PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN DISKUSI SISWA KELAS VIIF SMP NEGERI 5 SRAGEN, KABUPATEN SRAGEN

BIDANG STUDI EKONOMI PADA KONSEP PERMINTAAN

TAHUN PELAJARAN 2015

Sri Sularsih

SMP Negeri 5 Sragen

ABSTRAK

Dalam kenyataan dan pengalaman mengajar di SMP Negeri 5 Sragen, Kabupaten Sragen, penggunaan metode diskusi kurang berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan baik guru maupun siswa kurang mampu memahami peran mereka dalam berdiskusi. Metode diskusi adalah salah satu metode yang dipersyaratkan oleh kurikulum 1994. Dengan demikian perlu kiranya mengembangkan metode diskusi pada kegiatan belajar mengajar dan sekaligus meningkatkan keterampilan siswa dan guru dalam berdiskusi, salah satu upayanya adalah dengan “Pembelajaran Penemuan”. Pendekatan pembelajaran penemuan ini disebut sebagai “Penemuan Terbimbing” (Guide Discovery) yaitu pembelajaran penemuan dimana siswa dalam memilih materi pelajaran, macam data yang dikumpulkan dan diskusi dibimbing oleh guru. Penerapan pendekatan ini menggunakan LKS tipe B dan C. Peran guru dalam diskusi adalah sebagai indikator, konsultan, motivator, observator dan evaluator, sedangkan peran siswa adalah sebagai moderator, kontributor, encourager dan evaluator. Kesemuanya itu bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dalam berdiskusi yang meliputi terampil berkomunikasi, terampil mengemukakan pendapat, dapat menghargai pendapat orang lain dan terampil mengambil keputusan. Adapun tahapan tindakan pembelajaran yang dilakukan guru pengajar (peneliti) untuk mencapai tujuan adalah pemberian rangsangan untuk memotivasi siswa dalam belajar, mengidentifikasi masalah yang akan dipecahkan siswa, mengadakan kegiatan untuk pengumpulan data, diskusi guna mencari kebenaran data yang diperoleh dan diakhiri dengan suatu kesepakatan untuk mendapatkan satu makna dalam kesimpulan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran penemuan (discovery learning) mampu meningkatkan keterampilan dalam berdiskusi baik siswa maupun guru. Hal ini tampak adanya peningkatan keterampilan diskusi siswa hingga mencapai lebih dari 75% dan guru lebih dari 85%. Dengan demikian tindakan ini telah sesuai dengan harapan.

Kata kunci: pembelajaran penemuan, keterampilan diskusi


PENDAHULUAN

Pada pembelajaran ekonomi khususnya pada konsep permintaan, bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) guru hendaknya menerapkan prinsip belajar aktif, yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa baik secara fisik maupun mental (pikiran dan perasaan). Konsep ini menuntut siswa memiliki kemampuan melakukan pengamatan, ke-mampuan mengidentifikasi, mengklasifikasi hasil pengamatan, dan kemampuan mena-fsirkan hasil identifikasi berupa hubung-an/kaitan dengan peristiwa ekonomi yang lain.

Pada dasarnya anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencana-kan sesuatu, mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya (Gagne, dalam Pidarta. 1997)

Kegiatan-kegiatan yang cenderung mendorong siswa untuk aktif diantaranya kegiatan diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Untuk itulah dikembangkan ketrampilan bersama dalam diskusi, antara lain ketrampilan bertanya, ketrampilan berkomunikasi dan saling menghargai pendapat orang lain, dan keterampilan dalam mengambil keputusan.

Roestiyah (1998) mengemukakan: Di dalam proses diskusi terdapat proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Dengan metode diskusi diharapkan akan menjadikan peserta didik sebagai manusia yang dapat menghargai adanya perbedaan pendapat, dan dengan diskusi akan memberikan alternatif/menemukan jawaban untuk membantu memecahkan berbagai problem kehidupan.

Diantara strategi/pendekatan itu adalah pembelajaran penemuan (discovery learning). Dalam pendekatan ini guru tidak langsung menyatakan atau memberita-hukan tentang konsep atau generalisasi, akan tetapi menuntun atau mengarahkan siswa agar mereka dapat menemukan sendiri, baik penemuan tentang hal-hal yang sudah ada maupun hal yang baru (Sayekti, 1997).

