Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
TENTANG PENYELESAIAN SOAL CERITA PECAHAN
BAGI SISWA KELAS VI SEMESTER 1 SDN 2 PADAAN
KECAMATAN JAPAH KABUPATEN BLORA
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Sugiharto
Guru Kelas VI SDN 2 Padaan Kec. Japah Kab. Blora
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar Matematika dalam menyelesaikan soal cerita pecahan bagi siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Tahun Pelajaran 2019/2020. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebanyak dua siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SD N 2 Padaan, Japah, Blora Tahun Pelajaran 2019/2020 yang berjumlah 20 siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah Model Analisis Interaktif (Miles & Huberman) yang terdiri dari 3 komponen, yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, wawancara dan tes. Uji validitas penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil belajar Matematika tentang penyelesaian soal cerita pecahan bagi siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Tahun Pelajaran 2019/2020. Hasil belajar meningkat sesuai dengan nilai rata-rata dan ketuntasan. Pada Kondisi Awal, rata-ratanilai kelas 57,25 dengan ketuntasan belajar siswa hanya 55%. Pada Siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas 66,25 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 70%. Sedangkan pada Siklus II, nilai rata-rata kelas 74,63 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 90%.
Kata Kunci: Pembelajaran, Metode STAD, Soal Cerita.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pelajaran matematika harus sudah diberikan sejak dini kepada anak, yaitu sejak anak duduk di bangku Sekolah Dasar. Menurut GBPP (1994: 70), tujuan khusus pengajaran Matematika di SD, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari serta mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa masih banyak siswa SD yang masih rendah hasil belajar berhitungnya.
Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian besar siswa. Fenomena tersebut berdampak pada siswa secara umum yang merasakan ketakutan atau enggan dalam belajar matematika. Minat belajar mereka kecil sekali terhadap mata pelajaran matematika. Dengan kondisi yang demikian, sekolah atau guru tidak berani mematok nilai tinggi dalam membuat Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada setiap semester. Pembelajaran matematika, khususnya di SD, cenderung sebagai pemindahan pengetahuan dari guru kepada siswa. Siswa cenderung pasif dan hanya menerima apa yang disampaikan guru.
Dalam proses pembelajaran dapat diamati mengenai siswa dalam mengikuti pembelajaran, baik tingkat pemahaman, penguasaan materi maupun hasil belajarnya. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan dalam pembelajaran. Namun pada kenyataannya dalam proses belajar mengajar di SDN 2 Padaan mengalami permasalahan baik dari guru, siswa dan sarana atau alat peraga. Dari guru permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pengalaman dan pengetahuan tentang pembelajaran inovatif. Setiap hari hanya menggunakan metode ceramah dan tugas saja karena guru masih mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan metode yang inovatif. Disamping rasa malas, kreatifitas guru juga masih sangat kurang dalam menciptakan pembelajaran yang ideal. Alat peraga dan sarana penunjang masih belum mencukupi, sehingga tidak semua pembelajaran menggunakan alat peraga.
Berdasarkan hasil pengamatan pada siswa Kelas VI di SDN 2 Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora dalam menerima pembelajaran matematika masih mengalami kesulitan. Bahkan dari hasil observasi yang dilakukan dengan Guru Kelas terhadap hasil ujian akhir semester ternyata bidang studi matematika memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan bidang studi yang lain. Bahkan setelah dicoba pada siswa Kelas VI untuk mengerjakan lima soal cerita, dari 20 siswa yang mengerjakan hanya 9 orang siswa yang memperoleh nilai tuntas. Rendahnya nilai disebabkan oleh kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pecahan, khususnya bentuk cerita karena kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal yang berbentuk cerita tersebut dan mengakibatkan ketidaktuntasan dalam pembelajarannya. Nilai ketuntasan adalah 65 dimana hanya 45% yang tuntas dan yang lain tidak tuntas (55%).
Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan siswa di SDN 2 Padaan terhadap materi bidang studi matematika masih rendah terutama penguasaan dalam menyelesaikan soal-soal matematika, khususnya pecahan yang berbentuk cerita. Menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk cerita bagi siswa tidaklah semudah menyelesaikan soal-soal bentuk hitung biasa karena membutuhkan pemahaman yang lebih dalam mengerjakanya. Dalam soal-soal matematika bentuk cerita sebelum menyelesaikannya terlebih dahulu perlu diubah ke model matematika. Penyelesaian soal-soal matematika bentuk cerita memerlukan berbagai keterampilan dan pemahaman yang tidak hanya membutuhkan hasil belajar operasional, tetapi juga pemahaman mengenai soal atau masalah yang ditanyakan.
