UPAYA meningkatkan keTRAMPILAN motorik halus

melalui meronce dengan benda bentuk geometri

bagi ANAK Kelompok A TK Pancasila, ngampin Ambarawa TAHUN PELAJARAN 2015/2016

 

Heni Supriyati

TK Pancasila Ngampin

 

ABSTRAK

Salah satu masalah pengembangan kemampuan fisik motorik halus di TK Pancasila Ambarawa. Beberapa masalah yang diidentifikasi, kurangnya kemampuan meronce anak dalam kegiatan seharí-hari. Dari 23 anak Kelompok A, TPP pada PraSiklus nilai BSH (34,8%) dan BSB (0%) mencapai 34,8%. Berdasarkan pengamatan masalah yang ada pada TK Pancasila Ambarawa, langkah yang akan diambil peneliti agar keterampilan motorik halus anak dapat meningkat. Peneliti mencoba mencari jalan keluar masalah, oleh karena itu peneliti berusaha memperbaiki pembelajaran dalam kegiatan meronce menggunakan benda berbentuk geometri dua dimensi dan tiga dimensi. Penelitian ini menggunakan jenis PTK (penelitian tindakan kelas), dilaksanakan di TK Pancasila Ambarawa pada bulan Maret 2016. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah: anak kelompok A TK Pancasila Ambarawa yang berjumlah 23 anak. Hasil penelitian berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan siklus I sampai siklus II yang telah dilaksanakan oleh peneliti, maka simpulan penelitian ini sebagai berikut: (1) Penggunaan meronce dengan benda bentuk geometri dapat meningkatkan kemampuan motork halus anak di TK Pancasila Ambarawa, (2) Peningkatan kemampuan meronce anak TK Pancasila Ambarawa sebagai berikut: (a) TPP pada PraSiklus nilai BSH (34,8%) dan BSB (0%) mencapai 34,8%. Adapun TPP pada Siklus I nilai BSH (52,2%) dan BSB (21,7%) mencapai 73,9%. Peningkatan sebesar 39,1%, (b) TPP pada Siklus I nilai BSH (52,2%) dan BSB (21,7%) mencapai 73,9%. Adapun TPP pada Siklus II nilai BSH (52,2%) dan BSB (30,4%) mencapai 82,6%. Peningkatan sebesar 8,7%.

Kata kunci: keterampilan motorik halus, meronce, benda bentuk geometri

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Menurut Purwanto (2004:10) pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perwujudan diri individu, terutama bagi perkembangan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia. Hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakat dan kepada anak-anak.

Tujuan pendidikan pada umumnya menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga dapat mewujudkan dirinya. Selain itu berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda pula. Pendidikan bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan memupuk bakat atau kreativitas sejak usia dini.

Pendidikan anak usia dini merupakan program pendidikan yang dicanangkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti pada yang tercantum pada UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14. Bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (UU Sisdiknas, 2003:2).

Demikian halnya, proses pembelajaran di TK hendaknya diselenggarakan secara menyenangkan, inspiratif, menantang, memotivasi anak untuk berpartisipasi aktif memberi kesempatan untuk berkreasi dan kemandirian sesuai dengan tahap perkembangan fisik dan psikis anak. Kualitas pembelajaran diukur dan ditentukan oleh sejauh mana kegiatan pembelajaran tertentu dapat menjadi alat pengubah tingkah laku anak ke anak yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.

Pada dasarnya setiap manusia mempunyai potensi yang kreatif. Hanya saja dalam perjalanan hidupnya ada yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi kreatifnya. Ada pula yang kehilangan potensi kreatifnya karena tidak mendapatkan kesempatan ataupun tidak menemukan lingkungan yang memfasilitasi berkembangnya potensi kreatif. Sungguh sangat disayangkan apabila potensi kreatif tersebut menghilang pada diri manusia. Kreativitas merupakan proses yang dinamis dalam diri seseorang yang dapat menghasilkan beberapa pilihan atau alternatif suatu masalah, dan pertanyaan yang dihadapi seseorang. Kreativitas akan terlahir apabila kaya kreatif dan inovatif berguna dalam kehidupan manusia. Kreativitas sesungguhnya merupakan fenomena yang interen dalam kehidupan manusia yang sudah ada sepanjang sejarah manusia (Sujiono, 2010:21).

