Pembinaan Kelompok Dengan Media Video Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan
PEMBINAAN KELOMPOK DENGAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN GURU
DALAM MENERAPKAN MODEL DISCOVERY LEARNING BAGI GURU
DI SD NEGERI 2 JATIHARJO KECAMATAN PULOKULON
PADA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Darwati
SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah Untuk menganalisis proses dan hasil pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Dicovery Learning, di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Pada Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian tindakan sekolah. Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1-V SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan. Teknik pengumpulan data dengan observasi. Indikator keberhasilan apabila semua guru telah mencapai nilai kemampuan dengan kategori baik, yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata lebih dari 10,1 (> 10,1), dengan prosentase penguasaan indikator telah mencapai lebih dari >85%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengaplikasikan model discovery learning, setelah dilakukan pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan dapat meningkat dengan maksimal. Nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus I meningkat dari 5,5 menjadi 10,5 atau terjadi peningkatan sebesar 5,0. Nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II meningkat dari 10,5 menjadi 14, atau terjadi peningkatan sebesar 3,5. Nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus II meningkat secara keseluruhan dari 5,5 menjadi 14 atau terjadi peningkatan sebesar 8,5. Peningkatan prosentase penguasaan indikator prasiklus sebesar 36,67% meningkat pada siklus I menjadi 70,0%, atau terjadi peningkatan sebesar 33,33%). Prosentase penguasaan indikator siklus I sebesar 70,0% pada siklus II, meningkat menjadi 93,33% atau terjadi peningkatan sebesar 23,33%).
Kata kunci: model discovery learning, pembinaan kelompok, dan media video
PENDAHULUAN
Pelaksanaan kurikulum 2013, merupakan hal yang mendesak untuk dilaksanakan, atau setidaknya dipersiapkan oleh Sekolah Dasar, termasuk SD Negeri 2 Jatiharjo. Persiapan yang lebih penting dalam mengimplementasikan kurikulum adalah guru, guru sebagai ujung tombak serta garda terdepan dalam pelaksanaan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika guru yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
Kesiapan guru di ruang kelas akan menjadi faktor penentu implementasi kurikulum baru. Betapapun komprehensif perencanaan kurikulum pada akhirnya semua akan bergantung pada mutu dan kulaitas guru di lapangan. Guru harus selalu berusaha menyesuakan diri dengan kurikulum baru. Dengan demikian, kompetensi dan kesiapan guru dalam mengimplementasikan peraturan dan kebijakan pembaharuan kurikulum pendidikan di atas perlu mendapat perhatian serius.
Pembelajaran pada Kurikulum 2013 berorientasi pada pendekatan saintific learning. Pendekatan Scientific Learning merupakan salah satu pendekatan ilmiah yang terdiri dari beberapa tahap prosedur ilmiah, yakni mengamati, menanya, mencoba, menalar dan membuat jejaring. Siswa diajak untuk aktif dalam setiap kegiatan ini, mulai dari mengamati hal disekitar yang berkaitan dengan materi, aktif bertanya dan saling diskusi baik dengan guru ataupun teman, menggunakan penalaran dalam setiap langkah berpikirnya, mencoba untuk mempraktekkan sendiri atau menemukan sendiri serta memecahkan sendiri berbagai pertanyaan yang ada dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki dan menularkannya atau membuat jejaring dengan teman untuk dapat saling bertukar informasi pengetahuan yang didapat.
Beberapa model pembelajaran yang distandarkan kurikulum 2013 diantaranya adalah: (1) model penyingkapan yaitu siswa menemukan, mencari, dan meneliti yang meliputi discovery learning dan inquiry learning, (2) model problem based learning, (3) Project Based Learning (PjBL) dan (4) model Production Based Training (PBT). Model-model tersebut tentunya harus dikuasai oleh guru dengan baik agar tujuan kurikulum dapat tercapai.
Berdasarkan beberapa masukan dari guru dan hasil monitoring pada awal semester II Tahun Palajaran 2017/2018, terhadap guru di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon, diketahui bahwa guru belum memiliki kemampuan yang baik dalam menerapkan model pembelajaran discovery learining. Informasi yang diperoleh dari guru, diketahui bahwa belum mampunya guru melaksanakan pembelajaran discovery learning disebabkan guru belum memiliki pemahaman yang baik terhadap langkah pembelajaran tersebut.
