Pelaksanaan Supervisi Akademik Untuk Meningkatan Keterampilan Guru
PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK
UNTUK MENINGKATAN KETERAMPILAN GURU
DALAM MENERAPKAN STRATEGI PEMBELAJARAN
ANAK LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNERS) DI SEKOLAH INKLUSI
SDN LODOYONG 01 KEC. AMBARAWA KAB. SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Marsinem
SD Negeri Lodoyong 01 Kecamatan Ambarawa
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar di SD Negeri Lodoyong 01 Kec. Ambarawa kab. Semarang. Peningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran Anak Lamban Belajar ( Slow Learners) dilakukan dengan supervisi akademik oleh kepala SD Negeri Lodoyong 01 Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang terhadap para guru. Kepala Sekolah melakukan observasi langsung terhadap pembelajaran para guru SD dalam melaksanakan tugas di kelas/ sekolah. Subyek penelitian ini adalah guru SD Negeri Lodoyong 01 Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang berjumlah 7 orang. Supervisi akademik untuk meningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran Anak Lamban belajar meliputi: (a) pra pembelajaran, (b) kegiatan inti pembelajaran, (c) pendekatan / strategi pembelajaran, (d) pemanfatan sumber belajar, (e) penilaian proses dan hasil belajar, (f) penggunaan bahasa. Hasil penelitian tindakan sekolah membuktikan bahwa Supervisi akademik dapat meningkatan keterampilan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran Anak Lamban belajar di SD Negeri Lodoyong 01 Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Hal ini terbukti bahwa : (1) hasil kondisi awal 62,86 dengan pencapaian indikator keberhasilan (PIK) 28,57%; pada siklus I rata-rata 70,71 dengan pencapaian indikator keberhasilan (PIK) 57,14% < 75%. Maka Supervisi akademik perlu dilaksanakan secara individual pada tindakan siklus II, (2) hasil siklus I rata-rata skor 80,86 adapun hasil pada pencapaian PIK siklus II adalah 100%. Hasil siklus II telah menunjukkan bahwa keterampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran Anak Lamban Belajar ( Slow Learners) mencapai rata-rata 80,86 dengan indikator keberhasilan 100% dan yang mencapai kriteria baik 100% > 80%. Maka tindakan Supervisi akademik dinyatakan telah berhasil.
Kata kunci: supervisi akademik, strategi pembelajaran anak lamban belajar
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak semua orang, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Semua orang berhak mengembangkan potensi kemanusiaannya untuk menjadi manusia yang utuh melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan untuk semua (education for all).
Pendidikan untuk semua dapat diwujudkan dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif pada jejang pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTS), pendidikan menengah (SMA/MA dan SMK/MAK), dan pendidikan tinggi. Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang mengakomodasi semua anak, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler, dengan beragam karakteristik, perkembangan, dan kebutuhan anak untuk mengembangkan potensi anak secara optimal. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus Pasal 2 (Sue Stubbs, 2002: 123) menyatakan bahwa sekolah reguler berorientasi inklusif adalah lembaga yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun masyarakat inklusif, dan mencapai pendidikan untuk semua.
Dewasa ini, pendidikan inklusif di Indonesia semakin berkembang pesat. Jumlah lembaga pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif terus bertambah setiap tahunnya, termasuk untuk wilayah Kab. Semarang.
Perkembangan pesat pendidikan inklusif perlu diimbangi peningkatan kualitas layanan pendidikan untuk anak normal dan anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah inklusi. Ada beberapa jenis anak berkebutuhan khusus yang mendapat layanan pendidikan khusus di sekolah inklusi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, siswa yang termasuk anak berkebutuhan khusus meliputi: 1) anak tunanetra; 2) anak tunarungu; 3) anak tunawicara; 4) anak tunagrahita; 5) anak tunadaksa; 6) anak tunalaras; 7) anak berkesulitan belajar; 8) anak lamban belajar (slow learners); 9) anak autis; 10) anak yang memiliki gangguan motorik; 11) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya; 12) anak yang memiliki kelainan lainnya; dan 13) anak tunaganda.
