PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA TOKOH IDOLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERPASANGAN PADA SISWA KELAS VII F SMP NEGERI 5 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA TOKOH IDOLA
DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERPASANGAN
PADA SISWA KELAS VII F SMP NEGERI 5 SRAGEN
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Nemi Pangastuti
SMP Negeri 5 Sragen
ABSTRAK
Aspek berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang berfungsi sebagai sarana atau alat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan berbahasa harus diajarkan kepada anak-anak agar mereka mempunyai kemampuan berbahasa dalam komunikasi di masyarakat dengan lancar dan santun. Adapun tujuan dari penelitian tindakan ini adalah (1) Mengetahui peningkatan kemampuan bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan. (2) Mendeskrepsi perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita dengan menggunakan metode berpasangan. Waktu Penelitian bulan April sampai bulan Juni 2015. Metode yang digunakan adalah metode berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan dapat meningkatkan hasil belajar bercerita pada siswa kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen. Dari tes awal sejumlah 32 siswa yang tuntas hanya 11 siswa (34,37%). Pada siklus I siswa yang tuntas meningkat menjadi 20 siswa (62,50%). Pada siklus II siswa yang tuntas meningkat menjadi 30 siswa (93,75%).
Kata kunci: Metode berpasangan, Kemampuan bercerita tokoh idola, Siswa
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kemampuan berbahasa mencakupi pengembangan kemampuan mendengar-kan, kemampuan berkomunikasi secara lisan, penguasaan kosa kata dan pengenal-an simbol-simbol yang melambangkan kata. Kemampuan berbahasa bagi siswa sangat diperlukan terutama dalam berko-munikasi dengan guru, teman-teman sebaya, dan lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, mereka memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara.
Ada dua faktor yang menyebabkan anak-anak memiliki keinginan untuk belajar berbicara. Pertama, belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak-anak yang pandai berkomunikasi akan lebih mudah diterima lingkungan teman-teman sebayanya daripada anak-anak yang kurang pandai berkomunikasi. Kedua, belajar berbicara merupakan sarana memperoleh kemandirian. Anak-anak yang pandai berkomunikasi akan dianggap bu-kan bayi lagi, sebaliknya anak-anak yang kurang pandai berkomunikasi tetap diang-gap bayi. ( Hurlock 1991:121 )
Namun kenyataannya di kelas VII F berjumlah 32 siswa terdiri 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan dalam pembela-jaran bercerita tentang tokoh idola seba-nyak 21 siswa atau 65,63% belum tuntas dalam pembelajaran ketrampilan berbicara tokoh idola. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berbicara pada kom-petensi dasar menceritakan tokoh idola perlu dicarikan solusi penyelesainnya guna mendapatkan hasil yang maksimal. Kasus tersebut merupakan masalah siswa dalam berbicara disebabkan siswa merasa takut, terbebani, dan mempunyai perasaan malu jika salah. Salah satu faktor penghambat keterampilan bebicara mental siswa yang kurang berani dan percaya diri. Untuk itu perlu dicarikan suatu alternative penyele-saiannya.
Metode bercerita berpasangan sua-tu metode yang sudah banyak dilakukan di media elektronik televisi.Model tersebut mudah dicontoh oleh siswa dalam suatu bentuk keterampilan berbicara. Selain itu siswa secara berpasangan akan mempu-nyai perasaan berani tampil dibanding seorang diri. Tampil yang direncanakan berkelompok akan lebih matang dan lebih bervariasi pula.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu diteliti tentang “Peningkatan Kemam-puan Bercerita dengan Menggunakan Metode Berpasangan Siswa Kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka permasalahan yang menjadi pokok penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan bercerita tokoh idola siswa kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen tahun pelajaran 2014/2015 dapat ditingkatkan dengan mengguna-kan metode berpasangan?
2. Bagaimana perubahan perilaku siswa kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen tahun ajaran 2014/2015 setelah mengikuti pembelajaran bercerita dengan meng-gunakan metode berpasangan?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui peningkatan kemampuan siswa kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen tahun ajaran 2014/2015 dalam ke-mampuan bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan.
2. Mendeskrepsi perubahan perilaku siswa kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen setelah mengikuti pembelajaran berce-rita dengan menggunakan metode ber-pasangan.
