PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR IPA KONSEP ORGAN TUBUH MANUSIA

SISWA KELAS V SD NEGERI PONDOK 02

KECAMATAN NGUTER SUKOHARJO TAHUN

SEMESTER II PELAJARAN 2014/2015

Sutini

SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo

ABSTRAK

Tujuan penelitian tindakan kelas adalah sbagai berikut: Meningkatkan hasil belajar IPA materi Organ Tubuh Manusia dan Hewan bagi siswa kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 melalui metode pembelajaran kontekstual. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, yaitu pada siswa kelas V semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini dilakukan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Desember 2014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa sebanyak 19 orang siswa, yaitu terdiri dari 7 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: Melalui metode pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi Organ Tubuh Manusia dan Hewan bagi siswa kelas V SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran semester I 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal ke siklus II. Nilai rata-rata dari 66 menjadi 83 meningkat 17. Nilai ketuntasan dari 8 (42%) menjadi 19 (100%) meningkat 11 (58%).

Kata Kunci: Hasil belajar IPA, metode pembelajaran kontekstual.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan pendidikan IPA dapat diharapkan , dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam kehidupan sehari-hari. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri (mencari tahu) dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Salah satunya tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan berkaitan dengan kehidupan (Depdiknas, 2008: 148). Apabila dalam proses belajar mengajar IPA guru tidak menggunakan media pembelajaran, maka sulit bagi siswa untuk menyerap konsep-konsep pembelajaran yang disampaikan guru, sehingga berdampak pada kurangnya tingkat keberhasialan siswa dalam belajar. Dalam pembelajaran IPA juga diperlukan suatu pemahaman terhadap suatu materi yang dipelajari salah satunya dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru cenderung lebih sering menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran yang dilakukan. Mereka lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran pada siswa mereka. Hal ini berdampak pada kurang optimalnya hasil belajar yang diperoleh siswa.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di kelas V semester I di SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 ditemukan beberapa masalah yaitu rendahnya minat belajar siswa. Hal ini diindikasikan disebabkan karena penggunaan metode pembelajaran yang menonton yaitu metode ceramah, sehingga ketuntasan belajar pada materi pembelajaran IPA belum maksimal.

Rendahnya pemahaman ini dibuktikan dengan hasil nilai yang tidak memenuhi standart berupa pencapaian ketuntasan belajar dengan KKM > 70,00. Hasil ulangan harian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa baru mencapai 58,00. Nilai tersebut masih di bawah KKM yang ditetapkan dengan KKM > 70,00. Dengan demikian maka secara klasikal siswa dianggap belum mencapai ketuntasan belajar. Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00 baru mencapai 8 orang siswa atau 42% dari jumlah siswa. Sisanya sebanyak 11 orang siswa atau 58% belum mencapai ketuntasan belajar.

Salah satu metode yang dipandang cukup tepat untuk membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran adalah metode pembelajaran kontekstual. Metode ini merupakan metode pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan menggunakan metode ini siswa diharapkan dapat memperoleh pembelajaran yang menyenangkan dan dapat mengaitkan pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: Apakah metode pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi Organ Tubuh Manusia dan Hewan bagi siswa kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tindakan kelas adalah sbagai berikut: Meningkatkan hasil belajar IPA materi Organ Tubuh Manusia dan Hewan bagi siswa kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 melalui metode pembelajaran kontekstual.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna dan meningkatkan hasil belajar. Manfaat bagi guru menambah wawasan dalam menghubungkan alam sekitar dalam pembelajaran serta dapat dijadikan tambahan informasi dalam penggunaan metode kontekstual dalam pembelajaran yang mereka lakukan di kelas. Manfaat bagi sekolah menambah koleksi perpustakaan dengan karya ilmiah dari para guru dan sebagai tambahan informasi mengenai penggunaan metode pembelajaran yang inovatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

KAJIAN TEORI

Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Iskandar (dalam Rositawaty, 2008:17) berpendapat bahwa “IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan latihan berfikir kritis”. Conant (dalam Sulistiyanto, 2008: 10) juga mengemukakan pendapatnya bahwa sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual (conseptual schemes) yang saling berhubungan sebagai hasil eksperimentasi dan observasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Surjani Wonorahardjo (2010: 11) bahwa “sains mempunyai makna merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja”.

