Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA MATERI ARITMATIKA SOSIAL
MELALUI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE
DALAM KELOMPOK KECIL PADA PESERTA DIDIK KELAS VII.E
SMP NEGERI 1 KARANGTENGAH KABUPATEN DEMAK
SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Kasnu
SMP Negeri 1 Karangtengah Kabupaten Demak
ABSTRAK
Penelitian mata pelajaran matematika di sekolah tempat penulis bertugas dengan judul Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Materi Aritmatika Sosial Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil Pada Peserta Didik Kelas VII.E SMP Negeri 1 Karangtengah Kabupaten Demak Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017. Rumusan masalah: Apakah pembelajaran dengan strategi think-talk-write dalam kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika Materi Aritmatika Sosial pada Peserta Didik Kelas VII.E SMP negeri 1 Karangtengah ? Penelitian tindakan ini ditujukan untuk mengetahui: (1). Peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif dengan strategi think-talk-write dalam kelompok kecil sebagai alternatif pemecahan masalah-masalah dalam pembelajaran matematika materi Aritmatika Sosial di SMP Negeri 1 Karangtengah Kabupaten Demak. (2). Meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika materi Aritmatika Sosial melalui model pembelajaran think talk write pada siswa kelas VII.E SMP Negeri 1 Karangatengah Kabupaten DemakBerdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dan pembahasan hasil pengamatan yang dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa: (1). Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa meningkat setelah mendapatkan pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil.(2). Meningkatnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika mengoptimalkan prestasi belajar matematika siswa khususnya materi artimatika sosial terbukti adanya peningkatan, yakni nilai siswa pada kondisi awal/prasiklus rata-rata 62,78 dengan ketuntasan 66,67%, meningkat menjadi 69,72 dengan ketuntasan 80,56% pada siklus I dan mencapai rata-rata 72,92 dengan ketuntasa 94,44% pada siklus II. (3). Dengan pembelajaran model think talk write pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII.E SMP Negeri 1 Karangtengah Kabupaten Demak.
Kata kunci: pemecahan masalah, aritmatika sosial, think talk write
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Komunikasi dan pemecahan masalah matematis merupakan bagian dari berpikir matematis tingkat tinggi yang bersifat kompleks, karena itu pembelajaran yang berfokus pada kemampuan tersebut memerlukan prasyarat konsep dan proses dari yang lebih rendah. Artinya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa tidak ada tanpa kemampuan pemahaman yang baik. Hal ini meliputi materi maupun cara mempelajari atau mengajarkannya. Untuk itu dalam pembelajaran perlu dipertimbangkan tugas matematika serta suasana belajar yang mendukung untuk mendorong kemampuan tersebut. Pertimbangan ini menyangkut pengambilan keputusan pembelajaran yang digunakan di kelas yang diambil oleh guru.
Salah satu keputusan yang perlu diambil guru tentang pembelajaran adalah pemilihan pendekatan yang digunakan. Masih banyak guru matematika pada sekolah-sekolah binaan penulis, yang menganut paradigma transfer of knowledge, yang beranggapan bahwa siswa merupakan objek dari belajar. Dalam paradigma ini guru mendominasi dalam proses pembelajaran. Kenyataan ini telah diungkapkan oleh Ruseffendi (1991:328), bahwa matematika yang dipelajari siswa di sekolah sebagian besar tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika, tetapi melalui pemberitahuan oleh guru. Walaupun dominasi guru dalam proses pembelajaran matematika tidak selamanya tidak baik, karena terdapat guru yang karena ketegasannya di kelas membuat siswa menjadi lebih bersungguh-sungguh. Namun menurut Sutiarso (2000) kondisi seperti ini menjadikan siswa pasif dalam belajar. Pembelajaran pada kondisi ini berpusat pada keterampilan dasar yang menekankan pada latihan mengerjakan soal rutin (drill) dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Model pembelajaran seperti ini menurut Brooks & Brooks (Ansari, 2004) disebut pembelajaran mekanistik atau konvensional.
