MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN BERBICARA SISWA KELAS VIII C MELALUI KEGIATAN TUKAR INFORMASI

 

Sri Rejeki

SMPN 2 Gedangsari, Gunungkidul, DIY, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran berbicara siswa kelas VIII SMP N 2 Gedangsari Gunungkidul melalui penggunaan kegiatan tukar informasi. Penelitian ini dikategorikan dalam penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, mulai bulan September dan berakhir bulan Desember di SMP Negeri 2 Gedangsari. Setiap siklus terdiri dari empat langkah, yang meliputi: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan tindakan, dan (4) refleksi hasil pengamatan. Subjek penelitian ini adalah 36 siswa kelas VIII-C. Pelaksanaan kegiatan tukar informasi dalam proses pembelajaran berbicara meliputi empat tahap, yaitu persiapan, demonstrasi, kegiatan, dan umpan balik. Pengamatan, wawancara, angket daftar pertanyaan, dan tes berbicara digunakan dalam pengumpulan data. Data yang terkumpul selama pelaksanaan kegiatan tukar informasi menunjukkan bahwa ada peningkatan-peningkatan dalam proses pembelajaran berbicara, yang meliputi: (1) siswa banyak memperoleh kesempatan untuk berbicara, (2) siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, dan (3) siswa dapat menanggapi perkataan guru dengan benar dan sesuai. Peningkatan kemampuan berbicara siswa dapat dilihat dari rata–rata nilai sebelum tindakan dan setelah tindakan. Rata-rata nilai sebelum tindakan adalah 63,33 dan rata-rata nilai setelah tindakan adalah 78,06, yang berarti rata-rata nilai setelah tindakan meningkat 14,72 dari rata-rata nilai sebelum tindakan. Hal tersebut menyatakan bahwa penggunaan kegiatan tukar informasi dapat meningkatkan proses pembelajaran berbicara dan ketrampilan berbicara siswa.

Kata Kunci: proses pembelajaran berbicara, kegiatan tukar informasi

 

PENDAHULUAN

Berbicara merupakan salah satu unsur utama komunikasi. Dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, berbicara merupakan aspek yang perlu mendapat perhatian dan pengajaran khusus. Sejalan dengan pengajaran keterampilan berbicara di SMP, dinyatakan dalam UU Kementerian Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (Standar Isi) yang SMP siswa harus belajar kompetensi berbicara pada standar tertentu dan tingkat tertentu. Setiap kelas memiliki masing-masing standar kompetensi yang dipecah menjadi beberapa kompetensi dasar.

Observasi pra-penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa informasi tentang proses belajar mengajar. Temuan observasi pra-penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus menunjukkan bahwa proses belajar-mengajar berbicara hanya dilakukan di dalam kelas dan berpusat pada guru, seperti: pengulangan, drilling, melafalkan dialog, dan sebagainya.

Pada saat guru meminta siswa untuk berlatih bahasa Inggris selama proses belajar, masalah umum terjadi. Ketika guru mengajukan pertanyaan ke seluruh kelas, mengharapkan setidaknya satu siswa untuk merespon, sebagian besar siswa berdiam diri atau bahkan menundukkan kepala mereka, menghindari kontak mata dengan guru. Siswa tidak menjawab bahkan jika mereka memahami pertanyaan, tahu jawabannya dan mampu menghasilkan jawaban. Siswa juga enggan untuk memberikan masukan atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Berkaca pada proses pengajaran bahasa Inggris, kolaborator peneliti dan peneliti setuju untuk melakukan penelitian tindakan kolaboratif untuk meningkatkan praktik kami dalam mengajar bahasa Inggris dan proses belajar mengajar. Proses pembelajaran harus dikondisikan agar siswa memiliki kesempatan untuk berbicara dan mempraktekkan bahasa Inggris mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis berusaha mengatasi permasalahan itu dengan mencoba menggunakan kegiatan yang belum pernah digunakan pada kegiatan pembelajaran sebelumnya. Kegiatan yang digunakan penulis adalah Kegiatan Tukar Informasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses pembelajaran berbicara siswa kelas VIII C SMP N 2 Gedangsari melalui kegiatan tukar informasi.

