Model Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII.2
SMP NEGERI 1 TEMBILAHAN
PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA
Heriani
SMP Negeri 1 Tembilahan
ABSTRAK
Masalah yang di hadapi di SMP Negeri 1 Tembilahan, khususnya pada kelas VIII.2 adalah kurang aktif, malas, tidak ada konsentrasi, suka sibuk sendiri, sehingga mengakibatkan hasil belajarnya rendah. Maka dengan maslah yang ada tersebut peneliti menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Numbered Heads Together. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Melalui Pendekatan Numbered Heads Together( NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.2 Pada Materi Pokok Sistem Ekresi Pada Manusia di SMP Negeri 1 Tembilahan Tahun Ajaran 2016/2017. Jenis penelitian yang digunakan adalah pra eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Postest Design. Data yang dikumpulkan adalah dengan cara observasi dan tes hasil belajar. Data analisis yang di gunakan adalah statistik inskriptif. Hasil penelitiannya yang di peroleh adalah: (1) Rerata ketuntasan belajar siswa perindividu dari pemberian Tes Hasil Belajar mencapai 90,31 (2) Ketuntasan klasikal 93,75% (3) Kegiatan aktivitas siswa yang paling menonjol adalah memperhatikan penjelasan guru 19,33 (4) Reliabilitas instrumen aktivitas siswa 96,72. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif pendekatan Numbered Heads Together efektif terhadap hasil belajar siswa kelas VIII.2 pada materi pokok sistem ekskresi pada manusia di SMP Negeri 1 Tembilahan Tahun Ajaran 2016/2017.
Kata Kunci: Efektivitas, Penerapan, Model Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Numbered Heads Together, Hasil Belajar Siswa.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan keberhasilan pengajaran di lembaga pendidikan tergantung pada keefektifan pembelajaran dalam mengubah tingkah laku para peserta didik ke arah tujuan yang diharapkan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sanjaya, 2008).
Masalah pokok dalam proses pembelajaran di sekolah saat ini adalah peserta didik kurang konsentrasi dalam mengikuti pelajaran sehingga mengakibatkan perilaku peserta didik menjadi pasif, tidak mendengarkan dan bahkan tidak mengerti materi yang diberikan oleh guru. Belum efektifnya pembelajaran di sekolah tidak semata-mata karena siswa yang kurang konsentrasi saja, tetapi mungkin karena pada saat proses pembelajaran guru menyampaikan materi pembelajaran terkesan monoton atau tidak bervariasi, sehingga peserta didik menjadi bosan. Pendidikan sendiri pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu pendidikan informal yang dapat diperoleh dari keluarga dan lingkungan dan pendidikan formal yang dapat diperoleh di sekolah-sekolah.
Tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UndangUndang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3). Agar tercapai tujuan pendidikan, maka pembaharuan kurikulum terus dilakukan yaitu dengan dibentuknya Kurikulum 2013 (K13) dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyelenggaraan K13 menekankan perubahan paradigma pada jenis pendidikan formal agar pembelajaran berpusat pada anak (peserta didik), pembelajaran interaktif, berjejaring, aktif mencari, berbasis tim, klassikal masa namun terindividualisasi, ilmu pengetahuan banyak (multidiscipline), dan kritis. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (Sanjaya, 2011: 52). Guru bukan lagi menjadi sumber belajar utama tetapi menjadi fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan observasi di kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan, diketahui bahwa terdapat beberapa masalah, diantaranya siswa tidak mempunyai semangat dalam belajar IPA. Berdasarkan hasil observasi, guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan memberikan materi sebanyak-banyaknya. Guru lebih suka menggunakan metode ceramah sebagai pilihan utama untuk mengejar materi setiap semester. Hal ini menyebabkan siswa menjadi malas, cenderung pasif. Proses pembelajaran saat ini memerlukan sebuah strategi belajar mengajar baru yang lebih menekankan pada partisipasi peserta didik. Permasalahan tidak akan terselesaikan apabila tidak ada upaya untuk mengatasinya. Menurut Piaget dalam Trianto (2007: 24) bahwa guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para siswanya. Jadi, upaya harus tetap dilakukan supaya bisa menciptakan iklim pembelajaran yang mampu membuat siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan yang terpenting adalah siswa mampu mengaplikasikan konsep yang didapat jika bersentuhan langsung dengan masalah nyata.
Untuk menciptakan iklim pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa, maka salah satu solusinya yaitu dengan menggunakan pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif mengacu pada model pembelajaran dimana siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Artzt dan Newman, 1990 dalam Trianto, 2009: 56). Menurut Slavin, 1994 dalam Trianto (2007: 28) siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya.
