PENERAPAN ALAT PERAGA

UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI SISWA

TENTANG PESAWAT SEDERHANA

PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN KONTEKTUAL

DI KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI KUANGSAN

KECAMATAN KALIORI KABUPATEN REMBANG

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Liliek Diyanto

Guru Mata Pelajaran IPA di Kelas V di SD Negeri Kuangsan

ABSTRAK

Pembelajaran dengan menggunakan Alat Peraga merupakan upaya guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar agar pembelajaran bisa berjalan dengan baik dan dapat mengajak anak untuk lebih giat dan berpartisipasi secara maksimal dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di SD Negeri Kuangsan Kecamatan Kaliori dapat diketahui bahwa pengajaran oleh guru dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab, tanpa adanya metode demonstrasi yang menggunakan alat peraga sebagai media bantu guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Cara pengajaran seperti ini belum dapat memberikan hasil belajar yang maksimal pada anak. Oleh karena itu selalu dituntut menggunakan alat peraga setiap pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar, untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Kuangsan Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang. Subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Kuangsan Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang Tahun Pelajaran 2011/2012 semester II. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2012, tanggal 24 Januari 2012, dan tanggal 31 Januari 2012 dengan menggunakan instrumen penelitian berupa lembar observasi kegiatan guru, lembar observasi kegiatan anak, lembar penelitian siklus 1, siklus 2 dan siklus. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan tiga siklus penelitian, maka hasil yang diperoleh pada penerapan alat peraga pada pembelajaran IPA melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil prestasi siswa kelas V SD Negeri Kuangsan Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang. Setelah diadakan tindakan pada siklus II nilai rata-rata yang dicapai menjadi 72,8 yang sebelumnya pada siklus I (awal) nilai rata-rata 58,4. Jadi dapat dijelaskan pada siklus II siswa yang mendapat nilai 7,0 ke atas sebanyak 17 siswa dan yang lain mendapat nilai di bawah 7,0. Sedangkan pada siklus III nilai rata-rata kelas mencapai 87,5 dari 32 siswa 31 siswa tuntas. Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa siswa menyatakan cukup senang atas penerapan alat peraga sebagai media pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Alasannya adalah: siswa secara langsung dapat mngetahui sitem kerja pesawat sederhana, siswa dapat melatih kerjasama dengan siswa lainnya serta dapat mngungkapkan pendapatnya. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa penerapan Alat Peraga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yaitu dalam proses belajar mengajar siswa menjadi lebih tertarik karena adanya variasi tindakan pembelajaran oleh guru sehingga siswa tidak lagi merasa jenuh dan bosan. Selain itu dalam proses pembelajaran siswa dapat berperan lebih aktif. Berdasarkan penelitian ini dapat disarankan: (1) Guru hendaknya dalam proses pembelajaran selalu menggunakan alat peraga supaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal. (2) Dalam pelaksanaan masing-masing fase pembelajaran, hendaknya guru dapat mempertimbangkan pembagian waktu secara efektif dan efisien. (3) Bagi peneliti berikutnya yang ingin melakukan penelitian bisa mencobakan penerapan alat peraga untuk materi pelajaran yang lainnya. (4) Bagi para guru disarankan mengikuti kegiatan KKG untuk mengetahui perkembangan teknik-teknik yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.

Kata Kunci: Penerapan Alat Peraga, Pembelajaran IPA, Pendekatan Kontekstual


PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang menekankan pada proses pemahaman konsep. Agar dapat mema-hami suatu konsep dalam pembelajaran IPA maka diperlukan alat peraga, karena alat peraga IPA di Sekolah Dasar merupakan suatu perangkat yang cukup penting untuk menganalisa suatu materi.

Pada Pembelajaran IPA di SD diperlukan contoh yang konkrit melalui alat peraga, sebab anak usia SD tahap berfi-kirnya masih belum formal karena mereka baru berada pada tahap operasional konkrit (Jean Peaget). Apa yang dianggap jelas, logis dan dapat dipelajari orang dewasa kadang-kadang merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak. Akibatnya anak banyak yang tidak memahami konsep IPA bahkan banyak konsep yang dipakai tidak benar.