METODE

Penelitian tindakan kelas dengan model siklus diterapkan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dalam model siklus berdasarkan pada model Kemmis dan McTaggart (1988), Burns (1999: 33) dan dimodifikasi oleh Suwarsih Madya (2009: 67) di mana setiap siklus meliputi empat tahapan kegiatan: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi kelas, dan refleksi tindakan.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama 5 bulan yaitu mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2014. Bulan pertama digunakan untuk penyusunan proposal dan instrumen penelitian. Bulan kedua atau bulan September 2014 digunakan untuk pengumpulan data dengan melakukan tindakan siklus I dan siklus II. Bulan Oktober diharapkan data sudah terkumpul dan dilakukan menganalisis data, membahas dan mendiskusikan dengan teman sejawat. Hasil dari analisis data dan hasil diskusi digunakan untuk membuat laporan penelitian yang dilakukan bulan November sampai dengan Desember 2014.

Dalam penelitian tindakan kelas, data dikumpulkan melalui teknik-teknik berikut (Burns, 2010: 54-99):

  1. Observasi menggunakan pedoman observasi
  2. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara
  3. Penilaian menggunakan format peringkat
  4. Dokumentasi menggunakan fotografi dan merekam menggunakan kamera perekam
  5. Unjuk kerja berbicara

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang diperoleh dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif. Kulaitatif data merujuk pada berbagai informasi dalam bentuk kalimat yang mendeskripsikan ekspresi-ekspresi siswa tentang tingkat pemahaman mereka terhadap mata pelajatran Bahasa Inggris (kognitif), pandangan dan sikap siswa terhadap metode pembelajaran yang baru (afektif), dan aktifitas siswa selama proses pembelajaran, perhatian, percaya diri, motivasai siswa, dan sebagainya.

Informasi ini menekankan pada tingkah laku siswa dan guru secara verbal dan non verbal (gesture, mimik, senyum, gerakan tangan, dan sebagainya) dalam mencapai delapan indikator proses pembelajaran berbicara yang baik.

Kuantitatif data atau skor siswa adalah data yang dapat dianalisa secara deskriptif. Dalam penelitian ini, penelitiu akan menggunakan analisis statistik deskriptif untuk mengetahui rata-rata nilai, perbedaan signifikan, dan sebagainya. Skor atau data yang dianalisa adlah skor sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Skor sebelum tindakan adalah skor siwa dari kompetensi dasar keterampilan berbicara sebelumnya.Skor seetelah tindakan adalh skor tes berbicara siswa di akhir siklus 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada awal penelitian ini, proses pembelajaran bahasa Inggris di kelas VIII-C dibahas, kuesioner diberikan kepada siswa VIII-C, dan pengamatan proses belajar mengajar Bahasa Inggris dilakukan.

Dari pengamatan, ditemukan bahwa proses pembelajaran didominasi oleh guru bahasa Inggris. Guru mendominasi kegiatan, tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk berlatih berbicara. Suasana belajar bahasa Inggris di kelas tidak mendukung proses belajar mengajar, guru dan siswa lebih suka berbicara dalam bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris. Presentasi guru monoton dan ia tidak memberikan umpan balik kepada siswa.

Karena ada banyak masalah yang diidentifikasi dalam masalah di lapangan, perlu dipilih secara prioritas untuk mengetahui masalah berdasarkan tingkat kelayakan dan tingkat urgersi. Masalah yang dipilih disajikan pada Tabel 1.

Masalah yang Dipilih dari Masalah Lapangan Berdasarkan Tingkat Urgensi dan Tingkat Kelayakan

NO Masalah Yang Terpilih
1

 

 

2

 

Siswa jarang berlatih bahasa Inggris mereka, terutama dalam berbicara. Mereka juga jarang mendapatkan kesempatan untuk berbicara dan mempraktekkan bahasa Inggris mereka.

Kegiatan di dalam kelas tidak memberikan siswa kesempatan untuk berbicara. Para siswa hanya mengulangi kata-kata, frase, atau kalimat setelah guru atau bertindak keluar monolog atau dialog.

 

Berdasarkan permasalahan di atas, dapat dilihat bahwa ada hubungan sebab-akibat antar masalah. Kegiatan di dalam kelas tidak memberikan siswa kesempatan untuk berbicara, sehingga mereka jarang berlatih bahasa Inggris mereka, terutama dalam berbicara. Mereka juga jarang mendapatkan kesempatan untuk berbicara dan mempraktekkan bahasa Inggris mereka. Guru mendominasi kegiatan di kelas.

