Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA MATA PELAJARAN PKN
MATERI PROSES PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
DI KELAS VI A SDI WAIROTANG
KECAMATAN KANGAE KABUPATEN SIKKA
Lusia Da Opa
Guru di SDI Wairotang, Sikka, Flores, NTT
ABSTRAK
Berdasarkan pengamatan peneliti di SDI Wairotang, terdapat penurunan hasil belajar siswa kelas VI A pada mata pelajaran PKn, khususnya pada materi Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara. Dari 27 orang siswa, hanya 10 (37,03%) orang siswa yang mencapai KKM, sedangkan 17 (62,96%) orang siswa lainnya belum mencapai KKM. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match (Mencari Pasangan) agar memacu semangat dan motivasi belajar siswa. Pada penelitian tindakan kelas yang sudah dilakukan dua Siklus, ditemukan bahwa aktivitas belajar siswa meningkat dari 78,40% menjadi 90,90%. Demikian juga aktivitas mengajar guru meningkat dari 76,43% menjadi 92,30%. Kondisi ini juga didukung dengan tes hasil belajar siswa yang menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa secara klasikal dari 66,66% pada Siklus I dan pada Siklus II menjadi 100%.
Kata Kunci: Mata Pelajaran PKn, Make A Match, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk membantu tumbuh dan berkembangnya kehidupan berbangsa dan bernegara adalah melalui peningkatan tingkat kecerdasan warga negara, mengembangkan dimensi spiritual dan tanggung jawab warga negara dan parsitipasi warga negara dalam memajukan bangsanya. Dalam hal ini tugas seeorang guru menjadi sangat penting dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa seperti yang diinginkan. Dengan memperhatikan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peran pendidikan dini sangat vital, karena dengan pendidikan sedini mungkin akan penanaman sikap berbangsa dan bernegara yang baik akan menjadi fondasi utama dari perilaku generasi di masa yang akan datang.
Ditinjau dari segi keberhasilan pembelajarannya, pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) diharapkan mampu membekali siswa dalam pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi serta efektifitas dalam berpartisipasi. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian guru dalam mempersiapkan pembelajaran PKn yakni: bekal pengetahuan materi pembelajaran dan metode atau pendekatan pembelajaran.
Materi PKn dalam paradigma baru dikembangkan dalam bentuk standar nasional adalah PKn yang pelaksanaannya berprinsip pada implementasi kurikulum yang terdesentralisasi. Ada empat isi pokok pendidikan kewarganegaraan, yaitu: (1) Kemampuan dasar dan kemampuan kewarganegaraan sebagai sasaran pembentukan; (2) standar materi kewarganegaraan sebagai muatan kurikulum dan pembelajaran; (3) Indikator pencapaian sebagai kriteria keberhasilan pencapaian kemampuan; dan (4) Rambu – rambu umum pembelajaran sebagai rujukan alternatif bagi para guru.
Pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan paradigma yang baru bertumpu pada kemampuan dasar kewarganegaraan untuk semua jenjang, sering kali guru dihadapkan pada kesulitan akan media dan model pembelajaran yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Hal ini mengingat pelajaran PKn sangat lekat dengan pengembangan sikap dan perilaku siswa. Atau dengan kata lain, muara dari pembelajaran PKn pada sekolah dasar bermuara pada aspek aktif siswa. Inilah yang menjadi tantangan guru, agar mampu menghadirkan proses pembelajaran mata pelajaran PKn yang menyenangkan dan mampu menarik perhatian bagi siswa dalam belajar.
Pada pengamatan peneliti di SDI Wairotang, terdapat penurunan hasil belajar siswa kelas VI A pada mata pelajaran PKn, khususnya pada materi Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara. Dari 27 orang siswa, hanya 10 (37,03%) orang siswa yang mencapai KKM, sedangkan 17 (62,96%) orang siswa lainnya belum mencapai KKM. Adapun nilai KKM yang harus dicapai siswa dalam mata pelajaran PKn adalah 70. Dengan melihat pada hasil belajar siswa di atas, maka peneliti tertarik untuk menggali pokok persoalan, mencari penyebab dan menawarkan solusi berupa strategi pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan bisa meningkatkan hasil belajatr siswa.
