Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
KELAS IX H SEMESTER 1 SMP NEGERI 1 GUBUG
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Rosalia Anna Wijaya Adhiningtyas
SMP Negeri 1 Gubug
ABSTRAK
Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik perbincangan yang menarik, baik di kalangan guru, orang tua, lebih lagi di kalangan para pakar pendidikan. Terlebih lagi masalah pendidikan matematika selalu menjadi sorotan karena masih rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang studi tersebut. Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia telah lama dilaksanakan, namun keluhan tentang kesulitan belajar matematika masih saja terus dijumpai. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika bukan semata-mata karena materi yang sulit, tetapi juga bisa disebabkan oleh proses pembelajaran yang dilaksanakan. Pentingnya proses pembelajaran ini ditegaskan oleh Soedjadi (1989) yang menyatakan bahwa: “Betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belumlah menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan matematika yang diinginkan. Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan seberapa jauh pengaruh metode Mathematics Realistic Education(MRE) sehingga memudahkan siswa memahami materi matematika terutama konsep tentang Bangun Ruang Sisi Lengkung pada semester satu tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus dilakukan memerlukan waktu tiga minggu. Hasil belajarpun mengalami peningkatan di siklus I ketuntasan belajar menjadi 67%, sedangkan disiklus II ketuntasan belajar menjadi 92%,
Kata kunci: Hasil Belajar ; Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), Bangun Ruang Sisi Lengkung.
Latar Belakang Masalah
Kegiatan proses belajar mengajar merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan guru di kelas. Oleh karena itu eksistensi seorang guru tidak hanya diukur dari penguasaan materi pelajaran atau menyiapkan perangkat-perangkat media yang diperlukan akan tetapi juga kemampuan menciptakan kondisi belajar yang kondusif.
Berdasar pengamatan proses pembelajaran di sekolah pada umumnya guru masih guru mendominasi kegiatan pembelajaran. Guru menggunakan tipe konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan membosankan. Dalam penyampaian materi kebanyakan guru menggunakan tipe ceramah di mana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan guru dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa banyak yang menjadi pasif.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator didalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Model pembelajaran hendaknya dipilih dan dirancang sedemikian sehingga lebih menekankan pada aktivitas siswa, sehingga perlu diupayakan mendesain suatu pengajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. Dengan pembelajaran tersebut diharapkan dapat diperoleh prestasi belajar yang lebih baik.
Model pembelajaran matematika realistik atau yang biasa dikenal dengan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat karena dengan model pembelajaran ini siswa dituntut untuk mengkontruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui aktivitas yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Ide utama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Prinsip menemukan kembali berarti siswa diberi kesempatan menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna dari sekedar mencatat dan menghafal.
Masih jauh dari harapan, hasil belajar pada mata pelajaran matematika yang diperoleh siswa kelas IX H SMP Negeri 1 Gubug, juga diakibatkan dari cara belajar siswa yang masih salah. Selama ini siswa belajarnya dengan cara menghafal saja, bukan dimengerti atau dipahami sehingga tidak menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Berdasarkan perolehan hasil belajar dari ulangan harian dan ulangan akhir semester sangat rendah. Data hasil belajar prasiklus, 33% siswa yang mencapai nilai kurang dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang sudah ditetapkan. Dengan demikian hasil belajar matematika siswa kelas IX H SMP Negeri 1 Gubug masih dianggap rendah.
Hakikat Belajar
Belajar secara psikologi diartikan sebagai perubahan tingkah laku hasil dari interaksidengan lingkunganya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang tidak semuanya dikatakan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat aktif, dan pasif, bukan bersifat sementara, bertujuan dan terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Susilo,2005)
Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual yakni terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Pengalaman dapat berupa situasi belajar yang sengaja diciptakan oleh orang lain atau situasi yang tercipta begitu adanya. Peristiwa belajar yang terjadi karena dirancang oleh orang lain di luar diri individu sebagai pebelajar biasa disebut proses pembelajaran. Proses ini biasa dirancang oleh guru dalam upaya menumbuhkan minat dan hasil belajar siswa. Winkel (Darsono 2001:4) mengemukakan belajar adalah suatu aktifitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan ketrampilan dan nilai sikap.