Berdasarkan kenyataan yang ada terdapat fakta bahwa hampir sebagian besar peserta didik kurang tertantang menyelesaikan soal yang membutuhkan pemikiran yang mendalam, misalnya soal yang berhubungan dengan pesawat sederhana.

Seperti yang dialami peneliti, setiap ulangan IPA nilai rata-rata di bawah 70 termasuk pada materi pesawat sederhana. Nilai rata-rata formatif hanya 58,4. Dari 32 peserta didik hanya 10 peserta didik (31,25%) yang memperoleh nilai 70 ke atas. Sedangkan 22 peserta didik yang lain (68,75%) mendapat nilai kurang dari 70. Hal ini masih jauh dari harapan, karena KKM (Ketuntasan Komulatif Minimal) adalah 70.

Menghadapi hal seperti tersebut di atas peneliti merasa tertarik untuk mendalami dan melakukan tindakan perbaikan pembelajaran IPA khususnya materi pesawat sederhana dengan melalui penelitian tindakan kelas. Perbaikan yang peneliti laksanakan mencakup penerapan alat peraga dengan melalui pendekatan kontekstual. Dengan harapan penggunaan alat peraga dapat merangsang peserta didik untuk giat belajar (Gagne). Dengan demikian prestasi penguasaan konsep pesawat sederhana akan semakin meningkat.

Rumusan Masalah

1. Apakah penggunaan alat peraga yang berupa macam-macam pesawat seder-hana dapat meningkatkan pemahaman konsep materi pesawat sederhana?

2. Apakah alat peraga mempunyai peranan untuk meningkatkan pengua-saan konsep materi pesawat sederha-na?

3. Apakah dengan penerapan alat peraga dengan melalui pendekatan konteks-tual dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam memahami konsep materi pesawat sederhana?

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penguanaan alat peraga pada pembelajaran IPA melalui pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar peserta didik.

2. Tujuan Umum

a. Meningkatkan penguasaan konsep materi pesawat sederhana dengan menggunakan alat peraga pesawat sederhana.

b. Meningkatkan pemahaman materi pesawat sederhana melalui alat peraga dengan menggunakan pen-dekatan kontekstual.

c. Meningkatkan ketrampilan pema-haman materi pesawat sederhana melalui penerapan alat peraga.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar

Jean Peaget (William C. Crain, 1980: 73-75) mengemukakan bahwa tahap perkembangan mental (kognitif) individu sejak lahir sampai dewasa dibagi menjadi 4 tahap secara berurutan, yaitu: (1) Sensori motor pada usia 0-2 tahun, (2) Pra opera-sional usia 2-7 tahun, (3) Operasional konkrit usia 7-11 tahun atau 12 tahun dan (4) Operasional formal usia 12 tahun ke atas. Jadi usia anak SD baru masuk dalam tahap berfikir operasional konkrit. Oleh karena itu agar anak usia SD dapat memahami sesuatu pelajaran dengan lancar termasuk materi pesawat sederhana perlu contoh yang konkrit, sebab tingkat berfikirnya masih belum formal sehingga belum dapat memahami suatu yang abstrak tanpa bantuan benda-benda yang konkril.

Oleh karena itu diperlukan jembatan yang dapat menetralisir perbeda-an hakekat pelajaran IPA dan karakteristik anak usia SD. Untuk itu diperlukan adanya kemampuan khusus dari seorang guru untuk menjembatani antara dunia anak yang belum dapat berfikir formal dan deduktif agar dapat mengerti dan mema-hami dunia IPA yang bersifat deduktif. Caranya adalah dengan dengan melakukan pembelajaran secara bertahap yaitu dari hal yang konkrit menuju hal yang bersifat abstrak (Sunarya Kartadinata dalam Lestari M, 2007: 126) dengan dibantu menggunakan alat peraga. Sebab fungsi alat peraga adalah untuk mengefektifkan pembelajaran (Permendiknas No 22 tahun 2006: 416).