Anak lamban belajar atau slow learners adalah salah satu anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan layanan pendidikan khusus di sekolah inklusi. Layanan pendidikan khusus tersebut dibutuhkan karena anak lamban belajar harus menghadapi beberapa masalah belajar, seperti: 1) kesulitan memahami konsep abstrak; 2) mempunyai kosa kata yang terbatas; 3) mempunyai motivasi belajar yang rendah; 4) membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memahami suatu materi dibandingkan anak normal seusianya; dan 5) membutuhkan pengulangan dalam penjelasan materi.
Anak lamban belajar hampir dapat ditemukan di setiap sekolah inklusi. Ana Lisdiana (2012: 1) mengemukakan bahwa kurang lebih 14,1% anak termasuk anak lamban belajar. Jumlah ini lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan anak berkesulitan belajar, anak tunagrahita, dan anak autis. Berdasarkan data Kementerian Sosial Republik Indonesia (Yachya Hasyim, 2013: 113), pada tahun 2011 jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia mencapai kurang lebih 7 juta orang atau sekitar 3% dari jumlah total seluruh penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebagian besar termasuk anak lamban belajar, autis, dan tunagrahita.
Meskipun jumlahnya cukup tinggi, keberadaan anak lamban belajar di kelas kurang mendapat perhatian karena hambatannya termasuk hambatan yang tidak dapat diamati langsung. Anak lamban belajar tidak mempunyai perbedaan fisik dengan anak normal lainnya. Hambatan anak lamban belajar baru akan tampak setelah mengikuti proses pembelajaran.
Prevalensi yang cukup tinggi dan keberadaannya yang tidak dapat diidentifikasi secara langsung menuntut guru reguler (guru kelas dan guru mata pelajaran) untuk memiliki persiapan terkait keberadaan anak lamban belajar di kelas. Namun, di beberapa sekolah inklusi, persiapan guru reguler untuk menangani pembelajaran dan pendidikan khusus anak lamban belajar belum optimal. Hal ini dapat dipahami karena pada umumnya, guru reguler tidak belajar tentang pendidikan khusus secara mendalam dan belum dilatih dalam kompetensi kolaboratif dan penguasaaan kompetensi khusus terkait layanan pendidikan khusus anak lamban belajar.
Di samping itu, pada realitasnya guru reguler harus menghadapi beberapa masalah dalam proses pembelajaran di sekolah inklusi. Berdasarkan hasil penelitian Sunardi (Sunaryo, 2009: 10-12), secara umum, permasalahan yang dapat diidentifikasi terkait proses pembelajaran di sekolah inklusi meliputi: 1) proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching; 2) guru cenderung mengalami kesulitan dalam merumuskan kurikulum fleksibel, penyusunan Program Pembelajaran Individual (PPI), dan penyusunan tujuan, materi, dan metode pembelajaran; 3) terjadi kesalahan dalam praktik di mana target kurikulum anak berkebutuhan khusus sama dengan anak normal dan ada anggapan anak dengan hambatan tertentu (fisik, emosi, sosial, atau intelektual) tidak mempunyai kemampuan memadai untuk menguasai materi belajar; 4) pembelajaran belum memanfaatkan media, sumber, dan lingkungan belajar yang bervariasi sesuai kebutuhan anak berkebutuhan khusus karena keterbatasan fasilitas sekolah; 5) sistem penilaian belum menggunakan pendekatan yang fleksibel dan bervariasi karena belum ada panduan yang jelas tentang sistem penilaian; dan 6) masih ada pandangan bahwa sistem penilaian hasil belajar anak berkebutuhan khusus sama dengan anak normal lainnya.