Dalam kenyataannya ilmu pengetahuan diperoleh melalui penemuan demi penemuan. Kelebihan discovery learning ini diantaranya dapat membangkitkan keingin-tahuan siswa dan memotivasi siswa untuk bekerja secara kolaboratif sampai mereka menemukan jawabannya, dan sebagai pendekatan yang dapat meningkatkan kadar cara belajar siswa aktif (CBSA), karena siswa dilatih untuk memecahkan masalah secara lebih kreatif.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, disampaikan rumusan masalah: Bagaimana Pendekatan Pembelajaran Pe-nemuan (Discovery Learning) dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa kelas VIIF SMP Negeri 5 Sragen, Kabupaten Sragen pada konsep Permintaan?

Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berdiskusi. (2) Untuk mengetahui bagaimana mengembangkan metode diskusi pada pembelajaran penemuan. (3) Untuk memberdayakan metode didkusi dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 1994.

KAJIAN PUSTAKA

Makna Discovery Learning

Dalam belajar dimana siswa terlibat secara aktif untuk dapat menemukan sendiri konsep atau generalisasi, baik penemuan tentang hal yang sudah ada maupun hal yang baru disebut discovery learning (Sayekti, 1997). Dalam discovery learning, guru mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu yang sedang dibahas, berbeda dengan ceramah yang hanya sampai pada kemampuan menerima informasi. Isi/materi suatu bidang studi bukan merupakan rangkaian fakta yang lepas atau terisolasi (misalnya tahun dalam sejarah lepas dengan sebab akibatnya). Dengan discovery learning akan dapat diketemukan hubungan antara informasi dengan sebab akibat sehingga fakta/informasi tersebut menjadi bermakna.

Slavin (1994) menjelaskan keun-tungan dari pembelajaran penemuan ini antara lain membangkitkan keingintahuan siswa dan memotivasi siswa untuk bekerja sampai mereka menemukan jawabannya. Siswa juga belajar memecahkan masalah (problem solving) sendiri dan keterampilan-keterampilan berfikir (thinking skill). Di dalam memecahkan masalah sebagai suatu aktivitas siswa, yang paling berharga untuk menemukan sesuatu yang dicari. Sayekti (1997) menambahkan, pentingnya discovery learning dalam proses belajar mengajar adalah kenyataan berbicara bahwa ilmu pengetahuan diperoleh melalui penemuan demi penemuan, dengan demikian siswa hendaknya dilatih untuk mengalami proses penemuan sendiri.

Metode Diskusi

Muhibin (1995) menjelaskan, metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan belajar memecahkan masalah adalah metode diskusi. Metode ini akan melibatkan secara aktif baik siswa maupun guru dalam proses belajar mengajar. Di dalam buku petunjuk pelaksanaan proses belajar mengajar kurikulum SMP 1994 disebutkan pengertian metode diskusi adalah suatu cara mengajar atau penyajian materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya sangat terbuka. Metode diskusi bukan saja sarana belajar untuk memahami suatu konsep, tetapi juga melatih siswa untuk terampil berkomunikasi, mengemukakan pendapat serta menghargai pendapat orang lain.

Relevansi Pembelajaran Penemuan dengan Peningkatan Keterampilan Diskusi

Adanya suatu hubungan antara keterampilan diskusi dengan penemuan siswa sebagai anggota kelompok diskusi. Hal ini dikarenakan adanya suatu sumbangsih anggota pada kelompoknya. Slavin (1994) mengatakan fungsi mental yang lebih tinggi akan muncul pada saat terjadi percakapan dan kerja sama antar individu. Dengan demikian siswa dapat mencapai tingkat kemampuan dalam memecahkan masalah secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain. Untuk itu manfaat diskusi adalah untuk menyangkutkan fungsi mental individu yang nantinya akan meningkatkan kemampuan kognitif.

Dengan demikian discovery learning diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berdiskusi. Keadaan demikian terjadi sebagai akibat, karena sebagai anggota kelompok siswa telah memahami materi pembelajaran. Materi pembelajaran ini telah dikuasai akibat selama proses kegiatan belajar mengajar siswa aktif berinteraksi dengan sumber belajar dan berusaha menemukan sendiri konsep-konsep.

METODE PENELITIAN DAN SIKLUS TINDAKAN

Metode Penelitian

Penelitian tindakan kelas menekankan kepada kegiatan (tindakan) dengan mengujicobakan suatu ide kedalam praktek atau situasi nyata dalam skala yang mikro (kelas), yang diharapkan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas Proses Belajar Mengajar.