Taman kanak-kanak merupakan salah satu wadah pendidikan anak usia dini (4 – 6 tahun) yang berfungsi untuk membantu mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu potensi tersebut yaitu motorik halus yang dikembangkan melalui kegiatan berolah tangan dengan berbagai media, teknik dan metode pembelajaran.

Ada beberapa teknik pembelajaran dalam berolah tangan diantaranya menggunting, menempel, menggambar, kolase, mozaik, meronce dan membentuk dengan plastisin. Dari aktivitas jari jemari anak, meronce dapat melatih ketrampilan anak sebagai bekal perkembangan ketrampilan selanjutnya. Didukung ketelitian dan kreatifitas, ketrampilan meronce akan menghasilkan karya-karya menarik yang dapat dimanfaatkan sebagai hiasan gantungan kunci, tirai dan tasbih.

Salah satu jenis kegiatan yang diteliti adalah kegiatan meronce. Dalam kegiatan meronce, anak bermain sambil belajar dengan mengerahkan segala kemampuannya untuk berkreasi. Dalam kegiatan meronce tersebut anak tidak melibatkan anak lain, tetapi melakukan rekayasa sendiri untuk beraktivitas dan mengeksplorasi benda bentuk geometri semaksimal mungkin, misalnya permainan meronce. Meronce adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak. Lewat meronce, mereka bisa menuangkan beragam imajinasi yang ada di kepala mereka. Roncean yang mereka hasilkan menunjukkan tingkat kreativitas masing-masing anak.

Kegiatan meronce juga untuk pengembangan kemampuan fisik motorik halus. Kemampuan fisik motorik halus tersebut dalam bentuk yang sederhana, tetapi perkembangan kemampuan fisik motorik halus merupakan awal kemampuan anak untuk melakukan aktivitas yang memanfaatkan potensinya secara nyata.

Salah satu sumbangan kegiatan meronce dengan bermain bagi anak-anak Taman Kanak-kanak yang terpenting adalah kegembiraan yang ditimbulkan oleh kegiatan meronce bahkan pengembangan kemampuan kognitif. Aktivitas meronce sudah menjadi bagian dari kehidupan anak TK sebagai aktualisasi diri anak dalam bidang seni. Melalui roncean yang dibuatnya, anak dapat terlihat bagaimana tingkat kognitif anak apakah itu daya pikirkan sudah terarah dan teratur atau belum.

Taman Kanak-kanak (TK) Pancasila, Ngampin merupakan salah satu Taman Kanak-kanak yang ada di Ambarawa. TK Pancasila Ambarawa merupakan salah satu TK di Indonesia yang ikut berperan dalam melaksanakan program pemerintah tersebut. TK Pancasila mempunyai visi dan misi serta tujuan yang sama dengan TK lain yaitu terwujudnya sistem dan iklim yang kondusif demokratis dan bermutu untuk membentuk manusia beriman, bertakwa, berakhlak mulia, kreatif, cerdas, sehat, disiplin, bertanggung jawab, terampil, serta menguasai ilmu pengetahun dan teknologi.

Kenyataan yang ada di TK Pancasila, Ngampin Ambarawa yaitu kurangnya motivasi anak dalam kegiatan meronce. Dari 23 anak, yang terlihat kreatif dan mengikuti alur roncean dalam mengikuti kegiatan meronce, berdasarkan TPP pada PraSiklus nilai BSH (34,8%) dan BSB (0%) atau mencapai 34,8%. Ada enam anak berusaha mengikuti setiap langkah meronce dan yang lainnya hanya menyerahkan bahan kepada guru lalu minta untuk dirangkaikan, hal ini berarti ketika mengerjakan kegiatan meronce masih banyak terlihat anak yang hanya mencontoh dan tidak berani/ tidak mau mencoba menambah bentuk lain dari contoh   yang sudah ada. Selain itu anak banyak yang terlihat bosan, kurang tertarik, dan bahkan ada yang main sendiri saat mengerjakan kegiatan meronce. Padahal jika anak tidak bosan mengerjakan kegiatan meronce, hasil kegiatan atau prakarya anak dapat meningkatkan kecerdasan anak didik.