Dengan demikian, potensi mereka juga belum berkembang optimal. Salah satu komponen yang berperan penting untuk mengatasi masalah belajar dan membantu pencapaian tujuan pembelajaran anak lamban belajar secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimilikinya adalah strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran berperan penting dalam memberikan kemudahan dalam proses belajar anak lamban belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Di sekolah inklusi, guru reguler dapat bekerja sama dengan Guru Pembimbing Khusus (GPK) untuk memilih, merancang, dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat untuk anak lamban belajar.
Strategi pembelajaran yang tepat untuk anak lamban belajar adalah strategi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak lamban belajar. Sesuai dengan pendapat Hidayat (2009: 5-6) tentang strategi pembelajaran untuk semua anak, strategi pembelajaran yang tepat untuk anak lamban belajar dapat diterapkan dengan menyesuaikan kemampuan belajar anak lamban belajar dengan tujuan, alokasi waktu, penghargaan, tugas, dan bantuan dalam proses pembelajaran. Hal ini terkait lima komponen strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh Walter Dick dan Carrey (Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, 2011: 21-26), meliputi: 1) kegiatan pembelajaran pendahuluan; 2) penyampaian informasi; 3) partisipasi siswa; 4) penilaian pembelajaran; dan 5) kegiatan lanjutan.
Masing-masing guru di sekolah inklusi dapat mengembangkan lima komponen strategi pembelajaran untuk mengatasi masalah belajar anak lamban belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal, efektif, dan efisien. Salah satu satu sekolah inklusi di Kab. Semarang adalah SD Negeri Lodoyong 01 Kec. Ambarawa.
Untuk tahun pelajaran 2016/2016, SD Negeri Lodoyong 01 menangani dua puluh enam anak berkebutuhan khusus, mulai dari kelas I sampai kelas VI. Berdasarkan hasil asesmen, lima belas dari anak berkebutuhan khusus tersebut adalah anak lamban belajar. Penempatan anak lamban belajar di kelas reguler adalah satu anak lamban belajar di kelas I, dua anak lamban belajar di kelas II, satu anak lamban belajar di kelas III, empat anak lamban belajar di kelas IV, tiga anak lamban belajar di kelas V dan 4 anak lamban belajar di kelas VI. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal yang difokuskan pada proses pembelajaran di kelas IV, kelas V, dan kelas VI, anak lamban belajar secara umum mengikuti pembelajaran sama seperti siswa lainnya. Namun, apabila anak lamban belajar mengalami kesulitan, terutama pada saat pengerjaan soal-soal latihan di kelas, masing-masing guru kelas menerapkan strategi pembelajaran khusus untuk anak lamban belajar. Strategi pembelajaran khusus tersebut seperti dengan sabar dan ramah guru kelas mendekati, memberikan pengulangan, dan membimbing anak lamban belajar setahap demi setahap dalam mengerjakan soal latihan. Untuk kelas IV, strategi pembelajaran khusus untuk anak lamban belajar juga diberikan secara intensif oleh Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari orang tua atau wali anak lamban belajar.
Perencanaan dan penerapan strategi pembelajaran anak lamban belajar menghadapi beberapa permasalahan. Pertama, pembelajaran anak lamban belajar belum menggunakan Program Pembelajaran Individual (PPI). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak lamban belajar membutuhkan PPI untuk meningkatkatkan prestasi akademiknya dan mengatasi masalah belajarnya. PPI di SD Negeri Lodoyong 01 disusun untuk anak berkebutuhan khusus dengan jenis ketunaan tertentu yang tidak dapat mengikuti proses pembelajaran sama seperti siswa lainnya di kelas, misalnya anak tunaganda dan autis. Selama ini, pembelajaran untuk anak lamban belajar mengikuti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) reguler sama seperti siswa lainnya. Guru kelas dan GPK tidak menyusun PPI untuk anak lamban belajar karena faktor kesibukan guru kelas dan anak lamban belajar dipandang masih dapat mengikuti pembelajaran sama seperti siswa lainnya jika diberi perlakuan khusus sesuai karakteristik, kemampuan, dan kebutuhannya. Namun, pada pelaksanaan pembelajaran di kelas IV, guru kelas memberikan modifikasi pada materi dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) , di bawah siswa normal yang disesuaikan dengan kemampuan anak lamban belajar.
