PENERAPAN INQUIRY LEARNING DIPADU BRAINSTORMING ACTIVITY UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI INTRINSIK DAN LITERASI SAINS SISWA KELAS XI MIPA 4 SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2014/2015
PENERAPAN INQUIRY LEARNING DIPADU BRAINSTORMING ACTIVITY
UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI INTRINSIK DAN LITERASI SAINS SISWA KELAS XI MIPA 4 SEMESTER 2 SMA NEGERI 1 SRAGEN
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Endang Sri Darmiyati
SMA Negeri I Sragen
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi intrinsik dan literasi sains siswa dengan penerapan model pembelajaran inkuiri dipadu brainstorming activity pada siswa kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2014/2015.Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam 3 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan dasar yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yang diawali dengan tahapan prasiklus untuk mengetahui keadaan awal proses pembelajaran. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Sragen tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 34 orang.Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan observasi, angket, wawancara, dokumentasi, dan tes literasi sains (NOSLiT). Teknik analisis menggunakan teknik deskriptif analisis. Validasi data dengan menggunakan teknik triangulasi. Analisis data motivasi intrinsik berdasarkan hasil lembar observasi dan angket motivasi intrinsik. Analisis literasi sains berdasarkan hasil lembar observasi dan Tes NOSLiT (Nature Of Science Literacy Test).Hasil penerapan model pembelajaran inkuiri dipadu dengan brainstorming activitypada materi sistem ekskresi menunjukkan peningkatan pada motivasi intrinsik dan literasi sains siswa. Motivasi intrinsik pada Siklus I memiliki capaian persentase sebesar 67,28%, Siklus II 71% dan Siklus III 81,82%. Literasi sains Siklus I memiliki capaian persentase sebesar 53,05%, Siklus II 59,79% dan Siklus III 73,52%. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan model inquiry learning dipadu brainstorming activity pada materi sistem ekskresi secara umum mampu meningkatkan motivasi intrinsik dan literasi sains siswa.
Kata kunci: Inquiry Learning, brainstorming activity, motivasi intrinsik, literasi sains.
PENDAHULUAN
Pembelajaran biologi sebagai bagian dari sains tidak lepas dari kegiatan minds on, hands on, dan hearts on, yaitu siswa atau peserta didik harus dapat melakukan kegiatan yang mampu meng–asah keterampilan berpikir, keterampilan praktikum, dan berbudi pekerti yang luhur (Rustaman, 2005). Berdasarkan hasil observasi di lapangan pembelajaran biologi di kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Sragen menunjukkan siswa cenderung pasif, tidak banyak bertanya, mencatat materi yang dijelaskan oleh guru, lemah dalam menerapkan metode ilmiah dan mengapli–kasikan lab skills, lemah dalam mengingat nama dan istilah ilmiah serta beberapa siswa mengobrol dengan teman dan bermain Hp. Kurangnya partisipasi dan antusias siswa dalam penguasaan materi yang ditunjukkan selama kegiatan pembelajaran di kelas menunjukkan bahwa siswa memiliki tingkat motivasi intrinsik yang rendah.
Motivasi intrinsik teridentifikasi dengan adanya partisipasi siswa yang berasal dari rasa ingin tahunya, keinginan untuk terlibat dalam aktivitas dan penyelesaian tugas serta keinginan untuk berkontribusi (Khiabani & Nafissi, 2010). Motivasi intrinsic siswa dapat dilihat berdasarkan antusia siswa untuk berpres–tasi dan orientasi penguasaan materi selama proses pembelajaran (Shia, 1998). Ketiga keterampilanminds on, hands on, dan hearts on dalam pembelajaran biologi tidak lepas dari adanya motivasi intrinsik dari peserta didik di dalam melakukan proses pembelajaran (Baldssarre, 2011; Baldassarre, et al., 2014).