Alat Peraga Dalam Pembelajaran IPA

Berbagai susut pandang, maksud dan tujuan tertentu menyebabkan timbul-nya berbagai pengertian tentang alat peraga. Gagne menempatkan alat peraga sebagai komponen sumber dan mendifinisi-kan alat peraga sebagai komponen sumber belajar dilingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Briggs berpendapat bahwa harus ada sesuatu untuk mengkomunikasikan materi supaya terjadi proses belajar. Karena itu dia mendifinisikan alat peraga sebagai wahan fisik yang mengandung materi pembela-jaran. Wilbur Schramm melihat alat peraga dalam pendidikan suatu teknik untuk menyampaikan suatu pesan pembelajaran. Yusuf Hadimiarso mendifinisikan bahwa alat peraga sebagai sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar.

Peranan Alat Peraga Dalam Pembe-lajaran IPA Sekolah Dasar

Sejak tahun 1960-an telah terjadi pergeseran tujuan dalam pembelajaran SAINS atau IPA tersebut yang semula menekankan hjasil belajar kemudian diutamakan pada proses. IPA sebagai proses menekankan pada perolehan konsep IPA melalui pengalaman belajar yang lebih nyata yang melibatkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliknya.

Secara umum peranan alat peraga IPA adalah sebagai berikut:

1. Dapat mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa agar dapat mendorong kegiatann belajar mengajar sehingga pengalaman belajar yang diperoleh akan lebih bermakna bagi siswa.

3. Dapat membangkitkan keinginan dan minat belajar siswa sehingga perhatian siswa dapat terpusat pada bahan pelajaran yang diberikan guru.

4. Meletakkan dasar-dasar yangb pentingb untuk perkembangan belajar sehingga membuat pelajaran lebih ringan.

5. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan mandiri dikalangan siswa.

Pembelajaran Kontekstual (Conteks-tual Teaching and Learning)

1. Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuan komponen utama pelajaran efektif yaitu Konstruktifisme (Constructivism), bertanya (Questioning), Menemukan (Inquery), masyarakat belajar (Learning Community), permodelan (Modelling), dan penelitian sebenarnya (Authentic Assesment).

2. Penerapan Kontekstual di Kelas

Langkah-langkah penerapan CTL: a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan lebih belajar bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan ke-trampilan barunya, b) Laksanakan sejauh mungkin inquiri untuk semua topic, c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, d) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok), e) Hadirkan model sebagai contoh pembela-jaran, f) Lakukan refleksi diakhir pertemu-an, g) Lakukan penelitian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA di SD akan berhasil dengan baik apabila guru dalam menyajikan materi pembelajaran disesuai-kan dengan taraf berfikir dan karakteristik anak. Pembelajaran IPA di SD terutama untuk menanamkan konsep hendaknya dimulai dari penyajian konkrit mengguna-kan benda-benda peraga nyata, dilanjutkan penyajian semi konkrit yaitu dari gambar-gambar benda konkrit dan jelas.

Pembelajaran IPA akan lebih bermakna apabila guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenang-kan, siswa menjadin aktif dan siswa merasakan melakukan secara langsung. Sebab siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep apabila bisa terlibat secara langsung. Siswa juga akan lebih mudah memahami suatu konsep IPA apabila melakukan diskusi atau bertukar pikiran dengan teman, menggunakan alat peraga yang konkrit dan mengkontruksikan pengetahuan dan ketrampilan barunya.

Hipotesis Tindakan

Apabila dalam pembelajaran IPA materi pesawat sederhana guru menggu-nakan alat peraga yang konkrit dan meli-batkan siswa dalam melakukan demon-strasi dengan menggunakan nmetode de-monstrasi maka siswa dapat memahami konsep pesawat sederhana dengan baik sehingga hasil belajar meningkatb secara signifikan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN

Diskripsi Per Siklus

1. Sebelum Perbaikan Pembelajaran

Dari hasil evaluasi dan analisis nilai tes formatif dan tingkat ketuntasan belajar IPA, ternyata hasil prestasi belajar siswa belum sesuai dengan KKM yang diinginkan yaitu nilai 70 keatas dengan tingkat ketuntasan hanya 31,25%.

Pada siklus I ini diperoleh hasil yang tidak memuaskan karena yang men-dapat nilai 70 keatas hanya 10 siswa dari 32 siswa.

Pelaksanaan perbaikan pembelajar-an siklus I dapat dikatakan kurang berhasil. Hal ini dapat dilihat dari prosentase standart ketuntasan secara klasikal hanya 31,25%.