Ada empat tindakan utama dalam pembelajaran berbicara yang berkaitan dengan penggunaan aktivitas tukar informasi. Pertama, peneliti mengoptimalkan penggunaan classroom language bahasa Inggris selama proses pembelajaran. Kedua, peneliti memberikan banyak input yang diperlukan siswa dalam kegiatan berbicara. Ketiga, peneliti memberikan umpan balik yang berguna dan reward untuk mendorong siswa untuk berbicara. Keempat, peneliti mempresentasikan kegiatan tukar informasi melalui kartu tukar informasi, dalam kerja berpasangan dan kerja kelompok.

Ketika indikator kegiatan berbicara yang baik dicapai, itu berarti bahwa proses pembelajaran berbicara siswa meningkat. Hal ini akan membuat kemampuan berbicara siswa meningkat juga. Untuk mendapatkan bukti efektivitas pelaksanaan kegiatan tukar informasi untuk meningkatkan proses pembelajaran berbicara siswa VIII C, tes berbicara diberikan kepada subyek di siklus terakhir setelah tindakan diberikan oleh peneliti.

Pelaksanaan Kegiatan Tukar Informasi Dalam Pelajaran Berbicara

Setelah mengetahui masalah dalam pembelajaran berbicara, kegiatan tukar informasi dipilih sebagai solusi. Pelaksanaan kegiatan tukar informasi dalam pembelajaran berbicara terdiri dari dua siklus. Siklus pertama materinya adalah meminta, memberi, dan menolak barang, topik dipilih oleh guru dan kolaborator. Sementara siklus kedua dengan materi meminta, dan memberikan informasi tentang penampilan seseorang. Hasil dari siklus pertama menjadi pertimbangan perencanaan siklus kedua. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap pertemuan memiliki durasi selama 80 menit. Setiap siklus terdiri dari empat langkah. Langkah-langkah tersebut adalah: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) mengamati tindakan, dan (4) refleksi hasil pengamatan.

Dalam kegiatan utama dalam melaksanakan kegiatan tukar informasi pada siklus pertama, awalnya peneliti meminta siswa untuk menanyakan pasangan mereka apakah mereka memiliki sesuatu (barang) atau tidak. Jika mereka memiliki benda yang disebutkan penanya, dan penanya meminta dengan sopan menggunakan ekspresi yang digunakan dalam meminta, memberi dan menolak barang (yang diwakili oleh gambar) maka pasangan yang diajak bicara harus memberikan barang tersebut. A bertanya, B menjawab dan sebaliknya dengan menggunakan ungkapan-ungkapan seperti contoh yang diberikan.

Kegiatan kedua dalam melaksanakan kegiatan tukar informasi, peneliti membagikan gambar benda-benda dalam kelas. Setiap siswa mendapat dua gambar. Mereka harus melakukan survei untuk menemukan orang-orang yang memiliki benda-benda (yang diwakili oleh gambar) dan meminta benda-benda sebanyak mungkin dengan meminta siswa lain dalam kelompok 6. Sekali lagi, kelas sangat ramai. Para siswa mencoba mempraktekkan bahasa Inggris mereka dalam mendapatkan benda-benda (yang diwakili oleh gambar).

Berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Inggris proses berbicara menggunakan kegiatan tukar informasi di siklus 1 berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil lembar observasi kolaborator. Delapan indikator dari proses pembelajaran berbicara yang baik dapat diidentifikasi.

Kegiatan tukar informasi secara signifikan meningkatkan kuantitas bagi siswa untuk berbicara. Tapi kegiatan tukar informasi tidak secara signifikan meningkatkan kuantitas untuk beberapa siswa laki-laki

Beberapa siswa laki-laki hanya meminta gambar dari pasangan mereka secara langsung tanpa menggunakan pertanyaan yang tepat. Mereka masih lebih suka menggunakan Bahasa Indonesia untuk berbicara ketika mereka mendapat tugas untuk berlatih berbicara.