Hasil observasi lanjutan terkait motivasi intrinsik siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Sragen yang berjumlah 34 siswa adalah siswa yang bekerja dengan baik dan aktif di dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran 18,69%, terlihat 91,04% siswa selalu berada di ruang kelas selama pembelajaran biologi dan 21,82% siswa menyelesaikan tugas biologi sesuai dengan alokasi waktu yang diberikan. Terlihat pula dari kualitas penampilan siswa di kelas dalam diskusi kelompok, memperhatikan materi pembelajaran dan bertanya selama proses pembelajaran hanya 23,97% siswa yang memiliki kualitas penampilan yang baik. Minat siswa dalam menikmati pembelajaran biologi yang ditunjukkan dengan tidak mengobrol, tidak bermain hp, tidak bercanda dan tidak mengerjakan hal-hal yang tidak relevan dengan pembela–jaran menunjukkan persentase sebesar 68,39%. Mencoba untuk melakukan usaha yang terbaik setiap pemberian tugas pelajaran baik individu dan kelompok menunjukkan persentase sebesar 27,27%. Berdasarkan hasil observasi di atas dapat diketahui persentase rata-rata motivasi intrinsik siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Sragen adalah 41,91% atau dapat dikatakan motivasi intrinsik siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Sragen tergolong rendah. Rendahnya motivasi intrinsik siswa dikuatkan dengan hasil angket motivasi intrinsik yang menunjukkan persentase rata-rata sebesar 69,03%, sehingga secara keseluruhan rata-rata persentase motivasi intrinsik siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Sragen adalah 55,47% dan tergolong rendah.
Pencapaian ketiga keterampilan dalam pembelajaran biologi, yaitu minds on, hands on, dan hearts on yang didukung dengan adanya motivasi intrinsik, memiliki salah satu tujuan untuk membekali siswa dalam penguasaan pembelajaran biologi dan penguasaan kemampuan sains di era peningkatan daya saing global. Kemampuan sains yang penting untuk dibekalkan kepada siswa adalah literasi sains (Turiman, Omar, Daud & Osman, 2012).Literasi sains (scientific literacy) merupakan kemampuan dalam mengguna–kan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (PISA, 2006). Literasi sains bersifat multidimensional dalam aspek pengukurannya, yaitu meliputi konten sains, proses sains dan konteks aplikasi (Toharudin, Hendrawati & Rustaman , 2011).
Hasil observasi awal menunjukkan bahwa siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Sragen masih lemah dalam menerapkan metode ilmiah dan mengaplikasikan lab skills serta masih lemah dalam mengingat nama-nama dan istilah ilmiah. Lemahnya siswa dalam penerapan metode ilmiah, lab skills serta mengingat nama dan istilah ilmiah mengindikasikan rendahnya literasi sains siswa (Wening, 2006). Rendahnya literasi sains siswa berdasarkan hasil obervasi dikuatkan dengan hasil pengukuran literasi sains menggunakan instrumen NOSLiT (Nature of Science Literacy Test) yang menunjukkan hasil literasi sains yang rendah. Dapat dilihat dari rata-rata kelas, yaitu 11,35 dari skor maksimal soal 26. Nilai tertinggi adalah 18 dan nilai terendah adalah 7. Capaian rata-rata persentase skor hasil tes NOSLiT, yaitu 46,01%. Berdasarkan hasil pengukuran NOSLiT terkait literasi sains dapat diketahui bahwa kemampuan literasi sains siswa kelas XI MIPA 4 SMAN 1 Sragen tergolong rendah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan literasi sains siswa adalah melalui pendekatan kontruktivisme. Pendekatan ini menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar(Trianto, 2011). Berdasarkan hal tersebut, melalui pendekatan kontruktivisime siswa akan lebih banyak bereksperimen. Model pembe–lajaran yang sesuai untuk pendekatan kontruktivisme dan melatihkan literasi sains adalah model Inquiry Learning. Model pembelajaran inkuiri menurut Hamdani (2011) merupakan suatu model yang digunakan oleh guru dalam mengajar yang bersifat mencari pemecahan permasalahan dengan cara kritis, analisis dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data dan kenyataan.