Menurut konsep mengajar Sudjana (2000:29) mengemukakan bahwa: Sebagai suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasi lingkungan di sekitar siswa. sehingga dapat mendorong terjadinya proseas belajar dan pada tahap berikutnya memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar. Menurut Syah (1995: 132) secara umum terbagi atas tiga faktor proses belajar: (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti halnya minat, bakat dan kemampuan. (2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan disekitar siswa seperti keadaan keluarga, latar belakang ekonomi dan kemampuan guru dalam mengajar. (3) Faktor pendekatan mengajar, berupa upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, untuk menciptakan proses pembelajaran yang tepat dibutuhkan suatu formula bentuk pembelajaran yang utuh dan tentu saja menyeluruh, dalam arti proses pembelajaran melibatkan aktivitas siswa. Belajar adalah wujud keaktifan siswa walaupun derajatnya tidak sama antara siswa satu dengan yang lainnya dalam suatu proses belajar mengajar di kelas. Jadi yang dimaksud siswa belajar secara aktif adalah belajar dengan melibatkan keaktifan mental walaupun dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik.
Setelah berakhirnya proses pembelajaran biasanya diperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati,1999:3). Dari keterangan diatas pengertian belajar adalah terjadinya suatu kegiatan aktif dari guru dan siswa yang saling berinteraksi dan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku siswa kearah yang positif, artinya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari belum memahami menjadi paham.
Pengertian Hasil Belajar siswa
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Sedangkan menurut Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar: (1) Keterampilan dan kebiasaan; (2). Pengetahuan dan pengarahan; (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004: 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Sudjana (1999: 25), hasil belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku atau keterampilan yang berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan aspek lain lewat serangkaian kegiatan membaca, mengamati, mendengar, meniru, menulis, dan lain sebagainya, sebagai bentuk pengalaman individu dengan lingkungan. Hasil belajar dipengaruhi 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa). Faktor ini meliputi faktor fisiologis maupun psikologis. Faktor fisiologis antara lain: cacat badan, kesehatan dan sebagainya. Faktor psikologis antara lain berupa motivasi, minat, reaksi, konsentrasi, organisasi, repetisi, komprehensif, dan sebagainya. b. Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa). Faktor ini datangnya dari luar diri siswa, faktor ini melipui faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana atau adanya laboratorium.
Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Lie (2004: 29), “Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalanâ€.
Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau memperhatikan dua prinsip inti berikut. Yang pertama adalah adanya saling ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung kepada anggota lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya menyelesaikan tugas dari guru. Prinsip yang kedua adalah tanggungjawab pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama.
Pendekatan Mathematics Realistic Education (MRE)
RME diperkenalkan oleh Freudhental di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses uji coba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti telah berhasil merangsang kegiatan penalaran berpikir siswa. RME adalah suatu pendekatan dimana matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia (Freudental, 1973, Treffers, 1987, De moor, 1994 dalam Ahmad Fauzan 2001:1). Kata realistik diambil dari salah satu di antara empat pendekatan dalam pendidikan matematika. Menurut klasifikasi Treffers yaitu mekanistik, empirik, strukturalistik, dan realistic (Marpaung, 2001:2). Mekanistik artinya cara mengerjakan suatu masalah secara teratur, empirik artinya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, strukturalistik artinya cara menyusun suatu konsep atau unsur-unsur dengan pola tertentu dan realistik artinya bersifat nyata. Pada pendidikan matematika dua komponen matematisi yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Perbedaan dari keempat pendekatan itu ditentukan sejauh mana mereka memuat/menggunakan kedua komponen itu. Pendekatan strukturalistik lebih menekankan struktur dalam suatu cabang matematika yaitu mempelajari matematika alam arah vertikal. Pendekatan realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal yaitu hubungan antara konsep-konsep dalam beberapa cabang matematika. Pendekatan mekanistik tidak memuat kedua komponen matematisi itu, sedangkan pendekatan empirik hanya memuat komponen horizontal saja. Pembelajaran Matematika Realistik di sekolah dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah yang nyata atau yang telah dikuasai atau dapat dibayangkan dengan baik oleh siswa dan digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau pengertian-pengertian matematika yang semakin meningkat. Jadi pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah ditemukan kembali†oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Menurut Gravermeijer (dalam Asikin, 2001: 4), menjelaskan bahwa ide utama dari RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik alam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan (Heuvel, dalam Asikin, 2001: 4).