Kelemahan dalam siklus 1 digunakan untuk merevisi tindakan dalam siklus 2. Ada dua revisi dalam melaksanakan kegiatan tukar informasi dalam proses pembelajaran berdasarkan hasil diskusi antara kolaborator dan guru setelah melakukan refleksi. Revisi tersebut adalah:

  1. Penggunaan suara penutur asli dalam memberikan contoh dialog dengan siswa. Tujuannya adalah untuk memberikan contoh nyata bagaimana mengucapkan kata-kata atau kalimat. Program Bolabolka digunakan untuk melaksanakan hal tersebut.
  2. Perubahan pengaturan tempat duduk siswa. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membuat siswa yang kurang aktif akan lebih aktif dan lebih berpartisipasi dalam proses pembelajaran berbicara, bukan melakukan kecurangan dengan siswa putra lainnya

Kegiatan utama siklus ke-dua pelaksanaan kegiatan tukar informasi, awalnya peneliti meminta siswa untuk menanyakan pasangan mereka untuk menemukan nama teman –teman yang ada di kelas mereka. A bertanya dan mengisi formulir, B menjawab berdasarkan penampilan sifat fisik nama siswa yang dia peroleh. Sebelumnya guru menunjukkan ungkapan yang dapat digunakan oleh siswa untuk berlatih kartu kegiatan tukar informasi.

Dalam kegiatan berbicara mandiri, siswa mendapat gambar seorang aktris/aktor. Setiap siswa diminta bertanya pada temannya tentang penampilan fisik aktris/aktor sebanyak mungkin dan mengisi formulir, serta menebak siapa dia. Ketika tebakannya benar, ia akan memperoleh gambar tersebut.

Setelah menyelesaikan siklus kedua, tes berbicara diberikan. Tes berbicara diberikan untuk mendapatkan bukti efektivitas pelaksanaan kegiatan tukar informasi untuk meningkatkan proses pembelajaran berbicara siswa kelas VIII C.

.Perubahan pengaturan tempat duduk siswa sebagai tindakan tambahan, efektif untuk meningkatkan keefektifan proses pembelajaran berbicara siswa kelas VIII C. Dari pendapat beberapa guru dalam wawancara awal, beberapa guru memiliki pendapat bahwa beberapa anak laki-laki di kelas ini memiliki label sebagai siswa pembuat keonaran. Mereka membutuhkan lebih banyak perhatian. Pengaturan tempat duduk dilakukan sesuai pendapat ahli. (Brown, 2007: 242-243) Dalam menentukan tempat duduk siswa, siapa duduk di sebelah siapa, tim peneliti memutuskan untuk mengatur tempat duduk siswa putra dan siswa putri. English will be more readily practiced if students of the same native language are not sitting next to each other”. (Brown, 2007: 242-243) Di sini bahasa Inggris akan lebih mudah dipraktekkan jika siswa dari jenis kelamin yang sama tidak duduk bersebelahan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membuat anak-anak belajar lebih banyak dan lebih berpartisipasi dalam proses pembelajaran berbicara

Berdasarkan observasi, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa peningkatan dalam proses pembelajaran berbicara di siklus ke-dua. Peningkatan itu dapat dilihat dari hasil perbandingan antara hasil observasi yang dilakukan kolaborator di siklus pertama dan siklus ke-dua. Hasil delapan indikator proses pembelajaran berbicara di siklus pertama dan ke-dua meningkat juga.

Setelah mengimplementasikan kegiatan tukar informasi, skala sikap diberikan kepada siswa untuk menyampaikan pendapat mereka tentang pelaksanaan kegiatan belajar keterampilan berbicara Bahasa Inggris menggunakan kegiatan tukar informasi Rekap hasil skala sikap dapat disajikan sebagai berikut:

  1. Siswa merasa senang selama proses kegiatan belajar berbicara: 100% (36 siswa) setuju, 0% (0 siswa) netral, 0% (tak satupun siswa) tidak setuju.
  2. Siswa termotivasi untuk belajar: 83,3% (30 siswa) setuju, , 16,7% (6 siswa) tidak setuju.
  3. Siswa berbicara secara optimal dalam proses pembelajaran berbicara: 72,2% (26 siswa) setuju, 27,8% (10 siswa) tidak setuju.
  4. Kemampuan berbicara siswa meningkat: 91,7%% (33 siswa) setuju, 8,33% (3 siswa) tidak setuju.
  5. Siswa berpendapat bahwa proses belajar mengajar menarik: 100% (36 siswa) setuju, 0% (tak satu pun siswa) tidak setuju.