Salah satu pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif yang dapat memperdayakan kemampuan berpikir kritis siswa adalah pendekatan Numbered Heads Together (NHT). Pendekatan NHT merupakan sebuah varian diskusi kelompok yang mempunyai ciri khas yaitu setiap siswa dalam kelompok memiliki satu nomor. Pada pendekatan NHT, guru dapat menunjuk siswa dengan nomor tertentu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Pendekatan NHT juga merupakan alternatif untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berdiskusi, berdebat, mengemukakan pendapat, serta mendengarkan pendapat orang lain. Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Numbered Heads Together (NHT) telah digunakan oleh peneliti terdahulu dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan beberapa dasar pemikiran seperti yang telah diuraikan, maka penulis dalam penelitian ini tertarik untuk mengambil judul: “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Melalui Pendekatan Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.2 Pada Materi Pokok Sistem Eksresi Pada Manusia di SMP Negeri 1 Tembilahan Tahun Ajaran 2016/2017â€.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah “Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Melalui Pendekatan Numbered Heads Together (NHT) Efektif Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan Pada Materi Pokok Sistem Eksresi Pada Manusia?â€.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Melalui Pendekatan Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan Pada Materi Pokok Sistem Ekresi.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Dapat digunakan sebagai bahan masukkan dalam penyusunan dan pengembangan pembelajaran IPA yang berorientasi pada model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan Numbered Heads Together (NHT).
b. Penulis dapat secara langsung mempelajari model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan Numbered Heads Together (NHT) baik secara teori maupun praktek.
c. Sebagai bahan referensi bagi pembaca khususnya yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut.
KAJIAN PUSTAKA
Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (Sadiman, 1987 dalam Trianto, 2009:20). Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut (Soemosasmito, 1988 dalam Trianto, 2009:20):
a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap kegiatan belajar mengajar.
b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa.
c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan siswa) diutamakan.
d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.
Guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan persentase waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memaksa, negatif atau hukuman (Soemosasmito, 1988 dalam Trianto, 2009: 20). Selain itu, guru yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan para siswa, menciptkan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki suatu rasa cinta belajar, mengusai sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat memotivasi siswa untuk bekerja tidak sekedar mencapai suatu prestasi namun juga menjadi anggota masyrakat yang pengasih (Kardi dan Nur, 2005 dalam Trianto, 2009: 21).
Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Trianto, 2009: 56). Menurut Slavin dalam Sanjaya (2011: 242) memberikan dua alasan mengapa pembelajaran kooperatif sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar yaitu pertama, hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, sekaligus meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dalam model pembelajaran ini, siswa dibentuk dalam kelompok yang terdiri dari empat atau lima siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Model kooperatif yang digunakan oleh para guru memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Ibrahim dalam Taniredja et al, 2011: 100):
a. Siswa bekerja dalam kelompoknya secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c. Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Model pembelajaran kooperatf dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan penting yaitu sebagai berikut (Ibrahim dalam Taniredja et al, 2011: 100):
a. Hasil Belajar Akademik
b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individidu
c. Pengembangan Keterampilan Social
Keterampilan-keterampilan dalam pembelajaran kooperatif yang dirangkum oleh (Trianto, 2009:64): berada dalam tugas , mengambil giliran dan berbagi tugas, endorong partisipasi, mendengarkan dengan aktif, dan bertanya. Terdapat enam (6) fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, seiring dalam bentuk teks bukan verbal. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel berikut ini:
Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase |
Tingkah Laku Guru |
Fase – 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa |
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran dan motivasi siswa belajar. |
Fase – 2 Menyajikan informasi |
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. |
Fase – 3 Mengoorganisasikan siswa kedalam kelompok kooperatif |
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukun transisi secara efisien. |
Fase – 4 Membimbing |
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas kelompok belajar. |
Fase – 5 Evaluasi |
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing mempresentasikan hasil kerjanya. |
Fase – 6 Memberikan penghargaan |
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok. |
Pendekatan Numbered Heads Together (NHT)
NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2009: 82).
Pembelajaran kooperatif pendekatan Numbered Heads Together merupakan sebuah varian diskusi kelompok yang mempunyai ciri khas yaitu setiap siswa dalam kelompok memiliki satu nomor. Tahap-tahap pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together ada 4 seperti pada tabel dibawah ini:
Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif Pendekatan NHT
No. |
Tahap-Tahap |
Aktivitas |
1. |
Penomoran |
Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang, dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. |
2. |
Mengajukan pertanyaan |
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Petanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. |
3. |
Berpikir bersama |
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan semua anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban tim. |
4. |
Menjawab |
Guru memanggil salah satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan itu untuk seluruh kelas |
Pada akhir setiap pertemuan, guru memberikan tes kepada masing-masing siswa. Pengetesan dimulai dengan guru meminta siswa menjawab kuis tentang materi pelajaran (Slavin, 1995 dalam Taniredja dkk, 2011), kemudian guru mengumumkan predikat dan memberikan penghargaan untuk tiap kelompok berdasarkan skor yang diperoleh.