LANDASAN TEORI
Pengertian Bercerita
Bercerita adalah suatu kegiatan yang disampaikan pencerita dalam hal ini siswa kepada orang lain yaitu teman sekelas sebagai pendengarnya (Subyantoro 2007:14 ). Siswa menceritakan tokoh yang mereka dengar dan melihat sehingga menjadi idola dalam hidup siswa. Tokoh tersebut merupakan idola mereka, maka tidak mengherankan apabila cara berpakaian,cara berdandan, cara bebicara meniru tokoh yang diidolakan.
Pengembangan Kemampuan Bercerita Tokoh Idola
Pengembangan kemampuan berce-rita tokoh idola merupakan suatu upaya dalam rangka mengembangkan kemam-puan siswa dalam aktifitas bercerita tokoh idola. Kegiatan tersebut sesuai kompetensi dalam kelas VII semester dua bahwa siswa mampu menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas dan keunggulan tokoh, serta alasan mengidolakan dengan pilihan kata yang sesuai. Siswa memindahkan cerita yang dibaca atau dari cerita kepada pendengar atau penyimak teman-teman satu kelas.
Metode Bercerita Berpasangan
Metode bercerita berpasangan dalam penelitian ini merupakan teknik bercerita disekolah menengah pertama berupa tugas cerita dengan teknik berpasangan. Dalam proses pembelajaran menggunakan teknik bercerita berpasang-an, siswa dilatih memilih teman pasangan-nya untuk mengkomunikasiakn cerita yany telah mereka baca atau mereka dengar dengan menceritakan kembali tokoh idola secara lisan.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan permasalahan dalam penelitian ini, maka hipotesis tindakan yang diajukan adalah dengan metode berpasangan hasil belajar berbicara siswa pada kelas VII F SMP Negari 5 Sragen Meningkat.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2015. Subjek penelitian siswa kelas VIIF SMP Negeri 5 Sragen semester genap tahun pelajaran 2014/2015 berjumlah 32 siswa berdasarkan pertimbangan:
1) Kemampuan siswa bercerita tokoh idola sebanyak 21 siswa atau 65,63% tidak tuntas belajar dari sejumlah 32 siswa.
2) Perilaku siwa kurang aktif dan kurang senang melakukan tugas bercerita tokoh idola karena adanya rasa malu berbicara.
3) Persentase tidaktuntasan terbanyak dibanding lima kelas yang lain. Kelas VII F terdiri 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.
4) Perasaan malu dan kurang semangat percaya diri melaksanakan tugas bercerita tokoh idola.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Tes yang digunakan adalah tes lisan atau tes berbicara.Instrumen tes ini berupa cerita tokoh idola secara berpasangan.Tes ini merupakan bentuk penilaian untuk kerja (performance)seperti yang digariskan dalam kurikulum berbasis kompetensi. Aspek-aspek yang akan dinilai meliputi isi cerita, diksi, pelafalan, jeda dan intonasi, gerak dan mimic, kelancaran, volume suara, dan waktu penceritaan.
Observasi merupakan kegiatan memperhatikan prose pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa dalam tiga penahapan. Menjelaskan tujuan pembela-jaran dan mempersiapkan alat bantu pembelajaran. Dan guru mengelola kelas serta memberi motivasi siswa. Pada kegiatan inti guru menguasai meteri ajaran, dan kesesuaian antara materi dan rencana pembelajaran, menggunakan metode cerita berpasangan, menceritakan keaktifan dan kreativitas siswa, terampil dalam menyajikan meteri ajaran, penega-kan materi esensial, dan tes akhir pembelajaran. Kegiatan penutup mengada-kan refleksi pembelajaran. Observasi siswa meliputi keaktivan siswa dalam melakukan proses pembelajaran tokoh idola.
Wawancara adalah pedoman per-cakapan dengan maksud tertentu. Perca-kapan dilakukan dua pihak yaitu pewawan-cara (interviewer) yang menganjurkan pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (interviwee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Maleong, 2000:135). Wawancara digunakan peneliti-an ini dengan cara tersetruktur artinya pewawancara telah menyusun serentetan pertanyaan yang akan diajukan dan me-ngendalikan percakapan yang diinginkan (Subyantoro 2009:67). Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang metode, penyajian, hambatan, dan gaya mengajar yang dilakukan oleh guru. Siswa diwawancarai guna memberi masukan atas perlakuan dalam pembelajaran bercerita tokoh idola dengan metode berpasangan. Pewawancara juga mengambil data dalam pembelajaran bercerita tokoh idola dengan metode individual.
