Pembelajaran-Fisika
Pembelajaran Fisika Menggunakan Model STAD
dengan Peer Assesment
untuk Meningkatkan Kemampuan PenalaranAn aNAlitis
dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPa
Efendi Harsono
Guru Fisika SMA 1 Bae Kudusa
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatan kemampuan penalaran analitis dan prestasi belajar siswa pada materi dinamika gerak rotasi. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan pada bulan April 2013 – Januari 2014 di SMA 1 Bae Kudus kelas XI IPA-3, tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri 35 siswa. Prosedur penelitian meliputi 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi dan tahap refleksi. Penelitian dilaksanakan dengan dua siklus. siklus I siswa belajar dengan model STAD dan peer assessment aktivitas. Siklus II, siswa belajar dengan model STAD dilengkapi peer assessment aktivitas dan kemampuan penalaran analitis. Data prestasi belajar kognitif dan kemampuan berfikir analitis diambil dengan tes kognitif, observasi atau pengamatan. Kesimpulan penelitian: 1) Model STAD dengan peer assessment dapat terlaksana dengan baik melalui dua siklus, 2) Model STAD dengan peer assessment dapat meningkatkan kemampuan penalaran analitis dan prestasi belajar siswa pada materi dinamika gerak rotasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penerapan peer assessment berpengaruh terhadap kemampuan penalaran analitis dan prestasi belajar. Siswa yang mempunyai peer assessment tinggi kemampuan penalaran analitis dan prestasi belajar tinggi. Sedangkan siswa dengan peer assessment rendah kemampuan penalaran analitis dan prestasi belajar lebih rendah. Hal ini terjadi karena dalam peer assessment, siswa menilai pekerjaan teman-temannya yaitu siswa dituntut untuk menggunakan kemampuannya memeriksa pekerjaan temannya. Siswa juga dituntut untuk bersikap jujur, tanggung jawab, dan aktif. Rincian hasil belajar sebagai berikut: a) terjadi peningkatan persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar kognitif dari sebelum tindakan (34,29%), siklus I (57,14%), dan siklus II (85,71%), b) terjadi peningkatan capaian rata kemampuan penalaran analitis dari kategori sangat baik siklus I (74,29%), siklus II (88,57%) sebesar (7,43%) dan terjadi penurunan capaian rata-rata dengan kategori baik dari siklus I (25,71%), siklus II (11,43%) sebesar 4,28%, yang disebabkan jumlah populasi kategori sangat baik bertambah, c) terjadi peningkatan capaian rata-rata prestasi belajar, sebelum tindakan (62,34), setelah siklus I (77,49), dan pada siklus II (82,57).
Kata kunci: STAD, peer assessment, kemampuan penalaran analitis, prestasi belajar, dinamika gerak rotasi
PENDAHULUAN
Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran sains yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Ilmu fisika termasuk kelompok sains, merupakan ilmu yang di-peroleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan “apa”, “mengapa”, dan “ba-gaimana” sifat dan gejala-gejala pada benda-benda di alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat transformasi, dinamika, dan energitika zat. Oleh sebab itu mata pelajaran ilmu fisika di SMA atau MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur, dan sifat, transformasi, dinamika dan energitika zat mengutamakan kete-rampilan-keterampilan berpikir kritis, kre–atif, inovatif dan penalaran dalam mene–rapkan konsep-konsep IPA.
Banyak siswa SMA yang merasa kesulitan dalam mempelajari Fisika. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa dari tahun ke tahun. Berdasarkan pengalaman guru dalam mengajar, ternyata dari hasil ulangan Fisika cenderung siswa mem-peroleh hasil atau nilai yang masih rendah. Sebagai guru di kelas XI SMA 1 Bae Kudus tahun pelajaran 2013/2014 merasa kurang puas dengan hasil belajar siswa terutama di kelas XI IPA-3, dari setiap ulangan sebagian besar siswa cenderung belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sebesar 77 (tujuh puluh tujuh) dan kemampuan penalaran analitisnya rendah, ditunjukkan ketika menyelesaikan tes belajar tipe keterampilan proses ilmiah mengalami kesulitan. Baru setelah diadakan ulangan perbaikan, ketuntasan klasikal tercapai, dan itupun mesti dilakukan berulang kali, bahkan pada beberapa materi yang dianggap lebih sulit ulangan perbaikan perlu diulang lagi. Melakukan ulangan perbaikan perlu tambahan waktu, yang terkadang harus dilakukan siang hari, setelah pulang sekolah.
Sesuai dengan alokasi kurikulum dan pembagian jadwal jam pembelajaran yang diberlakukan sekarang, sangat tidak memungkinkan untuk memberikan ulangan perbaikan berkali-kali pada jam-jam pem-belajaran efektif di pagi hari. Penambahan jam akan menghambat materi-materi pela-jaran berikutnya, sehingga perlu ditemukan solusi yang terbaik untuk mengatasi per-masalahan di atas.
Fakta hasil ulangan pada kompe-tensi dasar (KD) materi Usaha dan Energi, yang dilakukan pada bulan September 2013 diperoleh hasil hanya delapan (12) siswa atau 34,29% dari 35 siswa di kelas XI IPA-3 SMA 1 Bae Kudus yang mencapai KKM atau mendapat nilai di atas 77 yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, sedangkan sisanya 23 siswa atau 65,71% masih belum mencapai KKM.