Setelah pelaksanaan pembelajaran siklus I peneliti masih merasa belum puas dikarenakanmasih ada 22 siswa yang belum mencapai ketuntasan yaitu 68,75% dari jumlah siswa kelas V yaitu 32 siswa.

2. Pembelajaran siklus II

Setelah pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II diadakan refleksi lagi dengan cara berdiskusi dengan teman sejawat guna mengamati proses pembela-jaran pada siklus II sebagai pedoman untuk menentukan solusi pemecahannya agar dapat diperbaiki pada siklus berikut-nya.

Hasil pelaksanaan pembelajaran siklus II telah meningkat dilihat berdasar-kan kenaikan prosentase secara klasikal adalah 34,375% pada pembelajaran siklus I, telah meningkat menjadi 65,625% pada perbaikan pembelajaran siklus II.

Dalam pelaksanaan siklus II, pe-neliti merasa belum berhasil walaupun ketuntasan sudah meningkat. Pada rata-rata kelas hasil tes formatif mencapai 74,69, meningkat dari 58,4 pada pembelajaran siklus I.

3. Pembelajaran siklus III

Setelah pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus III, peneliti meng-adakan refleksi lagi dengan cara berdiskusi dengan teman sejawat guna menganalisa perubahan tingkah laku siswa selama proses pembelajaran pada siklus III sebagai pedoman untuk menentukan solusi dan langkah berikutnya.

Hasil pelaksanaan pembelajaran siklus III dapat dikatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kenaikan prosen-tase standart ketuntasan minimal secara klasikal adalah 65,625% pada perbaikan pembelajaran siklus II, telah meningkat menjadi 96,875% pada perbaikan pembelajaran siklus III.

Dalam pelaksanaan siklus III, peneliti masih merasa belum puas sepe-nuhnya sebab masih ada satu siswa yang belum mencapai ketuntasan yaitu 4% dari jumlah peserta didik kelas V.

Pembahasan

Keberhasilan dari suatu pembela-jaran apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik yang ditujukan dengan pencapaian standar kompetensi yang telah ditentukan dan telah dikuasainya tujuan pembelajaran oleh siswa.

Keberhasilan pembelajaran dipe-ngaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu perilaku guru (teacher behavier) dan perilaku siswa (student behavier). Dari perilaku guru dapat berupa perencanaan, pengelolaan, dan pelaksanaan. Sedangkan dari perilaku siswa dapat berupa keterli-batan, penguasaan materi, dan keberha-silan.

Jadi dalam hal ini peneliti berupaya memperbaiki kinerjanya sebagai guru dan berusaha meningkatkan aktifitas dan krea-tifitas siswa, hasil belajar siswa. Sehingga dalam pelaksanaan perbaikan pembelajar-an yang peneliti lakukan adalah mengguna-kan pendekatan kontektual melalui pene-rapan alat peraga sehingga pemahaman siswa tertanam. Melalui metode diskusi dan demonstrasi dalam pembelajaran IPA materi pesawat sederhana diharapkan dapat meningkatkan aktifitas, kreatifitas dan hasil belajar siswa.

Peneliti menerapkan tindakan kelas untuk memperbaiki kekurangan permbela-jaran setiap siklus dengan langkah-langkah persiklus sesuai dengan paparan berikut:

1. Pembelajaran Sebelum Perbaikan (siklus I)

Dalam pelaksanaan pembelajaran awal (siklus I) peneliti berasumsi bahwa materi pesawat sederhana merupakan pelaran yang mudah dipahami di kelas V. Peneliti beranggapan bahwa konsep dasar pesawat sederhana sudah dikuasai oleh peserta didik. Oleh karena itu pembela-jaran materi pesawat sederhana di kelas V peneliti merancang lebih mendalam materi-nya.

Alat peraga peneliti gunakan untuk mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam merancang strate-gi dan metode pembelajaran peneliti menggunakan metode demonstrasi, menu-gaskan siswa untuk mendemonstrasikan alat-alat pesawat sederhana menggunakan alat peraga yang tersedia dalam setiap kelompok. Selanjutnya peneliti mendorong siswa untuk lebih banyak mendemonstrasi-kan alat peraga pesawat sederhana dengan anggota kelompoknya. Harapan peneliti agar dapat meningkatkan penguasaan konsep materi pesawat sederhana dengan baik.