Dengan melihat dan mengamati hasil belajar siswa yang menunjukkan indikator “Kurang Berhasil†dalam mengajar, peneliti mencoba mengidentifikasi pokok permasalahan dalam kegiatan pembelajaran PKn. Setelah melakukan identifikasi masalah dari proses pembelajaran yang dillakukan, ditemukan beberapa hal yang menjadi penyebab menurunnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn sebagai berikut: (1) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti dalam menyampaikan materi yang terlalu cepat, sehingga materi ajar yang disampaikan belum bisa di pahami siswa; (2) Metode pembelajaran yang masih kurang menarik perhatian siswa, khususnya masih dominannya metode penyampaian informasi/ceramah; dan (3) Media pembelajaran yang masih kurang menarik perhatian siswa, karena dalam proses pembelajaran ini guru hanya menampilkan peta sebagai media pembelajaran tunggal.
KAJIAN PUSTAKA
Model Make A Match
Menurut Rusman (2011: 223-233) Model Make A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make A Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah suatu teknik pembelajaran Make A Match adalah teknik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Dalam teori belajar dan pembelajaran Make A Match (Mencari Pasangan), kegiatan belajar ini terjadi apabila individu atau kelompok menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat data yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu keterpaduan yang sesuai atau menjadikan pasangan pernyataan yang benar. Langkah–langkah yang digunakan peneliti dalam pembelajaran ini adalah: (1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep yang cocok atau sesuai dengan materi ajar, dan kartu lain yang berisi jawaban/pendapat/tanggapan; (2) Setiap siswa akan mendapatkan satu buah kartu; (3) Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang; (4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya; (5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin/penghargaan; (6) Setelah satu babak selesai, kartu dikumpulkan lagi secara acak/dikocok lagi, kemudian dibagikan lagi secara acak, agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya; (7) Demikian seterusnya; dan (8) Kesimpulan/penutup. Setelah kegiatan pembelajaran menggunakan model belajar Make–A Match selesai, peneliti mengulas kembali materi pembelajaran dan memberi kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi pembelajaran yang belum jelas.
Model pembelajaran Make–A Match menjadi pilihan dari peneliti untuk menyampaikan materi mata pelajaran PKn pada kelas VI semester I, sebagai upaya peneliti dalam memberi pemahaman kepada siswa akan materi yang disampaikan serta sebagai upaya untuk melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Tujuan peneliti menggunakan model ini adalah menjadikan pembelajaran yang menyenangkan dan meningkatkan minat belajar siswa, serta sebagai upaya peneliti dalam proses pembelajaran untuk memahami mekanisme perkembangan intelektual siswa. Peneliti juga menggambarkan fungsi intelektual ke dalam tiga perspektif, yaitu: (1) Proses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif (assimilasi, akomodasi, equalibrium); (2) Cara bagaimana pembentukan kemampuan; dan (3) Tahap–tahap perkembangan intelektual.
Pembelajaran PKn di SD
Dalam memasuki era globalisasi yang mana bangsa Indonesia berada dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat madani (civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu atau mata pelajaran di persekolahan perlu menyesuaikan diri sejalan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang berubah. Hal ini berhubungan dengan proses pembangunan karakter bangsa yang siap untuk menghadapi tantangan jaman, baik sekarang maupun masa yang akan datang. Proses pembangunan karakter bangsa (bational character building) yang sejak proklamasi RI telah mendapat prioritas, perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan konstitusi negara Republik Indonesia.
Pada hakikatnya proses pembangunan karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses inilah, pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan tentunya memerlukan pola pemikiran dan paradigma baru. Dengan demikian negara dapat dikatakan sebagai suatu bentuk khusus dari tata kehidupan sosial yang di bangun dari sejumlah komponen dasar didalam suatu sistem yang integral. Komponen – komponen dasar dalam sistem kehidupan bernegara terdiri dari sistem personal kelembagaan, normatif, kewilayaan dan sistem idiologis.
Berdasarkan pendapat Ali Samiun (2016), masyarakat yang kita cita – citakan adalah masyarakat demokratis yang individunya bebas dari rasa takut, bebas untuk berkreasi dan terbuka. Masyarakat yang menghargai adanya perbedaan yang didasari oleh rasa kebersamaan, penghargaan pada sesama warga negara tanpa memandang perbedaan suku, agama dan budaya. Sedaangkan menurut Suryadi (1999) mengemukakan bahwa untuk mengonsepsikan kembali pendidikan kewarganegaraan dengan paradigmanya yang baru, konsep negara dapat di dekati dari sudut pandang sistem.
Dengan memahami akan luasnya materi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah, guru sebagai salah satu unsur pendidik diharapkan mampu melaksanakan tugas profesionalnya adalah memahami bagaimana peserta didik belajar dan bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik, serta memahami tentang siswa belajar.