Dalam pendidikan matematika dua komponen matematisi yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Matematisi horizontal menunjuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke bahasa matematika. Sedangkan matematisi vertikal adalah proses dalam matematika itu sendiri. Pendekatan realistik selain alam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal sehingga pada pendekatan realistik langkah-langkah memahami suatu masalah dengan melalui teranslasi timbal balik dari bentuk-bentuk representasi enaktif, ikonok dan simbolik, serta pengertian dalam matematika (Marpaung, 2001: 3). Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh: (1) Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention†yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (2) Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa; (3) Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu engan siswa yang lainnya; (4) Hasil pemikiran siswa di konfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya.
Pembelajaran dengan Menerapkan Pendekatan RME
Menurut De Lange (1998) dan Van den Heuvel – Panhuizen (1998) dalam Yuwono 2001:3)mengungkapkan bahwa RME adalah pembelajaran matematika yang mengacu pada konstruktivis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika. Dalam pandangan RME atau PMR (Pengajaran Matematika Realistik), pengembangan suatu matematika dimulai oleh siswa secara mandiri berupa kegiatan eksplorasi sehingga memberikan peluang pada siswa untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya. Pengembangan konsep berawal dari intuisi siswa dan menggunakan strateginya masing-masing dalam memperoleh suatu konsep. Dalam pembelajaran matematika realistik, bentuk dominasi guru perlu sekali dikurangi, antara lain dengan menunjukkan kebenaran cara-cara yang digunakan siswa. Siswa yang menggunakan cara sendiri dan benar perlu dihargai, mungkin dengan memberitahukannya atau mendiskusikannya kepada seluruh kelas. Dengan memperhatikan fenomena yang ada di dalam kelas akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak berorientasi kepada guru tetapi beralih pada pembelajaran matematika yang berorientasi kepada siswa bahkan berorientasi kepada masalah (Soedjadi, 2001: 3). Menurut Marpaung (2001: 3 – 4) Pendekatan RME bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka.
Dalam mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan pendekatan realistik, model tersebut harus merepresentasikan karakteristik RME baik pada tujuan, materi, metode dan evaluasi. (Asikin, 2001: 5).Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik dapat juga digunakan metode ceramah tetapi tidak digunakan secara terus menerus. Selain itu pula dapat diselingi dengan metode pemecahan masalah, metode diskusi, belajar kelompok, belajar individual cooperative learning, siswa menjelaskan kepada temannya, siswa yang membuat siswa dan meminta temannya yang mengerjakan lalu rotasi (Marpaung, 2001: 10).
Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya. Guru memfasilitasi diskusi dengan teman sebangkunya dan mengarahkan siswa untuk memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibahas/dibandingkan. Guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa. Jawaban siswa mungkin salah semua, mungkin benar semua atau sebagian benar sebagian salah. Jika jawaban benar maka secara tidak langsung memberitahu letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki jawabannya dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan. Adapun sintaks implementasi matematika realistik adalah: Aktivitas guru–Aktivitas siswa: 1. Guru memberikan siswa masalah kontekstual. 2. Guru merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi siswa. 3. Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan meng- gunakan pengalaman mereka. 4. Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya. 5. Guru mengenalkan istilah konsep. 6. Guru memberikan tugas dirumah yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita beserta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal.