Kedua, dalam penerapan strategi pembelajaran anak lamban belajar di kelas, hanya ada empat anak lamban belajar yang dapat didampingi Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari orang tua atau wali anak lamban belajar secara intensif, yaitu anak lamban belajar di kelas IV. Anak lamban belajar di kelas V dan kelas VI tidak didampingi secara intensif oleh GPK, sehingga layanan pembelajaran untuk anak lamban belajar sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru kelas. Dalam hal ini, guru kelas mempunyai keterbatasan dalam memberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, kemampuan, dan kebutuhan anak lamban belajar. Waktu guru kelas tidak bisa diberikan sepenuhnya untuk menangani pembelajaran anak lamban belajar karena anak normal dan anak berkebutuhan khusus lainnya juga memerlukan layanan pembelajaran dari guru kelas. Selain itu, layanan pembelajaran yang diberikan guru kelas untuk anak lamban belajar hanya berdasarkan pengalaman mengajar karena guru kelas tidak mempelajari secara mendalam pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, terutama anak lamban belajar.
Ketiga, pembelajaran dalam bentuk team teaching untuk anak lamban belajar belum dilaksanakan di kelas V dan kelas VI karena pembelajaran anak lamban belajar di kelas V dan kelas VI tidak didampingi Guru Pembimbing Khusus (GPK) secara intensif. Guru kelas memberikan layanan pembelajaran sepenuhnya untuk anak lamban belajar.
Keempat, dengan strategi pembelajaran yang diterapkan guru kelas selama ini, prestasi belajar anak lamban belajar masih belum optimal. Anak lamban belajar mengalami kesulitan pada mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Jawa. Hasil ulangan harian anak lamban belajar menunjukkan bahwa anak lamban belajar mempunyai nilai yang lebih rendah dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), baik KKM reguler untuk anak lamban belajar di kelas.
Permasalahan yang telah diuraikan tersebut menjadi tantangan guru kelas dalam memilih, merancang, dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat, sehingga anak lamban belajar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, strategi pembelajaran dapat memberikan kesempatan yang sama untuk anak berkebutuhan khusus, khususnya anak lamban belajar, dan anak normal untuk mengembangkan potensinya masing-masing. Hal ini menarik perhatian untuk melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan supervisi akademik untuk meningkatakan keterampilan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar di sekolah inklusi SD Negeri Lodoyong 01, ditinjau dari lima komponen strategi pembelajaran, meliputi: 1) kegiatan pembelajaran pendahuluan; 2) penyampaian informasi; 3) partisipasi siswa; 4) penilaian pembelajaran; dan 5) kegiatan lanjutan.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Apakah Supervisi Akademik Kepala Sekolah dapat meningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar di SD Negeri Lodoyong 01 Kec. Ambarawa Kab. Semarang?
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar di SD Negeri Lodoyong 01, ditinjau dari lima komponen strategi pembelajaran, meliputi: 1) kegiatan pembelajaran pendahuluan; 2) penyampaian informasi; 3) partisipasi siswa; 4) penilaian pembelajaran; dan 5) kegiatan lanjutan.