Kondisi pembelajaran dimana siswa belajar secara pasif, jelas tidak menguntungkan terhadap hasil belajarnya. Untuk itu perlu usaha guru agar siswa belajar secara aktif. Sriyono (1992) mengatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan mengaktifkan siswa dalam belajar. Dan proporsi aktivitas siswa dalam belajar akan lebih produktif apabila siswa belajar dalam kelompok. Sejalan dengan pendapat tersebut Sumarmo (2000) mengatakan agar pembelajaran dapat memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan pada kondisi ini ditekankan pada penggunaan diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan. Meskipun kesimpulan tersebut diambil berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap siswa sekolah dasar, namun pengembangannya sangat mungkin untuk siswa pada jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Malone dan Krismanto (1997) mengatakan penggunaan kegiatan kelompok dalam belajar matematika direkomendasikan secara tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong motivasi siswa dalam pembelajaran. Salah satu cara pengelompokkan yang disukai siswa adalah berdasarkan keheterogenan siswa, sehingga pada tiap-tiap kelompok terdapat siswa yang pandai. Diharapkan mereka yang pandai ini dapat membantu siswa lainnya yang kemampuannya lebih rendah.
Dengan mempertimbangkan beberapa pendapat di atas, penulis melakukan sebuah penelitian mata pelajaran matematika di sekolah tempat penulis bertugas dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Materi Aritmatika Sosial Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil Pada Peserta Didik Kelas VII.E SMP Negeri 1 Karangtengah Kabupaten Demak Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017â€. Strategi pembelajaran yang digunakan ini mengharuskan siswa terlibat berpikir, berbicara, dan menulis dalam proses pembelajaran. Sedangkan model yang dipilih adalah pembelajaran dalam kelompok kecil dengan anggota 4 sampai 6 orang siswa yang dikelompokkan secara heterogen menurut kemampuan matematikanya. Pengelompokkan seperti ini dimaksudkan agar semua siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada pengembangan dua aspek kemampuan yaitu kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika Materi Aritmatika Sosial siswa Kelas VII.E SMP Negeri 1 Karangtengah melalui strategi think-talk-write dalam kelompok kecil. Lebih jelasnya masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah pembelajaran dengan strategi think-talk-write dalam kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika Materi Aritmatika Sosial pada Peserta Didik Kelas VII.E SMP negeri 1 Karangtengah ?
Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan ini ditujukan untuk mengetahui: (1). Peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif dengan strategi think-talk-write dalam kelompok kecil sebagai alternatif pemecahan masalah-masalah dalam pembelajaran matematika materi Aritmatika Sosial di SMP Negeri 1 Karangtengah Kabupaten Demak. (2). Meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika materi Aritmatika Sosial melalui model pembelajaran think talk write pada siswa kelas VII.E SMP Negeri 1 Karangatengah Kabupaten Demak.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian tindakan ini adalah: (1). Siswa lebih bebas mengekspresikan kemampuan komunikasi matematiknya, sehingga kemampuannya dalam pemecahan masalah matematika menjadi lebih baik. (2). Guru menemukan pendekatan pembelajaran inovatif yang sesuai untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswa. (3). Sekolah mendapatkan dampak positif dari terselenggaranya penelitian ini, karena kualitas siswa, guru dan pembelajaran semakin meningkat.
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Belajar dalam Kelompok Kecil (Cooperative Learning)
Cooperative Learning merupakan model pembelajaran yang disetting secara sistematis mengelompokkan siswa agar tercipta pembelajaran yang efektif serta dapat mengintegrasikan keterampilan sosial siswa yang bermuatan akademis. Dalam Cooperative Learning, siswa dibagi dalam kelompok kecil yang saling bekerja sama untuk menyelesaikan suatu masalah atau suatu tugas dalam mencapai tujuan bersama (Turmudi, 2001).
Dalam pembelajaran dengan Cooperative Learning siswa berlatih mendengar dan menghargai pendapat orang lain, saling membantu dalam membangun pengetahuan baru dengan mengintegrasikan pengetahuan lama masing-masing individu. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap matematika serta dapat menerapkan nilai-nilai kerja sama dalam kehidupan sehari-hari.