Dari hal tersebut diatas dapat disimpulkan kegiatan meroce anak didik masih sangat rendah. Perlu menggunakan suatu media untuk meningkatkan motivasi anak dalam kegiatan meronce di TK Pancasila Ambarawa. Berdasarkan pengamatan masalah yang ada pada TK Pancasila Ambarawa, langkah yang akan diambil peneliti agar keterampilan motorik halus dan kognitif anak dapat meningkat. Peneliti mencoba mencari jalan keluar masalah, oleh karena itu peneliti berusaha memperbaiki pembelajaran dalam kegiatan meronce menggunakan benda berbentuk geometri dua dimensi dan tiga dimensi.

Perumusan Masalah

Setelah dilakukan observasi di TK Pancasila Ambarawa, maka perbaikan ini berfokus pada: bagaimanakah meningkatkan kemampuan fisik motorik halus melalui kegiatan meronce dengan benda bentuk geometri bagi anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, secara umum adalah “meningkatkan kemampuan fisik motorik halus melalui kegiatan meronce dengan benda bentuk geometri bagi anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa”.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1.     Bagi anak TK, agar dapat meningkat kemampuan fisik motorik halus melalui kegiatan meronce dengan benda bentuk geometri .

2.     Bagi guru untuk menambah wawasan tentang stimulasi / motivasi yang tepat dalam merangasang dan meningkatkan kemampuan fisik motorik halus anak sesuai dengan tingkat kematangan usianya.

3.     Bagi orang tua agar dapat mendukung anak untuk meningkatkan kemampuan fisik motorik halus dalam mengembangkan kreativitas dan kognitif.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Landasan Teori

Kemampuan Fisik Motorik Halus

Keterampilan motorik halus (fine motor skills) adalah aktivitas-aktivitas yang memerlukan pemakaian otot-otot kecil pada tangan. Aktivitas ini termasuk memegang benda kecil seperti manik-manik, butiran kalung, memegang sendok, memegang pencil dengan benar, menggunting, nelipat kertas, mengikat tali sepatu, mengancing, dan menarik ritsleting. Aktivitas tersebut terlihat mudah namun memerlukan latihan dan bimbingan agar anak dapat melakukannya secara baik dan benar (Hamdani, 2010).

Ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak faktor, yaitu perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya.

8

 

Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun berhubungan dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart (dalam Hamdani, 2010) menyatakan bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman (Hamdani, 2010) bahwa kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem.

Meronce

  Meronce adalah teknik membuat benda pakai atau benda hias dari bahan manik-manik atau biji-bijian yang dirangkai dengan benang. Ada dua macam manik-manik yang biasa digunakan untuk meronce. Jenis pertama adalah manikmanik yang terbuat dari bahan alam seperti manik-manik batu, kayu, kulit kerang, biji-bijian, dan mutiara. Jenis kedua yaitu manik-manik yang terbuat dari bahan buatan seperti manik-manik kaca, mutiara imitasi, dan manik-manik plastik (Pengemong, 2014).

  Meronce adalah teknik membuat benda pakai atau benda hias dari bahan manik-manik atau biji-bijian yang diringkai dengan benang.Ada dua macam manik manik yang bisa digunakan untuk meronce.jenis pertama adalah manik manikyang terbuat dari bahan alam seperti manik manik batu,kayu,kulit kerang,biji bijian ,dan mutiara.Jenis kedua yaitu manik manikyang terbuat dari bahan buatan seperti manik manik kaca mutiara imatasi, dan manik manik plastic (Brainly, 2014). Meronce adalah menata dengan bantuan mengikat komponen tadi dengan seutas tali. Dengan teknik ikatan seseorang akan memanfaatkan bentuk ikatan menjadi lebih lama di bandingkan dengan benda yang ditata tanpa ikatan. Meronce haruslah dengan memperhatikan bentuk, warna, dan ukuran (Novikasari, 2012).