Salah satu alternatif untuk menyelesaikan permasalahan di atas, yaitu Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD. STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan. STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok, sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.
Menurut Slavin (2008: 143), STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model yang baik untuk melatih siswa dalam menguasai konsep, memecahkan masalah melalui proses memberi kesempatan berpikir dan berinteraksi sosial serta dapat meningkatkan kreatifitas, membina berhasil belajar berkomunikasi dan terampil berbahasa. Beberapa kelebihan dari metode STAD, antara lain: (a) Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami materi pelajaran; (b) Siswa secara kooperatif dapat menyelesaikan pokok-pokok materi yang dipelajari; (c) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan adanya kerja sama semua unsur yang ada dalam kelas; (d) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dalam berdiskusi dan menyelesaikan tugas.
Hasil penelitian Yohana Tatik Listyowati menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian Darmawan Satyananda menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif STAD pada teori bilangan cukup efektif membantu siswa dalam menguasai konsep matematika.
Atas dasar itu, peneliti mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika tentang Penyelesaian Soal Cerita Pecahan bagi Siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Tahun Pelajaran 2019/2020”.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora. Sedangkan waktu penelitian ini pada Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.
Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas VI SDN 2 Padaan, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora pada Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020 sebanyak 20 siswa, terdiri dari 12 perempuan dan 8 laki-laki.
Sumber data penelitian ini adalah siswa Kelas VI SDN 2 Padaan, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora pada Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah tes, dokumentasi dan observasi. Sedangkan untuk memperoleh validasi data dan keahlian data melalui triangulasi. Teknik analisis data penelitian ini dengan model interaktif.
Prosedur penelitian dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan dalam 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan. Pertemuan 1 dan 2 adalah pembelajaran. Pertemuan 3 adalah evaluasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
Dalam pembelajaran, guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan materi pelajaran dan tidak menyiapkan media yang bervarisi dalam menjelaskan materi pelajaran. Siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran, takut untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru.
Analisis hasil evaluasi dari tes diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa Kelas VI dalam menyelesaikan soal cerita pecahan, yaitu 57,25. Dari hasil rata-rata nilai siswa tersebut ternyata masih di bawah nilai rata-rata yang diinginkan dari pihak guru, sekolah dan peneliti, yaitu 65. Besarnya prosentase siswa belajar tuntas, yaitu 45%, sedangkan ketuntasan siswa diharapkan mencapai lebih dari 80%.
Deskripsi Siklus I
Pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan materi tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama pada pertemuan 1 dan perkalian dan penjumlahan pecahan berpenyebut beda pada pertemuan 2. Siswa dibagi menjadi 4 tim yang terdiri dari 5 anggota. Pembelajaran dengan kertas lipat untuk memudahkan dalam mengubah soal cerita menjadi kalimat matematika. Pada pertemuan pertama, guru menggunakan kertas lipat. Sedangkan pada pertemuan kedua, siswa yang menggunakan kertas lipat tersebut.
Aktivitas belajar yang dicapai siswa dengan pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD adalah rata-rata aspek tanggung jawab, ketepatan menjawab dan kerja sama dengan rata-rata skor sebesar 5,6 pada pertemuan 1 dan kategori baik dari rata-rata aspek tanggung jawab, ketepatan menjawab dan rata-rata skor sebesar 6,2 pada pertemuan 2. Sedangkan aktivitas guru dalam pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD adalah rata-rata skor sebesar 3,1 pada pertemuan 1 dan rata-rata skor sebesar 3,4 pada pertemuan 2.
Hasil belajar yang dicapai siswa dengan pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD adalah nilai rata-rata sebesar 66,25 dan ketuntasan sebesar 70%.
Deskripsi Siklus II
Pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan materi tentang pengurangan pecahan berpenyebut sama pada pertemuan 1 dan perkalian dan pengurangan pecahan berpenyebut beda pada pertemuan 2. Siswa dibagi menjadi 4 tim yang terdiri dari 5 anggota. Pembelajaran dengan kertas lipat untuk memudahkan dalam mengubah soal cerita menjadi kalimat matematika. Pada pertemuan 1 dan 2, masing-masing tim menggunakan kertas lipat.