Perolehan hasil belajar terdata ada perbedaan yang mencolok nilai prestasi belajar siswa antara yang sudah tuntas dengan siswa yang belum tuntas, dengan rentang nilai yang lebar, rerata nilai belum tuntas sebesar 62,12 dan rerata nilai siswa yang tuntas sebesar 87,22. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1) fisika belum diajarkan sesuai karak-ter mata pelajaran, 2) guru belum melibat-kan secara langsung dalam pembimbingan individual, 3) rendahnya motivasi belajar, 2) kurangnya pemahaman kebersamaan untuk tujuan yang sama, 3) kurangnya tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, dan 4) keberagaman kemampuan penalaran analitis siswa belum diperhatikan oleh guru.
Agar siswa memahami konsep-kon-sep Fisika, menumbuhkan kemampuan be-kerjasama atau sifat kebersamaan, berfikir kritis, kemauan untuk membantu teman dan penalaran konsep Fisika, maka salah satu upaya guna meningkatkan pemaham-an materi pada materi pelajaran Fisika yang bisa ditempuh menggunakan pende-katan model Student Achievement Devision (STAD) dan peer assessment. Dengan mo-del STAD diharapkan siswa kelas XI IPA-3 ada kebersamaan, melatih bekerjasama, berdiskusi untuk mencapai tujuan bersama, melakukan penalaran dari pengalaman nyata, menumbuhkan kemampuan penalar-an dan berfikir kritis sehingga memudah-kan pemahaman standar kompetensi konsep dan prinsip dasar dinamika gerak rotasi.
STAD merupakan salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa belajar dalam kelompok yang terdiri dari empat atau lima anggota yang heterogen. Dengan STAD siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri, serta adanya penghargaan kelompok yang mampu mendorong para siswa untuk kompak.
Pembelajaran kooperatif model STAD diharapkan siswa dapat saling mem-bantu atau bekerja sama, saling mendis-kusikan dan berargumentasi, untuk meng-asah kemampuan mereka sehingga semua siswa pengetahuan setara. Beberapa ahli pendidikan menyatakan bahwa pembelajar-an kooperatif tidak hanya unggul untuk memahami konsep, tetapi membantu siswa untuk menumbuhkembangkan kemampuan dan memupuk sifat hubungan kerja antara kelompok, berani mengungkap pendapat, memiliki rasa tanggung jawab, saling menghargai pendapat, bersikap sosial, mengembangkan berpikir kritis sesama anggota kelompok dan meningkatkan harga diri Slavin (2008).
Peer assessment merupakan suatu penilaian yang memiliki kelebihan dari pe-nilaian yang lain, yaitu penilaian yang secara langsung melibatkan siswa melaku-kan penilaian yang semula hanya dilakukan oleh guru. Kegiatan tersebut dirangkai dalam sebuah kegiatan penelitian yang menggunakan sistematika prosedural pene-litian tindakan kelas (PTK). Melalui kegiatan pelibatan peserta didik dalam proses penilaian, peserta didik mampu mengem-bangkan kerjasama, mengkritisi proses dari hasil belajar orang lain, menerima feedback atau kritik dari orang lain (Zulharman, 2007)
Penelitian ini bertujuan: 1) untuk meningkatan kemampuan penalaran anali-tis siswa kelas XI IPA-3 SMA 1 Bae Kudus dalam pembelajaran menggunakan model STAD dengan peer assessment pada mata pelajaran fisika materi dinamika gerak rotasi, 2) untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA-3 SMA 1 Bae Kudus dengan pembelajaran menggunakan model STAD dengan peer assessment pada mata pelajaran fisika materi dinamika gerak rotasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA 1 Bae Kudus kelas XIPA-3 tahun pelajaran 2013/2014 semester gasal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 – Januari 2014. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Re-search), peneliti berusaha merefleksi dan mencari solusi berupa tindakan untuk mengatasi masalah yang ada dalam pembelajaran di kelas. Melalui pendekatan pembelajaran model STAD dan peer assessment kemampuan penalaran analitis dan prestasi belajar siswa dapat meningkat.
Penelitian tindakan ini melibatkan 2 siklus dengan materi yang berbeda pada setiap siklusnya. Dimungkinkan dilaksana-kan siklus III, jika belum memperoleh tujuan yang diharapkan. Siklus I pembela-jaran fisika menggunakan model STAD dan peer assessment aktivitas. Kelompok siswa melakukan percobaan dengan pokok mate-ri momen gaya, diskusi tentang momen inersia dan presentasi kelompok. Siklus II, siswa belajar dengan model STAD dan peer assessment prestasi belajar. Pembelajaran diawali dengan demontrasi guru, tanya jawab serta diskusi kelompok membahas momentum sudut, energi kinetik rotasi, presentasi kelompok.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan pemberian tes, angket, observasi, dan dokumentasi. Data prestasi belajar siswa diperoleh dari hasil tes yang diberikan kepada siswa setiap selesai proses pembelajaran. Sedangkan metode observasi dan dokumentasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung sehingga dapat menelusuri dan mendapat-kan gambaran yang jelas mengenai per-kembangan hasil belajar dan kemampuan penalaran analitis. Peer assessment dilaksanakan setelah tiap siklus selesai.