Kerangka Berpikir Penelitian

Kondisi awal anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa dalam pengembangan kemampuan motorik halus masih banyak hambatan, terutama dalam menggunakan jari-jari untuk meronce. Hal ini diketahui dari fenomena aktivitas dan kemampuan motorik halus anak dalam meronce antara lain anak yang malas untuk menyelesaikan kegiatan meronce sehingga hasil meronce anak masih kurang rapi dan tidak selesai. Hal ini membuktikan kemampun motorik halus anak dalam meronce masih kurang.

Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat diambil suatu hipotesis tindakan sebagai berikut: keterampilan motorik halus bagi anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa dapat ditingkatkan melalui kegiatan meronce menggunakan benda bentuk geometri.

METODOLOGI PENELITIAN

Setting Penelitian

1.    Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di Kelompok A TK Pancasila, Ngampin Ambarawa

2.    Waktu

Waktu penelitian ini adalah.

Survey kondisi awal: Hari Senin, 7 Maret 2016

Siklus ke -1 à   Hari Senin, 14 Maret 2016

Siklus ke -2 à   Hari Senin, 21 Maret 2016

Subjek Penelitian

1.    Tema: Kebutuhanku

2.    Kelompok dan Karakteristik Anak

Penelitian ini dilakukan pada anak kelompok A TK Pancasila, Ngampin Ambarawa berjumlah 23 anak, dengan usia antara 4 – 5 tahun.

 

 

 

Sumber Data

Sumber data penelitian tindakan kelas ini yaitu:

1.    Sumber data primer.

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer yaitu: metode observasi. Sumber data primer yaitu anak berupa aktivitas dalam pembelajaran dan guru berupa kinerja dalam pembelajaran.

2.    Sumber data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder berupa dokumentasi sekolah, foto, dan literatur yang berkaitan dengan meronce dan motorik halus.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1.   Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu siklus I dan siklus II. Adapun data tentang proses belajar mengajar pada saat dilaksanakan tindakan kelas diambil dengan lembar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kinerja guru dan aktivitas anak serta kemampuan membaca anak melalui kegiatan. Adapun wawancara dilakukan untuk mengetahui persiapan guru dalam pembelajaran dan kemajuan anak dalam membaca awal berdasarkan pendapat guru.

2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Adapun dalam penelitian ini digunakan observasi untuk mengumpulkan data tentang kemampuan anak. Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas guru dalam melakukan pembelajaran dan anak proses pelaksanaan tindakan kelas.

Validasi Data

Untuk menguji keabsahan atau kebenaran data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi digunakan trianggulasi data, dengan memanfaatkan penggunaan metode dan sumber data. Untuk menguji kebenaran dengan trianggulasi data ada beberapa strategi, yaitu sebagai berikut:

1.    Trianggulasi dengan sumber data berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat yang berbeda.

2.    Pengecekan derajat kepercayaan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data dengan cara membandingkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.

3.    Membandingkan apa yang dikatakan orang dalam situasi penelitian dengan dikatakan di luar penelitian.

4.    Pengecekan derajat kepercayaan dengan beberapa sumber data dengan metode yang sama (Moleong, 2011: 145).

Pelaksanaannya dengan melakukan cek silang antara hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.

Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah suatu analisis yang menggambarkan suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang berdasarkan kualitasnya. Tujuan analisis deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematif, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2009:63).

Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dua siklus masing-masing, siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, implementasi tindakan, pengamatan, evaluasi, dan refleksi. Hal ini disebabkan alokasi waktu pada pokok pembahasan kemampuan meronce dengan benda bentuk geometri cukup lama.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Setelah kegiatan meronce sedotan plastik anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa, hasil evaluasi menunjukkan kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan meronce sedotan plastik masih belum optimal. Ini terlihat dari Tingkat Pencapaian Perkembangan (TPP) kemampuan fisik motorik halus dengan kegiatan meronce sedotan plastik, dari 23 anak yang menunjukkan BB (Belum Berkembang) ada 5 anak (21,7%); MB (Mulai Berkembang) ada 10 anak (43,5%); BSH (Berkembang Sesuai Harapan) ada 8 anak (34,8%); dan BSB (Berkembang Sangat Baik) baru ada 0 anak (0%). Dengan demikian, TPP untuk kegiatan meronce sedotan plastik belum sesuai harapan, yaitu minimal anak yang mencapai nilai BSH dan BSB adalah 80% dari jumlah anak satu kelompok. TPP pada Kondisi Awal nilai BSH (34,8%) dan BSB (0%) mencapai 34,8%.

Berdasarkan temuan tersebut, tingkat kemampuan awal motorik halus dalam kegiatan meronce sedotan plastik yang mencapai BSH dan BSB ada 34,8% belum mencapai 80% secara klasikal, sehingga perlu ditingkatkan dan dilakukan tindakan kelas siklus I.

Deskripsi Tiap Siklus

Data hasil observasi kemampuan meronce oleh anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa siklus I dan II adalah sebagai berikut.

Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan pembelajaran siklus I guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, menyediakan alat peraga, membuat soal evaluasi, menyiapkan instrumen pengamatan kemampuan guru, dan membagi kelompok-kelompok kecil sebanyak 4 kelompok dengan tiap kelompok beranggotakan 5-6 orang. Dalam hal ini guru membantu pembagian kelompok, sebab guru kelas lebih tahu kemampuan anak.

b. Pelaksanaan

Kegiatan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dimulai dengan apersepsi oleh guru dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Pada kegiatan inti, guru: (1) menjelaskan tentang alat-alat meronce benda bentuk geometri dua dimensi, (2) menjelaskan cara meronce benda bentuk geometri dua dimensi, (3) membimbing anak melakukan kegiatan.

c. Observasi

Selama proses pembelajaran, observer mengamati aktivitas anak dan kemampuan guru dalam pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas anak dan kemampuan guru dalam pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan. Adapun untuk mengetahui hasil belajar anak menggunakan tes perbuatan.

d. Refleksi

Hasil observasi tahapan implementasi dan evaluasi, hasilnya dapat dianalisis bahwa siklus berikutnya perlu dilaksanakan. Setelah kegiatan meronce benda bentuk geometri dua dimensi anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa, hasil evaluasi menunjukkan kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan meronce benda bentuk geometri dua dimensi sudah meningkat tetapi belum optimal. Ini terlihat dari Tingkat Pencapaian Perkembangan (TPP) kemampuan fisik motorik halus dengan kegiatan meronce benda bentuk geometri dua dimensi, dari 23 anak yang menunjukkan BB (Belum Berkembang) ada 0 anak (0%); MB (Mulai Berkembang) ada 6 anak (26,1%); BSH (Berkembang Sesuai Harapan) ada 12 anak (52,2%); dan BSB (Berkembang Sangat Baik) baru ada 5 anak (21,7%). Dengan demikian, TPP untuk kegiatan meronce benda bentuk geometri dua dimensi belum sesuai harapan, yaitu minimal anak yang mencapai nilai BSH dan BSB adalah 80% dari jumlah anak satu kelompok. TPP pada Siklus I nilai BSH (52,2%) dan BSB (21,7%) mencapai 73,9%.

Berdasarkan temuan tersebut, tingkat kemampuan awal motorik halus dalam kegiatan meronce benda bentuk geometri dua dimensi yang mencapai BSH dan BSB ada 73,9% belum mencapai 80% secara klasikal, sehingga perlu ditingkatkan dan dilakukan tindakan kelas siklus I.