Model pembelajaran inkuiri menu–rut Joyce, Weil, dan Calhoun (2011)terdiri dari 4 fase yaitu: 1) penyajian bidang penelitian berupa fenomena dan metodo–logi yang digunakan dalam penyelidikan, 2) penyusunan permasalahan, sehingga siswa dapat mengidentifikasi masalah dalam penelitian, 3) identifikasi masalah yang ditemui selama kegiatan peyelidikan, 4) klarifikasi dan penentuan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.
Upaya yang kedua untuk mening–katkan motivasi intrinsik siswa dapat dirancang melalui suatu kegiatan yang dapat mengaktifkan sel-sel neuron otak yang dimulai dari tahapan kegiatan awal pembelajaran.Aktivitas yang dapat meningkatkan motivasi intrinsik di kegiatan awal (apersepsi) adalah brainstorming activity. Menurut Osborn dalam Jossey (1998), brainstorming merupakan cara atau kegiatan yang mengacu pada kegiatan kelompok untuk memecahkan masalah atau fenomena tertentu dan mengem–bangkan ide-ide baru secara spontan dengan kontribusi masing-masing anggota kelompok yang tak terbatas. Sesi kegiatan ini dirancang semata-mata untuk menghasilkan daftar ide yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah atau proses kreatif lainnya dan tidak terdapat evaluasi dalam kegiatan ini, selain itu ide yang dipaparkan akan ditindaklanjuti dalam kegiatan lain selanjutnya seperti diskusi lanjutan dan evaluasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sragenkelas XI MIPA 4 semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan No.16 Sragen Wetan, Sragen.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian penerapan model Inkuiri dipadu dengan brainstorming activity berupa informasi mengenai motivasi intrinsik dan literasi sains siswa. Motivasi intrinsik dilihat dari beberapa aspek meliputi kebutuhan untuk berprestasi dan orientasi penguasaan. Literasi sains siswa dapat dilihat dari beberapa aspek meliputi aspek penamaan ilmiah, kemampuan proses intelektual, aturan bukti ilmiah, postulat sains, disposisi ilmiah dan miskonsepsi utama dalam sains. Data hasil pengamatan atau observasi tersebut adalah data utama pertama pengukuran motivasi intrinsik dan literasi sains siswa.Data utama kedua berupa hasil pekerjaan tes NOSLiT sebagai alat ukur literasi sains siswa dan angket sebagai alat ukur motivasi intrinsik.
Sumber data dalam penelitian diperoleh dari angket pengukuran motivasi intrinsik dalam bentuk penilaian, lembar observasi, informasi hasil wawancara dengan guru dan siswa mengenai keadaan kelas sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran di kelas, catatan observasi peneliti di tempat berlang–sungnya penelitian, keterlaksanaan sintak guru dan siswa, dokumen pembelajaran yang berupa silabus pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja siswa, dokumentasi kegiatan berlangsung–nya dan laporan penilaian hasil pekerjaan soal NOSLiT.
Teknik yang digunakan untuk menjaga kevalidan data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data. Menurut Sugiyono (2013:83), teknik triangulasi dalam pengumpulan sumber data adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan beberapa teknik pengum–pulan data dan sumber yang telah ada.
