Membangun Remaja Sebagai Generasi Bangsa Melalui Pendidikan Karakter
MEMBANGUN REMAJA SEBAGAI GENERASI BANGSA
MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER
Supriyono
FKIP Universitas Terbuka UPBJJ Purwokerto
ABSTRAK
Remaja sebagai generasi penerus bangsa menjadi pilar penting untuk mewujudkan peradaban bangsa yang adi luhung. Remaja memiliki peran strategis dalam membangun bangsa. Oleh karena itu, pembentukan karakter dalam diri remaja menjadi hal yang sangat mendasar agar generasi remaja yang terbentuk adalah generasi yang berkarakter. Generasi Indonesia emas 2045 menjadi suatu asa atau harapan baru untuk membangun bangsa yang hebat, bangsa yang maju dan bangsa yang besar. Para remaja merupakan sosok yang masih labil tentu saja membutuhkan perhatian yang serius dalam proses kehidupannya. Pola pikir yang menyelimuti sangatlah masih sederhana, kadang mereka melakukan sesuau tanpa memikirkan efek yang akan ditimbulkannya. Rasa akunya kadang masih kental karena memang sesuai dengan fase perkembangannya. Tuntutan zaman yang sedemikian rupa sangat kompleks tentu saja
Kata Kunci: remaja, pendidikan karakter
Latar Belakang
Pendidikan karakter pada hakikatnya berusaha mewujudkan pendidikan yang mampu membentuk individu menjadi pribadi yang bermoral. Moralitas dengan berpedoman pada kearifan lokal yang menjadi jatidirinya dalam interaksinya dengan masyarakat global. Perkembangan globalisasi menuntut kita agar mampu tetap menjaga jatidiri bangsa kita yang berasaskan pancasila. Jangan sampai desakan globalisasi menjadikan diri kita jauh dari hakikat manusia sesungguhnya. Hal yang sangat mendasar adalah bagaimana kita mampu memegang teguh dan merefleksikan jatidiri bangsa kita dalam kehidupan sehari-hari. Adanya komitmen memegang teguh jati diri bangsa akan menjadi bangsa kita sebagai bangsa yang besar. Oleh karena itu, pada generasi Indonesia emas 2045 harapan itu dititipkan. Untuk mewujudkan harapan dan impian tersebut, semua elemen masyarakat harus berperan aktif dalam meraih cita-cita tersebut melalui pendidikan karakter khususnya para remaja sebagai generasi penerus bangsa.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas terdapat permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu bagamana membangun karakter remaja sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas?
Pendidikan Karakter untuk Remaja sebagai Garda Terdepan dalam Pembanguan Bangsa
Proses pendidikan karakter diharapkan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari. Pendidikan karakter bukan lagi diberikan secara parsial, melainkan diberikan secara menyeluruh dalam setiap kegiatan. Untuk mewujudkan subtansi pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah maka peran semua unsur yang meliputi keluarga, sekolah dan masyaraat menjadi sangat vital. keluarga, sekolah dan masyaraat harus mampu menjadi teladan maupun contoh untuk para remaja. Oleh karena itu keluarga, sekolah dan masyaraat harus mampu memposisikan diri secara bijak untuk memberikan pendidikan yang memanusiakan. Artinya pendidikan yang mampu memberikan pencerahan tentang hakikat kemanusiaan itu sendiri. Pendidikan yang mampu menghilangkan penindasan, pedidikan yang humanistis yakni pendidikan yang menjunjung tinggi cinta kasih, dan solidaritas sejati. keluarga, sekolah dan masyaraat harus mampu menghilangkan pendidikan yang menciptakan kondisi penindasan antar sesama atau dehumanisasi. Oleh karena itu, guru harus mampu bersikap kritis untuk mengenali sebab musabab permasalahan yang muncul untuk mencipatakan situasi yang baru yang memungkinkan usaha mencapai keutuhan kemanusiaan (Freire, 1999:438).
Keluarga, sekolah dan masyaraat adalah guru bagi para remaja yang sedang tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa. Menurut Chatib (2013.a: 63) menjadi gurunya manusia adalah hal yang pokok untuk menciptakan generasi manusia yang sesungguhnya. Guru bukan sekedar menjadi guru anak-anak yang diperlakukan sebagai robot. Oleh karena itu guru harus mampu menjadi sang fasilitator, guru harus mampu mengajar dengan cara yang menyenangkan, guru harus memahami karakteristik sisa dan terus menjelajah kemampuan siswa, dan yang terpenting adalah guru harus mengajar anak-anak dengan hati.
Lebih lanjut Munif Chatib menyatakan bahwa pada hakikatnya anak-anak memiliki fitrah pada kebaikan. Namun terdapat tujuh sumber penyebab manusia berperangai buruk yakni melupakan Tuhan, bangga, riya, dan sombong, tidak bersyukur dan mudah putus asa, kikir dan berkeluh kesah, melampaui batas, tergesa-gesa, suka membantah (Chatib, 2013.b: 5). Sumber penyebab perilaku buruk itulah yang harus diantisipasi oleh seorang guru agar anak yang memiliki fitra pada kebaikan tetap konsisten untuk melakukan perilaku yang bermoral. Karakter seperti itulah yang diharapkan dapat terwujud dengan diterapkannya kurikulum 2013.