Adapun langkah penelitiannya bersifat refleksi tindakan dengan pola “Proses Pengkajian Berdaur (Siklus)”. Langkah ini berlangsung berulang-ulang yang terdiri dari Perencanaan – Tindakan – Observasi – Refleksi.

Setting atau Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Sragen. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIF tahun pelajaran 2014/2015 SMP Negeri 5 Sragen.

Alat dan Teknik Pemantauan

a. Instrumen monitoring keterampilan diskusi siswa

b. Instrumen monitoring keterampilan diskusi guru

c. Seperangkat satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran

d. LKS

e. Kuesioner siswa untuk memonitor sejauh mana kebenaran monitoring pada pengamat.

Siklus Tindakan

1. Siklus ke 1

a. Rencana Tindakan 1

Guna pelaksanaan pembelajaran penemuan untuk siklus 1 ini disediakan LKS tipe B yang siap pakai, dalam arti siswa sebagai pelaksana kegiatan dan pengumpul data pada kelompoknya, namun siswa masih dituntut untuk berfikir/mengko-munikasikan cara memperoleh data kepada teman sekelompoknya.

b. Pelaksanaan tindakan 1

Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan tahapan seperti diatas ( poin a sampai dengan poin e) dengan LKS tipe B

Rincian dari tahapan pembelajaran adalah:

1) Pemberian rangsangan

2) Identifikasi masalah

3) Pengumpulan data

4) Verifikasi

c. Generalisasi

d. Observasi 1

Pelaksanaan observasi dilakukan dengan suatu kegiatan kolaborasi antara pelaksanaan tindakan dengan kolaborator.

Kolaborator pada pelaksanaan ini sebanyak dua orang, yang dimaksudkan agar terdapat spesialisasi pengamatan, yaitu pengamatan keterampilan diskusi siswa dan pengamatan keterampilan guru dalam pengelolaan kelas dengan metode diskusi. Dan siswa juga turut mengamati keterampilan guru dalam diskusi dengan menjawab kuesioner siswa.

e. Refleksi 1

Pada tahap ini diadakan suatu penemuan keberhasilan kegiatan. Indikator keberhasilan pada langkah ini adalah adanya kegiatan diskusi tidak lagi menjadi dominasi guru tetapi sudah didominasi siswa dengan presentase keterampilan sebesar lima puluh persen atau lebih. Presentase sebesar ini dapat dikategorikan sedang (S). Dan keterampilan guru dalam mengelola metode diskusi diharapkan sebesar enam puluh persen atau lebih dari keterampilan yang diharapkan pada instrumen pengamatan.

2. Siklus ke 2

a. Rencana tindakan 2

Rencana tindakan pada siklus 2 ini didasarkan pada hasil refleksi 1. Adapun tahapan pembelajarannya sama dengan siklus ke 1, hanya saja terjadi peningkatan kegiatan pada akhir tahapan yaitu generalisasinya diharapkan dilakukan oleh siswa.

Perencanaan yang demikian diharapkan dapat diperoleh siswa dengan menggunakan LKS tipe C. Pada LKS ini siswa sebagai pelaku kegiatan seperti siklus ke 1 dari LKS yang telah disiapkan oleh guru. Dan pada tahap ini dengan LKS tipe C, sudah tidak diberikan langkah kerja sehingga siswa sendirilah yang akan membuat urutan kerja serta mencari data dan sekaligus menyimpulkan (membuat) keputusan.

b. Pelaksanaan tindakan 2

Pelaksanaan tindakan 2 ini untuk tahap 1 s/d tahap 4, yaitu tahap pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengum-pulan data dan verifikasi pelaksanannya sa-ma seperti tahap pada siklus 1, sedangkan tahap 5 yaitu generalisasi pada siklus 2 ini diharapkan siswa sendirilah yang menemu-kan contoh-contoh penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari.

c. Observasi 2

Kolaborasi pada observasi tahap 2 ini berbeda dengan kolaborasi pada tahap ke 1. Hal ini diharapkan agar didapat data hasil pengamatan keterampilan diskusi siswa maupun guru yang valid. Data yang valid ini dikarenakan tidak adanya pengaruh dari hasil pengamatan/observasi tahap ke 1.

d. Refleksi 2

Indikator keberhasilan kegiatan dari hasil observasi tahap ke 2 adalah dengan presentase kegiatan diskusi siswa sebesar enam puluh persen atau lebih, sedangkan perolehan guru sebesar tujuh puluh lima persen atau lebih dari harapan seluruhnya.