Aktivitas belajar yang dicapai siswa dengan pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD adalah rata-rata aspek tanggung jawab, ketepatan menjawab dan kerja sama dengan rata-rata skor sebesar 6,5 pada pertemuan 1 dan rata-rata aspek tanggung jawab, ketepatan menjawab dan kerja sama dengan rata-rata skor sebesar 7,8 pada pertemuan 2. Sedangkan aktivitas guru dalam pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD adalah rata-rata skor sebesar 3,55 pada pertemuan 1 dan rata-rata skor sebesar 3,75 pada pertemuan 2.
Hasil belajar yang dicapai siswa dengan pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD adalah nilai rata-rata sebesar 74,65 dan ketuntasan sebesar 90%.
Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus
Pada Kondisi Awal, pembelajaran matematika, khususnya pada soal cerita, Guru Kelas VI masih menggunakan pendekatan konvensional. Dalam proses pembelajaran, kedudukan guru masih sangat dominan dan siswa masih pasif hanya mendengarkan penjelasan guru, sehingga pembelajaran berjalan searah. Dengan kondisi demikian, siswa hanya didudukan sebagai objek, bukan sebagai subjek pembelajaran.
Kerja sama antar teman untuk membina sosialisasi siswa sangat kurang. Pembelajaran lebih banyak dikerjakan secara perseorangan (individual). Motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat rendah. Konsep pembelajaran soal cerita hanya diterima dari guru melalui penjelasan saja, sedangkan hasil belajar menganalisa dan mengevaluasi soal cerita kurang begitu ditekankan. Siswa kurang mampu mengonstruksikan, mendiskusikan atau merefleksikan materi pembelajaran yang telah dipelajari, sehingga pembelajaran belum terasa bermakna bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan penilaian, guru hanya menekankan pada segi hasil dan umumnya menitikberatkan pada aspek pengetahuan semata. Penilaian proses belum mendapatkan perhatian penuh dari guru. Sebelum melakukan apersepsi soal cerita, siswa tidak melakukan upaya-upaya yang bisa membantu kelancaran pembelajaran soal cerita. Guru hanya memberikan tugas soal tanpa arahan dan bimbingan, bagaimana upaya menganalisa soal cerita secara efektif, kemudian siswa disuruh langsung mengemukakan hasilnya.
Pada Siklus I, pembelajaran belum berjalan dengan baik. Siswa belum aktif melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak mengandalkan perintah guru. Pada saat mengidentifikasi atau menentukan kalimat matematika sederhana siswa kurang memahami apa yang diharapkan oleh soal tersebut, sehingga hasil dari penyelesaian soal tersebut hasilnya banyak yang salah
Deskripsi Siklus II, pembelajaran telah diikuti siswa dengan cukup baik. Siswa telah dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Siswa lebih termotivasi belajarnya, lebih bersemangat dan antusias delam mengikuti proses pembelajaran. Pengaruh positif dari meningkatnya partisipasi dalam belajar ini adalah meningkatnya kegiatan belajar kelompok lewat berdiskusi. Hasil belajar siswa mengidentifikasi, mengubah soal cerita, keaktifan dalam diskusi serta hasil belajar menentukan hasil akhir sudah sangat baik, sudah mencapai batas tuntas yang telah ditetapkan. Siswa juga sudah tampak aktif mengikuti proses pemebelajaran. Hanya pada kegiatan berdiskusi masih perlu banyak mendapat perhatian agar lebih meningkat lagi. Peningkatan motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan krateria baik dapat diketahui dari hasil pengamatan atau observasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Siklus I dan Siklus II dapat dinyatakan bahwa pembelajaran matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar dalam menyelesaikan soal cerita matematika.
Ketuntasan belajar siswa sejak Kondisi Awal sebelum tindakan, Siklus I dan Siklus II mengalami peningkatan. Analisis data secara lengkap sebagai berikut:
Tabel 9. Perbandingan prosentase siswa belajar tuntas.
No | Hasil Belajar | Kondisi Awal | Siklus I | Siklus II |
1 | Nilai Rata-rata Kelas | 57,25 | 66,25 | 74,65 |
2 | Siswa tidak tuntas | 11 | 6 | 2 |
3 | Siswa sudah Tuntas | 9 | 14 | 18 |
4 | Ketuntasan Klasikal | 45% | 70% | 90% |
Selain data nilai tiap siklus, ada data aktivitas siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II juga mengalami peningkatan. Pada kegiatan observasi terlihat bahwa observasi aktivitas siswa meningkat dari Siklus I dari aspek ketepatan menjawab, aspek tanggung jawab dan aspek kerja sama dari 5,9 menjadi 7,15, sehingga mengalami peningkatan sebanyak 1,25. Aktivitas siswa dalam pembelajaran siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari Siklus I ke Siklus II.