Pengertian Belajar
Menurut Bruner (2016) pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu: (1) Proses perolehan informasi baru; (2) Proses menstranformasi informasi yang diterima; dan (3) Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Perolehan informasi baru dapat terjadi dari kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengar/melihat audio visual dan lain–lain.
Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya proses belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penilitian dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdom adalah ungkapan verbal dalam bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, kata mutiara, petatah – petitih atau puisi yang mengandung makna eksplisit atau implisit tentang pentingnya belajar dalam kehidupan manusia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas, dengan fokus penelitian pada aktivitas belajar-mengajar guru dan siswa di suatu kelas pada waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Classroom Action Research adalah action research yang dilakukan di kelas. Model penelitian yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Menurut Arikunto (dalam Suyadi, 2013:17-18), menjelaskan pengertian PTK secara lebih sistematis, sebagai berikut: (1) Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan atau metodologi tertentu untuk menemukan data akurat tentang hal-hal yang dapat meningkatkan mutu objek yang diamati; (2) Tindakan adalah gerakan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana dengan tujuan tertentu. Dalam PTK, gerakan ini dikenal dengan siklus-siklus kegiatan untuk peserta didik; dan (3) Kelas adalah tempat dimana terdapat sekelompok peserta didik yang dalam waktu bersamaan menerima pelajaran dari guru yang sama.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa “PTK adalah pencermatan dalam bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaanâ€. Dalam penelitian ini menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil pembelajaran yang diiginkan dapat tercapai. Menurut Kurt Lewin, terdapat empat langkah dalam melakukan PTK yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Tempat pelaksanaan penelitian adalah di SDI Wairotang, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka. Sedangkan subyek penelitian adalah siswa – siswa kelas VI A, yang berjumlah 27 orang, dengan perincian, siwa laki-laki berjumlah 14 orang dan siswa perempuan berjumlah 13 orang. Waktu penelitian terjadi pada bulan Agustus – September 2017. Adapun alasan peneliti mengambil tempat penelitian di sekolah adalah: (1) Peneliti mengajar kelas VI di sekolah tersebut, sehingga dalam kegiatan ini peneliti tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas atau sekolah lain; (2) Tersedianya data yang diperlukan peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian; dan (3) Penelitian ini dapat memberin warna dan suasana belajar baru yang menyenangkan dan membangkitkan minat siswa dalam mempelajari mata pelajaran PKn. Sedangkan jadwal penelitian dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Jadwal Penelitian
No. |
Hari/Tanggal |
Waktu |
Tempat |
Jenis Kegiatan |
1 |
Sabtu, 19 Agustus 2017 |
09.00-11.00 |
SDI Wairotang |
Observasi awal |
2 |
Senin, 21 Agustus 2017 |
07.30-09.00 |
SDI Wairotang |
Pelaksanaan Siklus I Pertemuan I |
3 |
Rabu, 23 Agustus 2017 |
07.30-09.00 |
SDI Wairotang |
Pelaksanaan Siklus I Pertemuan II |
4 |
Senin, 28 Agustus 2017 |
07.30-09.00 |
SDI Wairotang |
Pelaksanaan Siklus II Pertemuan I |
5 |
Jumat, 01 September 2017 |
07.30-12.00 |
SDI Wairotang |
Rekapitulasi Data |
6 |
Senin, 04 September 2017 |
07.30-12.00 |
SDI Wairotang |
Analisis Data |
7 |
Sabtu, 09 September 2017 |
07.30-12.00 |
SDI Wairotang |
Penyusunan laporan penelitian |
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui Tes, Observasi dan Dokumentasi. Sedangkan analisis data secara kualitatif terhadap hasil observasi aktivitas guru dan siswa dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
Persentase Nilai rata-rata:
PNR = x 100%
dengan kriteria penilaian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.