Siswa secara sendiri atau kelompok kecil mengerjakan masalah dengan strategi-strategi informal: 1. Siswa secara sendiri-sendiri atau kelompok menyelesaikan masalah tersebut. 2. Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan. 3. Siswa merumuskan bentuk matematika formal. 4. Siswa mengerjakan tugas rumah dan menyerahkannya kepada guru.
Kelebihan dan kesulitan implementasi RME Sebagaimana setiap pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran, di satu sisi memiliki berbagai kelebihan, namun juga memiliki kesulitan. Demikian halnya dengan RME. Kelebihan pembelajaran matematika realistic, Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu: 1. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia. 2. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut. 3. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut. 4. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
Kesulitan dalam implementasi pembelajaran matematika realistic, Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan RME dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu: 1. Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya RME. 2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara. 3. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah. 4. Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini karakteristik RME yang diterapkan adalah karakteristik pertama. Selain itu pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip pertama dari RME.
Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual.
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut. Misalnya: bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang idea tau konsep atau definisi dari soal matematika. Di samping itu pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakan model sendiri untuk memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak memberi tahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri.
Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu hasil dari diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik RME yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan idea tau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan sumber belajar.
Langkah 4: Menarik Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Dengan subjek penelitian siswa kelas yang terdiri 14 perempuan dan 10 laki-laki, SMP Negeri 1 Gubug, dengan alamat Jl. Letjen. R. Suprapto No. 71 Gubug, kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan.
Penelitian Tindakan kelas ini dilakukan selama 3 bulan, mulai dari bulan September sampai dengan November. Untuk tatap muka sebanyak 4 kali terdiri dari siklus I sebanyak 2 kali dan siklus II sebanyak 2 kali, setiap minggu terdiri dari 5 jam pelajaran dimana tiap satu jam pelajaran lamanya 40 menit. Penelitian ini menggunakan model spiral dari Kemmis dan Taggart (dalam Sunardi, 2012: 36). Rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu PTK melalui 2 siklus. Setiap siklus memiliki 3 tahap yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes, observasi, dan dokumen. Analisis data yang digunakan teknik deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus 1 dan nilai tes setelah siklus 2.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap sebelum ada tindakan (pra siklus), dilanjutkan dengan dua siklus berikutnya yaitu siklus I dan siklus II. Dan proses pembelajaran berakhir setelah diberi tindakan.
Hasil penelitian dan beberapa temuan saat pelaksanaan berlangsung beserta pembahasannya akan diuraikan pada masing-masing siklus berikut ini:
1. Kondisi Awal
Penelitian ini diawali dengan kegiatan pendahuluan (pra siklus) dengan materi mengidentifikasi unsure-unsur bangun tabung, kerucut dan bola, menemukan rumus luas permukaan dan volume tabung serta menggunakan rumus tersebut untuk memecahkan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan tabung. Kegiatan pembelajaran tersebut dilaksanakan secara konvensional , yaitu guru selalu mendominasi kegiatan ini. Siswa hanya mendengar, mencatat, mengerjakan latihan yang diberikan guru.
Kegiatan prasiklus ini mulai dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 1 September 2015 selama dua minggu, setelah itu diadakan ulangan harian. Hasil tes pada kegiatan pra siklus yang diperoleh siswa tentang luas dan volume tabung, diperoleh data sebagai berikut: 16 orang siswa (67%) nilainya di bawah KKM, 8 orang siswa (33%) nilainya di atas KKM, dengan nilai rata-rata 70.
Berdasarkan hasil observasi serta hasil tes tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya perbaikan pembelajaran sehingga disepakati dan diputuskan untuk menggunakan metode pembelajaran Realistic Mathemathics Education(RME).
2. Siklus I
Berdasarkan hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pra siklus, yaitu ketuntasan belajar hanya 33%, dan ternyata masih jauh dari syarat ketuntasan secara klasikal yaitu 75%. Oleh karena itu dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam melakukan suatu upaya untuk meningkatkan pemahaman materi Bangun Ruang Sisi Lengkung dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education. Standar kompetensi pada siklus pertama ini adalah memahami sifat – sifat tabung, kerucut, dan bola serta menentukan ukurannya sedangkan kompetensi dasarnya adalah menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut. Adapun indikator yang ingin dicapai adalah Menghitung luas selimut tabung , selimut kerucut dan luas permukaan bola.
Pada kegiatan pendahuluan dibagi menjadi dua yaitu apersepsi dan motivasi. Dalam kegiatan apersepsi, guru mengingatkan tentang rumus-rumus luas dan keliling lingkaran kemudian dilanjutkan denan motivasi yaitu dengan memberikan masalah sehari-hari yang berhubungan dengan luas permukaan bangun ruang sisi lengkung.
Setelah masuk pada kegiatan inti, anak bekerja dalam kelompok, menemukan luas bola dengan cara melilitkan tali pada permukaan bola sampai permukaan belahan bola itu tertutup semua dengan tali. Dan selanjutnya salah satu kelompok mempresentasikan didepan untuk menjelaskan kepada kelompok yang lain. Kelompok yang lain menanggapi, dan setelah selesai ada evaluasi dengan mengerjakan latihan. Kegiatan KBM diatas adalah merupakan pertemuan pertama pada siklus I,
Pada siklus I, pertemuan pertama dilaksanakan hari Selasa 15 September 2015. Selanjutnya siklus pertama memerlukan waktu selama tiga minggu untuk tatap muka. pertemuan ke empat pada siklus pertama dilaksanakan kegiatan ulangan harian yang pertama tentang luas permukaan bangun ruang sisi lengkung, dengan hasil sebagai berikut: Skor nilai rata-rata 72 dan prosentase ketuntasan belajar mencapai 66,67%, yaitu sebanyak 16 yang sudah tuntas dari 24 siswa, dan hanya 8 siswa yang belum tuntas.
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari lembar observasi di siklus I, bahwa setelah proses pembelajaran yang dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan (setelah diberi tindakan), ternyata penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education materi Bangun Ruang Sisi Lengkung perubahannya memberikan hasil yang cukup memuaskan sesuai dengan target yang diharapkan. Hal ini dapat dikatakan adanya peningkatan prosentase aktivitas kelas. Secara keseluruhan aktivitas belajar di siklus I meningkat dari 35% menjadi 65%. Dalam hal ini aktivitas kelas sudah termasuk kategori aktif, karena kriteria keaktifan kelas dikatakan cukup apabila proses aktivitas kelas berkisar antara 50 – 75%. Namun ada beberapa jenis aktivitas siswa yang masih dianggap rendah, yaitu aktivitas dalam hal aktivitas bertanya. Hasil prediksi diperkirakan bahwa siswa masih belum menguasai betul materi pelajaran yang sedang dibahas, sehingga timbul rasa tidak percaya diri atau suatu keragu-raguan untuk mengemukakan pendapatnya sendiri ataupun menyanggah pendapat orang lain. Oleh karena itu nampaknya perlu ada pendekatan guru terhadap siswa untuk bisa merangsang atau menumbuhkan rasa percaya diri bagi siswa dengan cara belajar yang maksimal dan menjelaskan bahwa hal ini masih sedang taraf belajar. Siswa juga perlu dilatih keberanian mentalnya untuk mau mencoba aktif dalam hal bertanya, ataupun ada keberanian menyanggah, apabila hal itu tidak sesuai dengan konsep yang dia yakini (misalkan dari buku sumber).
Apabila dibandingkan dengan hasil belajar pada pra siklus, terdapat peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 2 poin dan peningkatan prosestase ketuntasan belajar sebesar 33,67%. Dengan demikian bahwa pengaruh proses pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education cukup besar sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan pada akhirnya hasil belajarnyapun meningkat. Berbeda dengan hasil belajar yang diperoleh sebelumnya selalu di bawah target (di bawah KKM) di mana proses pembelajarannya hanya penjelasan langsung dari guru melalui papan tulis. Dengan demikian hal ini perlu dipertahankan untuk proses pembelajaran pada pertemuan selanjutnya di siklus II.
3. Siklus II
Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan mulai hari Selasa 13 Oktober 2015. Seperti siklus I, siklus II dilaksanakan selama tiga minggu.
Sesuai dengan rencana pembelajaran, Standar kompetensi pada siklus pertama ini adalah memahami sifat – sifat tabung, kerucut, dan bola serta menentukan ukurannya sedangkan kompetensi dasarnya adalah menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut. Adapun indikator yang ingin dicapai adalah Menghitung volume tabung, kerucut dan bola.
Dalam kegiatan apersepsi, guru mengingatkan tentang rumus-rumus luas permukaan bangun ruang sisi lengkung yang sudah dipelajari pada pertemuan minggu yang lalu. Kemudian dilanjutkan dengan motivasi yaitu dengan memberikan masalah sehari-hari yang berhubungan dengan volume bangun ruang sisi lengkung sebagai soal tantangan. Setelah masuk pada kegiatan inti, anak bekerja dalam kelompok, menemukan volume bola dengan cara mengisi penuh belahan bola dengan menggunakan kerucut yang djari-jari alas dan tingginya sama dengan jari-jari bola dengan pasir sampai penuh, sehingga akhirnya anak daapat menemukan rumus volume bola. Selanjutnya salah satu kelompok mempresentasikan di depan untuk menjelaskan kepada kelompok yang lain. Kelompok yang lain menanggapi, dan setelah selesai ada evaluasi dengan mengerjakan latihan.
Dari hasil analisis data yang diperoleh dari lembar observasi di siklus II, bahwa setelah proses pembelajaran yang dilaksanakan selama 6 minggu, ternyata penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education materi Bangun Ruang Sisi Lengkung memberikan hasil yang cukup memuaskan sesuai dengan target yang diharapkan. Hal ini dapat dikatakan adanya peningkatan prosentase aktivitas kelas. Ternyata suasana belajar semakin terlihat kondusif, karena hampir seluruhnya siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran baik yang bertanya, yang menjawab, yang menyanggah ataupun yang mengemukakan pendapat. Hasil yang diperoleh dari lembar observasi bahwa yang bekerjasama yaitu sebanyak 22 orang siswa (55%) yang bertanya dan 16 orang siswa (40%) yang mengemukakan pendapat 20 orang siswa (40%) dan yang membuat rangkuman sebanyak 28 orang siswa (70%). Prosentase aktivitas kelas keseluruhannya mencapai 80%.
Hasil belajar yang diperoleh dari siklus II memberikan skor nilai rata-rata kelas sebesar 82 dan ketuntasan belajar siswa mencapai 92%, yaitu 22 orang siswa yang sudah tuntas dari 24 orang siswa.
Dengan demikian pada siklus dua hasil belajar lebih meningkat lagi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 10 poin dan peningkatan prosestase ketuntasan belajar sebesar 25,33%.
Pembahasan
Dari beberapa tahap mulai prasiklus, siklus I dan siklus II yang masing-masing terdiri dari dua kali pertemuan, dan data nilai serta angket sudah diperoleh maka data-data tersebut diolah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education dalam pembelajaran matematika khususnya bangun ruang sisi lengkung di kelas IX H tahun pelajaran 2015/2016.
Berdasar hasil angket yang diberikan kepada siswa diperoleh hasil siswa yang senang dengan kegiatan belajar matematika 17 orang siswa setuju (70,8%), 5 orang siswa ragu-ragu (20,8%) dan 2 orang siswa tidak setuju (8,3%), sedangkan belajar dengan diskusi kelompok 19 orang siswa setuju (79,2%), 5 orang siswa ragu-ragu (20,8%), yang merasa senang belajar dari penjelasan teman 20 orang siswa setuju (83,3%), 4 orang siswa ragu-ragu (16,67%), yang merasa mudah memahami penjelasan teman 16 orang siswa setuju (66,7%), 6 orang siswa ragu-ragu (25%), dan 2 orang siswa tidak setuju (8,33%), dan yang berpendapat perlu dikembangkan sebanyak 16 orang siswa setuju (66,67%), sedangkan 8 orang siswa ragu-ragu (33,3%).
Setelah proses pembelajaran ditempuh sebanyak 4 kali pertemuan mulai dari siklus I sampai siklus II maka berdasarkan analisis data kegiatan siswa diperoleh peningkatan aktivitas siswa yang cukup berarti. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2: Prosentase Aktivitas Kelas
Siklus |
Siklus I |
Siklus II |
||
Pertemuan |
1 |
2 |
1 |
2 |
Prosen Aktivitas Kelas (%) |
35 |
65 |
70 |
80 |
Peningkatan prosentase aktivitas kelas ini, ternyata bisa terwujud apabila proses pembelajarannya diperbaiki dan disempurnakan. Adapun hasil belajar (ketuntasan belajar dan skor nilai rata-rata) yang diperoleh setelah proses pembelajaran di siklus I dan siklus II melalui tes I dan tes II dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3: Prosentase Ketuntasan Belajar
Siklus |
Pra |
I |
II |
|||
T |
TT |
T |
TT |
T |
TT |
|
F |
8 |
16 |
16 |
8 |
22 |
2 |
% |
33,33 |
66,67 |
66,67 |
33,33 |
92 |
8 |
Tabel 4: Persentase Nilai Rata-rata Kelas
Siklus |
Pra |
I |
II |
Rata-rata |
70 |
72 |
82 |
% |
70% |
72% |
82% |
Berdasarkan data tabel tersebut di atas, secara umum dikatakan bahwa hasil belajar meningkat. Kenyataan ini bisa dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada konsep Bangun Ruang sisi Lengkung dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) menarik bagi siswa, sehingga siswa termotivasi untuk mempelajari materi pembelajaran secara sungguh-sungguh dengan belajar sendiri disamping memperhatikan penjelasan temannya dan penjelasan guru yang memberikan bimbingan dalam diskusi.
Hal ini juga terlihat dari hasil angket siswa yang dapat dilihat pada tabel angket siswa berikut ini:
Tabel 5: Motivasi Siswa Dengan Menggunakan Pembelajaran RME
No |
Pernyataan |
Jumlah Responden |
Prosentase Pernyataan Responden |
||||
S |
RR |
TS |
% |
% |
% |
||
1 |
Saya senang dengan kegiatan belajar matematika |
17 |
5 |
2 |
70,8 |
20,8 |
8,3 |
2 |
Belajar matematika dengan diskusi kelompok menyenangkan |
19 |
5 |
– |
79,2 |
20,8 |
– |
3 |
Saya merasa senang belajar dari penjelasan teman |
20 |
4 |
– |
83,3 |
16,7 |
– |
4 |
Saya merasa mudah memahami penjelasan dari teman |
16 |
6 |
2 |
66,7 |
25 |
8,3 |
5 |
Menurut saya kegiatan belajar ini perlu dikembangkan |
16 |
8 |
– |
66,7 |
33,3 |
– |
Jumlah |
|
|
|
366,7 |
116,7 |
16,6 |
|
Rata-rata Prosentase (%) |
|
|
|
73,34 |
23,34 |
3,32 |
Keterangan: S = Setuju, RR= Ragu-ragu, TS= Tidak Setuju.
Dari tabel diatas terlihat motivasi yang dimiliki siswa dengan metode pembelajaran Realistic Mathematics (RME) sangat menyenangkan, maka pembelajaran akan dirasakan lebih efektif dan efisien dalam menyampaikan materi pelajaran atau mengajarkannya, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif.
Berdasarkan uraian, bahwa proses pembelajaran konsep Bangun Ruang sisi lengkung dengan menggunakan RME terdapat hubungan antara motivasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan hasil belajar setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Jadi bisa dikatakan apabila siswa aktif pada saat diskusi membahas materi pembelajaran, baik dalam hal bertanya ataupun mengemukakan pendapat, maka berarti siswa sudah mengerti dan paham apa yang sedang dipelajarinya, sehingga hasil belajarnya pun cukup memuaskan. Dengan demikian apabila pemahaman konsep sudah baik/meningkat, maka bisa dipastikan hasil belajarnya pun baik ataupun meningkat.
Simpulan
Berdasarkan analisis, temuan dan pembahasan yang diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran dengan metode pembelajaran Realistic Mathematics (RME) dapat meningkatkan hasil belajar konsep Bangun Ruang sisi Lengkung. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa. Ternyata di siklus I ada peningkatan ketuntasan belajar sebesar 33,3%, yaitu dari 33,3% menjadi 66,7%. Dan di siklus II meningkat sebesar 25,3% , yaitu dari 66,7% menjadi 92%.
2. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran matematika realistik terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa dan angket siswa. Di siklus I dari 35% menjadi 65%. Di siklus II dari 70% menjadi 80%. Dan dari hasil angket siswa rata-rata 72% setuju.
Saran
Saran-saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Guru hendaknya mengadakan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode pembelajaran Realistic Mathematics (RME), agar siswa lebih termotivasi minat belajarnya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
2. Siswa hendaknya lebih bergairah dan lebih termotivasi serta lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi dengan metode pembelajaran Realistic Mathematics (RME).
DAFTAR PUSTAKA
Ali Muhamad. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Proyek PGSM Dikti.
Anita Lie.2004. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Arikunto Suharsimi, Suhardjono dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Aqib Zaenal.2014.Model-model , Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (innovatif). Bandung: CV. Yrama Widya.
Dahar, Ratna Wilis. 1985. Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar Ditinjau dari Segi Pengembngan Ketrampilan Proses Sains. Disertasi tidak dipubliksikan. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Darsono. 2001 Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP semarang Press.
Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar.2009. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Huda Miftahul. Model-Model Pengjaran Dan Pembelajaran.2014. Malang: Pustaka Pelajar.
Kingsley, Howard.1957. The Nature and Conditions of Learning. New Jersey: Hall Ings Engliwood Clifts.
Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru.Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhibin Syah.2012. Psikologi Belajar.Jakarta: Rajawali Pers.
Poerwadarminta.W.J.S. 2005.Kamus Umum BahasaIndonesia (edisi ketiga). Jakarta: BalaiPustaka.
Rosita, Tita. 1995. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Soedjadi.2001. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan alam Pembelajaran Matematika. (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya).
Sriyono dkk.1992. Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudjana. Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensido Offset.
Sunardi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Widyasari Press: Salatiga
Susilo. 2005.Penelitian Tindakan Kelas. Pustaka Book Publisher. Yogyakarta.
Wagiyo A, Mulyono Sri dan Susanto.2008. Pegangan Belajar Matematika 3 Untuk SMP/MTs Kelas IX.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Winkel. W. S.1984. Psikologi Pengajaran. Bandung:Remaja Karya.
Wiriaatmadja Rochiati.2008. Metode penelitian tindakan kelas.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yuwono, Ipung. 2001. RME (Realistic Mathematics Education) dan Hasil Studi Awal Implementasinya di SLTP. Makalah disampaikan pada seminar Nasional RME di FPMIPA Universitas Negeri Surabaya.