3. Siklus Ke 3

a. Rencana tindakan 3

Perencanaan untuk tindakan ke 3 sebagai kelanjutan dari tindakan pada siklus ke 2 dan didasarkan pada refleksi ke 1 dan refleksi ke 2.

Rencana tahapan pembelajarannya sama dengan siklus-siklus sebelumnya (siklus 1 dan siklus 2), namun terdapat perbedaan yaitu mulai tahap pengumpulan data, verivikasi dan generalisasinya sudah diserahkan pada siswa. Dengan demikian dominasi siswa sudah tampak pada perencanaan kegiatan sampai dengan membuat kesimpulan.

Lembar kerja siswa yang disiapkan pada perencanaan ini adalah tipe C. Dengan demikian siswa berperan sebagai perencana sekaligus pelaksana kegiatan. Maka tampaklah proses “penemuan” konsep secara mandiri. Peran guru pada pembelajaran siklus ke 3 ini hanyalah sebagai promotor sekaligus penemu/pe-ngemuka masalah. Sedangkan siswa secara bebas memecahkan masalah dengan cara yang berbeda-beda.

b. Pelaksanaan tindakan ke 3

Pelaksanaan pada tindakan ke 3 ini mengikuti tahap-tahap terdahulu, tetapi terdapat perbedaan dalam pelaksanaan-nya.

Tindakan ke 3 adalah sebagai berikut:

1) Pemberian rangsangan

2) Identifikasi masalah

3) Pengumpulan data

4) Verifikasi

c. Generalisasi

d. Observasi 3

Pada observasi ke 3 ini kolabora-sinya sama dengan pada tahap yang ke-1, namun dibalik. Pembalikan ini adalah dalam hal tujuan pengamatannya, yaitu jika pada tahap ke 1 mengamati siswa, maka pada tahap ke 3 ini mengamati guru.

Keadaan tersebut memiliki harapan hasil observasi yang bebas, tidak terpe-ngaruh oleh perolehan data sebelumnya.

e. Refleksi 3

Pada analisis terakhir untuk refleksi ke 3 ini diharapkan keterampilan siswa untuk berdiskusi minimal tujuh puluh lima persen atau lebih, begitu juga diharapkan adanya peningkatan kemampuan guru dalam memimpin diskusi menjadi delapan puluh lima persen atau lebih dari keterampilan yang diharapkan.

HASIL PENELITIAN

Hasil Penelitian

1. Tindakan ke 1

Pada tindakan ke 1 proses pembe-lajaran cukup lancar dan siswa memakai LKS tipe B, namun masih tampak siswa kurang mampu memahami norma peran ketua kelompok, sehingga diskusi kurang berjalan lancar.

2. Tindakan ke 2

Pada tindakan siklus ke 2 ini diawali dengan mengumpulkan hasil rangkuman dari tugas rumah. Selanjutnya diteruskan dengan mengingatkan kembali atau tentang aturan dalam diskusi. Proses tindakan selanjutnya sesuai dengan rencana pembelajaran.

LKS yang digunakan adalah tipe C, pada penggunaan LKS tipe ini mulanya siswa tampak canggung, namun karena bimbingan dari guru akhirnya siswa mampu pula memecahkan masalah.

Tindakan ke 3

Pada siklus ke 3 pembelajaran diawali dengan pemeriksaan jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS), tampak 100% siswa mengerjakan hubungan/pengaruh perubahan harga terhadap permintaan dan sebaliknya pengaruh banyak sedikitnya permintaan terhadap naik turunnya harga barang/jasa sesuai dengan LKS. Dan selanjutnya diadakan undian untuk membaca masing-masing hubungan antara perubahan harga dengan dengan perubahan permintaan dan pengaruh banyak sedikitnya permintaan terhadap perubahan harga tersebut, siswa dalam kelompok yang mendapat undian tersebut wajib membaca hasil kerja/penemuannya didepan kelas. Sedangkan kelompok yang lain bertanya kepada kelompok tersebut, jika terjadi kemacetan dalam diskusi, guru yang mengklarifikasinya.

Pembahasan

Pendekatan pembelajaran penemu-an tampaknya disamping mampu mening-katkan keterampilan diskusi siswa juga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa 71,93 (sebelun PTK) menjadi 79,15 (sesudah PTK). Hal ini dapat disebutkan pemahaman secara keseluruhan materi pelajaran pada pokok bahasan itu.