Dalam pelaksanaannya sebagian siswa dalam kelompok mendemonstrasi-kan alat peraga pesawat sederhana yang lain kelihatannya mengamati dengan sungguh-sungguh tetapi ketika diminta untuk mencoba mendemonstrasikan meng-alami kesulitan. Hal ini dikarenakan pemahaman manfaat pesawat sederhana kurang jelas.

Pada saat diskusi kelompok me-nyelesaikan soal-soal latihan, nampak jelas perbedaan tingkat penguasaan konsep antar siswa dalam satu kelompok. Hanya sedikit siswa dalam setiap kelompok yang aktif dan menyelesaikan tugas dengan baik. Sebagian besar yang lain cenderung pasif dan tidak berpartisipasi secara maksimal. Hal ini mungkin disebabkan karena kompetensi mereka belum tuntas pada pembela-jaran di kelas sebelumnya, atau mereka kurang rajin mempelajari pesawat sederhana.

Setelah diadakan tes formatif siswa cenderung tidak memenuhi harapan. Tingkat sebaran nilai yang mempunyai rentang yang sangat panjang yaitu nilai terendah 30 dan yang tertinggi 80 dengan sebaran yang cukup merata. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan dan keberagaman kemampuan siswa yang sangat tinggi. Siswa yang tuntas hanya 11 anak (34,375%) menunjukkan bahwa secara klasikal pembelajaran ini belum berhasil.

Tetapi peneliti melihat adanya peluang untuk lebih memperbanyak men-demonstrasikan alat pesawat sederhana yang komplit. Agar siswa merasa tertarik dan senang peneliti membuat alat peraga mainan anak-anak yang mengarah ke pesawat sederhana.

2. Perbaikan Pembelajaran Siklus II

Hasil pembelajaran sebelum perba-ikan (siklus I) menunjukkan bahwa hanya 11 siswa (34,375%) yang memperoleh nilai 70 keatas atau tuntas. Sedangkan 21 siswa yang lain (65,625%) belum tuntas. Setelah melakukan diskusi dengan teman sejawat peneliti menemukan penyebab siswa belum tuntas yaitu belum memahami konsep msteri pesawat sederhana, hal ini disebab-kan karena:

a) Pada saat melakukan demonstrasi hanya beberapa siswa yang terlibat dan yang lain sebagai pengamat.

b) Alat peraga yang digunakan kurang menarik.

c) Contoh latihan untuk menanamkan konsep materi pesawat sederhana kurang.

Berdasarkan saran dari teman sejawat, peneliti melakukan perbaikan pembelajaran siklus II dengan lebih mengefektifkan metode demonstrasi untuk jenis-jenis pengungkit pesawat sederhana. Demonstrasi dilakukan secara berkelompok dengan dipandu oleh peneliti.

Agar siswa tertarik dan senang melakukan demonstrasi peneliti menyiap kan alat peraga yang optimal. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran pertama pada saat melakukan demonstrasi semua siswa lebih antusias dan lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran tentang pesawat sederhana. Semua siswa dalam kelompok melakukan demonstrasi secara bergantian. Siswa melakukan demonstrasi secara sukarela, mereka sangat tertarik dengan alat peraga yang tersdia.

Untuk memantapkan pemahaman konsep materi pesawat sederhana dalam diri siswa, peneliti membimbing tiap anggota kelompok untuk mendiskusikan LKS yang telah peneliti bagikan. Sampai akhirnya mereka menemukan pemahaman konsep materi pesawat sederhana.

Di akhir pembelajaran peneliti memberikanan tes formatif untuk mengeta hui ketercapaian pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Hasilnya dari 32 siswa ada 21 siswa (65,625%) yang mendapat nilai 70 ke atas, dengan rata-rata 74,69. Nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 100, bila dibandingkan dengan pembelajaran awal ada kenaikan karena pada siklus I untuk siswa yang tuntas hanya 11 siswa (34,375%), dengan rata-rata 58,4 nilai terendah 30 dan tertinggi 80.