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu, khususnya dalam bidang ilmu pendidikan. Manfaat teoretis penelitian ini meliputi:
- memberikan masukan untuk guru kelas terkait strategi pembelajaran anak lamban belajar di sekolah inklusi; dan
- memberikan sumbangan teoretis dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk anak lamban belajar di sekolah
Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan mempunyai nilai praktis untuk guru , siswa, sekolah . Manfaat praktis hasil penelitian ini meliputi:
- bagi guru, hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang strategi pembelajaran yang efektif untuk anak lamban belajar di sekolah inklusi;
- bagi siswa, hasil penelitian dapat mendukung pembelajaran efektif untuk semua siswa, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus, terutama anak lamban belajar, di sekolah inklusi;
- bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang strategi pembelajaran yang efektif untuk anak lamban belajar di sekolah
KAJIAN TEORI
Supervisi Akademik Kepala Sekolah
Pengertian Supervisi Akademik
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Prasojo dan Sudiyono, 2011: 48). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Rekleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan peserta didik di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang bermakna bagi guru dan peserta didik?, Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?, Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan disini, bahwa setelah melakukan penilaian kinerja harus dilanjutkan pelaksanaan supervisi akademik dengan melakukan tindak lanjut berupa pembuatan program supervisi akademik dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pengertian Anak Lamban Belajar
Anak lamban belajar dikenal dengan istilah slow learners, backward, dull, atau borderline. Anak lamban belajar berbeda dari anak yang mengalami retardasi mental, under achiever, ataupun anak berkesulitan belajar (learning disabled). Beberapa ahli mengidentifikasi anak lamban belajar berdasarkan tingkat kecerdasan atau hasil tes IQ.
Cooter, Cooter Jr., dan Wiley (Nani Triani dan Amir, 2013: 3) menjelaskan bahwa anak lamban belajar adalah anak yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata anak normal pada salah satu atau seluruh area akademik dan mempunyai skor tes IQ antara 70 sampai 90.
Mumpuniarti (2007: 14) mengidentifikasi anak lamban belajar sebagai anak yang mempunyai IQ di antara 70 sampai 89. Berdasarkan skala inteligensi Wechsler (Sugihartono, dkk., 2007: 41), anak dengan IQ 70 sampai 89 termasuk borderline (70-79) dan low average atau dull (80-89). Burt (G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006: 2) menjelaskan bahwa istilah backward atau slow learners diberikan untuk anak yang tidak dapat mengerjakan tugas yang seharusnya dapat dikerjakan oleh anak seusianya. Jenson (G.L. Reddy, R. Ramar, dan A. Kusuma, 2006:2-3) menambahkan, anak lamban belajar dengan IQ 80 sampai 90 lebih lambat dalam menangkap materi pelajaran yang berhubungan dengan simbol, abstrak, atau materi konseptual. Kebanyakan anak lamban belajar mengalami masalah dalam pelajaran membaca dan berhitung.
Tingkat kecerdasan atau hasil tes IQ anak lamban belajar berhubungan erat dengan perkembangan intelektual anak. Ditinjau dari perkembangan intelektualnya, Pichla, Gracey, dan Currie (2006: 39) mengemukakan bahwa anak lamban belajar termasuk anak yang mengalami kelemahan kognitif (cognitive impairment). Anak dengan kelemahan kognitif membutuhkan pengulangan tambahan untuk mempelajari keterampilan atau ilmu baru, tetapi masih dapat belajar dan berpartisipasi di sekolah umum dengan bantuan dan modifikasi tertentu. Anak dengan kelemahan kognitif dapat mengalami gangguan pemusatan perhatian dan berbicara.
Hal ini senada dengan pendapat Lay Kekeh Marthan Marentek, dkk. (2007: 49-50) yang mengemukakan bahwa anak lamban belajar diklasifikasikan sebagai anak dengan keterbatasana keterampilan kognitif karena mempunyai skor IQ sedikit di bawah anak normal. Skor IQ anak lamban belajar adalah antara 70-89. Anak lamban belajar dapat mengikuti program pembelajaran di sekolah reguler pada jenjang pendidikan dasar dengan bantuan yang intensif.
Ana Lisdiana (2012: 1) menambahkan bahwa anak lamban belajar mengalami hambatan atau keterlambatan perkembangan mental. Fungsi intelektual anak lamban belajar di bawah anak normal seusianya, disertai kekurangmampuan atau ketidakmampuan belajar dan menyesuaikan diri, sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus. Anak lamban belajar membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan nonakademik. Anak lamban belajar sulit diidentifikasi karena penampilan luarnya sama seperti anak normal dan dapat berfungsi normal pada sebagian besar situasi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa anak lamban belajar atau slow learners adalah anak yang mengalami keterlambatan perkembangan mental, serta memiliki keterbatasan kemampuan belajar dan penyesuaian diri karena mempunyai IQ sedikit di bawah normal, yaitu antara 70 sampai 89, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan non akademik.