Penggunaan metode diskusi pada pembelajaran memang merupakan suatu alternatif pilihan yang mudah, karena metode ini mudah dilaksanakan oleh guru maupun siswa. Hasil belajar/perolehan selama tindakan dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Dari data pada siklus pertama yang diadakan pada tanggal 6 Mei 2013 untuk keterampilan diskusi siswa tampak 50% sedang dan 50% baik. Target keterampilan yang diharapkan peneliti sebesar 50% berarti telah memenuhi kriteria yang diharapkan. Untuk keterampilan diskusi guru, didapatkan nilai 85,%. Harapan peneliti untuk keterampilan diskusi guru sebe-sar 60%, ini berarti juga telah meme-nuhi kriteria yang diharapkan.

2. Dari data pada siklus dua, yang diadakan pada tanggal 13 Mei 2015, keterampilan diskusi tampak ada peningkatan yaitu sedang 30% dan baik 70% siswa, sedang harapan peneliti sebesar 60%. Untuk keteram-pilan diskusi guru mendapat nilai 95%, harapan peneliti sebesar 75%. Jadi pada siklus dua ini untuk keterampilan diskusi siswa maupun keterampilan diskusi guru telah mengalami pening-katan, dan telah memenuhi harapan peneliti.

3. Dari data pada siklus tiga yang diadakan pada tanggal 27 Mei 2015 didapatkan hasil sebagai berikut: Keterampilan diskusi siswa mendapat-kan nilai 100%, masuk kategori baik. Keterampilan diskusi guru juga mendapat nilai 100%, masuk kategori baik. Ini berarti semua harapan peneliti baik untuk keterampilan diskusi siswa maupun untuk keterampilan diskusi guru telah terpenuhi, karena nilai yang ditargetkan peneliti sebesar 85%.

Dari hasil siklus satu, dua dan tiga sudah jelas didapatkan peningkatan nilai keterampilan diskusi siswa dan guru seperti diharapkan peneliti. Untuk keterampilan diskusi siswa dari rata-rata sedang ( 41% – 65%) menjadi baik (≥66%). Dan pada siklus tiga semua sudah mendapat nilai baik (≥66%). Ini memenuhi harapan peneliti dari siklus pertama yang ditargetkan 50%, siklus ke duai 60% dan pada siklus 3 sebesar 75%. Peningkatan keterampilan diskusi siswa dapat terjadi karena:

1. Penggunaan tipe LKS yang semakin memberi peluang kreatifitas siswa dalam menentukan dan menggunakan ilmu pengetahuan sebagai bahan diskusi, mencari pengalaman-penga-laman dirinya dalam membantu meme-cahkan masalah yakni dari tipe B ke tipe C. Sebagai contoh model LKS dengan pendekatan belajar penemuan (Discovery learning), namun kenyataan LKS tipe C yang memerlukan totalitas siswa dalam membuat langkah kerja sampai membuat kesimpulan (membu-at keputusan), tampaknya untuk tingkat SMP lebih-lebih siswa kelas satu masih belum mampu, ini terlihat dari hasil perolehan nilai dan penilaian proses siklus 3 yang menurun, jika dibandingkan dengan siklus ke 2.

2. Siswa semakin berpengalaman atau terbiasa dalam menerapkan dan men-jalankan aturan-aturan diskusi.

3. Siswa lebih termotivasi untuk meng-ungkapkan pengalaman atau pengeta-huan dirinya yang dirasa yakin betul dan berbeda dengan siswa lainnya, karena penggunaan LKS tipe C. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah siswa punyai dan siswa yakin kebenarannya menurut versi mereka sendiri, mereka lebih percaya diri untuk mengungkapkan persoalan-persoalan maupun jawaban dari persoalan, yang sudah berhasil mereka pecahkan sendiri dan kemungkinan banyak perbedaan dengan siswa atau kelompok lain.

Kenyataan inilah yang membuat diskusi menjadi lebih hidup, karena anggota didalamnya semakin termotivasi dan aktif mengungkapkan perbedaan-perbedaan atau kesamaan pengetahuan atau pengalaman mereka sndiri.

Kemudian untuk keterampilan diskusi guru yang pada siklus 1 mendapatkan nilai sebesar 85,% , pada siklus ke 2 mendapatkan nilai sebesar 95%, dan pada siklus ke 3 mendapat nilai 100%. Peningkatan ini dikarenakan:

1. Guru telah memiliki pengalaman untuk melaksanakan metode diskusi ini dalam praktek pembelajarannya, sehingga mereka lebih terbiasa dalam melaksa-nakan diskusi.