Berdasarkan kenyataan terebut, maka perlu adanya tindakan untuk mengatasinya, yaitu melalui pembinaan guru dengan tujuan agar kemampuan guru di SD Negeri 2 Jatiharjo, dapat melaksanakan pembelajaran discovery learning dengan baik. Berbagai taknik dapat diterapkan untuk membina guru, baik secara kelompok maupun individu. Mempertimbangkan bahwa permasalahan belum mampunya guru menerapkan pembelajaran tersebut bersifat umum, maka pembinaan yang tepat adalah menggunakan pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran dengan menggunakan rancangan model penelitian tindakan sekolah (PTS).
Sesuai dengan teknik pembinaan, tujuan pembinaan, tempat dan waktu penelitian, maka judul penelitian tindakan sekolah ini adalah: “Pembinaan Kelompok Dengan Media Video Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Guru dalam menerapkan Model Discovery Learning bagi Guru di SD Negeri 2 Jatiharjo, Kecamatan Pulokulon Pada Semester II, Tahun Pelajaran 2017/2018.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning, di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Pada Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk menganalisis proses dan hasil pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Dicovery Learning, di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Pada Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018.
KAJIAN PUSTAKA
Kompetensi Guru
Menurut Usman (2009: 14) kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.
Menurut Mulyasa (2008: 25) kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti. Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sarimaya (2008: 17) mengemukakan kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya.
Pembinaan Kelompok
Menurut Thoha (2011: 78) pembinaan adalah Suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan yang lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang atau peningkatan atas sesuatu. Ada dua unsur dari definisi pembinaan yaitu:1. pembinaan itu bisa berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan tujuan, dan; 2. Pembinaan bisa menunjukan kepada perbaikan atas sesuatu. Pembinaan adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Media Video Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan perantara untuk menyampaikan pesan atau informasi yang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran agar memudahkan guru dalam penyampaian materi pembelajaran dan memudahkan siswa untuk menerima materi pembelajaran. Asra (2007: 5.5) mengemukakan bahwa kata media dalam “media pembelajaran†secara harfiah berarti perantara atau pengantar, sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat seseorang melakukan sesuatu kegiatan belajar.Media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk mengondisikan seseorang belajar.
Menurut (Arsyad, 2011) video merupakan gambar-gambar dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa video merupakan salah satu jenis media audio-visual yang dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Kemampuan video melukiskan gambar hidup dan suara memberikan daya tarik tersendiri. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.
Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran adalah proses yang diatur sedemikian rupa menurut langkah-langkah tertentu agar pelaksanaan mencapai hasil yang diharapkan (Sudjana, 2010: 136). Pelaksanaan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif, nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan siswa. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai. Pelaksanaan pembelajaran yang biasa disebut pengajaran adalah suatu proses hubungan mengajar dan belajar antara peserta didik dan guru. Tugas dan tanggung jawab utama seorang pengajar adalah mengelola pengajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara guru dan peserta didik.
Model Discovery Learning
Menruut Sani (2013: 89) model pembelajaran adalah kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Lebih lanjut, Suprihatiningrum (2013: 145) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang didalamnya menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada siswa.
Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Hosnan (2014: 282) bahwa discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Wilcox (dalam Hosnan, 2014: 281) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Kerangka Pemikiran
Kesiapan guru di ruang kelas akan menjadi faktor penentu implementasi kurikulum baru. Guru harus selalu berusaha menyesuakan diri dengan kurikulum baru, dengan cara selalu up date pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya. Beberapa perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013, diantaranya adalah pendekatan pembelajaran kurikulum 2013 lebih berorientasi pada pendekatan saintific learning, dengan beberapa model pembelajaran yang distandartkan diantaranya adalah model discovery learning, yaitu model pembelajaran yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya, tetapi dengan cara menemukan sendiri.
Berdasarkan masukan dari guru, dan hasil pengamatan awal, diketahui guru belum memiliki kemampuan yang baik dalam melaksanakan pembelajaran discovery. Sebagai penyebab rendahnya kempuan guru dalam menerapkan pembelajaran discovery tersebut karena kurangnya pemahaman guru tentang langkah-langkah pembelajaran yang seharusnya dilakukan, sehingga perlu adanya pembinaan khusus tentang pembelajaran tersebut melalui supervisi klinis teknik demonstrasi pembelajaran.