Kegiatan pembelajaran didokumen-tasikan dengan lembar observasi keterlak-sanaan pembelajaran. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar kognitif dan kemampuan penalaran analitis siswa dilakukan dengan tes kemudian memban-dingkan skor rata-rata hasil tes antar siklus. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar afektif dilakukan analisis terhadap data kualitatif yang berasal dari lembar observasi. Hasil observasi dianalisis menjadi data kuantitatif yang berupa skor hasil observasi afektif.
Indikator keberhasilan dalam pene-litian ini adalah meningkatnya kemampuan penalaran analitis dan hasil belajar siswa konsep dinamika gerak rotasi pada siswa kelas XI IPA-3 SMA 1 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2013/2014. Daya serap perorangan dikatakan tuntas belajar apabila telah memperoleh nilai sekurang-kurangnya 77 atau mencapai skor 77% dari standar nilai KKM adalah 77 yang telah ditentukan. Sedangkan daya serap klasikal, apabila telah memperoleh ketuntasan bela-jar sekurang-kurangnya 80% dari jumlah siswa di kelas tersebut yang telah menca-pai nilai perorangan minimal 77 dan mencapai skor 80%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN
Deskripsi Kondisi Awal
Fakta hasil ulangan pada kompe-tensi dasar (KD) Usaha dan Energi yang dilakukan pada bulan September 2013 diperoleh hasil hanya 12 siswa atau 34,29%, yaitu dari 35 siswa di kelas XI IPA-3 SMA 1 Bae Kudus yang mencapai KKM atau mendapat nilai di atas 77 yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, sedangkan sisanya 23 siswa atau 65,71% masih belum mencapai KKM (tabel 1). Perolehan hasil belajar terdata ada perbedaan yang mencolok nilai presta-si belajar siswa antara yang sudah tuntas dengan siswa yang belum tuntas, dengan rentang nilai yang lebar, rerata nilai belum tuntas sebesar 62,12 dan rerata nilai siswa yang tuntas sebesar 87,22. Hal ini disebabkan karena Fisika belum diajarkan sesuai karakter mata pelajaran, Guru belum melibatkan secara langsung dalam pembimbingan individual, motivasi belajar rendah, jarangnya kebersamaan untuk tujuan yang sama, kurangnya tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan kebera-gaman kemampuan penalaran analitis siswa belum diperhatikan oleh guru.
Hasil Prestasi Belajar pada Materi Usaha dan Energi
No. |
Interval |
Sebelum Tindakan |
|
Jumlah Siswa |
% |
||
1 |
52 – 58 |
3 |
8,57 |
2 |
59 – 65 |
7 |
20,00 |
3 |
66 – 72 |
8 |
22,85 |
4 |
73 – 79 |
6 |
17,14 |
5 |
80 – 86 |
8 |
22,85 |
6 |
87 – 93 |
3 |
8,57 |
7 |
94 – 100 |
0 |
0,00 |
Jumlah |
35 |
100 |
Upaya meningkatkan kerjasama belajar yang akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa, serta untuk mem-biasakan kerja kelompok maka dengan menerapkan model STAD dengan peer assessment. Kemampuan penalaran siswa supaya meningkat, siswa harus aktif dalam pembelajaran, misal melaksanakan kegiat-an eksperimen, berdiskusi dengan sung-guh-sungguh, bertanya dengan teman da-lam kelompok, mencari serta mempelajari literatur lain yang mendukung materi dan menyelesaikan soal-soal latihan, pemaham-an konsep, aplikasi konsep, analisis soal-soal keterampilan proses, dengan peer assessment hal di atas dapat teratasi.
Deskripsi Siklus I
Tahap siklus I guru merencanakan pembelajaran dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan mempertimbangkan kondisi awal. Menyu-sun lembar tugas siswa, menyiapkan alat, menyusun soal prestasi belajar dan ke-mampuan penalaran analitis, menyiapkan lembar angket respon siswa. Membagi kelompok berdasar kemampuan akademik maupun jenis kelamin, tiap kelompok terdiri dari lima siswa.
Pelaksanaan pembelajaran dengan model STAD, kelompok siswa melakukan kegiatan percobaan momen gaya. Siswa antusias untuk melakukan percobaan, mendata hasil percobaan, menjawab perta-nyaan pada lembar kegiatan siswa dan sangat interaktif ketika presentasi tiap kelompok berlangsung. Hal ini ditunjukkan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan dari kelompok lain.
Dari data nilai hasil tes prestasi belajar dan kemampuan analitis siklus I yang diikuti 35 siswa (tabel 2), distribusi perolehan nilai prestasi belajar sebagai berikut: nilai terendah (minimum) 56, nilai tertinggi (maksimum) 96, dan rata-rata nilai (mean) sebesar 77,5. Dari sudut ketuntasan belajar yang mendapat nilai di atas KKM atau nilai yang lebih dari 77 telah mengalami peningkatan biarpun belum seberapa yaitu dari 8 siswa (22,9%) setelah Siklus I menjadi 22 siswa (62,86%).