Jurnal merupakan instrumen pene-litian guna mengambil data dari guru dan siswa. Jurnal guru berisi uraian pendapat dari seluruh kejadian yang dilihat dan dirasakan oleh guru pengampu selama melaksanakan pembelajaran berlangsung. Jurnal guru berisi keaktifan siswa, tingkah laku siswa, respon siswa, dan lain-lain yang perlu dicatat demi perbaikan pembelajaran. Jurnal siswa berisi pendapat, tanggapan, komentar, perasaan siswa tentang gaya guru dalam mengajar, gaya guru yang diinginkan siswa, dan hambatan yang dirassakan dalam bercerita tokoh idola dengan metode berpasangan.
Foto atau kamera berguna untuk merekam peristiwa penting misalnya kegiatan kelas (Subyantoro 2009:69). Instrumen penelitian ini berfungsi merekam aktivitas, keceriaan, dan suasana pembela-jaran siswa di kelas. Foto dapat diketahui keadaan siswa pada saat melakukan suatu aktivitas bercerita tokoh idola baik secara perorangan maupun dengan metode berpasangan.
Sosiometri digunakan untuk mege-tahui aktif tidaknya, suka dan tidak sukanya, yang paling baik dari pendapat siswa pada tampilan bercerita tokoh idola. Kelompok mana yang diingikanya dan mengapa lebih menyukai cara yang digunakan kelompok yang dipilihnya. Siapa atau kelompok mana yang paling baik atau serasi dalam bercerita tokoh idola secara berpasangan.
Validasi dan Analisis Data
Validasi dan analisis data meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif bercerita dengan metode berpasangan berupa tes unjuk kerja secara berpasangan dengan unsur penilaian isi cerita dengan skor maksimal 10, diksi atau pilihan kata yang diucapkan siswa dengan skor maksimal 10, pelafalan menggunakan kata-kata dalam rentetan kalimat dengan skor maksimal 10, jeda dan intonasi kalimat dengan skor maksimal 10, gerak dan mimik atau ekspresi dalam membawakan cerita dengan skor maksimal 10, volume suara terdengar jelas atau tidak dengan skor maksimal 10. Penelitian ini memberi bobot skor maksimal 20 untuk kelancaran bercerita dan waktu penceritaan sebagian fokus penelitian ini. Delapan unsur penelitian kuantitatif dijumlah dalam lembar analisis penilaian dari pretes, siklus I, dan siklus II. Siswa yang mendapat skor penilaian kurang dari 73 atau dibawah kriteria ketuntasan minimal maka dinyatakan tidak lulus.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN
Kondisi SMP Negeri 5 Sragen
Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sragen adalah salah satu rintisan sekolah berstaraf internasional di Kabupaten Sragen. Sekolah tersebut beralamat di Jalan Mawar No2 Sragen dengan letak sekolah sangat strategis ditengah kota Sragen lokasi sekolah strategis. Gedung Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sragen merupakan sekolah ternama di Sragen.
Siklus I
a. Pelacakan Pendahuluan
Guru memberi penjelasan tentang proses pembelajaran bercerita dengan me-tode berpasangan. Siswa menyimak penje-lasan unsur-unsur penilaian bercerita dan mengetahui aspek-aspek bercerita. Guru mengadakan tanya jawab tentang metode bercerita berpasangan. Waktu pelaksanaan kurang lebih 10 menit
b. Pengakraban
Dipandu guru mencari pasangan bercerita dan guru memberika permainan tebakisi kotak atau saku sebanyak dua kali sehingga pasngan kelompok lebih akrab.Waktu pelaksanaan <10 menit.
c. Persiapan
Setiap kelompok mengambil undian tokoh idola yang sudah dipersiap-kan guru.Siswa membaca, meringkas, dan berlatih bercerita tokoh idola sesuai undian yang diterimanya.Waktu prlaksaan ≤ 20 menit.
d. Penceritaan
Siswa berlatih menceritakan tokoh idola dengan metode berpasangan. Secara berpasangan siswa menceritaka tokoh idola didepan kelas. Teman lainnya mencatat dan mengkritisi cara bercerita dengan memperhatikan unsur-unsur bercerita dengan waktu ≤ 30 menit.
Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi atau analisis data kuantitatif dan kualitatif yang telah dilakukan secara kolaboratif pada siklus I, dijadikan sebagai acuan untuk melakukan perencaraan, implementasi tindakan, observasi, dan refleksi pada siklus II dengan memperbaikai kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan ditabulasikan dalam bentuk data kuantitatif berdasarkan pas tes awal, siklus I, siklus II. Masing-masing kegiatan diuraikan berdasarkan siklus dan selanjutnya dibahas setiap siklus. Data setiap siklus dapat diketahui persentase peningkatan hasil pembelajaran bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan pada siswa Kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen. Pada setiap siklus juga akan dideskripsikan daya serap kemampuan siswa bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan yang meliputi unsur isi cerita, diksi, pelafalan, jeda, dan intonasi gerak dan mimik, volume suara, kelancaran bercerita dan waktu penceritaan. Pendeskripsian kegiatan setiap siklus akan dijelaskan ketuntasan belajar siswa pada tes awal, siklus I, siklus II.
Hasil dan Pembahasan Tes Awal
Hasil pembelajaran bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan siswa Kelas VII F di SMP Negeri 5 Sragen, menunjukkan hasilnya tidak efektif dan tidak memuaskan.Siswa tidak mempunyai kesungguhan, adanya rasa takut sehingga tegang, kurang rasa percaya diri sehingga kurang berminat untuk bercerita tokoh idola. Hal ini terbukti dari tes awal bercerita tokoh idola sebelum menggunakan metode berpasangan siswa Kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen mencapai 65,65% atau sebanyak 21 siswa yang belum tuntas.
Hasil tes awal pada hari rabu,tg 15 April 2015 menunjukkan hasil yang tidak menggembirakan karena siswa kurang sungguh-sungguh dalam berlatih bercerita. Sebab lain, siswa tidak mempunyai motivasi belajar bercerita tokoh idola. Adanya rasa takut dan tidak percaya diri, siswa terlihat tegang dalam bercerita dan tidak mempunyai kepercayaan di atas kemampuan dirinya, sehingga kurang mampu mengembangakn kata-kata. Tanda-tanda antara lain pandangan siswa ketika bercerita tidak berani melihat temannya. Mereka melihat keatas atau kebawah. Ekspresi muka masih tegang dan gerak tangan tidak mendukung dalam penceritaan tokoh idola seperti meletakkan tangan di belakang seperti orang beristirahat ditempat.
Berdasarkan observasi tes awal, siswa masih kurang percaya diri bercerita tokoh idola, terlihat pada saat siswa maju hanya sebentar dan rata-rata hanya kurang dari 1 menit.Selain itu, pada gerak tangan masih kaku dan pandangan tidak berani tertuju pada teman, melainkan ke langit-langit atau ke lantai.
Dari hasil tes awal bercerita menunjukkan data bahwa siswa yang tuntas bercerita tokoh idola sebanyak 11 siswa, berarti hanya 34,37% yang sudah tuntas sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Daya serap materi pembelajaran bercerita yang masih dibawah 70% dari delapan aspek penilaian bercerita adalah volume suara sebesar 65,94% kelancaran bercerita sebesar 56,09% dan waktu penceritaan 41,09%.
Berdasarkan hasil wawancara, siswa merasa kurang menyenangi bercerita karena metode yang digunakan.Siswa merasa takut maju bercerita dalam mengungkapkan kata-kata sehingga ada perasaan kurang percaya diri menghantui diri siswa. Berdasarkan hasil observasi, siswa tidak berani melihat teman didepannya ketika mereka bercerita karena ada perasaan takut salah mengungkapkan kata-kata.Sangat berbeda ketika siswa bercerita dengan teman-temannya dalam kondisi santai dengan tema yang tidak dibatasi atau bebas.