METODE PENELITIAN
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah Guru SDN Lodoyong 01 Kec. Ambarawa Kab. Semarang yang merupakan tempat peneliti bertugas sebagai guru dan kepala sekolah tahun pelajaran 2016/2017.
Setting Penelitian
- PTS dilakukan pada guru SDN Lodoyong 01 Kec. Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017.
- Guru SDN Lodoyong 01 Kec. Ambarawa Kab. Semarang terdiri dari 7 orang ( GT dan GTT ).
- PTS dilakukan pada guru melalui supervisi akademik kepala sekolah untuk meningkatkan keterampilan guru menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow Learners).
Rancangan Penelitian
- Tindakan dilaksanakan dalam 2 siklus
- Kegiatan dilaksanakan dalam semester Ganjil tahun pelajaran 2016/2017.
- Lama penelitian 4 bulan efektif dilaksanakan mulai bulan Oktoberd Desember 2016.
- Dalam pelaksanaan tindakan, rancangan dilakukan dalam 2 siklus yang meliputi ; (a) perencanaan,(2) tindakan,(3) pengamatan,(4) refleksi.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber Data :
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu :
1 | Guru : | Diperoleh data tentang peningkatan keterampilan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) |
2 | Kepala Sekolah : | Diperoleh data tentang penerapan supervisi akademik kepala sekolah. |
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Paparan Data dan Temuan Penelitian
Perencanaan Tindakan
PRA SIKLUS
Dengan menerapkan supervise akademik kepala sekolah dalam menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) diperoleh nilai rata-rata kinerja guru adalah 62,86 atau ada 2 Orang guru dari 7 orang sudah meningkat mutunya dalam proses belajar mengajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara kelompok guru ( sekolah ) belum meningkat mutunya, karena guru yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar 28,57% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85 %. Hal ini disebabkan karena guru masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan oleh kepala sekolah dalam pembinaan dengan menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) di sekolah inklusi.
SIKLUS I
Nilai rata-rata peningkatan kemampuan guru adalah 70,71 atau ada 4 orang guru dari 7 orang guru sudah meningkat kemampuannya dalamproses belajar mengajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus I ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari pra siklus.
Adanya peningkatan mutu guru ini karena setelah kepala sekolah menginformasikan bahwa setiap akhir pembinaan / supervisi selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya guru lebih termotivasi meningkatkan mutunya dalam proses pembelajaran. Selain itu guru juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan kepala sekolah dengan menerapkan supervisi akademik melalui strategi pembelajaran anak lamban belajar ( slow learners ).
SIKLUS II
Nilai rata-rata hasil pengamatan proses pembelajaran sebesar 80,86 dan dari 7 orang guru yang telah meningkatkan kemampuannya secara keseluruhan. Maka secara kelompok peningkatan kemampuan guru telah tercapai sebesar 100 % ( termasuk kategori tuntas ). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil supervisi akademik pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam melakukan pembinaan melalui strategi pembelajaran anak lamban belajar di sekolah inklusi sehingga guru menjadi lebih terbiasa dengan pembinaan seperti ini sehingga guru lebih mudah dalam memahami pembinaan yang telah diberikan oleh kepala sekolah ( peneliti ). Di samping itu ketuntasan ini juga dipengaruhi oleh kerja sama dari guru yang telah menguasai proses pembelajaran untuk membimbing guru yang belum menguasainya melalui pembinaan oleh kepala sekolah.
Analisis Data Deskriptif Kuantitatif
Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa:
- Terjadi peningkatan keterampilan guru setelah diberi tindakan yaitu terjadi 62,86 % menjadi 70,71 % ada kenaikan sebesar = 7,85 %
- Dari sebelum tindakan ( pra siklus ) dan setelah tindakan sampai dengan ( siklus 2 ) 62,86 % menjadi 70,71 %, dan dari ( siklus 1 ) ke ( siklus 2) juga ada peningkatan sebanyak 80,86 % – 70,71 % = 10,15 %.