Prosedur dan langkah-langkah penelitian yang digunakan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart dalam Supardi (2001:214-215) yang berupa model spiral. Perencanaan Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, perencana–an kembali merupakan suatu dasar untuk pemecahan masalah. Langkah-langkah operasional penelitian meliputi tahap persiapan, perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil tindakan penerapan model pembelajaran inkuiri dipadu brainstorming activity dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan literasi sains.Rata-rata secara keseluruhan pada setiap siklus motivasi intrinsik mengalami peningkatan dari 55,47% menjadi 67,28% pada Siklus I, kemudian menjadi 71,00% pada Siklus II dan 81,82% pada Siklus III. Berdasarkan persentase skor setiap siklus di atas diketahui rentang peningkatan skor pada setiap siklusnya berbeda-beda. Rentang peningkatan skor setiap siklus pada motivasi intrinsik, yaitu sebesar 11,81% (Pra Siklus ke Siklus I), kemudian 15,53% (Pra Siklus ke Siklus II) dan 26,28% (Pra Siklus ke Siklus III). Hasil analisis rata-rata motivasi intrinsik di setiap siklus tindakan disajikan pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Diagram Kenaikan Persentase Skor Motivasi Intrinsik Pada Pra Siklus, Siklus I, Siklus II dan Siklus III.
Rata-rata secara keseluruhan pada setiap siklus literasi sains mengalami peningkatan dari 40,23% menjadi 53,05% pada Siklus I, kemudian menjadi 59,79% pada Siklus II dan 73,52% pada Siklus III. Berdasarkan prosentase skor setiap siklus di atas diketahui rentang peningkatan skor pada setiap siklusnya berbeda-beda. Rentang peningkatan skor setiap siklusnya pada literasi sains, yaitu sebesar 12,83% dari Pra Siklus ke Siklus I, kemudian 19,56% dari Pra Siklus ke Siklus II dan 33,29% dari Pra Siklus ke Siklus III. Hasil analisis rata-rata literasi sains di setiap siklus tindakan disajikan pada Gambar 1.2
Gambar 1.2 Diagram Kenaikan Persentase Skor Literasi SainsPada Pra Siklus, Siklus I, Siklus II dan Siklus III.
Pembahasan
Upaya peningkatan motivasi intrinsik siswa di Kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Sragen dilakukan dengan adanya penerapan model pembelajaran inkuiri yang dipadu dengan aktivitas brainstorm–ing. Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang berlandaskan pendekatan dan teori belajar kontruktivis–me yang menekankan siswa mampu mencari dan mengkontruksi pengetahuan–ya sendiri berdasarkan penyelidikan (Joyce, et al., 2011). Kontruktivisme merupakan pendekatan yang menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar dengan pendekatan kontruktivisme menekankan pada proses belajar student centered (Trianto, 2010). Tokoh utama teori belajar kontruktivisme adalah Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh ini memandang bahwa peningkatan pengetahuan merupakan hasil kontruksi pembelajaran oleh pembelajar, bukan sesuatu yang disuapkan oleh orang lain. Piaget menyatakan bahwa individu harus mebangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman yang mereka alami.Vygotsky berpendapat bahwa orang dewasa dalam kegiatan pembelajar–an di kelas diartikan sebagai guru secara berkesinambungan melibatkan anak-anak dalam aktivitas menantang dan bermakna (Spronken, 2007).Kegiatan brainstorming dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan kartu brainstorming.Adanya sesi brainstorming activity menjadikan siswa memiliki daftar ide tentang materi sistem ekskresi berdasarkan gambar kartu yang diperoleh.Sesi kegiatan yang dilakukan diawal pembelajaran menjadikan siswa termotivasi sejak awal dimulainya pembelajaran. Menurut Osborn dalam Jossey (1998) menyatakan bahwa brain–storming merupakan cara atau kegiatan yang mengacu pada kegiatan kelompok untuk memecahkan masalah atau fenome–na tertentu dan mengembangkan ide-ide baru secara spontan dengan kontribusi masing-masing anggota kelompok yang tak terbatas. Sesi kegiatan ini dirancang semata-mata untuk menghasilkan daftar ide yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah atau proses kreatif lainnya dan tidak terdapat evaluasi dalam kegiatan ini, selain itu ide yang dipaparkan akan ditindak lanjuti dalam kegiatan lain selanjutnya seperti diskusi lanjutan dan evaluasi.