Hasil dan Pembahasan Siklus I
Berdasarkan hasil tes awal yang menjadi kendala ketidak berhasilan siswa bercerita tokoh idola adalah kurang beraninya siswa berdiri didepan temannya. Padahal ketika siswa bercerita dengan temannya tentang sesuatu begitu lancarnya, sampai-sampai berjam-jam sampai tidak ingat waktu. Hal ini yang menjadikan pemikiran bahwa siswa perlu berkelompok dalam penyajiannya. Dengan desain penelitian yang telah dirancang sebelumnya, tindakan yang dilaksanakan pada siklus I hari kamis, 23 April 2015 adalah sebagai berikut: a) sebagai pelacakan pendahuluan guru memberi penjelasan bercerita dengan metode berpasangan, unsur-unsur penilaian, dan bertanya jawab tentang metode berpasangan yang akan dipakai dalam bercerita tokoh idola. b) Guru memandu pencarian pasangan dan memberi permainan tebak kotak sebanyak dua kali. c) Sebagai persiapan pasangan mengambil nomor undian, dilanjutkan membaca dan meringkas naskah yang telah disediakan guru. d) siswa berlatih bercerita tokoh idola dengan metode berpasangan didepan kelas sesuai nomor undi yang diterimanya. e) Guru memandu diskusi hasil tampilan kelompok pasangan bercerita. f) Siswa melakukan latih ulang berdasarkan penjelasan dari guru sebelum evaluasi bercerita tokoh idola secdara bertpasang-an.
Instrumen kuantitatif untuk meng-ambil data kemampuan siswa dalam bercerita tokoh idola dengan metode berpasangan. Penggunaan instrumen kuanti-tatif tersebut untuk mengetahui akan tuntas tidaknya siswa dalam bercerita tokoh idola secara berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampu-an bercerita siswa dengan metode berpasangan mengalami peningkatan. Ketuntasan belajar siswa bercerita dengan batas tuntas 71% pada tes awal mengalami kenaikan dari 34,37% atau sebanyak 11 siswa yang tuntas, meningkat menjadi 20 siswa atau sebanyak 62,50% pada sikulus I.
Kenaikan ketuntasan sebanyak 9 siswa karena siswa berani bercerita ada teman bersamanya, sehingga timbul keberaniannya. Mereka lebih santai, tidak terlalu tegang, dan mereka bisa istirahat ketika temannya bercerita sambil memper-siapkan sesuatu yang akan diceritakan secara bergantian. Hal tersebut terlihat pada ekspresi siswa yang maju tidak tidak ada lagi beban dan rasa takut.
Berdasarkan observasi pembela-jaran, siswa bisa senyum dan berani memperhatikan teman lain walaupun pasangan bercerita.
Berdasarkan hasil wawancara sis-wa menyenangi metode cerita secara berpasangan karena ada teman bercerita dan mempermudah dalam menghafalkan naskah tokoh idola karena bergantian. Dampak rasa senang siswa dalam bercerita tokoh idola merek alebih santai ketika bercerita, dapat mengembangkan kosa kata, dan volume suara bisa diatur dan lebih keras disbanding pada tes awal.
Hambatan tidak tercapai ketuntas-an pada siklus I sesuai indicator antara lain karena 1) siswa baru menyesuaikan dengan metode berpasangan. 2) naskah tokoh idola tidak sesuai yang diidolakan. 3) kurang persiapan untuk bercerita. 4) Siswa tidak dapat komunikasi secara langsung, terhalang dengan meja dan kursi, 5) jam pertemuan ke-4 tidak bebas karena sudah ditunggu atau berganti denganpelajaran lain, dan 6)
Pada lampiran analisis hasil evaluasi belajar pada siklus I aspek kelancaran bercerita masih perlu mendapat perhatian karena belum maksimal hanya 71,09%. Aspek waktu penceritaan merupakan aspek yang harus dicarikan solusi supaya dapat berkembang secara maksimal hanya 50,94%.
Dari data tersebut bahwa bercerita dengan metode berpasangan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bercerita walaupun tidak signifikan peningkatannya. Peningkatan yang tidak signifikan disebabkan antara lain: 1) Siswa baru menyesuaikan dengan metode pembelajaran, 2) naskah tokoh idola tidak sesuai yang diidolakan siswa, 3) kurang persiapan untuk bercerita (4) Lokasi / setting penceritaan, 5) terganggu karena sudah ditunggu oleh mata pelajaran lain, dan 6) pasangan bercerita dalam tokoh yang sama sehingga waktu penceritaan tidak bertambah secara signifikan.