Dipilihnya teknik ini, karena secara keseluruhan guru belum memahami langkah pembelajaran yang harus dilakukan, sehingga dengan memperhatikan demonstrasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru model, maka akan diperoleh pemahaman yang lebih baik, terlebih dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan sekolah, maka perubahan pemahaman dan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran discovery akan dapat terlihat dengan jelas.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah†melalui demonstrasi pembelajaran mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon pada semester II tahun pelajaran 2017/2018.
METODE PENELITIAN TINDAKAN
Desain Penelitian Tindakan
Desain penelitian merupakan kerangka kerja yang digunakan untuk melaksanakan penelitian, yang akan memberikan prosedur untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyusun atau menyelesaikan masalah dalam penelitian dan merupakan dasar dalam melakukan penelitian. Oleh sebab itu desain penelitian yang tepat akan menghasilkan penelitian yang efektif dan efisien (Arikunto, 2010: 46).
Dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mencari pemecahan masalah nyata yang terjadi di sekolah yaitu rendahnya kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran discovery (discovery learning), maka desain yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan sekolah (PTS). Secara singkat, PTS ini meningkatkan kemampuan guru di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon dalam menerapkan pembelajaran discovery.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Jatiharjo yang beralamat di dusun Mambung RT 4/RW 6, Desa. Jatiharjo, Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan. Penelitian ini dilaksanakan semester II tahun pelajaran 2017/2018, dimulai bulan Januari sampai dengan Juni 2018, jadwal penelitian disusun dengan mempertimbangkan kelender pendidikan SD Negeri 2 Jatiharjo, semester II Tahun pelajaran 2017/2018.
Subjek dan Obyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan sebanyak 4 (empat) guru. Hal ini disebabkan adanya permasalahan dimana guru kurang langkah pembelajaran discovery sehingga dalam menerapkan pembelajaran tersebut, guru belum memiliki kemampuan yang baik, sehingga perlu adanya tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi titik perhatian (objek penelitian) adalah peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning.
Prosedur Penelitian
Sesuai dengan desain yang digunakan dalam penelitian ini, prosedur penelitian ini menggunakan penelitiana tindakan sekolah yanga terdiri dari siklus-siklus penelitian, setiap siklus terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu (1) mengembangkan perencanaan awal, (2) pelaksanaan tindakan, (3) melakukan observasi terhadap tindakan dan (4) refleksi.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui oberservasi langsung, dan melakukan penilaian terhadap kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning. Adapun teknik menilai adalah dengan cara memberikan skor pada masing-masing komponen/indikator, dengan menggunakan skor 0, 1, 2 dan 3.
Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik perbandingan, yaitu dengan cara membandingkan hasil penilaian kemampuan guru dalam mengaplikasikan model discovery learning siklus I dengan siklus berikutnya, dan membandingkan dengan indikator keberhasilan tindakan. Analisis data tersebut dilakukan selama proses tindakan dan sesudah penelitian.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan tindakan. Hasil penelitian dikatakan berhasil apabila semua guru telah memiliki kemampuan dalam menerapkan model discovery learning dengan kategori baik, yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata lebih dari 10,1 (> 10,1), dengan prosentase penguasaan indikator telah mencapai lebih dari >85%.
HASIL PENELITIAN
Prasiklus
Berdasarkan hasil observasi terhadap 4 guru sebagai subjek penelitian, hasilnya seperti terlampir, selanjutnya hasil tersebut direkap, hasilnya diketahui bahwa dari 4 (empat) guru, 2 (dua) guru tergolong kurang, dan 2 (dua) guru tergolong cukup, dari skor rata-rata yang diperoleh, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning tergolong cukup dengan skor rata-rata sebesar 5,5. (kategori cukup).
Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana guru menguasai langkah-langkah pembelajaran discovery, peneliti menghitung prosentase ketercapaian komponen/ indikator dengan menggunakan rumus seperti disebutkan pada bab sebelumnya, hasil perhitungan dengan menggunakan rumus statistik pada program Excel, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penguasaan indikator sebesar 36,67%. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar langkah pembelajaran discovery belum dapat dilaksanakan oleh guru dengan baik. Sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan, adapun upaya yang akan dilakukan adalah melakukan pembinaan kelompok dengan menggunakan media video pembelajaran siklus I, dengan mengacu pada hasil pengamatan prasiklus.
