Penerapan Metode Pembelajaran Think Pair Share Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA PADA MATERI INTI ATOM SISWA KELAS XII MIPA 1 SMA NEGERI 1 CAWAS KABUPATEN KLATEN TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Agus Narimo
Guru SMAN 1 Cawas, Klaten
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah meningkatkan prestasi belajar fisika pada siswa kelas XII MIPA 1 SMA Negeri I Cawas tahun pelajaran 2017/2018 dengan menerapkan metode pembelajaran think pair share. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Cawas, Kabupaten Klaten yang terletak di Jl. Tugu Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah 57463. Subjek penelitian adalah siswa kelas XII MIPA 1 tahun pelajaran 2017/2018 SMA Negeri 1 Cawas, Kabupaten Klaten yang berjumlah 31 siswa, dengan rincian 10 laki-laki dan 21 perempuan. Pengumpulan data menggunakan metode observasi dan tes. Teknik analisis data dengan langkah sbb: (a) Peneliti mencatat hasil ulangan harian mata pelajaran fisika pada masing-masing akhir siklus sebagai wujud prestasi belajar fisika. (b) Peneliti/guru menganalisis prestasi belajar fisika pada tiap siklus untuk menguji hipotesis dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian tindakan kelas. (c) Kriteria ketuntasan individu adalah apabila siswa memperoleh nilai minimal 70. (d) Kriteria ketuntasan belajar klasikal adalah apabila prestasi belajarnya telah mencapai 80% ke atas dikatakan kelas tersebut telah tuntas belajar. Hasil penelitian berupa kesimpulan bahwa metode think pair share (TPS) dapat meningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan alam pada peserta didik di XII SMA Negeri 1 Cawas Kabupaten Klaten, dan penelitian ini menjawab rumusan masalah tersebut. Pada siklus I dilihat dari rata-rata hasil test siswa adalah 57,7. Siswa yang mencapai ketuntasan 11 orang siswa dengan hasil 35,5%, sedangkan siswa yang hasilnya belum tuntas mencapai 20 orang siswa dengan persentase 64,5%. Pada siklus II dilihat dari rata-rata hasil test siswa adalah 76,8, siswa yang mencapai ketuntasan 30 siswa dengan persentase 96,8%, sedangkan siswa yang prestasinya belum tuntas mencapai 1 orang siswa dengan persentase 3,2%, pada siklus II ketuntasan belajar meningkat 61,3% dari hasil siklus I.
Kata Kunci: Prestasi Belajar Fisika dan Metode Pembelajaran Think Pair Share
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Penyusunan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, serta penilaian proses pembelajaran dengan strategi yang benar harus dipersiapkan dengan cermat agar dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian standar kompetensi lulusan. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Seluruh ilmu yang dipelajari dalam tiap satuan pendidikan harus mampu memenuhi standar kompetensi lulusan yang diamanatkan oleh pemerintah. Agar kualitas pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, seluruh arga negara baik pemerintah, masyarakat, maupun pelaksana pendidikan haruslah saling mendukung. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang harus diperhatikan sebagai penentu kualitas maju tidaknya suatu negara. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan, ini berarti bahwa seluruh warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Sampai saat ini pemerintah Indonesia selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu, perlu adanya pengembangan metode-metode pembelajaran di sekolah melalui kajian-kajian kurikulum yang terus dilakukan. Salah satu mata pelajaran di tingkat SMA adalah fisika. Pembelajaran fisika di SMA bertujuan agar peserta didik mampu menguasai konsep dan prinsip fisika serta keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Emiliana Sarjo (2016), fisika merupakan salah satu pelajaran yang menakutkan bagi siswa, karena materi fisika sangat sulit, banyak rumus dan hitungan. Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), menjelaskan bahwa pembelajaran fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dalam merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan. Sejalan dengan kegiatan tersebut, sikap ilmiah seperti jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain juga melekat pada peserta didik (BSNP, 2006: 108).
Berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di Indonesia saat ini, yaitu Kurikulum 2013, guru sebagai pendidik diharapkan dapat mengarahkan peserta didik untuk menemukan sendiri konsep fisika yang dipelajari. Banyak konsep fisika yang bersifat abstrak sehingga membutuhkan penalaran dan pemahaman. Fisika menganggap bahwa benda-benda maupun segala peristiwa di alam terjadi mengikuti pola-pola tertentu serta dapat dipahami melalui studi yang cermat dan sistematis. Untuk itu, sebaiknya ditumbuhkan kesadaran agar melihat fisika bukan semata-mata sebagai kegiatan akademik, tetapi lebih sebagai cara untuk memahami dunia tempat mereka hidup (Mundilarto, 2002: 5). Menurut Supriyono (2003: 3) dalam pembelajaran fisika haruslah melibatkan peserta didik secara aktif untuk berinteraksi dengan objek konkrit sebagai bagian dari pelajaran. Jadi, melalui mata pelajaran fisika, diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir peserta didik untuk memecahkan masalah sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya dalam kehidupan seharihari.-
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran di SMA Negeri 1 Cawas Kabupaten Klaten pembelajaran fisika masih didominasi menggunakan metode ceramah dan perangkat pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional. Perangkat pembelajaran yang tersedia dan digunakan oleh guru dari tahun ke tahun hampir sama sehingga hanya mendukung guru untuk menerapkan metode ceramah yang dominan selama pembelajaran fisika di kelas.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah guru dituntut untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dengan konsep yang akan disampaikan dan kebutuhan akan perangkat pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar fisika. Untuk itu, perlu adanya suatu model pembelajaran yang dapat memadukan antara materi fisika dengan kehidupan sehari-hari sesuai dengan karakteristik materi dan kebutuhan perangkat pembelajaran baru sehingga peserta didik lebih termotivasi untuk belajar fisika yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Dalam hal ini, model pembelajaran yang digunakan adalah metode TPS (Think Pair Share).
Think Pair Share merupakan metode cooperative yang memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami (berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain) (Suyatno, 2009: 54). Armi Lia Aji (2017) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dapat memotivasi siswa untuk mengaktifkan siswa sesuai dengan teori belajar tentang pentingnya keterlibatan seluruh siswa dalam proses pembelajaran, Pembelajaran yang berlangsung dengan memotivasi siswa yang tinggi maka akan mendapatkan perolehan hasil belajar yang tinggi. Dengan dasar uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Think Pair Share untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada Materi Inti Atom pada Siswa Kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 1 Cawas Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2017/2018.
Landasan Teori
Prestasi Belajar
Prestasi belajar pada hakekatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri maupun dari luar individu (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991: 130). Prestasi belajar berupa pernyataan dalam bentuk angka dan nilai tingkah laku (Cece Wijaya, 1994: 151). Hamdani (2011: 137), menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok, prestasi tidak pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Sedangkan menurut Gagne (Hamdani, 2011: 138), menjelaskan bahwa prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap siswa yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotorik setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrument tes atau instrumen yang relevan.
Pembelajaran Fisika
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat mendasar dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasilnya suatu tujuan pendidikan ditentukan oleh proses belajar yang dialami setiap siswa pada setiap kesempatan. (Hamdani, 2011: 21), menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, jadi belajar menjadi lebih baik jika subjek mengalaminya. Hamalik (2008:4) juga mengatakan bahwa belajar adalah proses suatu kegiatan.
Fisika berasal dari bahasa inggris yakni physics yang artinya ilmu alam, yaitu ilmu yang mempelajari tentang alam. Fisika termasuk dalam cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dikenal dengan istilah sains. Sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang gejala alam. Giancoli (2014: 2) menyatakan bahwa fisika merupakan ilmu pengetahuan yang paling mendasar, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), fisika merupakan ilmu tentang zat dan energi (seperti panas, cahaya, dan bunyi).