Malone dan Krismanto (1997) mengatakan bahwa terdapat fakta bahwa siswa mempunyai perkembangan sifat positif dan persepsi yang baik tentang belajar matematika dengan pengelompokan. Bahkan berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, penggunaan kegiatan kelompok dalam belajar matematika direkomendasikan secara tinggi untuk mendorong motivasi siswa dalam pembelajaran. Pada penelitian lain Duren dan Cherrington (1992) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam ingatan jangka panjang siswa (student’s long-term retention) antara siswa yang dalam belajarnya mengerjakan latihan secara kelompok dibandingkan dengan siswa yang bekerja secara sendiri. Dengan memberikan soal kepada dua kelompok siswa tersebut beberapa bulan setelah proses pembelajaran, diperoleh bahwa siswa yang dalam belajarnya bekerja dalam kelompok ternyata lebih mampu menguasai materi pelajaran dibandingkan dengan siswa yang dalam belajarnya bekerja secara individu. Terdapat dua teori yang mendukung bahwa prestasi siswa yang dalam belajarnya bekerja dalam kelompok lebih baik dari siswa yang belajar secara tradisional yaitu Teori Motivasional dan Teori Kognitif (Slavin, 1995: 16).
Menurut teori motivasional terdapat tiga jenis motivasi orang dalam belajar yaitu: (1) kooperatif, yaitu seseorang yang dalam mencapai tujuan belajarnya diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan (usaha) orang lain; (2) kompetitif, yaitu seseorang yang dalam mencapai tujuan belajarnya diarahkan untuk menghalangi usaha orang lain dalam mencapai tujuannya; dan (3) individualistik, yaitu seseorang yang dalam mencapai tujuan belajarnya tidak mempengaruhi pencapaian tujuan belajar orang lain.
Menurut pandangan teori motivasional, belajar kooperatif menciptakan situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok agar tidak mengutamakan tujuan pribadinya adalah jika kelompoknya berhasil dengan baik. Oleh karena itu, keberhasilan kelompok harus diusahakan secara bersama dengan maksimal. Untuk mempertemukan tujuan dari masing-masing individu yang berbeda tersebut, setiap anggota kelompok harus membantu kelompoknya mengerjakan apapun yang dapat membuat kelompok itu sukses dan mendorong kelompoknya untuk berusaha secara maksimal.
Teori kognitif menekankan pengaruh dari kerja kelompok terhadap diri masing-masing anggota kelompok yaitu apakah kelompoknya sedang berusaha mencapai tujuan bersama yang merupakan gabungan dari tujuan masing-masing individu tersebut. Terdapat beberapa teori kognitif, yang secara garis besar dapat dibedakan atas: Teori Perkembangan Mental dan Teori Elaborasi Kognitif.
Menurut teori perkembangan mental pembelajaran terjadi saat anak bekerja pada suatu zona yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), yaitu suatu tingkat perkembangan sedikit berada diatas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Vigotsky (Slavin, 1995:17; Kariadinata, 2001) mendefinisikan zona perkembangan proksimal sebagai jarak antara level perkembangan nyata yang ditandai dengan kemampuan problem solving independent dan level perkembangan potensial ditentukan melalui pemecahan masalah dibawah bimbingan atau kolaborasi dengan orang yang lebih mampu. Untuk mencapai zona tersebut tugas guru adalah memberikan scaffolding, yaitu sejumlah bantuan kepada anak pada tahap awal pembelajaran, dan berangsur-angsur menguranginya untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk bekerja secara mandiri pada saat mereka sudah mampu. Bantuan dimaksud dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, mengaitkan masalah dengan langkah-langkah penyelesaian masalah, memberi contoh, atau hal-hal lain yang memungkinkan anak untuk tumbuh mandiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan keuntungan belajar dengan Cooperative Learning tidaklah cukup dengan siswa duduk berkelompok kemudian mengerjakan tugasnya secara individu, atau menugaskan seseorang dalam kelompoknya untuk menyelesaikan seluruh tugas kelompoknya. Pelaksanaan model ini haruslah didasari oleh filosofis getting better together, yang artinya untuk mendapatkan hasil belajar yang terbaik hendaklah dilakukan secara bersama-sama.
Johnson & Johnson (Astuti, 2000: 20) mengemukakan syarat agar belajar kooperatif dapat berhasil, yaitu: (1). Adanya saling ketergantungan yang positif. Hal ni menuntut guru untuk menciptakan suasana belajar mendorong siswa untuk saling membutuhkan. (2). Adanya interaksi tatap muka secara langsung sehingga dapat melakukan dialog dan dapat mengembangkan komunikasi yang efisien. (3). Adanya akuntabilitas individu. Artinya setiap individu dituntut memberikan andil bagi keberhasilan kelompok. (3).Adanya keterampilan menjalin hubungan interpersonal, yang berupa keterampilan sosial berupa: tenggang rasa, bersikap sopan terhadap teman, mengkritik ide orang lain secara benar, berani mempertahankan pikiran dengan logis, dan berbagai keterampilan lain yang bermanfaat untuk menjalin hubungan antar individu.