Distribusi nilai prestasi belajar siklus I
Nilai interval |
Frekuensi |
Frek. Relatif (%) |
52 – 58 |
2 |
5,71 |
59 – 65 |
4 |
11,43 |
66 – 72 |
5 |
14,29 |
73 – 79 |
6 |
17,14 |
80 – 86 |
12 |
34,29 |
87 – 93 |
3 |
8,57 |
94 – 100 |
3 |
8,57 |
Data nilai hasil tes siklus I seba-nyak 5 soal dengan kategori ranah analisis dengan aspek bernalar deduktif, bernalar induktif dan abstraksi reflektif (tabel 2), yang diikuti sejumlah 35 siswa, didapat distribusi nilai siswa dengan kategori cukup (interval nilai 0-20), kosong atau 0%. Kate-gori baik (interval nilai 40-60) sebanyak 9 siswa, atau 25,71%. Kategori sangat baik (interval nilai 80-100) sebanyak 26, atau 74,29% (Tabel 2). Rata-rata nilai (mean) sebesar 81,14.
Hasil observasi ditemukan terjadi peningkatan kerjasama antar siswa dalam kerja kelompok maupun diskusi kelompok, beberapa siswa mulai bertanya pada teman dan siswa lain menjelaskan tanpa rasa canggung, siswa berani ke depan untuk menunjukkan hasil kerja dan diskusi kelompok.
Hasil penilaian peer assessment aktivitas pelaksanaan model STAD dengan kategori sangat baik sebanyak 11 siswa atau sebesar 31,43%, kategori baik, sebanyak 13 siswa atau sebesar 37,14% dan kategori cukup sebanyak 9 siswa atau sebesar 25,71% (Tabel 5).
Distribusi Nilai Aktivitas Siswa
Nilai interval |
Frekuensi |
Kriteria |
Frek. Relatif (%) |
25 – 70 |
9 |
Cukup |
25,71 |
71 – 95 |
13 |
Baik |
37,14 |
96 – 120 |
11 |
Sangat Baik |
31,43 |
Hasil refleksi pada siklus I: 1) terjadi peningkatan kerjasama antar siswa dalam kerja kelompok maupun diskusi kelompok, 2) beberapa siswa mulai berta-nya pada teman dan siswa lain menjelas-kan tanpa rasa canggung. 3) siswa berani ke depan untuk menunjukkan hasil kerja dan diskusi kelompok.
Secara garis besar kelemahan pada siklus I: 1) membutuhkan waktu yang agak lama melebihi yang direncanakan, 2) sua-sana kelas yang sedikit agak gaduh ketika kegiatan eksperimen, 3) anak belum terbia-sa untuk menilai teman sendiri, masih ada sedikit keraguan. Kegiatan eksperimen yang dilakukan kelompok, merupakan salah satu kegiatan kerjasama, berdiskusi untuk memperoleh konsep dari pengalaman nyata. Menurut Arends (2008) kolaborasi atau kerja sama pada kelompok-kelompok belajar dapat mendorong penyelidikan, dialog bersama, mengembangkan keteram-pilan berfikir dan keterampilan sosial.
Kelebihan lain siswa mulai latihan melakukan penilaian terhadap temannya sendiri. Larisey (1994) menyatakan bahwa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau keadaan siswa yang sudah dewasa butuh diberi kesempatan untuk belajar langsung, kritis, dan diberi kesempatan pula untuk dilibatkan dalam penilaian (peer assessment). Hal ini berhubungan dengan proses pembentukan sikap siswa, yaitu dapat membentuk karakter siswa untuk memiliki sikap yang lebih aktif dan dapat lebih bersikap kritis. Melalui pelibatan siswa dalam proses penilaian, siswa mampu mengembangkan kerjasama, mengkritisi proses dari hasil belajar orang lain, menerima feedback atau kritik dari orang lain (Zulharman, 2007).
Hasil diskusi dengan teman seja-wat merekomendasikan beberapa perbaik-an untuk pembelajaran siklus II antara lain: 1) guru memperjelas dan menekankan pada besaran-besaran pokok dengan menghubungkan gerak rotasi dalam kehi-dupan sehari-hari, 2) guru mendemontrasi-kan gerak rotasi beberapa benda dengan ukuran dan bahan yang berbeda. Dari de-montrasi ini guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang didiskusikan dalam ke-lompok-kelompok belajar, hasilnya dipre-sentasikan di depan kelas, 3) tugas pelaporan diskusi tidak diberikan pada kelompok, tetapi kepada setiap siswa, dan 4) guru melaporkan hasil belajar siswa, yaitu hasil belajar kemampuan penalaran analitis dan hasil penilaian sesama teman, dengan harapan anak termotivasi dari hasil yang telah dicapai agar lebih baik lagi atau meningkat.
Diskripsi Siklus II
Merancang kegiatan tindakan ber-dasarkan kesalahan, kelemahan, dan kekurangan yang sudah terjadi pada siklus I. Kesalahan tindakan yang terjadi di siklus I diperbaiki pada siklus II. Kegiatan di siklus II terdiri: 1) kegiatan perencanaan, 2) tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi.