Siklus II

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan pembelajaran siklus I guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, menyediakan alat peraga, membuat evaluasi, menyiapkan instrumen pengamatan dan membagi kelompok-kelompok kecil sebanyak 4 kelompok dengan tiap kelompok beranggotakan 5-6 orang.

b. Pelaksanaan

Kegiatan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dimulai dengan apersepsi oleh guru dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Pada kegiatan inti, guru: (1) menjelaskan tentang benda bentuk geometri tiga dimensi, (2) menjelaskan cara meronce benda bentuk geometri tiga dimensi, (3) membimbing anak melakukan kegiatan.

c. Observasi

Selama proses pembelajaran, observer mengamati aktivitas anak dalam pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas anak dalam pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan. Adapun untuk mengetahui hasil belajar anak menggunakan tes perbuatan.

d. Refleksi

Hasil observasi tahapan implementasi dan evaluasi, hasilnya dapat dianalisis bahwa siklus berikutnya perlu dilaksanakan. Setelah kegiatan meronce benda bentuk geometri tiga dimensi anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa, hasil evaluasi menunjukkan kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan meronce benda bentuk geometri tiga dimensi sudah meningkat dan optimal. Ini terlihat dari Tingkat Pencapaian Perkembangan (TPP) kemampuan fisik motorik halus dengan kegiatan meronce benda bentuk geometri tiga dimensi, dari 23 anak yang menunjukkan BB (Belum Berkembang) ada 0 anak (0%); MB (Mulai Berkembang) ada 4 anak (17,4%); BSH (Berkembang Sesuai Harapan) ada 12 anak (52,2%); dan BSB (Berkembang Sangat Baik) baru ada 7 anak (30,4%). Dengan demikian, TPP untuk kegiatan meronce benda bentuk geometri tiga dimensi sudah sesuai harapan, yaitu minimal anak yang mencapai nilai BSH dan BSB adalah 80% dari jumlah anak satu kelompok. TPP pada Siklus II nilai BSH (52,2%) dan BSB (30,4%) mencapai 82,6%.

Berdasarkan temuan tersebut, tingkat kemampuan awal motorik halus dalam kegiatan meronce benda bentuk geometri tiga dimensi yang mencapai BSH dan BSB ada 82,6% sudah mencapai 80% secara klasikal, sehingga tindakan kelas siklus II dinyatakan telah berhasil.

Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus

1. Siklus I

Dari tabel hasil perolehan data Kemampuan motorik halus dalam meronce pada anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa setelah tindakan kelas telah terjadi peningkatan. Kemampuan motorik halus dalam kegiatan meronce hasil TPP pada PraSiklus nilai BSH (34,8%) dan BSB (0%) mencapai 34,8%. Adapun TPP pada Siklus I nilai BSH (52,2%) dan BSB (21,7%) mencapai 73,9%. Peningkatan sebesar 39,1%.

Peningkatan kemampuan meronce ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain motivasi dari guru dan penggunaan benda bentuk geometri dua dimensi dari kertas berwarna. Meskipun sederhana, karena variasi penggunaannya menjadikan meronce dengan benda bentuk geometri ini menjadi menarik.

Hasil perolehan data Hasil evaluasi kemampuan motorik halus dalam kegiatan meronce Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa Siklus I setelah tindakan kelas telah terjadi peningkatan. Kemampuan motorik halus dalam kegiatan meronce mengalami peningkatan.

2. Siklus II

Kemampuan meronce anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa terjadi peningkatan. Kemampuan motorik halus dalam kegiatan meronce hasil TPP pada Siklus I nilai BSH (52,2%) dan BSB (21,7%) mencapai 73,9%. Adapun TPP pada Siklus II nilai BSH (52,2%) dan BSB (30,4%) mencapai 82,6%. Peningkatan sebesar 8,7%.

Perbaikan Kemampuan fisik motorik halus melalui meronce dengan benda bentuk geometri yang dilakukan guru pada anak Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa, telah berhasil baik dalam dua siklus. Hal ini terbukti setelah pada akhir siklus II sudah 82,6% anak yang memiliki kemampuan fisik motorik halus yang mencapai TPP kategori BSH dan BSB.