Siklus I
Observasi dilakukan dilakukan secara formal, artinya guru telah mengetahui sebelumnya, dan selama pengamatan, peneliti berada di ruang kelas, membaur dengan peserta didik. Observasi ini bertujuan untuk menilai secara langsung kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning. Selama observasi peneliti memperhatikan langkah-langkah guru dalam melaksanakan pembelajaran discovery learing, mulai dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir. Hasil pengamatan tentang kemampuan guru dalam menerapkan pembelajarn discovery learning dicatat pada lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, selanjutnya dibuat rekapitulasi seperti terlampir. Ringkasan hasil pengamatan siklus I dapat diketahui kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning tergolong baik dengan skor rata-rata sebesar 10,5. Terdapat 2 guru dengan kategori baik dan yang lainnya tergolong cukup. Selanjutnya berdasarkan hasil penilaian peneliti melakukan prosentasi penguasaan indikator dengan rumus seperti dikemukakan pada bab III.
Hasil perhitungan prosentasi penguasaan indikator diketahui skor rata-rata prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning sebesar 70,00% dengan skor tertinggi sebesar 75,00%, sedangkan skor terendah sebesar 66,67%. Komponen yang perlu mendapat perhatian guru adalah komponen 1 yaitu Guru memberikan stimulan (stimulation), komponen 3 guru mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran hasil pengolahan data (verification), dan komponn 5 guru memberikan pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi untuk pemecahan masalah (Data collecting). Sedangkan komponen lain juga masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kemampuan guru dalam menreapkan pembelajaran discovery learning melalui observasi, diketahui bahwa skor rata-rata sebesar 10,5 (kategori baik), dengan prosentasi penguasaan indikator rata-rata sebesar 70,0% hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakuka pembinaan siklus I, kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning telah menunjukkan adanya peningkatan. Namun jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan tindakan yang ditetapkan, hasilnya masih dibawah indikator kinerja yang ditetapkan. Sehinga perlu dilakukan tindakan siklus berikutnya (siklus II) berupa pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran discovery learning.
Siklus II
Observasi dilakukan dilakukan secara formal, artinya guru telah mengetahui kehadiran peneliti sebelumnya, dan selama pengamatan, peneliti berada di ruang kelas, membaur dengan peserta didik. Observasi ini bertujuan untuk menilai secara langsung kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning.
Selama observasi peneliti memperhatikan langkah-langkah guru dalam melaksanakan pembelajaran discovery learing, mulai dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir. Hasil pengamatan tentang kemampuan guru dalam menerapkan pembelajarn discovery learning dicatat pada lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, selanjutnya dibuat rekapitulasi seperti terlampir. Ringkasan hasil pengamatan siklus II dapat diketahui bahwa dari empat guru yang dijadikan subjek penelitian, skor rata-rata sebesar 14 (sangat baik). Selanjutnya untuk mengetahui penguasaan guru terhadal lagnkah pembelajaran discovery learning, dilakukan perhitungan prosentase ketercapaian indikator, dengan menggunakan rumus seperti dikemukakan pada bab III. Perosentase ketercapaian indikator ini menggabarkan seberapa besar tiap-tiap komponen langkah pembelajaran discovery learning telah dilaksankaan oleh guru, dengan asumsi semakin tinggi prosentase yang dicapai, maka semakin tinggi penguasaan guru terhadap komponen langkah pembelajaran tersebut.
Hasil perhitungan prosentas ketercapaian siklus II diketahui bahwa kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning telah meningkat dibanding tindakan pada siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa Guru sudah memahami dan dapat menerapkan langkah-langkah kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning dengan baik. Prosentase penguasaan indikator juga telah meningkat, dengan nilai rata-rata sebesar 14, dengan prosentasi penguasaan indikator mencapai 93,33%.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap guru, diketahui bahwa skor rata-rata sebesar 14 (kategori sangat baik), dengan prosentasi ketercapaian indikator rata-rata sebesar 93,33%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning telah mencapai kategori baik, dengan prosentase penguasaaan indikator melebihi sebesar 93,33%, jika dibandingkan dengan indikator kinerja yang ditetapkan, nilai rata-rata dan parosentase ketercapaian indikator tersebut telah melebihi indikator yang ditetapkan, sehingga tindakan tidak perlu dilanjutkan.