Perencanaan siklus II dilakukan dengan menyusun 1) RPP materi momen-tum sudut, energi kinetik translasi dan rotasi, 2) lembar tugas siswa, dan 3) soal tes.
Siklus II siswa lebih semangat belajar, terlihat diskusi kelompok yang tampak serius, siswa tidak malu bertanya teman, dan semangat ke depan baik untuk mempresentasikan hasil kelompok maupun mengerjakan soal tampak tiap kelompok bersaing dengan kelompok yang lain untuk menyelesaikan hasil diskusi maupun me-nunjukkan hasilnya ke depan. Pembelajar-an juga tepat waktu sesuai yang direnca-nakan, siswa lebih memahami arti kerja kelompok, sehingga kelas terdengar te-nang.
Data nilai hasil tes siklus II yang diikuti sejumlah 35 siswa (Tabel 6), didapat distribusi nilai sebagai berikut: nilai teren-dah (kurang baik) 60, nilai tertinggi (sangat baik) 100, dan rata-rata nilai (mean) sebesar 82,6. Dengan demikian dari sudut ketuntasan belajar (yang mendapat nilai di atas KKM atau lebih dari 77 telah mengalami peningkatan menjadi 33 siswa atau sebesar 78,6%.
Distribusi nilai prestasi belajar siklus II
Niai interval |
Frekuensi |
Frek. Relatif % |
52 – 58 |
0 |
0,00 |
59 – 65 |
2 |
5,71 |
66 – 72 |
2 |
5,71 |
73 – 79 |
5 |
14,29 |
80 – 86 |
16 |
45,71 |
87 – 93 |
6 |
17,14 |
94 – 100 |
4 |
11,43 |
Akhir siklus II siswa melaksanakan peer assessment dan mengerjakan 20 soal uji kompetensi prestasi belajar dan 5 soal kemampuan penalaran analitis ditunjukkan tabel 7.
Distribusi Nilai Kemampuan Penalaran Analitis Siklus II
Nilai interval |
Frekuensi |
Frek. Relatif (%) |
0 – 20 |
0 |
0 |
40 – 60 |
4 |
11,43 |
80 – 100 |
31 |
88,57 |
Hasil pengamatan di siklus II siswa: a) lebih semangat belajar, terlihat diskusi kelompok yang tampak serius, b) tidak malu bertanya teman, c) semangat ke depan baik untuk mempresentasikan hasil kelompok, d) semangat mengerjakan soal, e) tampak tiap kelompok bersaing dengan kelompok yang lain untuk menyelesaikan hasil diskusi maupun menunjukkan hasilnya ke depan, f) pembelajaran juga tepat waktu sesuai yang direncanakan, g) lebih memahami arti kerja kelompok, terlihat kelas terdengar tenang, dan h) anak terbiasa untuk menilai teman sendiri, tidak ada keraguan.
Pembahasan antar Siklus
1. Peer Assessment
Penerapan peer assessment dilak–sanakan untuk menilai aktivitas dan ke–mampuan penalaran analitis siswa. Metode yang digunakan pada pengambilan data ini dengan metode observasi. Kegiatan peni–laian peer assessment agar mudah maka siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Pada setiap kelompok eksperimen ini siswa dibagi menjadi 7 kelompok dan setiap ke–lompok beranggotakan 5 orang. Pada pro–ses penilaian, 1 siswa dinilai 4 teman atau rekannya. Peer assessment dilaksanakan oleh siswa secara bergantian. Semua anggota mengamati teman yang lain da–lam satu kelompok pada kegiatan pembelajaran.
Peer assessment merupakan hal baru bagi siswa, sehingga perlu dibuat kriteria atau item penilaian yang seseder–hana mungkin. Kriteria atau item penilaian tersebut meliputi rasa ingin tahu, melaku–kan kegiatan yang menunjukkan kepeduli–an terhadap pembelajaran, kerja sama dalam kelompok, tanggung jawab, dan keterbukaan. Penilaian yang dilakukan oleh siswa akan dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh guru. Hasil penilaian aktivitas siswa oleh guru yang dibanding–kan dengan penilaian teman diambil dari data pertemuan ketiga. Hal ini karena pada pertemuan ketiga siswa sudah melihat keseluruhan proses pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran dengan STAD siswa tidak kesulitan dalam menilai temannya karena dalam satu kelompok saling berinteraksi. Pelaksanaan peer assessment pada pembelajaran dilakukan di laboratorium fisika. Siswa satu kelompok duduk pada satu meja sehingga sambil melaksanakan pembelajaran siswa juga melakukan penilaian terhadap temannya. Dilibatkannya siswa pada proses penilaian dapat memberikan beberapa manfaat bagi siswa, yaitu dapat melatih mereka dalam menilai temannya sendiri, mendapatkan pengalaman baru, dan dapat menumbuh-kan semangat dalam diri mereka, serta timbul rasa bersaing untuk menjadi yang terbaik.