Metode Pembelajaran Model Think Pair Share
Metode pembelajaran adalah cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Yamin, 2007: 152). Ahli lain mengatakan bahwa metode pengajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat berdasarkan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh hasil yang maksimal (Thoifuri, 2008: 55). Think pair share (TPS) merupakan metode pembelajaran yang memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami (berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain) (Suyatno, 2009: 54). Think pair share (TPS) mempunyai prosedur yang ditetapkan secara ekplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Langkah-langkah Think-Pair-Share sebagai berikut: (1) Thingking (berfikir). Guru mengajukan pertanyaan berkaitan dengan pelajaran/materi tertentu, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri selama beberapa saat. (2) Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa dapat berbagi jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan atau penyelesaian dari suatu persoalan dengan teman sebangku, waktu selama 4-5 menit untuk berpasangan. (3) Sharing (berbagi). Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh siswa dalam kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan / selesaikan. Ini efektif dilakukan bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai seperempat pasangan melaporkan.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa dan tentang hasil belajar fisika siswa kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 1 Cawas, Kabupaten Klaten semester 2 tahun pelajaran 2017/2018 berupa metode observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran fisika yang berlangsung pada siswa kelas XII MIPA 1, saat guru menerapkan strategi Think Pairs Share yang dilakukan oleh teman guru/teman sejawat dengan menggunakan alat berupa lembar observasi; dan metode tes tertulis berupa soal-soal uraian/esai buatan guru yang digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi inti atom dalam bentuk soal pilihan ganda. Sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mencatat hasil ulangan harian mata pelajaran fisika pada masing-masing akhir siklus sebagai wujud prestasi belajar fisika. (2) menganalisis prestasi belajar fisika pada tiap siklus untuk menguji hipotesis dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian tindakan kelas. (3) Kriteria ketuntasan individu adalah apabila siswa memperoleh nilai minimal 70. (4) Kriteria ketuntasan belajar klasikal adalah apabila prestasi belajarnya telah mencapai 80% ke atas. Hasil perhitungan ketuntasan belajar klasikal pada siswa kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 1 Cawas kemudian dikonsultasikan dengan kriteria ketuntasan belajar klasikal.
Hasil Penelitian
Refleksi Awal
Sebelum peneliti menerapkan metode Think Pair Share dapat dijelaskan bahwa selama pelajaran fisika berlangsung, rata-rata hanya 3-5 siswa yang bertanya untuk mengkonfirmasi penjelasan guru atau pekerjaan siswa di papan tulis, sebagian besar mencatat penjelasan guru dan pekerjaan siswa. Dalam pembelajaran guru menjelaskan jawaban dari soal yang diberikan. Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung siswa kurang antusias dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, siswa kurang mampu berusaha dalam menghadapi kesulitan materi pembelajaran, banyak siswa yang datang terlambat, sebagian ada yang mengantuk dan membaca buku yang lain serta setiap diberikan kesempatan untuk bertanya kurang direspon dan tidak terlalu dimanfaatkan oleh siswa. Hal ini disebabkan karena merasa kesulitan mempelajari materi mata pelajaran fisika serta guru belum mampu mengembangkan semangat belajar siswa. Keterangan ini juga didukung dengan data perolehan rata-rata nilai hasil ulangan masih di bawah standar kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah 70. Kondisi seperti ini tentunya sangat tidak diharapkan terjadi terus menerus dalam proses belajar mengajar. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka proses pembelajaran yang monoton dan membosankan dapat menurunkan kualitas pembelajaran. Penurunan kualitas pembelajaran tersebut akan mengakibatkan penurunan hasil belajar siswa.