Untuk lebih meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran pada siklus II dirumuskan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan, yaitu: 1) Pemahaman teknik bercerita metode berpasangan. 2) Siswa memilih tokoh idolasesuai yang diidolakan siswa, 3) siswa mempersiapkan tokoh idola sesuai keinginan siswa. 4) setting penceritaan diatur supaya terlihat lebih santai, lebih akrab, dan dapat memperhatikan secara keseluruhan. 5) mencari jam pertemuan akhir sehingga tidak terganggu oleh pelajaran lain, dan 6) setiap siswa mempersiapkan satu naskah tokoh yang diidolakannya ketika maju secara berpasangan menceritakan tokoh yang diidolakan masing-masing secara bergantian.
Hasil dan Pembahasan Siklus II
Setelah langkah-langkah perbaikan dirumuskan pada siklus I maka diimplementasikan pada siklus II yang dilaksanakan pada hari sabtu, 25 April 2015. Hasil penelitian menunjukkan kepercayaan diri siswa mulai ada ditandai adanya keberanian siswa bersuara keras, gerak lebih santai, ekspresi wajah berani menatap teman, lancer dalam bercerita, dan waktu penceritaan terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Pada siklus II, situasi pembelajaran makin konduksif karena siswa tumbuh keberanian bercerita dengan mantap.
Setelah dilakukan evaluasi, hasil penelitian menunjuukkan bahwa ketuntasan belajar dan rata-rata kemampuan siswa bercerita tokoh idola mengalami peningkatan disbanding siklus I. jumlah siswa yang tuntas atau mendapat nilai 73 keatas meningkat sebesar 31,25% jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai siklus I, yang tuntas sebesar 20 siswa (62,50%) menjadi 30 siswa (93%).
Kenaikan ketuntasan sebanyak 10 siswa karena siswa sudah meneyesuaikan metode bercerita berpasangan.Siswa memilih naskah sesuai tokoh yang diidolakan.Siswa telah berlatih bercerita sudah cukup lama.Setting cerita sesuai dengan keinginan siswa dengan duduk melingkar. Jam pertemuan pembelajaran lebih pada akhir pembelajaran sehingga tidak terganggu oleh pelajaran yang lain. Namun, sebelumnya sudah dipersiapkan aqua sebagai hadiah siswa yang sudah bercerita melampui empat menit secara berpasangan.
Berdasarkan observasi siswa lebih santai, tidak terlalu tegang, dan mereka menghadap sesukahatinya karena setting cerita melingkar sehingga menghadap kemanapun ia bias. Ada yang bercerita membuat temannya selalu tertawa karena isi cerita lucu.Berdasarkan hasil wawancara siswa menyukai metode cerita secara berpasangan apalagi tokoh idola sudah dipersiapkan oleh siswa dan setting cerita melingkar seperti acara informal tidak menyeramkan.Suasana informal menjadikan siswa dalam bercerita tokoh idola mereka lebih santai sehingga mengembangkan kosa kata.
Berdasarkan jurnal siswa berisi adanya keaktifan siswa bercerita tokoh idola secara berpasangan.Setiap pasangan sudah siap maju menampilkan yang terbaik. Hal tersebut karena siswa sudah berlatih bercerita tokoh idola sesuai dengan pilihannya.Waktu penceritaan pun bertambah secara signifikan karena setiap siswa memilih tokoh yang diidolakannya sesuai pilihannya. Kemudian mereka bercerita secara bergantian secara berpasangan dengan data kuantitarif sebagai berikut:
Berdasarkan instrument sosiome-trik Dwi Nidya Ardianti dan Hestining Elok Fatima merupakan pilihan siswa sebagai pasangan yang terbaik dan disukai dalam bercerita tokoh idola secara berpasangan.
Setelah dilakukan analisis dan refleksi peningkatan ketuntasan belajar dan rata-rata nilai kemampuan bercerita secara berpasangan disebabkan oleh beberapa hal: 1) siswa termotivasi bercerita tokoh idola karena adanya teman bersama. 2) percaya diri siswa mulai tumbuh. 3) pembiasaan bercerita tokoh idola sudah mulai terampil. 4) siswa serius berlatih bercerita tokoh idola dengan pasangannya. 5) suasana mendukung melakukan proses belajar mengajar.
Hasil penelitian tersebut menunjuk-kan bahwa dari tes awal, siklus I, dan siklus II mengalami peningkatan baik ketuntasan belajar siswa, daya serap materi, dan rata-rata nilai.