Tabel 5 menunjukkan hasil peni–laian aktivitas siswa di akhir siklus I pada pembelajaran fisika menggunakan model STAD. Perolehan penilaian aktivitas siswa yang tergolong cukup sebesar 25,71%, angka tersebut masih belum memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan. Perolehan rerata aktivitas yang belum memenuhi indikator kinerja ini disebabkan pada tindakan siklus I, siswa kurang terlibat secara aktif dalam pembelajaran terutama dalam kegiatan diskusi. Ketika pembelajaran berlangsung, sebagian besar siswa hanya menyaksikan kerja temannya saja tanpa melakukan sendiri, sebagian siswa tidak peduli dengan pendapat yang dikemukakan teman. Hasil pengamatan aktivitas, masih sedikit siswa yang meres–pon pertanyaan guru maupun temannya, pasif dalam berdiskusi.
Data hasil penilaian siswa menun–jukkan hasil rerata penilaian aktivitas siswa dalam kategori sangat baik pada siklus II mengalami peningkatan, yaitu dari nilai rata-rata 31,43% meningkat menjadi 57,14% atau mengalami peningkatan 25,71% (Tabel 8). Peningkatan rerata per–olehan aktivitas dikarenakan model penilai–an peer assessment yang diterapkan oleh guru efektif sebagai penilaian alternatif Peer assessment ini meningkatkan sema–ngat belajar siswa karena membuat siswa dapat membantu siswa untuk menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab, dan terlibat dalam penilaian, mendorong siswa untuk menganalisis secara kritis kerja yang dilakukan oleh orang lain, bukan hanya melihat sehingga siswa menjadi sadar akan tanggung jawabnya. Hal ini sesuai dengan pendapat White (2009) menyatakan bahwa peer assessment dianggap sebuah kunci praktik formatif, yaitu dalam hal proses membentuk kompetensi mereka dan kete–rampilan dengan tujuan untuk membantu mereka meneruskan proses yang sudah dilaksanakan.
Hasil penelitian Mowl & Pain (1995) menunjukkan bahwa penilaian diri dan penilaian teman sebaya telah dapat meningkatkan hasil tes menulis siswa pada mata pelajaran Geografi. Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah beberapa kali dievaluasi dan disupervisi terbukti hasil penelitian ini mendapatkan umpan balik yang baik mengenai diri siswa dalam melakukan evaluasi diri hingga terbukti bahwa bentuk penilaian teman sebaya ini bermanfaat bagi proses belajar siswa. Selain itu peningkatan nilai rata-rata hasil belajar pada siklus II juga dipengaruhi oleh meningkatnya keaktifan siswa, kinerja guru dalam proses pembela–jaran, serta di antara siswa telah sadar akan tanggungjawabnya.
Meskipun rerata perolehan nilai aktivitas siswa mengalami kenaikan, na–mun hasil belajar yang diperoleh dirasa masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Dari data penelitian juga tampak kekurangan yang ada pada siklus I yaitu banyak siswa yang keputusannya masih subyektif karena pihak penilai tidak disamarkan identitas–nya. Ada beberapa siswa yang menilai temannya karena takut kalau ada ancaman dari teman yang dinilai sehingga beberapa penilaian siswa menjadi tidak valid atau terjadi ketidak konsistenan dalam penilai–an. Siswa kurang memperhatikan hal penilaian dengan serius, siswa masih mempertimbangkan pertemanan, dan lain-lain yang berdampak pada keputusan mereka.
Pengalaman siswa untuk terlibat dalam penilaian, siswa menjadi tahu keje–lasan tentang kriteria penilaian sehingga siswa akan cenderung melakukan hal yang sesuai dengan kriteria penilaian. Dengan pengalaman itu menuntut siswa untuk terlibat langsung baik mental maupun fisik sehingga siswa merasa senang dalam be–lajar. Dengan mengaktifkan siswa berarti siswa diajak untuk turut serta dalam selu–ruh proses pembelajaran tidak hanya men–tal tetapi juga melibatkan fisik, dengan cara seperti itu suasana belajar lebih me–nyenangkan sehingga hasil belajar dapat dioptimalkan. Suasana belajar seperti itu juga tergambar dalam pembelajaran de–ngan penilaian peer assessment. Hal yang sama juga dikatakan oleh Zulharman (2007) yang mengemukakan beberapa kelebihan peer assessment diantaranya: 1) membantu siswa untuk menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab, dan terlibat dalam penilaian, 2) mendorong siswa un–tuk menganalisis secara kritis kerja yang dilakukan oleh orang lain, bukan hanya melihat, 3) membantu memperjelas krite–ria penilaian, 4) memberikan umpan balik kepada siswa yang lebih beragam, dan 5) mengurangi beban pada guru.