Hasil Belajar
Hasil belajar atau kompetensi siswa didefinisikan sebagai produk, keterampilan, dan sikap yang tercermin di dalam perilaku sehari-hari. Keterampilan terdiri dari keterampilan berpikir, keterampilan menggunakan alat (psikomotor), keterampilan sosial (keterampilan interpersonal), keterampilan proses (keterampilan melakukan penelitian dan keterampilan menggunakan strategi belajar. Dalam buku terbitan Direktorat Pendidikan Dasar Depdikbud (1998:82 dalam Na’u, 2012) menyebutkan bahwa ciri-ciri hasil belajar adalah
a. Adanya kemampuan siswa untuk mengingat kembali informasi atau materi yang telah dipelajari.
b. Adanya kemampuan siswa yang nampak dalam keterampilan mengelompokkan, menyajikan dan menafsirkan data.
c. Adanya kemampuan siswa untuk menghasilkan suatu nilai dari materi pelajaran berdasarkan kriteria nyata, jelas dan obyektif.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Penerapan model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan Numbered Heads Together (NHT) efektif terhadap hasil belajar siswa kelas VIII pada materi pokok sistem ekskresi pada manusia di SMP Negeri 1 Tembilahan Tahun Ajaran 2016/2017â€.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Tembilahan yang beralamat di Jalan Prof. M. Yamin, SH Tembilahan Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau. Waktu penelitian ini pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017 yaitu pada bulan Maret s/d April 2017.
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan yang berjumlah 32 orang terdiri dari 17 laki-laki dan 15 perempuan.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen karena dalam penelitian ini tidak ada kelompok kontrol (Sugiyono, 2009:2). Selain itu, menurut Badan Penelitian Pengembangan Depdiknas, 2008 dalam Na’u (2012) menyatakan bahwa dalam pembelajaran, pelaksanaan penelitian tidak memungkinkan pemilihan subjek secara acak/random karena secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok utuh, seperti siswa dalam satu kelas sehingga penelitian ini disebut pra eksperimen.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest design (Sugiyono, 2011: 110). Pola perlakuannya sebagai berikut:
O1 X O2
Keterangan:
O1 = Uji awal/pretest, untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi ajar sebelum diberikan perlakuan.
X = Perlakuan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan Numbered heads Together (NHT).
O2 = Uji akhir/posttest, untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran setelah perlakuan.
Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas, yaitu pembelajaran kooperatif pendekatan Numbered Heads Together (NHT).
b. Variabel terikat, yaitu hasil belajar siswa.
c. Variabel pendukung, yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa selama pembelajaran.
Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi digunakan untuk menjaring data penelitian dengan menggunakan lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran yang diamati oleh dua orang pengamat dan lembar pengamatan aktivitas siswa.
b. Tes digunakan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa dengan menggunakan seperangkat soal yang diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah pembelajaran.
Teknik Analisis Data
a. Analisis Data Hasil Belajar Siswa
Tes yang diberikan kepada siswa dimaksudkan untuk mengukur hasil belajar produk. Hasil tesnya dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif, dimana tingkat ketuntasan individual dan klasikal mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Depdiknas (2003) dalam Kunu (2013). Siswa dikatakan tuntas belajar bila telah berhasil menyelesaikan sekurangkurangnya 75% dari semua indikator hasil belajar yang dipelajari, dan kelas dikatakan tuntas belajar bila jumlah siswa yang berhasil tuntas sekurangkurangnya 85% dari keseluruhan siswa dalam kelas. Perhitungan hasil belajar dilakukan sebagai berikut:
1. Skor hasil belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus:
NA = x 100
Keterangan: NA= Nilai Akhir
Siswa dikatakan berhasil apabila NA-nya ≥ 70
2. Nilai ketuntasan indikator dihitung dengan rumus:
Pi = x 100
Keterangan: Pi= Proporsional indikator
Siswa dikatakan tuntas apabila, Pi-nya ≥ 0,70 atau ≥ 70%
3. Nilai ketuntasan klasikal dihitung dengan menggunakan rumus:
Tk = x 100
Keterangan: Tk= Tuntas klasikal
Kelas dikatakan tuntas apabila, Tk-nya ≥ 85%
b. Analisis Data Aktivitas Siswa