Perbandingan Jumlah Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar merupakan salah satu indicator keberhasilan belajar siswa. Daya serap siswa terhadap bahan pelajaran yang diajarkan guru dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu acuan dalam menentukan tingkat keberhasilan (Usman, 1993: 8). Hasil belajar bercerita tokoh idola secara berpasangan pada siswa kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen Tahun Pelajaran 2014/ 2015 mengalami peningkatan dari tes awal, siklus I, siklus II.
Jumlah siswa yang tuntas (mendapatkan nilai 7,3 keatas) mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari siklus ke siklus. Pada siklus I jumlah siswa yang tuntas mengalami peningkatan sebesar 28,13% jika dibandingkan dengan hasil tes awal, yaitu 11 siswa (34,37%) menjadi 20 siswa (62,50%). Pada siklus II jumlah siswa yang tuntas mengalami peningkatan sebesar 31,25% jika dibandingkan dengan hasil pada siklus I, yang tuntas sebesar yaitu 20 siswa (62,50%) menjadi 30 siswa (93,75%).
Siswa mengalami peningkatan ke-mampuan bercerita dengan menggunakan metode berpasangan dari siklus ke siklus karena siswa berani maju bercerita ada temannya.Sesuai pendapat Soeparwanto, dkk.(2004:60) bahwa cirri usia anak tersebut adalah senang berkelompok dan usia meniru teman. Keberanian teman karena dipengaruhhi taman lain dan berlomba-lomba sesama teman.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dikemukakan simpulan bahwa:
1. Bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan dapat meningkatkan hasil belajar bercerita pada siswa kelas VII F SMP Negeri 5 Sragen. Dari tes awal sejumlah 32 siswa yang tuntas hanya 11 siswa (34,37%). Pada siklus I siswa yang tuntas meningkat menjadi 20 siswa (62,50%). Pada siklus II siswa yang tuntas meningkat menjadi 30 siswa (93,75%).
2. Perilaku siswa sebelum dan setelah bercerita tokoh idola dengan menggunakan metode berpasangan mengalami perubahan. Pada tes awal siswa kurang berani bercerita ditandai dengan sikap malu-malu, pandangan tidak berani melihat teman, dan waktu penceritaan kurang lebih 1 menit. Pada siklus I siswa sudah berani tampil bercerita sudah tidak malu lagi, pandangan berani menatap teman, waktu penceritaan rata-rata 1,5 menit. Siklus II siswa sudah berani bercerita dengan melucu sehingga temannya tertawa dan rata-rata waktu penceritaan 2,45 menit.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut kepada:
Siswa
Siswa diharapkan dapat digunakan sebagai bekal dalam bercerita tokoh idola dengan metode berpasangan pada khususnya dan bercerita yang lain pada umumnya.
Guru
Guru hendaknya selalu mengguna-kan metode bervariasai setiap pembelajar-an termasuk penggunaan metode berpa-sangan untuk bercerita.
Sekolah
Sekolah sebagai masukan kepada kepala sekokolah agar mendukung kreativitas guru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsjad.G Maidar dan Mukti. 1998. Pemahaman Kemampuan Berbicara. Jakarta:Erlangga
Arikunto.Suharsini. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Bunanta. DR. Murti. 2004. Buku Mendongeng dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka Tangga
Fuad. Abdul Hamid. 1987. Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Depdikbud
Hurlock. Elizabeth. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Hadi.Soetrisno. 2000. Metodologi Riset. Yogyakarta: Yayasan Fakultas Psikologi UGM
Handayu.Tuki. 2001.Memaknai Cerita Mengasah Jiwa. Solo: Era Intermedia.
Koentjaranit.Grat. 1997.Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Moeslihatoen.1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak.Jakarta: Rineka Cipta
Moleong.Lexy J. 2000.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Permendiknas Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Menengah.2006. Jakarta: Diperbanyak oleh BP Media Pustaka Mandiri Jakarta.
Priyono.Kusumo. 2006.Terampil Mendongeng. Jakarta: Grasindo.
Pranowo.2009. Berbahasa Secara Santun.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Solehan. T. W. 1997. Interaksi Belajar Mengajar bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra.Surabaya: SIC
Soeparwanto dkk. 2004. Psikologi perkembangan. Unnes: Semarang