Peningkatan rerata perolehan akti-vitas siswa pada siklus II juga tidak terlepas dari kinerja guru dalam proses pembelajaran, karena guru dapat menge-lola pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pem-belajaran. Tindakan perbaikan guru terse-but terlihat dari penilaian peer assessment yang melibatkan siswa dengan membuat identitas siswa sebagai penilai temannya menjadi samar sehingga siswa lebih objektif dalam menilai temannya yang pada akhirnya membuat peer assessment menjadi valid. Hal ini sesuai dengan pen-dapat Cho et al., (2006) yang mengatakan bahwa dalam pelaksanaan peer assess-ment siswa membutuhkan nama samaran. Nama penilai dalam lembar penilaian yang dibagikan kepada siswa/penilai harus disamarkan atau disembunyikan. Hal ini digunakan untuk mengurangi status bias yang mungkin terjadi dalam pengamatan teman sebaya.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar individu sebelum tin-dakan tidak ada, pada siklus I dengan kategori sangat baik (interval 94-100) sebanyak 11,43%, dan pada siklus II hasil belajar individu dengan kategori sangat baik sebanyak 20,00% terjadi peningkatan sebesar 8,67%. Kriteria baik (interval 80-93) sebelum tindakan sebanyak 31,42%, pada siklus I hasil belajar individu dengan kriteria baik sebanyak 40,00% dan pada siklus II sebanyak 57,14%, dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 17,14%. Sedangkan pada kriteria cukup baik (interval nilai 66-79) sebelum tindakan sebanyak 39,99%, pada siklus I sebanyak 31,43% dan pada siklus II sebanyak 17,14%, setelah tindakan terjadi penurun-an 14,29%. Hal ini disebabkan ada perpin-dahan perolehan nilai dari kategori cukup baik ke kategori baik, berarti terjadi peningkatan prestasi. Secara garis besar setelah dilakukan tindakan terjadi pening-katan hasil belajar individu baik pada siklus I maupun siklus II.
Hasil Tes Sebelum Tindakan, Siklus I, dan Siklus II
Interval |
Sebelum Tindakan |
SIKLUS I |
SIKLUS II |
|||
Jumlah Siswa |
% |
Jumlah Siswa |
% |
Jumlah Siswa |
% |
|
52 – 58 |
3 |
8,57 |
2 |
5,71 |
0 |
0,00 |
59 – 65 |
7 |
20,00 |
4 |
11,43 |
2 |
5,71 |
66 – 72 |
8 |
22,85 |
5 |
14,29 |
2 |
5,71 |
73 – 79 |
6 |
17,14 |
6 |
17,14 |
4 |
11,43 |
80 – 86 |
8 |
22,85 |
11 |
31,43 |
14 |
40,00 |
87 – 93 |
3 |
8,57 |
3 |
8,57 |
6 |
17,14 |
94 – 100 |
0 |
0,00 |
4 |
11,43 |
7 |
20,00 |
Secara garis besar setelah dilaku-kan tindakan terjadi peningkatan hasil belajar individu baik pada siklus I maupun siklus II sebesar 34,29%. Peningkatan prestasi merupakan hasil yang didapat oleh seseorang setelah melakukan kegiatan. Prestasi adalah isi dari kapasitas sese-orang, yang dimaksud di sini ialah hasil yang diperoleh seseorang setelah meng-ikuti didikan atau latihan tertentu” (Pasari-bu dan Simanjuntak, 2003: 85). Dari ungkapan tersebut jelaslah bahwa prestasi akan terjadi, setelah adanya kegiatan tertentu. Prestasi belajar menurut Syaifuddin Azwar (2009:90) adalah hasil maksimal seseorang dalam menguasai materi yang telah diajarkan. Prestasi belajar merupakan fungsi yang penting dari suatu proses pembelajaran. Prestasi belajar merupakan hasil erbaik yang dicapai dalam proses belajar mengajar. Brunei (dalam Dahar, 1989) berpendapat bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi pada lingkungan tetapi pada diri orang itu sendiri. Interaksi secara langsung antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan benda dan lingkungan di sekitarnya dapat mempenga-ruhi perilaku seseorang (Dahar, 1989).
3. Kemampuan Penalaran Analitis
Dari hasil penilaian kognitif siswa pada siklus I dari 5 soal diujikan dengan katagori ranah penilaian penalaran analitis dari 35 siswa yang mendapat nilai 80 ke atas (kategori sangat baik) sejumlah 26 (81,14%) siswa dan pada siklus II terjadi peningkatan, siswa yang mendapat nilai di atas 80 (kategori sangat baik) sejumlah 31 siswa (88,57%) ditunjukkan tabel 11 dan grafik histogram (gambar 2). Data nilai kemampuan penalaran analitis siklus I dibandingkan dengan nilai kemampuan penalaran analitis pada siklus II dapat dikatakan mengalami peningkatan sebesar 14,28%. Hasil penilaian dengan peer assessment yang mendapat nilai 90 ke atas (kriteria sangat baik) sebanyak 7 siswa, kemudian nilai dengan predikat sangat baik anak tersebut dibandingkan dengan per-olehan nilai dari tes kemampuan penalaran sangat bertepatan dengan penilaian peer assessment pada pembelajaran fisika materi dinamika gerak rotasi. Hasil analisa penilaian kemampuan penalaran analitis, siswa dapat: a) memberi penjelasan pe-nyebab terjadinya gerak rotasi yang paling mungkin berdasarkan konsep momen gaya dan momentum sudut, b) menarik kesim-pulan menurut dasar pemikiran umum gerak rotasi dalam kehidupan sehari-hari untuk menjelaskan hal- hal khusus, c) menarik kesimpulan dasar kelembaman gerak rotasi dan hukum kekekalan momentum sudut untuk menjelaskan hal-hal umum dalam kehidupan sehari-hari, d) mampu memberikan alasan yang logis terjadinya gerak rotasi dan adanya energi kinetik rotasi dengan alasan berupa hipotesa, dari eksperimen dan kejadian dalam kehidupan sehari-hari, dan e) me-ngembangkan konsep melalui penalaran, pemisahan dan klarifikasi berdasarkan ciri- ciri umum, mengenai energi gerak rotasi. Peningkatan kemampuan penalaran analitis siswa dibanggun oleh siswa sendiri, baik secara individu maupun kelompok. Penge-tahuan diperoleh dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar dan mengkonstruksi secara terus-menerus sesuai konsep ilmiah (Paul Suparno, 1997). Peningkatan ke-mampuan penalaran dapat juga terjadi setelah melakukan pembelajaran kelom-pok, berdiskusi untuk memahami konsep, mengkritisi proses dan adanya peer assessment.