Mengacu pada pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah penyelidikan yang terorganisir untuk mencari pola atau keteraturan alam untuk memberikan pengetahuan. Pengetahuan tersebut dapat berupa fakta, konsep, teori, hukum, prinsip tentang lingkungan alam dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

Tujuan pembelajaran IPA menurut Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 8.28) bahwa “mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari”. Prinsipnya pembelajaran sains di Sekolah Dasar membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk “mengetahui” dan “cara mengerjakan” yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar.

Secara rinci tujuan pembelajaran sains di Sekolah Dasar (Maslichah Asy’ari, 2006: 23) yakni sebagai berikut: 1)Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi, masyarakat; 2)Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 3)Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 4)Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; dan 5)Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaanNyam

Materi IPA kelas V yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini adalah tentang “Organ Tubuh Manusia dan Hewan”. Materi ini terdiri atas 2 Kompetensi Dasar, yaitu: KD 3.1 Mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup, dan KD 3.2 Mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup.

Hakikat Hasil Belajar

Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 2.11) berpendapat “belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman”. Purwanto (2008: 38-39) juga berpandangan bahwa “belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya”. Winkel (1991: 36) mengemukakan “belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap”. Kemudian Santrock dan Yussen (Sugihartono, dkk, 2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman.

Pengertian hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, sedangkan menurut Gagne hasil belajar harus harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku melalui stimulus respon (Sudjana, 2009: 19). Hasil belajar berkenaan dengan kemampuan siswa di dalam memahami materi pelajaran. Menurut Hamalik (2010: 31) mengemukakan, “hasil belajar pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, ablititas dan keterampilan”.

Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya (Hamalik, 2010: 155).

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain faktor yang terdapat dalam diri siswa, dan faktor yang ada diluar diri siswa (Slameto, 2005: 122). Faktor internal berasal dari dalam diri anak bersifat biologis, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang sifatnya dari luar diri siswa.

Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis (Slameto, 2005: 123). Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar-belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.

Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak. Faktor tersebut antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat (Slameto, 2005: 124).

Metode Pembelajaran Kontekstual

Menurut Riyanto (2010: 27), pembelajaran kontekstual adalah proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”. Melalui pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011: 79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14) mengemukakan pembelajaran kontekstual merupakan upaya guru untuk membantu siswa memahami relevansi materi pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan melakukan suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di kelas. Selanjutnya, pembelajaran kontekstual terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa, dan juga pemahaman kontekstual siswa tentang hubungan mata pelajaran yang dipelajarinya dengan dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih menekankan agar siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi kehidupan nyata di mana isi pelajaran akan digunakan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan menggunakan berbagai sumber belajar.

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip dasar. Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran kontekstual menurut Suprijono (2011: 80-81) adalah sebagai berikut.

Pertama; saling ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem yang mengitegrasikan berbagai komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling mempengaruhi secara fungsional.

Kedua; diferensiasi, yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari realitas kehidupan di sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir kritis siswa untuk menemukan hubungan di antara entitas-entitas yang beraneka ragam itu. Siswa dapat memahami makna bahwa perbedaan itu rahmat.

Ketiga; pengaturan diri, artinya prinsip ini mendorong pentingnya siswa mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri.

Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan secara rinci prinsip pembelajaran kontekstual sebagai berikut: (1) menekankan pada pemecaham masalah; (2) mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja; (3) mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali; (4) menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa; (5) mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama; dan (6) menggunakan penilaian otentik.

Lain halnya dengan Nurhadi (2009: 18), ia mengemukakan prinsip-prinsip pembelajara kontekstual yang perlu diperhatikan guru, yakni: (1) merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran mental sosial, (2) membentuk kelompok yang saling bergantung, (3) menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran yang mandiri, (4) mempertimbangkan keragaman siswa, (5) mempertimbangkan multi intelegensi siswa, (6) menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan masalah, dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi, (7) menerapkan penilaian autentik.

Merujuk pada prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual berorientasi pada upaya membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni: (1) pengetahuan, yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep, definisi, teori, dan fakta; (2) kompetensi atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk bertindak atau sesuatu yang dapat dilakukan; dan (3) pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata.

Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen utama pembelajaran efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dalam pembelajaran kontekstul. Komponen-komponen dimaksud adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Nurhadi dalam Sagala, 2009: 88-91; Suprijono, 2011: 85).