- Rata – rata keterampilan guru sebelum diberi tindakan 28,57 % pada pra siklus , meningkat 57,14 % pada siklus I, dan pada siklus II menjadi 100 %.
- Dari tindakan siklus 1 dan setelah tindakan( siklus 2 ) 70,71 % menjadi 80,86 % berarti ada peningkatan prestasi sebanyak 80,86 % – 70,71 % = 10,15 %.
Refleksi dan Temuan
Berdasarkan pelaksanaan tindakan maka hasil observasi nilai,hasil dapat dikatakan sebagai berikut :
- Pertemuan pertama kegiatan pembinaan yang dilakukan kepala sekolah melalui supervisi akademik dalam penerapan strategi pembelajaran slow learners belum berhasil karena dalam pembinaan masih terlihat guru belum antusias, dan belum memahami apa yang dimaksudkan oleh kepala sekolah;
- Model pembinaan melalui strategi pembelajaran slow learners, dalam hal peningkatan keterampilan guru belum tampak, sehingga hasil yang dicapai tidak tuntas.
- Mungkin karena proses pembinaan yang dilakukan kepala sekolah melalui melalui supervisi akademik dalam menerapkan strategi pembelajaran slow learners yang baru mereka laksanakan sehingga guru merasa kaku dalam menerapkannya.
- Akan tetapi setelah dijelaskan, mereka bisa mengerti dan buktinya pada pertemuan kedua dan ketiga proses pembinaan kepala sekolah berjalan baik, semua guru aktif dan lebih-lebih setelah ada instrumen penilaian proses pembelajaran, seluruh guru meningkat mutunya dalam proses belajar mengajar.
Pembahasan Hasil Penelitian
- Ketuntasan Hasil Pembinaan kepala sekolah
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) binaan kepala sekolah memiliki dampak positif dalam meningkatkan keterampilan guru hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman guru dari pembinaan yang diberikan oleh kepala sekolah ( ketuntasan pembinaan meningkat dari pra siklus , I, dan II) yaitu masing-masing 62,86 % ; 70,71 % ; dan 80,86 % Pada siklus II ketuntasan pembinaan guru secara kelompok telah tercapai.
- Kemampuan Kepala Sekolah dalam melakukan pembinaan.
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas guru dalam pembinaan yang dilakukan kepala sekolah dalam menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan guru yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata yang dicapai guru pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
- Aktivitas Kepala Sekolah dan Guru dalam Pembinaan
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas guru dan kepala sekolah dalam proses pembinaan melalui penerapan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan / memperhatikan penjelasan kepala sekolah, dan diskusi antar guru antara guru dan kepala sekolah. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas guru dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas kepala sekolah selama pembinaan telah melaksanakan langkah-langkah pembinaan dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas kepala sekolah yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati guru dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab di mana persentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka hasil pembinaan kepala sekolah hasilnya sangat baik. Hal itu tampak pada pertemuan pertama dari 7 orang guru yang hadir pada saat penelitian ini dilakukan nilai rata rata mencapai ; 62,86 % meningkat menjadi 70,71 % dan pada siklus 2 meningkat menjadi 80,86% .
Dari analisis data di atas bahwa pembinaan dalam meningkatkan keterampilan guru dengan menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) di sekolah inklusi melalui pembinaan kepala sekolah, yang berarti proses kegiatan belajar mengajar lebih berhasil dan dapat meningkatkan mutunya khususnya di SDN Lodoyong 01 Kec. Ambarawa Kab. Semarang, oleh karena itu diharapkan kepada para guru SD dapat meningkatkan mutunya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Berdasarkan manajemen berbasis sekolah ( MBS ) dikatakan tuntas apabila guru telah mencapai nilai standar ideal 75 mencapai ≥ 85 %. Sedangkan pada penilitian ini, pencapai nilai ≥ 75 pada ( siklus 2 ) mencapai melebihi target yang ditetapkan dalam MBS yaitu mencapai 100 % . Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan dapat diterima.