2. Tipe LKS yang semakin memberi peluang kreativitas dalam mencarai pengetahuan, pengalaman, membuka peluang lebih banyak terhadap guru dalam menjalankan perannya sebagai motivator, observator serta evaluator dalam diskusi. Tentu saja peran guru yang semakin aktif dalam mengarah-kan, membimbing dan memotivasi siswa dalam mencari bekal pengala-man atau pengetahuan untuk meme-cahkan masalahnya, juga sebagai pengamat dan pemberi nilai keaktifan dan kemajuan anggota kelompok, sehingga anggota kelompok lainnya termotivasi untuk ikut aktif.

Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pendekatan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) mampu mening-katkan keterampilan diskusi siswa kelas VIIF SMP Negeri 5 Sragen Kabupaten Sragen, yang mempunyai komponen:

a. Keterampilan bertanya

b. Keterampilan berkomunikasi

c. Keterampilan mengemukakan pen-dapat/mengambil keputusan

d. Menghargai pendapat orang lain

2. Pendekatan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) ternyata juga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, yaitu dari 71,93 menjadi 79,15 dan mampu meningkatkan ketuntasan belajar siswa, yaitu dari 85% menjadi 100%.

3. Keterampilan guru dalam mengembangkan strategi mengajar dengan menggunakan metode diskusi kelompok sesuai dengan norma atau aturan dan tujuan diskusi, mampu meningkatkan keterampilan diskusi siswa maupun guru.

4. LKS tipe C sudah dapat diterapkan pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Sragen, Kabupaten Sragen, namun masih perlu diberi bimbingan dalam memperoleh data yang digunakan untuk memahami konsep yang diharapkan.

Saran

1. Agar Penelitian Tindakan Kelas ini ditindak lanjuti oleh guru ekonomi yang lain

2. Setiap guru perlu meningkatkan keterampilan diskusi agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih baik

3. Penggunaan LKS tipe C dapat dikembangkan oleh guru di sekolah masing-masing sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar, GBPP SMP Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Depdikbud.

Anonim, 1994. Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Anonim, 1995. Penemuan Tindakan Kelas. Jakarta: Depdikbud.

Anonim, 1999. Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Depdikbud.

Anonim, 1999. Penyempurnaan/Penyesuaian Kurikulum 1994 (Suplemen GBPP) Mata Pelajaran Ekonomi, Satuan Pendidikan SMP/MTs. Jakarta: Depdikbud.

Anonim, 2001. Pedoman Teknis Pelaksanaan Classroom Action Research (CAR). Jakarta: Depdiknas.

Bahri, S.D., 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Degeng, I.N.S., 2000. Preskripsi Desain Pembelajaran Konstruktivistik Dengan Pendekatan Kooperative Learning. Makalah disampaikan pada Pelatihan PKGSJ 23 Pebruari 2000 di Batu Malang.

Dja’far, Z., 1995. Dikaktik Metodik. Pasuruan: Garoeda Buana Indah.

Hadiat, 1993. Pendekatan, Metode dan Model-model Pembelajaran. Bandung:Depdikbud.

Kardi, S., 1995. Direct Interaktion, Penemuan Terbimbing dan Investigasi Kelompok. Surabaya: IKIP Surabaya.

Makmum, Abin S., 2000. Psikologi Pendidikan, Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhibin, S., 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nur, M., 1996. Pola Pembelajaran dan Sosok Tenaga Kependidikan yang Sesuai dengan Tantangan dan Tuntutan Kehidupan Tahun 2020. Disampaikan pada Konvensi Pendidikan Indonesia III Tanggal 4-7 Maret 1996 di Ujung Pandang.

Pidarta, M., 1997. Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Riyanto, Y., 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.

Roestiyah, N.K., 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sayekti, Y., 1997. Strategi Belajar Mengajar. Malang: IKIP Malang.

Siswoyo,B. dkk., 1996. IPS Ekonomi untuk SMP Kelas 1. Malang: IKIP Malang.

Sutjiati, dkk., 2003. IPS Ekonomi untuk SMP Kelas 1. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suyanto, dkk., 2000. IPS Ekonomi untuk SMP Kelas 1. Jakarta: Erlangga.

Slavin, R.E., 1995. Educational Psycology Theory and Practice (4th ED). Boston: Allyn and Bacon.

 

Wiliss, Ratna D., 1989. Teori-teori Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.