Hasil Penelitian

Berdasarkan refleksi dan data penemuan, dikatakan bahwa dengan melalui meronce dengan benda bentuk geometri, dapat meningkatkan kemampuan fisik motorik halus anak TK Pancasila Ngampin Ambarawa. Peningkatan kemampuan fisik motorik halus anak terhadap dapat dilihat pada perubahan kemampuan meronce anak pada setiap tindakan.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan seluruh kegiatan penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.    Penggunaan meronce dengan benda bentuk geometri dapat meningkatkan kemampuan motork halus anak di TK Pancasila Ngampin Ambarawa

2.    Peningkatan kemampuan meronce anak TK Pancasila Ngampin Ambarawa sebagai berikut: (a) TPP pada PraSiklus nilai BSH (34,8%) dan BSB (0%) mencapai 34,8%. Adapun TPP pada Siklus I nilai BSH (52,2%) dan BSB (21,7%) mencapai 73,9%. Peningkatan sebesar 39,1%, (b) TPP pada Siklus I nilai BSH (52,2%) dan BSB (21,7%) mencapai 73,9%. Adapun TPP pada Siklus II nilai BSH (52,2%) dan BSB (30,4%) mencapai 82,6%. Peningkatan sebesar 8,7%.

Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh kesimpulan bahwa proses belajar mengajar motorik halus dalam meronce perlu adanya variasi media. Implikasi dalam pembelajaran adalah guru bisa menggunakan benda bentuk geometri dua dimensi dan tiga dimensi. Kelas perlu menyediakan benda-benda geometri dua dimensi yaitu segitiga, segiempat, dan lingkaran serta benda tiga dimensi yaitu kubus, balok, bola, dan prisma.

Saran-saran

Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian di Kelompok A TK Pancasila Ngampin Ambarawa, dapat dajukan saran-saran sebagai berikut:

1.    Guru perlu memperhatikan anak-anak yang lemah dalam kemampuan meroncenya, karena mereka harus mendapatkan banyak perhatian agar bisa berkembang kemampuan fisik motorik halusnya seperti teman-temannya, sekaligus kemampuan kognitif dalam mengenal bentuk-bentuk geometri dua dimensi maupun tiga dimensi.

2.    Guru harus memiliki kemampuan berpikir dan kognitif dalam membuat rangkaian atau roncean sehingga menarik anak-anak, baik dari segi urutan bentuk dan warnanya.

3.    Dalam pelaksanaan kegiatan meronce dengan benda bentuk geometri bisa melibatkan orangtua untuk menyediakan bahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Brainly. 2014. Meronce. http://brainly.co.id/tugas/350328

Dwi Hastuti, A. 2013. Pengembangan Ketrampilan Motorik Halus Anak Melalui Kegiatan Meronce Pada Anak Kelompok B di TK Mojodoyong 1 Kedawung Sragen, Tahun Pelajaran 2012-2013. Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hamdani, Agus. 2010. Melatih Motorik Halus dengan Mengecap. http://arinet66.wordpress.com/2010/03/09/artikel-melatih-motorik-halus-dengan-mengecap/ diakses tanggal 10 November 2013.

Hurlock, Elizabeth, B. 2006. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga..

Lusi Setyoningtyas. 2013. Meningkatkan motorik halus anak dengan bermain meronce manik-manik berwarna anak kelompok A TK Islam At-Taqwa Kabupaten Tulungagung. S1 Program Studi PG PAUD, Univ Negeri Malang

Moloeng LJ. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Nazir, Muh. 2005. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Novikasari, Meli. 2012. Merangkai dan Mero nce Bagi AUD, Prinsip Merangkai dan Meronce Bagi AUD. http://melyloelhabox.blogspot.com

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sang Pengemong. 2014. Meronce.

            http://ngangsukawruhya.blogspot.com/2014/08/

Setiawan. Melatih Fisik motorik halus, 4 Juli 2010, http://edukasi.kompasiana.com/2010/07/04/ diakses tanggal 9 November 2013.

Sumarno, Alim 2013. Tindakan Pencegahan Gangguan Perkembangan Motorik Anak. http://elearning.unesa.ac.id/myblog/

Sujiono, Bambang.2010. Bermain Kreatif. Jakarta: Indeks.

UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003