Pada kegiatan observasi guru terlihat bahwa observasi aktivitas guru meningkat dari aspek (1) Guru dalam melaksanakan kegiatan pra pembelajaran, (2) Guru dalam aspek membuka pelajaran, (3) Pada kegiatan inti dalam penguasaan materi pelajaran, (4) Penggunaan/strategi pembelajaran guru, (5) Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran, (6) Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa, (7) Guru di dalam melakukan aspek penilaian proses dan hasil, (8) Penggunaan bahasa yang dilakukan guru pada saat pembelajaran, (9) Kegiatan penutup yang dilakukan oleh guru. Aktivitas guru dalam proses pembelajaran menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari Siklus I ke Siklus II.
Dari analisis data dan observasi selama pembelajaran matematika, secara umum menunjukan perubahan yang signifikan. Guru telah berhasil menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti telah menemukan beberapa temuan sebagai berikut:
- Siswa belum terbiasa dengan diskusi dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Matematika, terutama hasil belajar menyelesaikan soal cerita pecahan, sehingga belum terarah saat berdiskusi.
- Pembagian team secara heterogen juga ada siswa yang belum aktif karena siswa yang prestasinya tinggi ada yang mendominasi dalam kegiatan diskusi dan siswa yang prestasinya kurang kebanyakan pasif dan cenderung menggantungkan anggota yang lebih pintar.
- Selain itu juga saat siswa disuruh untuk menanggapi hasil diskusi dari tim lain ada yang masih pasif dan tidak mau mengungkapkan pendapatnya.
- Guru kurang memanfaatkan waktu yang efisien saat pelaksanaan tindakan Siklus I.
- Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe STAD membuat siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran hasil belajar menyelesaikan soal cerita pecahan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa, yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini karena menjadikan pembelajaran hasil belajar menyelesaikan soal cerita pecahan lebih menyenangkan, siswa menjadi antusias dan memahami tentang materi soal cerita. Jadi pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar menyelesaikan soal cerita pecahan.
PENUTUP
Kesimpulan
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil belajar menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Kabupatan Blora Tahun Pelajaran 2019/2020. Hasil belajar meningkat sesuai dengan nilai rata-rata dan ketuntasan. Pada Kondisi Awal, rata-ratanilai kelas 57,25 dengan ketuntasan belajar siswa hanya 55%. Pada Siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas 66,25 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 70%. Sedangkan pada Siklus II, nilai rata-rata kelas 74,63 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 90%.
Saran
Bagi Siswa
- Hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran.
- Selalu melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
- Dalam meningkatkan hasil belajar menyelesaikan soal cerita matematika siswa hendaknya lebih berusaha dan mau berinteraksi dengan temannya.
Bagi Guru
- Memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan pembelajaran.
- Lebih mempersiapkan perencanaan pembelajaran sebelum pembelajaran.
- Menggunakan pembelajaran kooperatif metode STAD dalam meningkatan hasil belajar menyelesaiakan soal cerita matematika.
Bagi Sekolah
- Menyediakan fasilitas yang mendukung dalam proses pembelajaran.
- Perlu menggiatkan adanya kelompok belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
- Ikut mendorong siswa untuk berinteraksi dengan temannya dalam meningkatkan hasil belajar menyelesaikan soal cerita pecahan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah untuk mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.
—. 2007. Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Tingkat SD/MI. Jakarta: Depdiknas
Ghazali, A Syukur. 2002. Metode Pengajaran Matematika dengan Strategi Belajar Kooperatif. Magelang: Indonesia Tera.
Hawa, Siti. 2008. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Isjoni dan Ismail. 2008. Model Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning in the Science Classroom. New York: Clencoe Mc Graw Hill.
Muhsetyo, Gatot. 2008. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka Press.
Nurhadi. 2009. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Grasindo.
Simanjuntak, Lisnawaty dkk. 2008. Metode Mengajar Matematika I. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert. 2008. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta.
Suprijono, Agus. 2009 Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Van De Walle, John A.. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.
Wardhani, IGAK. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka Press.