Paradigma Pendidikan dalam Menjawab Tuntutan Zaman
Para founding fathers bangsa ini telah melatakkan Pancasila sebagai filsafat dasar bagi penyelenggaraan pendidikan nasional. Dari sinilah sebenarnya ideologi tersebut selayaknya menjadi tolak ukur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Pancasila menjadi jati diri bangsa dapat dilihat sebagai identitas jati diri bangsa memiliki lima aspek yang sangat penting yaitu aspek transendensi, humanisasi, kebinekaan, Liberasi/pembebasan atas penindasan sesama manusia, dan keadilan.
Namun, dalam perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa ini sedang mengalami keterpurukan. hal ini dapat dilihat maupun diukur dari hilangnya jatidiri bangsa sebagai bangsa yang besar. Maraknya pertikaian, kasus asusila, amoral, dan menjalarnya seks bebas dikalangan remaja menjadi bagian penting yang semakin menegaskan bahwa remaja generasi bangsa telah jauh dari kesejatian diri sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena itulah, perlu adanya langkah bersama yang dilakukan secara masif untuk membangkitkan kembali jati diri bangsa indonesia yang berlandaskan pada pancasila.
Langkah yang dapat dilakukan dan sangat vital adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu, menitikberatkan pendidikan pada pendidikan akhlak menjadi sangat penting untuk membentuk generasi emas yang bertakwa, berakhlak mulia. Selain itu pendidikan juga harus mampu menciptakan generasi yang memiliki empati sosial yang besar terhadap sesama. Empati memiliki makna bahwa seseorang mencoba untuk mengerti keadaan orang lain sebagaimana orang tersebut mengertinya dan menyampaikan pengertian itu kepadanya. Seseorang dikatakan memiliki empati jika mampu menghayati keadaan perasaan orang lain serta dapat melihat keadaan luar menurut polaacuan orang tersebut, dan mengkomunikasikan penghayatannya bahwa dirinya memahami perasaan, tingkah laku, dan pengalaman orang tersebut secara pribadi (Budiningsih, 2008:47).
Prinsip kerukunan dan prinsip hormat sangat penting ditanamkan pada anak-anak. Agar generasi Indonesia emas pada saatnya nanti akan tercipta sebagai generasi yang hidup dalam kedamaian dan saling menghormati. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Rukun memiliki arti berada dalam keadaan yang selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan. Adapun prinsip hormat adalah untuk menciptakan keselarasan dan peran sosial dalam masayarakat. Kesadaran akan kedudukan sosial menjadi hal yang penting untuk dipahami setiap inividu. Pandangan terkait dengan prinsip hormat mendasarkan pada cita-cita tercapainya suatu tatanan masyarakat yang teratur baik, di mana setiap orang mengenal tepat dan tugasnya. Oleh karena itu, setiap individu berkewajiban menjaga keselarasan dalam hubungan sosial yang terjalin (Suseno, 2001 39).
Pada akhirnya nanti apabila kehidupan berjalan secara selaras, maka persatuan, pembebasan penindasan dan rasa keadilan akan dapat terwujud secara baik. Hal ini lah yang sebenarnya menjadi jati diri bangsa Indonesia. Harapan tersebut tentunya menjadi sebuah impian yang indah untuk direalisasikan dalam kehidupan yang nyata. Generasi Indonesia emas 2045 menjadi suatu asa atau harapan baru untuk membangun bangsa yang hebat, bangsa yang maju dan bangsa yang besar. Bangsa yang memiliki jati diri pancasila.
Pendidikan karakter pada hakikatnya berusaha mewujudkan pendidikan yang mampu membentuk individu menjadi pribadi yang bermoral. Moralitas dengan berpedoman pada kearifan lokal yang menjati jatidirinya dalam interaksinya dengan masyarakat global. Perkembangan globalisasi menuntut masyarakat agar mampu tetap menjaga jatidiri bangsa yang berasaskan pancasila. Jangan sampai desakan globalisasi menjadikan diri jauh dari hakikat manusia sesungguhnya. Hal yang sangat mendasar adalah bagaimana agar manusia mampu memegang teguh dan merefleksikan jatidiri bangsa dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi bangsa yang besar yang memiliki jatidiri. Pada generasi Indonesia emas 2045 harapan itu dititipkan. Oleh karenanya, untuk mewujudkan harapan dan impian tersebut, guru sebagai pendidik harus berperan aktif dalam meraih cita-cita tersebut melalui proses pembelajaran yang meberikan pencerahan terkait dengan tantantangan mewujudkan pendidikan karakter melalui pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan kooperatif.
Penutup
Pada akhirnya nanti apabila kehidupan berjalan secara selaras, maka persatuan, pembebasan penindasan dan rasa keadilan akan dapat terwujud secara baik. Hal ini lah yang sebenarnya menjadi jati diri bangsa Indonesia. Harapan tersebut tentunya menjadi sebuah impian yang indah untuk direalisasikan dalam kehidupan yang nyata. Generasi Indonesia emas 2045 menjadi suatu asa atau harapan baru untuk membangun bangsa yang hebat, bangsa yang maju dan bangsa yang besar. Remaja yang berkarakter akan mampu membangun suatu peradaban bangsa yang memiliki jati diri pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri. Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.
Chatib, Munif. 2013.a. Gurunya Manusia. Jakarta: Kaifa
Chatib, Munif. 2013.b. Orangtuanya Manusia. Jakarta: Kaifa
Freire, Pailo,dkk. 1999. Menggugat Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suseno, Franz Magnis. 2001. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kibijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.