Penerapan pembelajaran kontekstual

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual jika menerapkan komponen utama pembelajaran efektif seperti yang diuraikan di muka. Oleh karena itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami penerapan pembelajara kontekstual itu sendiri. Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169) menguraikan langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut: 1)mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; 2)melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; 3)mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya; 4)menciptakan masyarakat belajar; 5)menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; 6)melakukan refleksi di akhir pertemuan; dan 7)melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil identifikasi awal kondisi pembelajaran IPA di kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 dapat diketahui bahwa pembelajaran yang dilakukan guru masih menggunakan metode konvensional. Pembelajaran sebagian besar dilakukan dengan metode ceramah sehingga menempatkan siswa sebagai passive receiver.

Kondisi tersebut berdampak kurang baik bagi siswa. Siswa cenderung jenuh dan bosan sehingga kurang optimal dalam memahami konsep. Hal ini tercermin dari perolehan hasil belajar yang kurang optimal di mana nilai rata-rata kelas masih berada di bawah KKM dan ketuntasan belajar siswa masih rendah.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan dalam pembelajaran. Upaya perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual dengan menghubungkan alam sekitar dalam pembelajaran.

Metode pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Pembelajaran ini dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran.

Dengan menghubungkan alam sekitar dalam pembelajaran, maka siswa akan lebih mudah dalam mengkonstruksi pengetahuan yang dimiliki dengan konteks nyata kehidupan sehari-hari. Hal ini akan mendorong siswa terlibat secara lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran yang diperoleh siswa menjadi lebih bermakna.

Hipotesis Tindakan

Berpijak dari landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis tindakan. Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Melalui metode pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi “Organ Tubuh Manusia dan Hewan bagi siswa kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, yaitu pada siswa kelas V semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini dilakukan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Desember 2014.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa sebanyak 19 orang siswa, yaitu terdiri dari 7 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan.

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari guru, siswa, dan dokumen. Data-data tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: 1)Data tentang pelaksanaan pembelajaran kontekstual dengan alam sekitar yang diperoleh dari guru dan siswa; 2)Data tentang prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA diperoleh dari siswa; 3)Data tentang pelaksanaan pembelajaran diperoleh dari dokumen berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan kurikulum yang disusun oleh guru. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik dokumen, tes, dan observasi. Teknik dokumen, digunakan untuk memperoleh data mengenai daftar nama siswa kelas V semester I dan hasil belajar siswa, yang akan menjadi subyek penelitian sebelum dilakukan tindakan.Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan validitas data antara lain meliputi: teknik triangulasi dan review informan kunci. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Teknik analisis kualitatif model alur, meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Milles & Huberman, 1989 dalam Zainal Aqib, 2008).

Keberhasilan dalam penelitian ini diukur berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut: 1)Siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila sudah memperoleh nilai > 70.00; 2)Pembelajaran dianggap berhasil apabila siswa sudah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata kelas > 70.00; 3)

Pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat penguasaan penuh secara klasikal > 80%, atau jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar adalah sebesar > 80% dari jumlah siswa.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan oleh peneliti secara langsung, yaitu penelitian yang bertujuan memberikan sumbangan nyata peningkatan profesionalisme guru, menyiapkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan tentang prilaku guru pengajar dan murid belajar. Menurut Kurt Lewin, prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus (Sutama, 2012: 145).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Deskripsi Kondisi Awal

Hasil tes yang diperoleh dari 19 orang siswa kelas V SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 52.00 dan nilai tertinggi diperoleh sebesar 87.00. Nilai rata-rata hasil belajar diperoleh sebesar 66. Mengingat nilai hasil belajar yang diperoleh tersebut < KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 70.00, maka secara klasikal siswa di kelas V SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo semester I tahun pelajaran 2014/2015 dianggap belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA.

Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00 adalah sebanyak 8 orang siswa atau 42% dari jumlah siswa. Sisanya sebanyak 11 orang siswa atau 58% belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00. Berangkat dari kondisi tersebut maka diperlukan upaya perbaikan guna meningkatkan hasil belajar siswa.

Rendahnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa disebabkan karena beberapa faktor. Faktor yang dianggap menjadi sumber masalah antara lain adalah berupa proses pembelajaran yang dilakukan guru belum mampu mendorong keterlibatan siswa dalam proses pemerolehan pengetahuan. Pembelajaran IPA masih sebatas pada IPA sebagai produk sehingga siswa kurang optimal dalam memahami konsep yang diajarkan dalam pembelajaran. Pembelajaran cenderung bersifat teacher-centered, sehingga interaksi masih berjalan satu arah dengan guru mendominasi pembelajaran.

Deskripsi Tindakan Siklus I

Ketuntasan belajar siswa yang diperoleh pada tindakan Siklus I masih di bawah indikator kinerja berupa tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal sebesar > 80.00% dari jumlah siswa. Atas dasar hal tersebut, maka diperlukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus II sehingga indikator kinerja berupa tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal sebesar > 80.00% dari jumlah siswa dapat dicapai.

Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus I dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut. Penggunaan metode pembelajaran kontekstual dengan alam sekitar sebagai media bantu pembelajaran pada tindakan Siklus I berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 66 pada kondisi awal, meningkat menjadi sebesar 77 pada akhir tindakan Siklus I; Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 42% pada kondisi awal menjadi sebesar 74% pada akhir tindakan Siklus I.

Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I adalah: (a) masih belum berubahnya pola pembelajaran yang bersifat teacher-centered learning ke arah student-centered learning; (b) nilai rata-rata hasil belajar sudah melampaui KKM yang ditetapkan, yaitu > 70.00, akan tetapi indikator penguasaan kompetensi penuh secara klasikal belum tercapai, yaitu dengan ketuntasan kelas sebesar > 80.00% dari jumlah siswa. Oleh karena itu diperlukan perbaikan pada tindakan pembelajaran Siklus II.

Deskripsi Tindakan Siklus II

Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00 adalah sebanyak 19 orang siswa atau 100%. Adapun jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00 adalah sebanyak 0 orang siswa atau 0%.

Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus II dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut. Penggunaan metode pembelajaran kontekstual dengan menggunakan alam sekitar sebagai media bantu dalam pembelajaran pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 78 pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi sebesar 83 pada akhir tindakan Siklus II;Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 74% pada tindakan Siklus, menjadi sebesar 100% pada akhir tindakan Siklus II.

Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan siklus sebelumnya seperti: (a) pola pembelajaran yang masih bersifat teacher-centered learning sudah mulai berubah ke arah student-centered learning; (b) dampak produk berupa penguasaan kompetensi penuh secara klasikal sudah tercapai, yaitu dengan ketuntasan belajar sebesar 94,12%.

Tidak adanya siswa atau 0% yang belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00, maka tidak ada pemberian perlakukan khusus berupa pembelajaran remedial hinga mencapai ketuntasan belajar.

Pembahasan Hasil Tindakan

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh tersebut, maka hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “metode pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi Organ Tubuh Manusia dan Hewan bagi siswa kelas V semester I SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015” terjadi peningkatan.

P E N U T U P

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: Melalui metode pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi Organ Tubuh Manusia dan Hewan bagi siswa kelas V SD Negeri Pondok 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran semester I 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal ke siklus II. Nilai rata-rata dari 66 menjadi 83 meningkat 17. Nilai ketuntasan dari 8 (42%) menjadi 19 (100%) meningkat 11 (58%).

Saran

Saran hasil penelitian bagi siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga hasil yang diperoleh semakin optimal dan disarankan untuk belajar lebih giat sehingga hasil belajar meningkat. Saran bagi guru lebih optimal dalam memanfaatkan pembelajaran kontektual sehingga pembelajaran lebih dekat dengan konteks kehidupan nyata siswa dan agar mau mencoba berbagai metode pembelajaran yang bervariatif sehingga siswa lebih termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan. Saran bagi sekolah mendorong para guru menerapkan berbagai metode pembelajaran yang inovatif guna memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2012. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.

Dimyati & Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswar Zain. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia.

Hamalik, Oemar. 2012. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Rositawaty, S.. 2008. Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam 5 untuk Kelas V SD/ MI. Jakarta: Pusbuk, Depdiknas.

Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Cet. VII). Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.

Sardiman Arief. S, dkk. 2011. Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatan). Jakarta: Rajawali Pers.

Sardiman, A. M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sutama. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R&D.. Surakarta: Fairuz Media.