Data pengamatan siswa direkam dengan menggunakan instrumen pengamatan berupa lembar pengamatan siswa. Data hasil pengamatannya dianalisis dengan perhitungan persentase, yaitu menghitung banyaknya frekuensi tiap aktivitas dibagi dengan seluruh frekuensi aktivitas dikalikan 100.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil belajar siswa diperoleh melalui pemberian Tes Hasil Belajar (THB). Hasil belajar siswa yang sudah didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus perhitungan pada Bab III. Ketuntasan hasil belajar disesuaikan dengan Kompetensi Ketuntasan Minimal (KKM) Depdiknas (2013) dalam Kunu (2013) yakni siswa dikatakan tuntas apabila mencapai nilai minimum ≥ 70 dan sesuai dengan sekolah tempat penelitian yaitu SMP Negeri 1 Tembilahan adalah ≥70, sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas apabila mencapai jumlah minimum ≥ 85%.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa hasil belajar siswa tertinggi adalah 100 yang diperoleh 8 orang siswa dan terendah adalah 60 dan 65 yang diperoleh 1 orang siswa. Ada 2 siswa memperoleh nilai di bawah KKM sekolah (≥70) sedangkan 30 orang siswa memperoleh nilai di atas KKM sekolah. Rerata ketuntasan siswa adalah 90,31 dan ketuntasan klasikal 93,75%. Karena nilai 93,75% lebih besar dari acuan patokan yang ditetapkan oleh Depdiknas (2003) dalam Kunu (2013) yaitu 85%, maka kelas tersebut dikatakan tuntas setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif pendekatan NHT.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif pendekatan NHT pada materi pokok sistem ekskresi pada manusia diamati dengan menggunakan format aktivitas siswa yang dilakukan oleh dua orang pengamat.Berdasarkan hasil observasi bahwa aktivitas siswa yang paling menonjol adalah memperhatikan penjelasan guru 19,33% kemudian di ikuti oleh mengerjakan LKS atau berdiskusi dan menulis pokok-pokok materi pelajaran 18,63% membaca buku siswa atau buku pelengkap bacaan lainnya 17,33% mengajukan pertanyaan 16,07 dan yang terakhir adalah memberikan respon/ menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan dan menyimpulkan pelajran 15,48%. Data ini memperlihatkan bahwa kegiatan belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif pendekatan NHT dapat mengaktifkan peran aktif siswa secara langsung dalam memproses sendiri pengetahuannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan Numbered Heads Together (NHT) efektif terhadap hasil belajar siswa kelas VIII pada materi pokok sistem ekskresi pada manusia di SMP Negeri 1 Tembilahan Tahun Ajaran 2016/2017. Hal ini didukung oleh:
a. Hasil belajar siswa secara individu tuntas (rerata nilainya 90,31), kelulusan siswa secara klasikal tuntas dengan persentase 93,75%.
b. Aktivitas siswa paling besar adalah memperhatikan penjelasan guru 19,33%. Sedangkan untuk rata-rata reliabilitas instrumen aktivitas siswa pada RPP 96,72%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, maka penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:
a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan materi pokok yang berbeda untuk melihat keefektifan dari model pembelajaran kooperatif pendekatan NHT.
b. Bagi para pembaca yang berniat untuk mengembangkan model pembelajaran kooperatif pendekatan NHT dianjurkan untuk memperhatikan ketersediaan waktu dan menguasai metode maupun teknik mengajar sehingga siswa benar-benar fokus dalam pembelajaran.
c. Diharapkan pembaca yanng berniat mengembangkan model pembelajaran kooperatif pendekatan NHT mengambil materi pokok yang berbeda untuk melihat keefektifan dari pendekatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Eduk, J. 2010. Dasar-dasar Pembelajaran Biologi Bahan Ajar. UNWIRA: Kupang
Karim, Saeful, et al. 2008. Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VIII SMP/MTs. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta Komalasari, K. 2011. Pembelajaran Kontekstual. Refika Aditama: Bandung.
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media: Jakarta.
Sanjaya, 2008. Sistem Pendidikan Nasional.Kencana Prenada Media:Jakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta: Bandung.
Sukardi, 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Bumi Aksara: Jakarta.
Syamsuri, Istamarl. 2007. IPA Biologi untuk SMP Kelas VIII. Erlangga: Jakarta.
Taniredja, Irma P. dan Nyata. 2011. Penelitian Tindakan Kelas untuk Pengembangan Profesi Guru. Alfabeta: Bandung.
Tim Cemerlang. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Dilengkapi PP RI Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Cemerlang Publisher: Yogyakarta.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Prestasi Pustaka: Jakarta.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana Prenada Media: Jakarta.