Model pembelajaran inkuiri mela–tihkan motivasi intrinsik siswa dengan tahapan penyelidikan yang membuat semua siswa ikut aktif dalam diskusi dan tugas kelompok. Bransford et al, 2003 dalam Spronken, 2007 menyatakan bahwa motivasi intrinsik mempengaruhi jumlah waktu dan energi yang dicurahkan oleh siswa untuk belajar. Tugas-tugas yang diberikan untuk melatihkan motivasi siswa harus menantang tetapi pada tingkat kesulitan yang tepat, karena jika penugasan terlalu mudah siswa akan cepat bosan, sedangkan jika terlalu keras siswa akan cepat frustasi. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar dengan memicu rasa ingin tahu dari dalam dirinya. Jadi dalam keadaan bingung, siswa diminta untuk mencari pertanyaan dan bukti yang akan membantu mereka mengatasi masalah yang disajikan oelh guru. Peserta didik juga termotivasi ketika mereka dapat melihat manfaat dan relevansi apa yang mereka pelajari.
Model pembelajaran inkuiri dilaku–kan melalui beberapa tahapan yang berlandaskan langkah-langkah dalam metode ilmiah.Metode ilmiah merupakan merupakan pengetahuan utama yang dilatihkan dalam literasi sains.Menurut Joyce et al. (2011) dan Scott (2010), model pembelajaran inkuiri memiliki empat fase dengan beberapa tahapan pembelajaran. Fase pertama, pose area of investigation to student merupakan tahap penyajian masalah atau fenomena bidang penelitian yang disajikan kepada siswa, fase ini terdiri dari langkah pembelajaran berupa kegiatan observasi masalah yang akan diselidi. Fase kedua, student structure the problem merupakan tahap penyusunan dan identifikasi masalah dalam penelitian. Pada fase kedua ini siswa mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru yang akan dijadikan sebagai rumusan masalah pada penyelidikan yang akan dilakukan. Kegiatan selanjutnya, siswa menyusun hipotesis dan rancangan percobaan untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang telah dibuatnya. Fase ketiga, student identify the problem in the investigation yang terdiri dari kegiatan merencanakan percobaan dan melakukan penyelidikan. Fase keempat, student speculate on ways to clear up the difficulty merupakan tahap klarifikasi dan penentuan langkah untuk menyelesaikan masalah oleh siswa melalui kegiatan analisis data yang diperoleh dari percobaan yang dilakukan, kemudian mengkomunikasikan hasilnya dan membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis dan penyelidikan.
Berdasarkan penelitian literasi sains siswa meningkat disebabkan adanya pengembangan potensi diri siswa secara optimal dengan partisipasi aktif setiap siswa pada setiap tahapan inkuiri, meliputi diskusi pembuatan rumusan masalah, hipotesis, rancangan percobaan, kegiatan penyelidikan, presentasi hasil penyelidikan dan penarikan kesimpulan.Toharudin, et al (2011:47) menyatakan bahwa pembelajar–an sains berbasis inkuiri memberi peluang kepada peserta didik untuk terus mengembangkan diri secara optimal pada berbagai sisi, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Trianto (2007:135) juga menyatakan sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah 1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, sehingga siswa dituntut untuk aktif berpikir dan berproses dalam pembelajaran yang sedang berlangsung, 2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran dan 3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
SIMPULAN
1. Pelaksanaan tindakan menggunakan model inquiry learningdipadu dengan brainstorming activity di kelas XI MIPA 4 mampu meningkatkan motivasi intrinsik siswa. Peningkatan motivasi intrinsik tertinggi dijumpai pada Siklus III dengan persentase skor sebesar 81,82%.
2. Pelaksanaan tindakan menggunakan model inquiry learningdipadu dengan brainstorming activity di kelas XI MIPA 4 mampu meningkatkan literasi sains siswa. Peningkatan literasi sains tertinggi dijumpai pada Siklus III dengan persentase skor sebesar 73,52%.
DAFTAR PUSTAKA
Anelli, Carol. (2011). Scientific Literacy: Wjat is it, Are We Teaching It, and Does It Matter. Journal Education Connection, American Entomologist, Vol. 57, No.4
Arikunto, Suharsimi, dkk. (2008). Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta; Bumi Aksara.
Arifin, Zainal. (2012). Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.Bandung; PT.Remaja Rosdakarya.
Assessing for Learning Facilitator’s Guide. 2006. Workshop II: Assessing Process Skills; A Professional Development Curriculum Form The Institute for Inquiry. San Fransisco; Exploratorium. Diperoleh dari www.exploratorium.edu
Bagus, Ida. (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri dan Motivasi Belajar Terhadap Pemahaman Konsep IPA. (Penelitian Quasi Experimen; Makalah Skripsi Dipublikasikan)
Baldassarre, Gianluca. (2011). What Are Intrinsic Motivations? A biological Perspective. Laboratory of Computational Embodied Neuroscience, Istituto di Scienze e Tecnologie della Cognizione. Diperoleh 4 Juli 2015 dari
Baldassare,G., Stafford, T., Mirolli, M., Redgrave, P., Ryan, R.M., Barto.,A. (2014). Intrinsic Motivations and Open-ended Development in Animals, Humans, and Robots; an Overview.Article Frontiers in Psychology, Vol.5
Blazer, Cristie.(2010). Twenty Strategy to Increase Student Motivation.Information Capsule, Research Services. Vol. 0907
Buck, L.B., Bretz, S.L., & Towns, M.H. (2008).Characterizing the Level of Inquiry in the Undergraduate Laboratory.Journal of College Science Teaching, 52-58.
Campbell, Neil. (2003). Biologi Jilid 2.Jakarta; Erlangga.
Chamberlain, T.C,. (2009). Working Hypotheses With this method the dangers of parental affection for a favorite theory can be circumvented. Journal of American Association for the Advancement of Science is Collaborating eith JSTOR to Digitize, Preserve and Extend Access to Science. Vol.148:745-759
Dimyati, Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta; Rineka Cipta
Erlangga, et al. (2007).Biologi Untuk SMA dan MA Untuk Kelas XI. Jakarta; Gelora Aksara Pratama.
Hamalik, Oemar. (2003). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta; Bumi Aksara
Hamdani.(2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung; Pustaka Setia
Jauhar, Mohammad. (2011). Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Kontruktivistik Sebuah Pengembangan Berbasi CTL (Contextual Teaching and Learning). Jakarta; Prestaki Pustaka
Joyce, Bruce etc. (2011). Models of Teaching Eighth Edition. Canada; Pearson Education, Inc
Jossey, Bass. (1998). Brainstorming-Pfeiffer.The Pfeiffer Library Volume 26, 2nd Edition.
Karmana, Oman. (2007). Cerdas Belajar Biologi untuk Kelas XI.Jakarta: Grafindo Media Pratama
Kemmis, S & Mctaggart, R. (2005).Participatory Action Research: Handbook of Qualitative Research
Khiabani, M.N., Nafissi, Z,. (2010). Promoting EFL Learners’ Academic Motivation and Reading Comprehension via Portfolio Development of Concept Maps. JELS, Vol.1;2: 59-82
Kindersley, dorling (1996).The Visual Dictionary of Human Anatomy. UK; W.AU
Kusumaningrum, Tri Nurjanah. (2012). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil belajar Sosiologi Siswa Kelas XI IPS 4 SMAN 4 Colomadu Surakarta, Vol.2, No.1. UNS. Jurusan IPS (Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi).
Majid, Abdul. (2013). Strategi Pembelajaran.Bandung; PT.Remaja Rosdakarya.
Meij, H.V.D., Meij, J. V.D, Harmsen R. (2015). Animated Pedagogical Agents Effects On Enhancing Student Motivation And Learning In A Science Inquiry Learning Environment.Research Article Education Tech Research 63:381-403
Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
OECD.(2006). Assesing Scientific, Reading and Mathematical Literacy (A framework for PISA 2006). Diakses pada tanggal 22 Desember 2014 (08.02)
Opara, J.A., Oguzor, N.S,. (2011). Inquiry Instructional Method and The School Science Curriculum. Journal of Social Science 3(3): 188-189
Rahayu, Sri. (2014). Revitalisasi Scientific Approach dalam Kurikulum 2013 untuk Meningkatkan Literasi Sains: Tantangan dan Harapan.Makalah Utama disampaikan dalam Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya 2014.Inovasi Pembelajaran Kimia dan Perkembangan Riset Kimi.UM ; Jurusan Kimia FMIPA
Rustaman, N.Y. (2005). Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains.Makalah seminar Nasional II. Bandung.
Sampurnawati, Endang. (2009). Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Melalui Bimbingan Kelompok Pada Siswa.Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan dan Konseling.Semarang ; IKIP Veteran.
Santrock, John W. (2011). Psikologi Pendidikan (Educational Psychology) Edisi 3 Buku 2.Jakarta; Salemba Humanika.
Saparli.(2012). Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Menggunakan Inkuiri Kelas V SDN 06 Nangau Nasau. Artikel Penelitian, Pontianak; Universitas Tanjungpura (Jurusan Pendidikan Dasar)
Sardiman, A.M. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
Scott, C., Tomasek, T., & Matthews, C.E. (2010).Thinking Like a Ssssscientist, Fear of Snakes Inspires Unit on Science As Inquiry. Washington, Dc: National Academic Press
Shia, M. Regina. (1998). Running head: Academic Intrinsic and Ectrinsic Motivation And Metacognition. Assesing Intrinsic Motivation: A Look at Student, Goals and Personal Strategy. University Wheeling Jesuit.Diperoleh 18 Februari 2015, dari http: //www.cet.edu/pdf/motivation.pdf.
Slameto.(2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.Jakarta; Rineka Cipta.
Spronken, Rachel & Smith. (2007). Experiencing the Process of Knowledge Creation: The Nature and Use of Inquiry-Based Learning in Higher Education. New Zealand; University of Otago
Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya
Sugiyono.(2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung; Alfabeta
Syamsudin dan Setiasih.(2014) .Biologi Untuk SMA Kelas XI (Peminatan Matematika dan Ilmu Alam).Perpustakaan Nasional; Quadra.
Thomson, Bortoli and Buckley.(2012). The PISA 2012 Assesment of Students’ mathematical, scientific and reading literacy (How Australia measures up). Australian Council for Educational Research
Toharudin, Uus dkk.(2011). Membangun Literasi Sains.Bandung; Humaniora.
Trianto.(2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorinteasi Konstruktivistik. Jakarta; Prestasi Pustakarya Pusblisher
Turiman,P, Omar J, Daud M.A, Osman K. (2012). Fostering the 21st Century Skills through Scientific Literacy and Science Process Skills.Procedia, Social and Behavioral Sciences 59. 110-116
Wening, Carl J. (2006a). Assesing nature of science literacy as one component of scientific literacy.J.Phys.Tchr. Educ. Online, 3(4): Illinois State University, Normal, IL 61790-4560.
Wening, Carl J. (2006b). A framework for teaching the nature of science.J.Phys.Tchr. Educ. Online, 3(3): Illinois State University, Normal, IL 61790-4560.
Wibowo, S.A, dkk. (2013). Analisis motivasi belajar dan kehadiran terhadap nilai kuliah mahasiswa menggunakan teori kuantifikasi fuzzy.JUITA ISSN; 2086-9398 Vol.II, No.3.UMP ; Jurusan Teknik Informatika
Zaky.(2013). Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Kepercayaan Diri SIswa pada Konsep Larutan Asam Basa.Bandung ; Universitas Pendidikan Indonesi (repository.upi.edu)
Â
Zuriyani.(). Literasi Sains dan Pendidikan.Makalah yang dipublikasikan. Diperoleh 27 Desember 2014, dari http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/wagj1343099486.pdf