P E N U T U P
Simpulan
Dari hasil kegiatan pembinaan yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Pembinaan kepala sekolah dalam meningkatkan keterampilan guru menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) memiliki dampak positif dalam meningkatkan kemampuan guru guru dalam proses belajar mengajar di SDN Lodoyong 01 Kec. Ambarawa Kab. Semarang yang ditandai dengan peningkatan kemampuan guru dalam setiap siklus, yaitu pra siklus (62,86 %), siklus I ( 70,71 % ), dan siklus II ( 80,86 % ).
- Pembinaan kepala sekolah dalam meningkatkan kemampuan guru mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan kinerja guru.
- Pembinaan kepala sekolah melalui pembinaan kepada guru dalam menerapkan strategi pembelajaran anak lamban belajar (slow learners) efektif untuk meningkatkan mutu guru, sehingga mereka merasa siap untuk melaksanakan pembinaan berikutnya.
Saran-Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar mutu guru dapat meningkat, lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi peningkatan capaian mutu sekolah, maka disampaikan saran sebagai berikut :
- Pembinaan kepala sekolah dalam meningkatkan keterampilan guru memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga kepala sekolah harus mempu menentukan atau memilih model pembinaan yang diberikan sehingga diperoleh peningkatan mutu guru yang optimal.
- Dalam rangka meningkatkan mutu guru, kepala sekolah hendaknya lebih sering melatih guru dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, di mana guru nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga guru lebih berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
- Perlu adanya pembinaan yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan pada guru di SDN Lodoyong 01 Kec. Ambarawa Kab. Semarang tahun pelajaran 2016/2017.
|
DAFTAR PUSTAKA
Ana Lisdiana. (2012). “Prinsip Pengembangan Atensi pada Anak Lamban Belajar”.Modul Materi Pokok Program Diklat Kompetensi Pengembangan Fungsi Kognisi pada Anak Lamban Belajar bagi Guru di Sekolah Inklusi Jenjang Lanjut. Bandung: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP PMP) Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar Biasa (PPPPTK TK dan PLB).
Arjmandnia, Ali Akbar dan Keivan Kakabaraee. (2011). “The Investigation of Parents‟ Attitude Toward Inclusive Education for Slow Learners” International Journal on New Trends in Education and Their ImplicationsOctober, November, December 2011 Volume: 2 Issue: 4. Hlm. 88-95. Artikel disampaikan dalam The 2nd International Conference on New Trends in Education and their Implications – ICONTE, 27- 29 April 2011, Antalya – TURKEY. Dipulikasikan www.ijonte.org.
Depdiknas. (2007). Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (Manajemen Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Sekolah Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad. (2011). Belajar dengan Pendekatan PAILKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayat. (2009). Model dan Strategi Pembelajaran ABK dalam Setting Pendidikan Inklusif. Workshop “Pengenalan & Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) & Strategi Pembelajarannya” Balikpapan 25 Oktober 2009. Balikpapan: Tempat Terapi untuk Anak HARAPAN KU, Ruko Kimia Farma Klandasan Lantai 2, dan Parents Support Group (PSG).
Krishnakumar, P. et. al. (2006). Effectiveness of Individualized Education Program for Slow Learners. Indian Journal of Pediatrics Volume 73 February 2006.Hlm. 135-137.
Lay Kekeh Marthan Marentek, dkk. (2007). Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Made Wena. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta: Bumi Aksara.
Sunaryo. (2009). Manajemen Pendidikan Inklusif Makalah Jurusan PLB. Bandung: UPI.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Yachya Hasyim. (2013). Pendidikan Inklusif di SMK Negeri 2 Malang. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 1, Nomor 2, Juli 2013Hlm.112-121.
Yatim Riyanto. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.