Untuk memenuhi tujuan tersebut perlu dipenuhi dalam Cooperative Learning hal-hal sebagai berikut bahwa para siswa yang tergabung dalam kelompok harus merasa bahwa: 1) mereka adalah bagian dari tim dan tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan bersama, 2) masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil tidaknya kelompok menjadi tanggung jawab bersama, 3) untuk mencapai hasil maksimal mereka harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang mereka hadapi, dan 4) setiap pekerjaan siswa berakibat langsung pada keberhasilan kelompoknya (Turmudi, 2001).
Dalam membentuk kelompok Malone dan Krismanto (1997) mengusulkan salah satu cara yang dalam penelitiannya terbukti disukai siswa adalah berdasarkan keheterogenan kemampuan siswa dalam kelompok, sehingga pada setiap kelompok terdapat siswa pandai yang dapat membimbing atau membantu siswa lain dalam kelompok yang berkemampuan kurang. Sebaliknya siswa yang lemah tidak merasa enggan untuk berdiskusi dengan siswa yang pandai, sehingga dapat terjadi kolaborasi antar siswa tanpa melihat perbedaan latar belakang.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Karangtengah pada Kelas VII.E yang jumlah siswanya 36 siswa. Penelitian ini berlangsung pada semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017. Siswa yang menjadi subyek penelitian memiliki karakteristik yang beragam, baik dari segi kemampuan, motivasi maupun latar belakang pengetahuannya. Itulah sebabnya penulis tertarik melakukan penelitian pada kelas tersebut.
Indikator Keberhasilan
Prosentase ketuntasan belajar siswa merupakan bagian penting yang diamati dalam penelitian ini. Siswa dianggap tuntas belajar apabila penguasaan materinya lebih dari 70%, atau mendapat nilai rata-rata 70 sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan dalam kurikulum SMP Negeri 1 Karangtengah
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Kegiatan pada masing-masing siklus diuraikan secara singkat berikut ini:
a. Pra Siklus ( Kondisi Awal )
Kegiatan perencanaan pada siklus pertama adalah tim peneliti berkolaborasi dengan guru matematika dalam mengembangkan scenario pembelajaran dengan strategi think-talk-write. Selanjutnya tahap pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini siswa belum terbiasa dengan strategi think-talk-write. Masih banyak yang terlihat kebingungan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sekenanya. Beberapa siswa ( sekitar 10% ) mulai menyesuaikan diri dengan cara belajar “baru†ini, tetapi masih gagal dalam memberikan respon yang diinginkan. Selanjutnya kekurangan-kekurangan tersebut menjadi bahan untuk perbaikan pada siklus selanjutnya. Hasil formatif siswa menunjukkan bahwa upaya memperbaiki kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah siswa masih terhambat karena pembelajaran dengan strategi think-talk-write tidak familiar dengan siswa.
b. Siklus I
Pada siklus kedua dilakukan perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Suasana kompetisi dalam memberikan penyelesaian masalah dalam setiap kelompok mulai muncul. Setiap siswa yang berusaha mengemukakan pendapatnya diberi penghargaan dengan memberi perhatian dan meminta temannya untuk memberikan pendapatnya. Suasana belajar mulai hidup dan siswa mulai terbiasa dengan belajar berkelompok dan mengemukakan pendapat. Dari setiap kelompok diskusi mulai dihasilkan berbagai alternatif jawaban yang cukup kreatif. Pada tahap ini hasil tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah siswa meningkat walaupun belum merata.
c. Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi dari kegiatan pembelajaran pada siklus kedua, maka perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran pada siklus ketiga diarahkan untuk semakin meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika. Masalah-masalah semakin dibuat sulit agar siswa tertantang untuk mengerahkan segala kemampuan matematiknya untuk dapat menjawab masalah tersebut. Siswa nampak mulai aktif dalam diskusi setiap kali dihadapkan pada masalah. Siswa diminta membandingkan dan mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan siswa lain, baik secara perorangan maupun kelompok. Hasil tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa pada siklus ini meningkat seperti yang diharapkan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Prasiklus / Kondisi Awal.