PEMBAHASAN
Perbandingan Hasil Penilaian Prasiklus dengan Siklus I
Perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning prasiklus dengan siklus I, menunjukkan bahwa perbandingan nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus I mengalami peningkatan sebesar 5,0. Peningkatan terjadi pada semua guru.
Perbandingan Hasil Penilaian Siklus I dengan Siklus II
Perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning siklus I dengan siklus II, menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 3,5. Peningkatan terjadi pada semua guru.
Perbandingan Hasil Penilaian prasiklus dengan siklus II
Perbandingan nilai kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning prasiklus dengan siklus II, menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 8,5. Peningkatan terjadi pada semua guru.
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Prasiklus dengan Siklus I
Perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning prasiklus dengan siklus I, menunjukkan bahwa prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning prasiklus ke siklus I mengalami peningkatan sebesar 33,33%.
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator siklus I dengan Siklus II
Perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning siklus I dengan siklus II, menunjukkan bahwa prosentase penguasaan indikator dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 23,33%. Peningkatan terjadi pada sebagian indikator.
Perbandingan Prosentase Penguasaan Indikator prasiklus dengan Siklus II
Perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning prasiklus dengan siklus II, menunjukkan bahwa prosentase penguasaan indikator kemampuan guru dalam menerapkan model discovery learning dari prasiklus ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 56,67%. Peningkatan terjadi pada semua indikator.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengaplikasikan model discovery learning, setelah dilakukan pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran di SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan dapat meningkat dengan maksimal. Peningkatan terjadi baik dari nilai rata-rata maupun dari prosentase penguasaan indikator.
Nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus I meningkat dari 5,5 menjadi 10,5 atau terjadi peningkatan sebesar 5,0. Nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II meningkat dari 10,5 menjadi 14, atau terjadi peningkatan sebesar 3,5. Nilai rata-rata dari prasiklus ke siklus II meningkat secara keseluruhan dari 5,5 menjadi 14 atau terjadi peningkatan sebesar 8,5.
Peningkatan prosentase penguasaan indikator prasiklus sebesar 36,67% meningkat pada siklus I menjadi 70,0%, atau terjadi peningkatan sebesar 33,33%). Prosentase penguasaan indikator siklus I sebesar 70,0% pada siklus II, meningkat menjadi 93,33% atau terjadi peningkatan sebesar 23,33%). Dengan demikian setelah dilakukan bimbingan, terjadi peningkatan prosentase penguasaan indikator dari prasiklus ke siklus II sebesar 56,67%. Peningkatan prosentase penguasaan indikator ini menunjukkan bahwa melalui pembinaan kelompok dengan media video pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman guru terhadap langkah-langkah model discovery learning.
Saran
Untuk UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan
Sebaiknya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model-model pembelajaran, pembinaan dilakukan dengan mengunakan media yang tepat, seperti video pembelajaran yang bisa diperoleh dengan mendownload dari internet.
Untuk Kepala Sekolah Lain
Sebaiknya pembinaan guru dilakukan secara kontinyu dan terus menerus, apabila pembinaan dilakukan secara kelompok, sebaiknya kepala sekolah menggunakan media bantu, video pembelajaran, atau bila memungkinkan menghadirkan guru lain sebagai guru model untuk mendemonstrasikan pembelajaran.
Untuk Guru
Sebaiknya guru selalu up date pengetahuannya dengan memanfaatkan teknologi informasi, atau dengan memanfaatkan berbagai literatur, sehingga guru selalu dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S, 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI,. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran, cetakan ke-15. Jakarta: Rajawali Pers.
Asra, Sumiati. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Ghalia Indonesia
Mulyasa. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Bumi Aksara
Sarimaya, 2008, Sertifikasi Guru (Apa, Mengapa, Bgaimana?). Bandung: Yrama Widya
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi. ARRuzz Media. Yogyakarta
Thoha, Miftah. 2011. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta
Usman, Moch. Uzer. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja. Rosdakarya