Tabel 2. Kriteria Taraf Keberhasilan
SKOR |
KATEGORI |
85% < NR 100% |
Sangat Baik (A) |
75% < NR 84% |
Baik (B) |
65% < NR 74% |
Cukup (C) |
50% < NR 64% |
Kurang (K) |
0% < NR 49% |
Sangat Kurang (D) |
Sumber: Suhendra, dkk; dalam Sutarno, 2014
Tindakan dianggap berhasil jika persentase aktivitas kategori minimal baik.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data kuantitatif untuk menentukan persentase ketuntasan belajar siswa menurut Sugiyono (dalam Suhendro, dkk. 121), yaitu: (1) Daya Serap Individu dan (2) Ketuntasan belajar secara klasikal. Adapun Daya Serap Individu dapat diketahui dengan rumus Daya Serap Individual = x 100%; dengan asumsi bahwa suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara individu jika persentase daya serap individu sekurang-kurangnya 65%. Kriteria daya serap individu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Kriteria Daya Serap Siswa
SKOR |
KATEGORI |
65-100 |
Tuntas |
< 65 |
Tidak tuntas |
Sedangkan perhitungan hasil belajar siswa secara klasikal menggunakan rumus berikut:
Ketuntasan Belajar Klasikal = x 100%, dengan asumsi bahwa suatu kelas dikatakan tuntas belajar klasikal, jika persentase klasikal yang dicapai 75%. Kriteria ketuntasan belajar klasikal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Kriteria Ketuntasan Belajar Klasikal
SKOR |
KATEGORI |
75-100 |
Tuntas |
< 75 |
Tidak Tuntas |
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kegiatan Penelitian
Penelitian diawali dengan observasi situasi kelas dengan memperhatikan evaluasi hasil belajar siswa yang dikategorikan “Rendah†pada tahun pelajaran sebelumnya, yakni evaluasi hasil belajar siswa Tahun Pelajaran 2016/2017. Guru selaku peneliti mempelajari hasil belajar siswa dan mengkaji berbagai kemungkinan penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Dalam observasi ini guru menemukan sejumlah persoalan di antaranya penggunaan metode mengajar yang kurang variatif sehingga siswa bosan dalam mengikuti pelajaran; guru jarang menggunakan media atau alat peraga dalam kegiatan belajar-mengajar; dan tidak ada tindak lanjut atas hasil evaluasi proses belajar-mengajar sebelumnya.
Sebelum melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas Siklus I, pada Senin, 19 Agustus 2017, peneliti melakukan persiapan dengan menyusun perangkat pembelajaran; menyiapkan media pembelajaran, dan mengkondisikan waktu yang tepat untuk melakukan penelitian. Selanjutnya dalam penerapan langkah-langkah penelitian tindakan kelas, peneliti mengacu pada empat langkah penelitian, yakni Tahap Perencanaan (planning), Tahap Pelaksanaan (Acting), Tahap Pengamatan (Observing), dan Tahap Refleksi (Reflecting).
Kegiatan Siklus I terlaksana dalam dua pertemuan, yakni pertemuan pertama terjadi pada hari Senin, 21 Agustus 2017 dan pertemuan kedua terjadi pada hari Rabu, 23 Agustus 2017. Penerapan penelitian tindakan kelas dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar pada pertemuan pertama dengan indikator pembelajaran: Mendeskripsikan nilai-nilai juang para pahlawan dan Menceritakan arti dan nilai kebangkitan nasional. Sedangkan pertemuan kedua dilaksanakan dengan indikator pembelajaran: Menceritakan arti dan nilai Sumpah Pemuda dan Menyebutkan isi Pancasila.
Kegiatan Siklus II dilaksanakan pada hari Senin, 28 Agustus 2017 hanya dengan satu pertemuan saja dengan indikator pembelajaran: Memahami nilai-nilai setiap butir Pancasila. Dengan menyelenggarakan penelitian hanya dengan dua Siklus, peneliti berkeyakinan kegiatan penelitian bisa berhasil dengan menunjukkan hasil belajar siswa yang meningkat.
Sebagaimana sudah diuraikan di atas, langkah–langkah yang digunakan peneliti dalam pembelajaran ini adalah: (1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep yang cocok atau sesuai dengan materi ajar, dan kartu lain yang berisi jawaban/pendapat/tanggapan; (2) Setiap siswa akan mendapatkan satu buah kartu; (3) Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang; (4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya; (5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin/penghargaan; (6) Setelah satu babak selesai, kartu dikumpulkan lagi secara acak/dikocok lagi, kemudian dibagikan lagi secara acak, agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya; (7) Demikian seterusnya; dan (8) Kesimpulan/penutup. Setelah kegiatan pembelajaran menggunakan model belajar Make A Match selesai, peneliti mengulas kembali materi pembelajaran dan memberi kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi pembelajaran yang belum jelas.