Hasil dari tes berbicara yang diberikan setelah tindakan dibandingkan dengan skor sebelum tindakan, skor siswa diambilkan dari skor kompetensi dasar sebelumnya. Pre- tes berbicara tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan waktu. Setelah berdiskusi dengan kolaborator, skor pre-tes diwakili oleh nilai kompetensi dasar sebelumnya.

Data kuantitatif berupa nilai siswa, sebelum dan sesudah tindakan. Di sini, nilai siswa dibandingkan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan t-test untuk mengetahui apakah ada atau tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah tindakan. Data dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa sebelum dan setelah mereka mendapat tindakan.

Berdasarkan perhitungan data, diketahui bahwa nilai rata-rata sebelum tindakan adalah 63,333 dan nilai rata-rata setelah tindakan 78,0556. Ini berarti bahwa rata-rata setelah tindakan meningkat 14,722 dari skor sebelum tindakan. Menurut statistik, perbedaan skor signifikan pada 0,031, sehingga ρ kurang dari 0,05 (ρ <0,05). Ini berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan antara nilai sebelum tindakan dari skor setelah tindakan.Perbedaan ini menyiratkan bahwa pelaksanaan kegiatan tukar informasi dapat meningkatkan proses pembelajaran berbicara siswa kelas VIII C SMP N 2 Gedangsari Gunungkidul pada tahun akademik 2014/2015.

PENUTUP

Melalui penelitian tindakan ini, dapat disimpulkan bahwa kegiatan tukar informasi dapat digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran berbicara siswa kelas VIII C SMP N 2 Gedangsari. Para siswa mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk berbicara dan praktek berbicara. Para siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran berbicara , dan siswa bisa merespon perkatan dan pertanyaan guru secara tepat.

Kegiatan tukar informasi bisa menjadi efektif jika mereka dilaksanakan dan dilakukan dalam langkah-langkah tertentu dan materi-materi tertentu. Pelaksanaan kegiatan tukar informasi dalam proses pembelajaran berbicara melibatkan empat tahap, yaitu persiapan, demonstrasi, kegiatan, dan umpan balik. (Connell, 2006). Sementara materi-materi yang diajarkan kepada siswa dalam penelitian ini adalah dua fungsi bahasa. Yaitu 1) meminta, memberi, dan, menolak sesuatu / barang dan 2) meminta informasi, memberikan informasi, dan menyangkal fakta tentang penampilan fisik seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H.D. Language assessment: Principles and classroom practices. New York: Longman, 2004, p. 140.

———. Teaching by principles: An interactive approach to language pedagogy (3rd edition).New York: Longman Pearson, 2007, pp.327, 327-330, 242-243.

Burns, A. Collaborative action research for English language teachers. Cambridge: Cambridge University Press, 1999, p.33.

——–. Doing action research in English language teaching: A guide for practitioners. New York: Routledge, 2010, pp. 54-99.

Connel, O. Group forming activites for ESL/EFL Students. The Internet TESL Journal, vol XII, No. 8, unpublished, 2006.

Depdiknas. Standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar kurikulum tingkat satuan pendidikan mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMP/MTS. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan, 2006.

Gebhard, J.G.. Teaching English as a foreign or second language: A Self-development and methodology guide. Michigan: University of Michigan Express, 1996, pp. 52-53.

———. How to teach English: An introduction to the practice of language teaching. Malaysia: Longman, 2007, pp. 123-124, 129.

Kayi, H. Teaching speaking activities to promote speaking in second language. unpublished, 2006.

Nation,I.S.P. & Newton,J. Teaching ESL/EFL listening and speaking. New York: Routledge, 2009, pp. 17-22, 40.

Richards, J.C. and Renandya, W.A. Methodology in language teaching: An anthology of current practice. Cambridge: Cambridge University Press, 2002, p. 201.

Suwarsih Madya. Teori dan praktek penelitian tindakan (Action research). Bandung: Alfabeta, 2009, pp. 67, 75-77.