Seperti tertuang dalam tujuan penelitian, penelitian ini dimaksudkan untuk memperbaiki kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa dengan penerapan strategi think-talk-write dalam kelompok kecil. Hasil observasi tim peneliti selama pelaksanaan pembelajaran diuraikan sebagai berikut:
Pada prasiklus, peneliti belum berhasil menjadikan semua siswa memahami konsep. Tetapi kegiatan membimbing dan memotivasi siswa sudah mulai terlihat hasilnya. Penanaman konsep pada siklus kedua dan ketiga lebih ditingkatkan lagi dengan tidak mengurangi kegiatan membimbing dan memotivasi siswa.
Dari hasil perolehan nilai pada kondisi awal diatas masih banyak siswa yang belum tuntas yakni 12 siswa (33,33%) dengan niloai rata-rata kelas 62,78, dan ketuntasan sebanyak 24 siswa (66,67%). Nilai tertinggi pada kegiatan awal/prasiklus adalah 75 dan nilai tererndah 40.
Siklus I
Pelaksanaan siklus I dilaksanakan dari mulai Perencanaan Tindakan, Pelaksanaan tindakan, Pengamatan dan Refleksi.
Kegiatan pembelajaran sejak siklus I dilaksanakan pada tanggal 23 Pebruari 2017, berdasarkan analisis pada kegiatan pembelajaran pada kondisi awal yang mana hasil ter formatifpada kegiatan pembelajaran belum mencapai batas minimal nilai yang telah ditetapkan yaitu 70 atau ketuntasan 70%, meskipun ada hambatan dari siswa karena masalah kebiasaan. Oleh karena itu guru melakukan refleksi bahwa kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada siklus I dengan pembelajaran yang menekankan pada model think talk write dengan menggunakan media yang sesua yang mendukung materi aritmatika sosial.
Dari data tersebut diatas adanya peningkatan hasil belajar siswa, terbukti adanya siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 29 siswa (80,56%), dan 7 siswa yang belum tuntas (19,44%). Rata-rata kelas dalam siklus I ini mencapai 69,72 meningkat 6,94 dari rata-rata pada prasiklus yakni 62,78.
Hasil perolehan rata-rata pada siklus I setelah dianalisa masih belum bisa mencapai nilai yang ditetapakan dalam indikator keberhasilan kegiatan yaitu ≥70 atau 70%. Dengan demikian, penulis sebagi guru merencanakan tindak lanjut dengan melaksanakan kegiatan perbaikan pada siklus II.
Siklus II
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan dari mulai Perencanaan Tindakan, Pelaksanaan tindakan, Pengamatan dan Refleksi.
Kegiatan pembelajaran sejak siklus II dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2017, berdasarkan analisis pada kegiatan pembelajaran pada siklus I yang mana hasil ter formatif pada kegiatan pembelajaran belum mencapai batas minimal nilai yang telah ditetapkan yaitu 70 atau ketuntasan 70. Oleh karena itu guru melakukan refleksi bahwa kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada siklus II dengan pembelajaran yang menekankan pada model think talk write dengan menggunakan media yang sesuai yang mendukung materi aritmatika sosial.
Dari data tersebut diatas adanya peningkatan hasil belajar siswa, terbukti adanya siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 34 siswa (94,44%), dan 2 siswa yang belum tuntas (5,56%). Rata-rata kelas dalam siklus II ini mencapai 72,92 meningkat 3,20 dari rata-rata pada prasiklus yakni 69,72.
Hasil perolehan rata-rata pada siklus II setelah dianalisa telah mencapai nilai yang ditetapakan dalam indikator keberhasilan kegiatan yaitu ≥70 atau 70%. Dengan demikian, penulis sebagai guru merencanakan tindak lanjut dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran berikutnya.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengumpulan data secara sederhana, maka beberapa hal yang terungkap dalam penelitian ini adalah:
a. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pelajaran dan lebih mudah mengungkapkan ide-idenya. Pembelajaran dengan strategi think-talk-write membuat suasana pembelajaran yang bebas, responsif, dan mendukung karena banyak jawaban benar sehingga setiap siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh jawaban sendiri. Dengan demikian siswa memiliki keinginan untuk mengetahui jawaban yang lain, dan mereka dapat membandingkan dan mendiskusikan solusi masing-masing. Karena siswa sangat aktif maka hal tersebut membawa semua siswa pada diskusi kelas yang menarik.
b. Siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematiknya secara komprehensif. Karena banyak solusi berbeda maka semua siswa dapat memilih cara yang paling mereka sukai dan memunculkan ide mereka sendiri untuk menyelesaikan soal.
c. Setiap siswa dapat merespon soal dalam beberapa cara berbeda menurut caranya sendiri. Banyaknya siswa yang menjawab benar dengan alasan yang benar semakin meningkat.
d. Pembelajaran dengan strategi think-talk-write memberikan siswa pengalaman bernalar melalui kegiatan membandingkan dan diskusi dalam kelas, sehingga siswa sangat termotivasi untuk memberikan alasan dari jawaban-jawabannya kapada siswa-siswa lain. Kegiatan ini merupakan kesempatan untuk mengembangkan cara berpikir mereka.
e. Terjadi penambahan pengalaman bagi siswa untuk menikmati kesenangan menemukan dan menerima persetujuan dari teman sekelasnya. Karena siswa memiliki jawaban sendiri maka siswa akan tertarik untuk mengetahui jawaban teman-temannya.
Dari kegiatan pembelajaran dengan strategi think-talk-write dalam kelompok kecil, yang telah dilakukan dalam penelitian ini, terlihat bahwa telah terjadi peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dan pembahasan hasil pengamatan yang dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa meningkat setelah mendapatkan pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil.
b. Meningkatnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika mengoptimalkan prestasi belajar matematika siswa khususnya materi artimatika sosial terbukti adanya peningkatan, yakni nilai siswa pada kondisi awal/prasiklus rata-rata 62,78 dengan ketuntasan 66,67%, meningkat menjadi 69,72 dengan ketuntasan 80,56% pada siklus I dan mencapai rata-rata 72,92 dengan ketuntasa 94,44% pada siklus II.
c. Dengan pembelajaran model think talk write pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII.E SMP Negeri 1 Karangtengah Kabupaten Demak.
Saran
Pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil adalah pembelajaran yang bernafaskan konstruktivisme. Menurut faham ini, ilmu pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan bukan dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran ini sangat cocok dilakukan di kelas untuk membantu siswa membangun pengetahuannya. Pembelajaran ini tidak membutuhkan biaya seperti halnya bentuk-bentuk pembelajaran lainnya, hanya saja diperlukan persiapan yang matang terutama dalam hal mengembangkan soal-soal contoh dan latihan. Penerapan pembelajaran dengan Pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil ini memungkinkan untuk diterapkan pada mata pelajaran lain selain matematika.
Hasil penelitian ini hendaknya menjadi sumber inspirasi bagi pengawas untuk lebih meningkatkan mutu pembelajaran di sekola-sekolah binaan. Sedangkan bagi sekolah, hendaknya dapat diterapkan strategi pembelajaran yang inovatif agar diperoleh hasil belajar yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B.I (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor PPS UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.
Astuti, W.W. (2000). Penerapan Strategi Koperatif Tipe STAD pada Pembelajaran Matematika Kelas II MAN Magelang. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.
Duren, P.,E. dan Cherrington, A.(1992). “The Effective of Cooperative Group Work Versus Independent Practice on the Learning of Some Problem Solving Strategiesâ€. Official Journal of School Science and Mathematics, 92(2). 0-83.
Hudoyo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Huinker, D. dan Laughlin, C. (1996). “Talk Your Way into Writingâ€. Dalam Communication in Mathematicss K-12 and Beyond, 1996 year book. National Council of Teachers of Mathematics.
Kariadinata, R. (2001). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi Matematika Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis PPS UPI Bandung: tidak dipublikasikan.
Malone, J.A. dan Krismanto, A. (1997). “Indonesian Students’ Attitudes and Perceptions Towards Small-Group Work in Mathematicsâ€. Journal of Science and Mathematics Educations in Southeast Asia. XVI (2). 97-103
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Silver, E.A. dan Smith, M.S. (1996). “Building Discourse Communities in Mathematics Classrooms: A Worthwhile but Challenging Journeyâ€. dalam Communication in Mathematicss K-12 and Beyond. 1996 year book. National Council of Teachers of Mathematics.
Slavin, R. E. (1994). Educational Psychologi: Theory and Practice. Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher.
Sriyono (1992). Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rinika Cipta.
Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian UPI.
Sutiarso, S. (2000). Problem Posing, Strategi Efektif Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: tidak diterbitkan.
Turmudi (Ed)(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, UPI Bandung: JICA, FPMIPA-UPI.