Berdasarkan rekaman data penelitian yang sudah dikumpulkan oleh peneliti selama dua Siklus Penelitian Tindakan Kelas, dapat digambarkan hasil penelitian sebagai berikut:
Data Observasi Aktivitas Guru
Data observasi aktivitas guru diperoleh dari guru kelas yang bertugas sebagai obsever untuk mengobservasi guru sebagai peneliti selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Uraian data observasi aktivitas guru pada siklus I dan siklus II yang dianalisis oleh peneliti berdasarkan pengamatan guru kelas sebagai berikut:
Tabel 5. Data Hasil Observasi Aktivitas Guru di Kelas
Konversi Nilai |
Tindakan |
||
Siklus I Pertemuan I |
Siklus I Pertemuan II |
Siklus II Pertemuan I |
|
Skor maksimal |
104 |
104 |
104 |
Jumlah skor yang di peroleh |
75 |
84 |
96 |
Skor
|
72,11 |
80,76 |
92,30 |
Kategori |
Cukup |
Baik |
Sangat Baik |
Data Observasi Aktivitas Siswa
Data observasi aktivitas siswa diperoleh dari aktivitas siswa selama mengikuti proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Uraian data observasi aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II yang dianalisis oleh peneliti berdasarkan pengamatan sebagai berikut:
Tabel 6. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa di Kelas
Konversi Nilai |
Tindakan |
||
Siklus I Pertemuan I |
Siklus I Pertemuan II |
Siklus II Pertemuan I |
|
Skor maksimal |
44 |
44 |
44 |
Jumlah skor yang di peroleh |
33 |
36 |
40 |
Persentase nilai rata-rata |
75 |
81,81 |
90,90 |
Kategori |
Cukup |
Baik |
Sangat Baik |
Data Hasil Belajar Siswa
Data hasil belajar siswa diperoleh dari tes yang diberikan oleh guru pada setiap akhir siklus yakni pada akhir siklus I dan siklus II. Tes diberikan oleh guru untuk mengukur kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan materi pekerjaan. Untuk mata pelajaran IPS Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 70 dan ketuntasan belajar secara klasikal yang dicapai pada pembelajaran ini adalah 75%. Adapun penilaian tes hasil belajar pada siklus I dan siklus II yang dianalisis oleh peneliti yakni sebagai berikut:
Tabel 7. Data Tes Hasil Belajar Siswa
Konversi Nilai |
Tindakan |
|
Siklus I |
Siklus II |
|
Jumlah Seluruh Siswa |
27 |
27 |
Jumlah nilai siswa |
1924 |
2456 |
Persentase nilai rata-rata |
71,25 |
90,96 |
Jumlah siswa yang tuntas |
18 |
27 |
Jumlah siswa yang tidak tuntas |
9 |
0 |
Persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal |
66,66% |
100% |
Kategori |
Cukup |
Sangat Baik |
PENUTUP
Pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode yang variatif dan media yang menarik akan memacu semangat dan moativasi belajar siswa sehingga akan turut mempengaruhi hasil belajar siswa pada akhirnya. Sebagaimana penggunaan model pembelajaran Make A Match mampu merangsang proses belajar siswa dan cara mengajar guru dalam penelitian, maka perlu menjadi rujukan bagi para guru agar selalu menambah wawasan dalam mengajar dan mampu menerapkan model pembelajaran yang mumpuni dan mampu membangkitkan minat belajar siswa. Dalam hal ini, penggunaan media dan alat peraga pembelajaran yang bervariasi dapat membantu siswa memahami materi pelajaran yang diterimanya. Semoga hasil penelitian ini menjadi bermanfaat bagi masyarakat luas, khususnya yang berkiprah dalam dunia pendidikan dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner (2016). Teori Belajar Menurut Jerome Bruner, dalam http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21//, yang di unduh pada tanggal 13 Mei 2016
Lie, Anita, 2008, Cooperative Learning, Jakarta: PT Grasindo.
Mihtahul, Huda, 2013, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Samiun, Ali, 2016, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan, dalam http://www.informasiahli.com/2016/05/standar-kompetensi-dan-kompetensi-dasar-pendidikan-kewarganegaraan.html#, diakses pada 15 Oktober 2018.
Suhendra, dkk, 2015. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA (Bagian-Bagian Tumbuhan) dengan Pemanfaatan Lingkungan Alam Sekitar Kelas IV SDK Padat Karya. Jurnal Universitas Tadulako, Vol. 4 No.5, hal.121-122.
Suryadi, Sumardi, 1999, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Rineke Cipta
Suyadi, 2013, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosdakarya