PENERAPAN METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW

UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA TENTANG PENGGOLONGAN MAKLUK HIDUP PADA KELAS III SD N JANGGLENGAN 01

KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO SEMESTER I

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Wiji Astuti

SD N Jangglengan 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar IPA tentang Penggolongan Makluk Hidup siswa kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I Tahun pelajaran 2014/2015 melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.Tempat yang digunakan untuk penelitian di SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo dan subyek dalam penelitian ini siswa kelas III. Data-data yang digunakan dalam penelitian berupa hasil tes belajar siswa. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan tes. Analisa data dalam penelitian menggunakan statistik deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar IPA Tentang Penggolongan Makluk Hidup siswa kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I Tahun pelajaran 2014/2015. Dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai persentase ketuntasan siklus I 61,53% siklus II 84,51% meningkat sebesar 22,98 dan nilai rata-rata siklus I 65 siklus II menjadi 82 meningkat sebanyak 17.

Kata Kunci: Prestasi belajar IPA,pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada IPA di tingkat Sekolah Dasar (SD) membutuhkan model pembelajaran yang mampu mengembangkan berpikir kristis siswa. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat perkembangan usia pada siswa SD yang masih pada taraf berpikir abstrak. Materi pendidikan IPA disajikan secara tematik dengan mengambil tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena-fenomena serta aktivitas sosial yang terjadi di sekitar siswa. Dengan demikian, seorang guru yang melaksanakan proses pembelajaran IPA harus dibekali dengan sejumlah pemahaman tentang karakteristik pendidikan IPA yang meliputi pengertian dan tujuan pendidikan IPA, landasan filosofis pengembangan kurikulum pendidikan IPA serta disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPA. Oleh sebab itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.

Adapun permasalahan yang terjadi di kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester I Tahun pelajaran 2014/2015 untuk pelajaran IPA, dapat disimpulkan bahwa penguasaan materi masih rendah. Contohnya dalam pelaksaanan pembelajaran siswa sering berbicara dengan temannya, ada yang asik dengan mainannya sehingga siswa tidak menguasai materi pelajaran. Kerja kelompok anak sering berbicara karena mereka tidak tertarik dengan pembelajaran yang di berikan oleh gurunya. Faktor ini di sebabkan karena kejenuhan anak dalam menerima model pembelajaran yang tidak menarik. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 60 masih di bawah standar kriteria ketentuntasan minimal yang ditetapkan oleh satuan pendidikan 67. Dengan hasil refleksi awal ini maka siswa menyerap 60% padahal yang diharapkan 67%. Nilai rendah tersebut diperoleh karena kurangnya pemahaman konsep yang di sebabkan oleh model pembelajaran ceramah. Model pembelajaran ceramah mempunyai beberapa kekurangan di antaranya dapat menimbulkan kejenuhan dan konsep yang diberikan tidak bertahan lama dalam ingatan peserta didik (Sumantri, 2001:119).

Salah satu model pembelajaran yang dipandang mampu untuk mengembangkan berpikir siswa secara logis dan sistematik yaitu menggunakan model pembelajaran jigsaw. Pembelajaran jigsaw merupakan model pembelajaran aktif yang dilakukan secara kelompok, dalam kelompok tersebut ada tim ahli dan kelompok asal. Masing-masing kelompok diberi materi yang berbeda dengan tema yang sama. Fungsi pembelajaran jigsaw menurut Rodiyansyah, dkk., (2010:4) bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi siswa juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya.

Suroto (2012) dalam pelaksanaan penelitiannya mengacu pada pendapat Silberman, yang membagi prosedur jigsaw sebagai berikut: (1) Memilih materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman; (2) Menghitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik dengan satu cara yang pantas, membagi tugas yang berbeda pada kelompok yang berbeda, kemudian diminta untuk membaca, mendiskusi, dan mempelajari materi yang ditugaskan kepada mereka; (3) Setelah selesai kemudian dibentuk kelompok jigsaw. Setiap kelompok ada seorang wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas, sehingga kelompok siswa dengan permasalahan yang sama; (4) Anggota kelompok ahli kemudian mengajarkan materi yang telah dipelajari dalam kelompok Jigsaw, kepada teman lain di kelompoknya; dan (5) Siswa dikumpulkan kembali menjadi kelas besar untuk membuat ulasan dan disisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat bagi siswa.

Penerapan pendekatan kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit apabila mereka saling berdiskusi dengan temannya. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing yang menunjang kegiatan siswa untuk mencaritahu tentang alam secara sistematis dan dapat membangun pemikiran ilmiah baru. Menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama. Menghasilkan pencapaian belajar siswa tinggi serta menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya. Melalui model pembelajaran ini diharapakan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian adalah: Apakah melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar IPA Tentang Penggolongan Makluk Hidup siswa kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I Tahun pelajaran 2014/2015?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar IPA tentang Penggolongan Makluk Hidup siswa kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I Tahun pelajaran 2014/2015 melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian bagi siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit apabila mereka saling berdiskusi dengan temannya. Manfaat bagi guru memberikan pengetahuan bagi guru-guru SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tentang model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan memperoleh pengalaman dalam menerapkan strategi atau model pembelajaran yang lebih menarik. Manfaat bagi sekolah sebagai bahan kajian untuk mengembangkan pembelajaran.

KAJIAN TEORI

Model Pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw

Implikasi dari pembelajaran kooperatif menuntut adanya suatu kerjasama tim yang solid dalam persaingan secara sehat di kelas guna menjadi yang terbaik sehingga prinsip reward and punishment dapat terlaksana. Guru harus mampu mengkondisikan proses pembelajaran yang dilakukan agar tujuan dan proses pembelajaran yang dikehendaki dapat tercapai. Sebaliknya, hal-hal di luar rencana yang seharusnya tidak terjadi dapat diantisipasi bersama seperti persaingan yang brutal dan tidak sehat (Rodiyansyah, dkk., 2010: 5). Jelasnya tujuan kooperatif menciptakan norma-norma yang pro-akademik diantara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa (Suprijono, 2013: 16).

Metode pembelajaran jigsaw merupakan salah satu strategi pembelajaran cooperative learning yaitu strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk berkerjasama dan berinteraksi dalam satu kelompok. Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Silberman (2009: 178) berpendapat bahwa “Pembelajaran jigsaw yaitu pertukaran antar kelompok, setiap peserta mengajarkan sesuatu materi yang harus dipelajari, yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen kecil, dan tidak ada pada bagian segmen tersebut, yang harus diajarkan lebih dahulu dari bagian segmen yang lain. Setiap peserta yang mempelajari suatu hal, maka terbentuklah pengetahuan yang saling berkaitan.

Dari kutipan di atas dapat dijelaskan tentang kegiatan metode jigsaw. (1) Listening (mendengarkan), siswa aktif mendengarkan dalam materi yang dipelajari dan mampu memberi pengajaran pada kelompok aslinya. (2) Speaking-student (berkata), akan menjadikan siswa bertanggung jawab menerima pengetahuan dari kelompok baru dan menyampaikannya kepada pendengar baru dari kelompok aslinya. (3) Kerjasama setiap anggota dari tiap kelompok bertanggung jawab untuk sukses dari yang lain dalam kelompok. (4) Refleksi pemikiran dengan berhasil melengkapi, menyelesaikan kegiatan dalam kelompok yang asli, harus ada pemikiran reflektif yang menerangkan tentang yang dipelajari dalam kelompok ahli. (5) Keterampilan memecahkan masalah membuat siswa berfikir kreatif, setiap kelompok harus memikirkan penyelesaian yang baru dalam mengajarkan dan mempresentasikan materi.

Depdiknas (2010: 89) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah dari kelompok ahli siswa kembali kekelompok asal mengajarkan topik dari hasil diskusi kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang didapatkan saat melakukan diskusi dikelompok ahli. Pengetahuan tersebut harus diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal.

Dijelaskan oleh oleh Sponsors (2007: 3) bahwa pembelajaran model jigsaw dikenal juga dengan kooperatif para ahli, karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, tema yang dihadapi setiap kelompok sama. Tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.

Slavin (2009: 138) berpendapat bahwa secara umum langkah pembelajaran cooperative learning model jigsaw, sebagai berikut: (1) Tahap pendahuluan, (2) Tahap penyajian materi, (3) Tahap pembentukan kelompok, (4) Tahap kerja dan belajar kelompok, (5) Tahap evaluasi, (6) Tahap penghargaan.

Pelaksanaan metode jigsaw menurut Elliot Aronson (2006: 2) meliputi 10 tahap yaitu: 1)Membagi siswa ke dalam kelompok jigsaw dengan jumlah 5-6 orang; 2)Menugaskan satu orang siswa dari masing-masing kelompok sebagai pemimpin, umumnya siswa yang dewasa dalam kelompok itu; 3) Membagi pelajaran yang akan dibahas sesuai dengan materi yang dibahas; 4)Menugaskan tiap siswa untuk mempelajari satu segmen dan untuk menguasai segmen mereka sendiri; 5)Memberi kesempatan kepada para siswa itu untuk membaca secepatnya segmen mereka sedikitnya dua kali agar mereka terbiasa dan tidak ada waktu untuk menghafal; 6)Bentuklah kelompok ahli dengan satu orang dari masing-masing kelompok jigsaw bergabung dengan siswa lain yang memiliki segmen yang sama untuk mendiskusikan poin-poin yang utama dari segmen mereka dan berlatih presentasi kepada kelompok jigsaw mereka; 7)Setiap siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok jigsaw mereka; 8)Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan segmen yang dipelajarinya kepada kelompoknya, dan memberi kesempatan kepada siswasiswa yang lain untuk bertanya; 9) Guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lainnya, mengamati proses itu. Bila ada siswa yang mengganggu segera dibuat intervensi yang sesuai oleh pemimpin kelompok yang di tugaskan dan 10)Pada akhir bagian beri ujian atas materi sehingga siswa tahu bahwa pada bagian ini bukan hanya game tapi benar-benar menghitung.

Dijelaskan oleh oleh Slavin (2008: 241-243) bahwa pembelajaran model jigsaw dikenal juga dengan kooperatif para ahli, karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, tema yang dihadapi setiap kelompok sama. Tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.

Suroto (2012: 55) dalam penelitiannya meyimpulkan bahwa strategi jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif yang telah dipelajari oleh sejumlah peneliti dan guru di kelas tingkat yang berbeda dan mata pelajaran. Banyak manfaat yang diperoleh ketika strategi jigsaw digunakan dalam dalam pembelajaran di kelas. Penekanan pada strategi jigsaw bahwa menerapkan strategi jigsaw di kelas memungkinkan untuk belajar fokus pada pelajaran dan lebih tergantung pada teman dalam kelompok. Teknik jigsaw adalah cara yang efektif untuk meningkatkan partisipasi siswa dan antusiasme serta teknik yang berguna untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran di kelas.

Hakikat Prestasi Belajar

Prestasi merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Manusia selalu berusaha mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwodarminto, 2005) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. Jadi, prestasi adalah hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan sesuatu. Menurut Tu’u (2004), prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang dapat meraih prestasi jika telah berhasil dalam mengerjakan sesuatu.

Menurut Slameto (2003), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Berdasarkan beberapa pengertian prestasi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil kemampuan seseorang pada bidang tertentu dalam mencapai tingkat kedewasaan yang langsung dapat diukur dengan tes dan penilaian.

Menurut Syah (2006), faktor-faktor yang memengaruhi belajar siswa dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1)Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa; 2)Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa dan 3)Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Berdasarkan faktor-faktor sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan siswa mencapai hasil belajar yang baik dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor itu terdiri dari tingkat kecerdasan yang baik, pelajaran sesuai bakat yang dimiliki, ada minat dan perhatian yang tinggi dalam pembelajaran, prestasi yang baik dalam belajar, cara belajar yang baik dan strategi pembelajaran variatif yang dikembangkan guru. Suasana keluarga yang memberi dorongan anak untuk maju. Selain itu, lingkungan sekolah yang tertib, teratur, disiplin, yang kondusif bagi kegiatan kompetisi siswa dalam pembelajaran.

Prestasi belajar sebagai tolok ukur kecerdasan siswa selama sekolah. Prestasi belajar dapat diketahui lewat pengukuran yang dilakukan secara sistematis. Menurut Roijakker (dalam Nasution, 2000: 147) untuk mengetahui prestasi belajar maka perlu digunakan suatu alat untuk mengukur prestasi belajar biasanya menggunakan suatu alat tes atau ujian sebagai alat untuk mengadakan penilaian atau evaluasi alat ujian ini dapat berupa ujian terbuka dan ujian tertutup. Ujian terbuka yaitu pengajaran menyusun berbagai macam pertanyaan untuk keperluan ujian atau testing, siswa harus merumuskan sendiri jawaban atas soal atau pertanyaan ujian, misalnya ujian lesan, ujian essai. Sedangkan ujian tertutup adalah jenis ujian dimana siswa dapat memperoleh kemungkinan jawaban yang telah disediakan, misalnya ujian menjodohkan.

Arikunto (2001: 158) menyatakan bahwa pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan tes yang mempunyai fungsi untuk mengukur kemampuan siswa dan keberhasilan program pengajaran. Tes tersebut dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: 1)Tes diagnotik adalah tes yang digunakan untuk memenuhi kelemahan-kelemahan anak sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan perlakuan yang tepat; 2)Tes formatif, dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana anak telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu, tes formatif ini dapat digunakan sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran; dan 3)Tes sumatif, tes ini dilakukan setelah berakhir pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Tes ini dapat dilakukan pada setiap kesempatan akhir catur wulan atau akhir semester.

Kesimpulan pengukuran prestasi untuk mengetahui kecerdasan siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan tes sebagai alat untuk mengukurnya dapat berupa ujian terbuka dan ujian tertutup. Ada tiga tes untuk pengukuran prestasi yaitu tes diagnotik digunakan untuk memenuhi kelemahan-kelemahan anak, tes formatif untuk mengetahui sejauh mana anak telah terbentuk setelah mengikuti suatu program, dan tes sumatif untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi yang diberikan oleh guru.

Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

IPA merupakan salah satu mata pelajaran di SD yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang melibatkan keaktifan siswa (BNSP, 2006: 142).

Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI yang disebutkan dalam BNSP (2006: 143) meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1)Makluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan iteraksinya dengan lingkungan serta kesehatan; 2)Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; 3)Energy dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana; 4)Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang masalah penguasaan materi masih rendah dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran masih menggunakan metode ceramah, yang menjadikan guru sebagai sumber utama dan siswa bersifat pasif. Kerja kelompok kurang optimal menyebabkan KKM rendah. Padahal dalam KTSP pembelajaran berorientasi siswa, sehingga tercipta efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai pembelajaran perlu inovasi.

Pada mata pelajaran IPA dengan materi organ pernapasan manusia akan berhasil dengan baik apabila dalam pembelajaran guru menerapkan model kooperatif tipe jigsaw. Model pembelajaran ini merangsang anak untuk terlibat secara aktif pada proses pembelajaran, dalam suasana menyenangkan dan saling bekerjasama tersebut siswa akan menyadari kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain. Sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan memperkaya pengetahuan siswa.

Hipotesis Tindakan

Dengan berlandaskan kajian teori dan kerangka berfikir yang di uraikan diatas maka dapat di tarik hipotesis tindakan yaitu: melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar IPA Tentang Penggolongan Makluk Hidup siswa kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I Tahun pelajaran 2014/2015.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Negeri SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian tersebut di laksanakan 4 bulan pada bulan Agustus s/d November 2014. Sumber data yaitu terdiri dari data primer yaitu data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari para siswa kelas III di SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo dengan jumlah 13 siswa.Data sekunder berupa data mengenai informasi yang diperoleh dari kajian pustaka mengenai pembelajaran jigsaw. Data prestasi siswa pada pelaksanaan pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw menggunakan tes. Metode tes yang digunakan adalah tes tertulis. Seperti yang diutarakan oleh Suprijono (2013) bahwa tes tertulis merupakan teknik penilaian yang menunjukkan jawaban tertulis. Aswar (2009:2) menyatakan bahwa metode tes merupakan salah satu metode tes, yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang diisi oleh individu yang dites. Salah satu metode tes pilihan ganda. Karena di dalam penelitian ini penulis menilai hasil belajar pada suatu unit bahan pelajaran maka digunakan tes formatif, yaitu tes setiap akhir pembelajaran.

Teknik analisis data, data yang berupa kuantitatif berupa hasil belajar kognitif, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dengan menentukan mean dari nilai hasil belajar siswa.

Indikator Keberhasilan yaitu: 1)Aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan model jigsaw meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya baik; 2)Aktivitas guru dalam pembelajaran menggunakan model jigsaw meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya baik; 3)80% siswa kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo mengalami ketuntasan belajar individual sebesar ≥ 67 dalam pembelajaran.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasil Siklus I

Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata tes sebesar 65 < 67 dan ketuntasan belajar 61,53% < 80%. Pada siklus I nilai tertinggi 80 dan nilai terendah adalah 40, dengan demikian masih perlu dilakukan tindakan siklus II.

Deskripsi Hasil Siklus I

Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata tes sebesar 65 dan ketuntasan belajar 61,53%. Pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata menjadi 82 ≥ 67 dengan ketuntasan belajar klasikal 84,51% (11 siswa) > 80% dan masih ada 15,49 % (2 siswa) yang belum tuntas belajarnya. Pada siklus II nilai tertinggi 90 dan nilai terendah adalah 50.

Berdasarkan refleksi pada pembelajaran siklus II tidak perlu dilakukan perbaikan pembelajaran, karena hasil sudah sesuai tujuan pembelajaran.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar IPA Tentang Penggolongan Makluk Hidup siswa kelas III SDN Jangglengan 01 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I Tahun pelajaran 2014/2015. Dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai persentase ketuntasan siklus I 61,53% siklus II 84,51% meningkat sebesar 22,98 dan nilai rata-rata siklus I 65 siklus II menjadi 82 meningkat sebanyak 17.

Saran

Saran penelitian bagi siswa untuk belajar fokus pada pelajaran dan lebih tergantung pada teman dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran di kelas. Guru hendaknya memberikan motivasi pada siswa dalam pembelajaran, karena dengan motivasi siswa lebih berani untuk tampil di depan kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2001. Penilaian Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsismi, Suhardjono dan Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas.(2010). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Sains SD. Jakarta: Pusat Kurikulum badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.

Hamalik, O. 2003. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algasindo

Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Poerwodarminto, W.J.S. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Rodiyansyah, Sandi Fajar, Heri Sutarno, dan Parsaoran Siahaan. 2010. Studi Komparasi Antara Hasil Pembelajaran Berbasis Komputer Menggunakan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw dengan Metode Konvensional. Jurnal Pendidikan. UNNES Vol. 3. Hal. 1-8.

Silberman, Mel. 2009. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media

Sponsors, Aronson. 2007. Jigsaw Strategy. Schreyer Institute for Teaching Excellence. http://www.jigsaw.org/

Sumantri, M. N.(2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPA. Bandung: PPS-UPI dan Remaja Rosdakarya.

Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi Paikem). Jakarta: Pustaka Pelajar.

Suroto. 2012. Pembelajaran Matematika Model Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Materi Prisma dan Limas Kelas VIII. Journal of Primary Education. UNNES Vol. 1. Hal. 51-56

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.