nilai KKM (60). Pada siklus I terjadi peningkatan 26 siswa atau 65% telah mencapai nilai KKM (60), sisanya 14 siswa atau 35 % belum mencapai nilai KKM (60). Sedangkan hasil tes pada siklus II penelitian menunjukkan 38 dari 40 siswa atau 95% telah berhasil mencapai nilai KKM (60). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan.

Saran

Berdasarkan simpulan tersebut diatas beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan sekaligus sebagai bahan uraian penutupan skripsi ini adalah:

1. Bagi sekolah

a. Dapat meningkatkan profesionalisme maupun kuali-tas pembelajaran yang dilakukan melalui penelitian tindakan kelas, disarankan kepada pihak sekolah untuk: 1) mencukupi sarana dan prasarana pendu-kung pembelajaran yang efektif seperti media pembelajaran video, media telivisi dan sebagainya. 2) memotivasi guru untuk senantiasa melakukan pe-ningkatan kinerja dengan jalan melakukan pembaha-ruan dalam pendidikan dan pengajaran (misalnya dengan melakukan PTK sejenis ini), 3) mengirim beberapa guru ke beberapa forum ilmiah seperti seminar, lokakarya, workshop, diskusi ilmiah, penataran-penataran supaya wawasan guru bertambah luas dan mendalam pemahamannya tentang pendidikan dan pengajaran yang menjadi tugas pokoknya.

b. Mengupayakan pengadaan berbagai media pembelajaran dalam pelajaran Bahasa Indonesia khususnya media pembelajaran video baik permintaan maupun swadaya sekolah. Sehingga lebih menunjang dalam penanaman konsep-konsep Bahasa Indonesia secara lebih nyata sekaligus meningkatkan aktivitas belajar siswa.

2. Bagi guru

a. Mempersiapkan secara cermat perangkat pendukung pembelajaran dan fasilitas belajar yang diperlukan khususnya media pembelajaran video karena sangat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi khususnya dalam pembelajaran berbicara yang pada akhirnya berpengaruh pada proses dan hasil belajar pelajaran Bahasa Indonesia.

b. Guru hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan materi, menyampaikan meteri serta dalam pengelolaan kelas, sehingga pembelajaran yang dilakukannya dapat terus meningkat seiring denga peningkatan kemampuan yang dimilkinya. Selain itu, guru hendaknya membuka diri untuk menerima berbagai saran dan kritik agar dapat lebih memperbaiki kualitas dirinya.

3. Bagi siswa

a. Siswa disarankan untuk lebih terfokus dalam mengikuti pembelajaran kemampuan berbicara menggunakan media pembelajaran video, sehingga dapat lebih memahami.

b. Media pembelajaran video yang digunakan berfungsi sebagai sarana menyampaikan informasi kepada siswa untuk mencapai tujuan instruksional, sehingga diharapkan hendaknya siswa mampu mengembang-kan sendiri pengetahuan yang telah yang didapatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing tentunya dengan arahan dan bimbingan yang baik dari guru.

c. Dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa hendaknya lebih berusaha dan berani untuk meng-ungkapkan pendapat.

d. Siswa dapat berperan aktif dalam proses pembela-jaran, selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru dan meningkatkan usaha belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati zuhdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang. Universitas Negeri Malang

Basuki wibawa dan Farida Mukti.2001. Media Pengajaran. Bandung. CV MAULANA

Djago Tarigan. 1998. Berbicara. Bandung: Angkasa.

EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta. Aneka Ilmu bekerja sama Difa Publisher.

Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Tindakan Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta. Gaung Persada Press.

Iskandarwassid dan Dandang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset Bandung.

Isnaini Yulianita Hafi. 2000. Reproduktif Siswa dalam Keterampilan Berbahasa. Yogyakarta: IKIP.

Lexy. J. Moleong.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mattew.B.Miles dan Michael Hubermen.2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Moelong, L. J. 1996. Metodologi Penelusuran Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

M. B. Miles and A. M. Hubermen. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI press

Nuraeni. 2002. Pembelajaran Bahasa Indonesia SD dan Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPG

Daryanto, SS. 1998. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya. Apollo

Poerwadarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Sabarti Akhadiah. 1991. Bahasa Indonesia 1. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Slamet. St. Y. dan Suwarto. 2007. Dasar-dasar metodologi penelitian kualitatif. Surakarta: UNS press.

St. Y. Slamet. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Pres.

Sri Anitah. 2010. Media pembelajaran. Surakarta.Yuma Pustaka bekerja sama dengan FKIP UNS.

Sudarwan Damin. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Wardhani. IGAK. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka

Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Predana Media Group.

Yudhi Munadi. 2008. Media Pembelajaran. Jakarta.Gaung Persada Press.

(http: //khemakalyani.blogspot.com/2010/12/jenis-jenis-mediapembelajaran.html). diunduh pada tanggal 19 Januari 2011.

(http: //makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/pengertian-berbicara.html) diunduh tanggal 25 januari 2011

(http: //pbsindonesia.fkipuninus.org/media.php?module=detailmateri&id=46) diunduh tanggal 25 januari 2011

(http: //apriawan.blogspot.com/2007/03/kemampuan-linguistik.html) diunduh tanggal 25 januari 2011

(http: //typecat.com/pdf/journal-of-international-teacing-speaking.html) diunduh hari selasa 21 Juni 2011

(http: //ijedict.dec.uwi.edu//viewarticle.php?id=363&layout=html) diunduh hari kamis tgl 10 Februari 2011