Hasil penilaian dengan peer as-sessment yang mendapat nilai dengan nilai kriteria sangat baik pada tiap siklus, disejajarkan dengan perolehan nilai tes kemampuan penalaran analitis sangat bertepatan). Hal ini dapat dikatakan bahwa penerapan penilaian peer assessment pada pembelajaran fisika materi dinamika gerak rotasi menggunakan model STAD dapat meningkatkan kemampuan penalaran ana-litis siswa. Kondisi ini disebabkan karena siswa baik yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi maupun yang kemampuan penalarannya rendah sama-sama mengalami proses berpikir setelah melakukan pengamatan dengan indera (observasi empirik) sehingga mereka memahami konsep dan arti dari konsep tersebut. Sebagaimana pendapat dari Masofa (dalam Pandia, 2009) bahwa Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah kon-sep dan pengertian. Hal ini relevan dengan teori Vygotsky. Menurut Vygotsky (dalam Dahar, 1989) pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut.
Distribusi Nilai Kemampuan Penalaran Analitis Siklus I dan II
Nilai interval |
Frekuensi Siklus I |
Frekuensi Siklus II |
Frek. Relatif siklus I (%) |
Frek. Relatif Siklus II (%) |
0-20 |
0 |
0 |
0 |
0 |
40-60 |
9 |
4 |
25,71 |
11,43 |
80-100 |
26 |
31 |
81,14 |
88,57 |
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan: 1) pembelajaran fisika menggunakan model STAD dengan peer assessment pada materi dinamika gerak rotasi dapat meningkatan kemampuan pe-nalaran analitis siswa, 2) ada peningkatkan prestasi belajar siswa SMA dengan pembelajaran menggunakan model STAD dengan peer assessment pada mata pelajaran fisika materi dinamika gerak rotasi dan 3) terjadi peningkatan kerjasa-ma siswa.
Penggunaan model pembelajaran tipe STAD agar efektif: 1) siswa hendaknya diberi penjelasan terlebih dahulu, bagaima-na model pembelajaran tipe STAD itu agar semua siswa menyiapkan materi yang akan disampaikan kepada temannya dengan baik, 2) Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru hendaknya selalu memantau terhadap materi yang diberikan siswa kepada temannya agar tidak terjadi salah konsep tentang materi yang disampaikan.
Hasil peer assessment baik, maka dibutuhkan waktu yang lebih banyak lagi untuk melatih siswa, mulai dari cara pengisian lembar penilaian, pembacaan kriteria penilaian, pelaksanaan dalam kegi-atan pembelajaran, dan pemberian skor pada lembar penilaian. Dengan langkah-langkah ini siswa lebih terbiasa dengan pelaksanaan peer assessment, dan peer assessment ini dapat berjalan lebih baik.
Pada saat melakukan pengamatan untuk penilaian keaktifan siswa selama proses pembelajaran, hendaknya peneliti membentuk tim penilai yang terdiri dari beberapa guru dengan mata pelajaran yang sama. Tenaga laboran dilibatkan pada pelaksanaan, jika penelitian di ruang laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Arends Richard I. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baharuddin, Esa Nur Wahyuni. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarka: Ae-Ruzz Medi.
Cho, K, D.D Schunn, & Wilson. (2006). Validity and Reliability of Scaffolded Peer Assessment of Writing from Instructor and Student Perspective, Journal of Educational Psychology, 98(20): 891-901.
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Larisey, M.M. (1994). Student self-assessrnent: A tool for learning. Adult learning, Asian EFL J. 5(7): 9-10.
Mowl, G. & R.Pain. (1995) Using Self and Peer Assessment to Improve Studnt’s Essay Writing: A Case Study From Geography. Innovation in Education and Trainnning International, 32(4): 324-334.
Pandia, Wiswa. (2009). Filsafat Ilmu. Diktat kuliah sekolah tinggi theologi injili Philadelpia.
Pasaribu, Simanjuntak. (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito
Paul Suparno. (1997). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Syaifuddin Azwar. (2009). Tes Prestasi: Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Slavin. (2008). Cooperatif learning teori, riset, dan praktik. Bandung: Nusa Media
Usman, Moh Uzer. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bandung.
White, E. (2009). Student Perspectives of Peer Assessment for Learning in a Public Speaking Course. Asian EFL Journal. 33(2): 1-30.
Zulharman. (2007). Self dan peer assessment sebagai penilaian formatif dan sumatif. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.