Hal ini disebabkan karena perbaik-an pembelajaran pada siklus II, peneliti menggunakan alat peraga konkrit berupa jenis-jenis pesawat sederhana untuk mendalami pemahaman konsep materi pesawat sederhana, karena fungsi alat peraga adalah untuk membuat pelajaran lebih efektif, ini sejalan dengan harapan (KTSP,2006:416). Selain menurut Jans Peaget tahap berpikir anak kelas V masih berada pada tahap operasional konkrit, (William C Crain, 1980) mereka sedang mengalami perkembangan tahap berpikir-nya. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembelajaran pesawat sederhana meneliti melakukan dengan cara konkrit, kemudian semi abstrak dan baru ketahap abstrak (tanpa alat peraga). Peneliti juga melibat-kan semua siswa untuk melakukan demon-strasi supaya siswa melihat, mengakami kemudian melakukan dan memahami materi pesawat sederhana. Secara keselu-ruhan pembelajaran siklus II mengalami kemajuan jika dibandingkan dengan siklus I.

Berdasarkan hasil pengamatan dan masukan dari teman sejawat, peneliti me-nyimpulkan bahwa, walaupun telah terjadi peningkatan penguasaan konsep materi pesawat sederhana peneliti memandang perlu untuk melakukan perbaikan pembela-jaran.

Hal ini dikarenakan hasil tes formatif belum mencapai ketuntasan yaitu 75%, oleh karena itu peneliti memutuskan untuk melaksanakan perbaikan pembelajar-an materi pesawat sederhana pada siklus III.

3. Perbaikan Pembelajaran Siklus III

Pada perbaikan pembelajaran siklus II, setelah diadakan tes formatif hasilnya menunjukkan bahwa dari 32 sis-wa, baru 21 siswa (65,6250%) yang mem peroleh nilai 70 ke atas , siswa yang lain yaitu 11 siswa (34,375%) memperoleh nilai kurang dari 70 dengan nilai rata-rata kelas 74,69. Walaupun bila dibandingkan dengan siklus I ada kenaikan tetapi peneliti tetap memutuskan untuk melakukan perbaikan pembelajaran pada siklus III.

Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat dan para siswa, peneliti kemudian melaksanakan perbaikan pembe-lajaran siklus III dengan pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran kali ini peneliti lebih memfokuskan pada pengem-bangan minat pengalaman siswa dan memahami konsep pesawat sederhana secara intensif. Dengan harapan apabila pembelajaran lebih banyak mem[erdayakan siswa hasilnya akan lebih bermakna.

Pada pembelajaran suklus III, disamping menggunakan pendekatan kon-tekstual ini, peneliti juga memasukkan unsur permainan di dalamnya, yaitu permainan menempelkan gambar pesawat sederhana pada kolom yang telah tersedia di papan tulis. Gambar-gambar yang telah tersedia supaya ditempelkan pada kolom-kolom yang sudah ada, setiap kelompok menerima gambar pesawat sederhana, siswa dalam kelompok melakukan diskusi kelompok. Caranya setiap anggota kelompok pegang kartu gambar pesawat sederhana kemudian dari masing-masing kelompok berlomba menempelkan pada kolom yang tersedia, dan anggota kelompok yang terlebih dahulu menyelesai-kan dalam menempel dengan benar itu yang menjadi juara.

Pembelajaran peneliti buat santai dan rileks agar siswa tidak merasa tegang dan takut sehingga mereka melaksanakan dengan tenang dan sukarela. Hal ini membuktikan bahwa anak usia SD lebih menyukai permainan (Mulyani Sumantri, 2006:63). Untuk itu guru merancang model pembelajaran sweperti itu dengan harapan siswa lebih menyukai pembelajaran IPA dan pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam materi pesawat sederhana.

Berdasarkan hasil pengamatan teman sejawat dapat dilihat bahwa pada perbaikan pembelajaran siklus III ternyata dalam pelaksanaan diskusi kelompok untuk bermain kartu gambar pesawat sederhana mula-mula siswa yang belum tuntas mengalami kebingungan, tetapi akhirnya mereka dapat mengikutinya dengan baik, dan tidak ada satupun siswa yang pasif dalam mengikuti pembelajaran meteri pesawat sederhana, sehingga penguasaan konsep materi pesawat sederhana meningkat secara signifikan.

Di akhir pembelajaran peniliti memberikan tes formatif, dan hasilnya ternyata dari 32 siswa, 31 siswa memper-oleh nilai 70 keatas (96,875%) dan satu siswa memperoleh nilai kurang dari 70 atau (3,125%).

Bila kita bendingkan dengan pem-belajaran pada siklus II mengalami kenaikan, baik ketuntasan siswa, nilai rata-rata dan prosentase ketuntasan. Nilai rata-rata kelas mencapai 87,81 hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran siklus III berhasil karena sudah mencapai kreteria ketuntasan yaitu 70 dan nilai rata-rata kelas 75 sudah terpenuh. Sehingga peneliti memutuskan untuk tidak melakukan perbaikan pembela jaran siklus berikutnya.

PENUTUP

Simpulan

1. Penerapan Alat Peraga mampu me-ningkatkan pemahaman dan prestasi belajar mata pelajaran IPA pada materi pesawat sederhana di Kelas V SD Negeri Kuangsan Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang.

2. Penerapan Alat peraga ternyata dapat membawa daya tarik anak pada mata pelajaran IPA dan dapat memupuk kerja sama kelompok sehingga siswa menjadi aktif dan kreatif dalam pembelajaran.

3. Penerapan Alat Peraga dapat mem-bangkitkan semangat dan rasa keingin-tahuan siswa terhadap mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana sehing-ga siswa menjadi lebih termotifasi untuk belajar dan berfikir lebih giat lagi.

Saran-saran

1. Kepada Guru

a. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa ti-dak merasa tertekan dan jenuh.

b. Memberikan apersepsi yang mena-rik melalui tanya jawab interaktif.

c. Melibatkan siswa dalam diskusi dan demonstrasi secara maksimal.

d. Mengaktifkan siswa melalui tanya jawab.

e. Mengaktifkan siswa dalam menger-jakan soal baik secara individu maupun kelompok.

f. Menanamkan konsep secara berta-hap mulai dari hal-hal konkrit ke semi konkrit kemudian ke abstrak.

g. Penggunaan metode yang sesuai dengan materi.

h. Penggunaan alat peraga yang me-madai sesuai dengan materi.

i. Guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa yang mempu-nyai perbedaan individual dalam perkembangannya dan kecepatan berfikirnya dengan cara memberi-kan perlakuan yang berbeda kepa-da siswa.

j. Guru hendaknya lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan berfikir dalam memecahkan suatu materi pembe-lajaran.

2. Kepada Siswa

a. Agar siswa dapat menyadari arti pentingnya alat peraga dalam meningkatkan prestasi.

b. Penerapan alat peraga yang me-madai sebagai upaya meningkat-kan prestasi belajar yang maksi-mal.

3. Peneliti Lain

Agar peneliti lain termotivasi untuk mengadakan penelitian sejenis dengan obyek/subyek yang berbeda dan pada pembelajaran yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Rochmat,dkk. 2003. Konsep Dasar IPA II Jakarta: Universitas Terbuka

Hariyanto 2004. SAINS untuk kelas V SD Jakarta: Erlangga

M. Sulaiman 2004. Lebih Dekat Dengan Alam Untuk SD Kelas V Jakarta: PT Setia Purna Inves

Noehi Nasution,dkk. 2004. Pendidikan IPA di SD Jakarta: Universitas Terbuka

Noehi Nasution,dkk. 2004. Pendidikan IPA Jakarta: Universitas Terbuka

Nono Sutarno,dkk. 2008. Materi dan Pembelajaran IPA SD Jakarta: Univer-sitas Terbuka

Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standart Isi Pendidikan Nasional

Permendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Sumantri, Mulyani & Nana 2006. Perkembangan Peserta Didik Jakarta: Universitas Terbuka

Udin S. Winata Putra,dkk.2007. Teori Belajar dan Pembelajaran Jakarta: Universitas Terbuka

Yusaphat Sumardi,dkk. 2003. Konsep Dasar IPA I Jakarta: Universitas Terbuka