Hasil Pembelajaran Siklus I
Proses pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di kelas dengan 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pada tahap perencanaan siklus I peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis metode Think Pair Share (TPS). Pada siklus I ini, peneliti memperkenalkan metode metodeThink Pair Share (TPS) kepada siswa.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini terdiri dari 2 kali pertemuan dengan durasi masing-masing adalah 2 x 45 menit. Adapun uraian proses pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut. Pertemuan pertama pada hari Rabu tanggal 4 April 2018 jam ke 5 – 6. Kegiatan pembelajaran berlangsung selama (2 x 45) pelajaran dimulai pada pukul 10.15 – 11.45 WIB. Jumlah siswa yang hadir saat itu sebanyak 31 siswa. Pada pertemuan pertama ini peneliti mulai menerapkan metode Think Pair Share (TPS). Materi yang diajarkan pada siklus I pertemuan pertama ini adalah memahami materi tentang inti atom yang meliputi struktur inti, bentuk, ukuran dan gaya inti. Pertemuan kedua berlangsung pada hari Kamis 5 April 2018 selama 2 x 45 dimulai pada pukul 07.00-08.30 WIB. Siswa yang hadir pada pertemuan kedua ini sebanyak 31 siswa. Materi pada pertemuan kedua adalah memahami tentang inti atom yang meliputi radioaktivitas, penemuan sinari-sinar radioaktif, sinar-sinar radioaktif. Pembelajaran pada pertemuan pertama dan kedua terlaksana sbb: (a) dimulai dengan mengucapkan salam, (b) mengabsen siswa untuk memfokuskan siswa peneliti menanyakan materi yang telah diberikan pada pertemuan minggu sebelumnya, (c) menyampaikan tujuan pembelajaran saat itu, yaitu siswa mampu menganalisis inti atom, memahami struktur inti menurut beberapa ahli fisika, mampu memahami karakteristik inti atom, pemanfaatan, dampak, dan proteksinya dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat peneliti memberikan penjelasan, siswa terlihat sangat memperhatikan. (d) melaksanakan tahap Think dengan membuat kelompok yang terdiri dari dua siswa, kemudian berikutnya kelompok menjadi empat siswa, lalu meminta peserta didik berkelompok berpasangan dengan teman sebangkunya sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan mengajukan beberapa pertanyaan atau masalah yang berkaitan dengan inti atom yang meliputi struktur inti, bentuk, ukuran dan gaya inti, kemudian meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atas pertanyaan atau masalah dari guru tadi (tahap think). (i) melaksanakan tahap pair (berpasangan) meminta siswa berdiskusi dengan pasangannya untuk membahas jawaban atas pertanyaan-pertanyaan guru, pada tahap ini guru membimbing kelompok belajar menganalisis jawaban dari masing-masing siswa, meminta pasangan siswa tadi berbagi jawaban kepada pasangan belajar lainnya sehingga membentuk kelompok menjadi empat siswa. (k) melaksanakan tahap share dengan meminta mempersentasikan hasil kerjanya), kelompok lain memberikan tanggapan dan pertanyaan. Saat presentasi, anggota kelompok lain boleh menjawab pertanyaan apabila ada kelompok yang bertanya dan kelompok yang presentasi tidak dapat menjawab.
Tahap pengamatan pada siklus I ini dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan pembelajaran. Observer (teman sejawat) yaitu Bapak Drs. Slamet mengambil posisi duduk di belakang kelas agar keberadaannya tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran Fisika. Dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa proses kegiatan inti pembelajaran Fisika melalui penggunaan metode think pair share (TPS) dimulai dengan memberikan penjelasan materi. Siswa memperhatikan dan mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan. Guru dan siswa saling bertanya jawab kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencatat. Langkah berikutnya adalah guru membuatkan kelompok siswa yang terdiridari dua siswa yang selanjutya guru membuatkan isi tentang materi yang disampaikan agar siswa berdiskusi. Selama kegiatan berlangsung, guru dan kolaborator memantau peserta didik dalam menjawab pertanyaan. Selama pemantauan berlangsung terlihat kerja sama dalam kelompok masih kurang, peserta didik cenderung bekerja sendiri, mereka belum terbiasa belajar secara kooperatif. Hasi tes evaluasi pada akhir siklus I diperoleh.hasil sebagai berikut: Ketuntasan klasikal sudah dicapai oleh 11 siswa dari 31 siswa atau sebesar 35,5% dengan nilai rata-rata sebesar 57,7 sehingga ketidaktuntasan belajar masih terdapat 20 anak atau 64,5%.
Tahap refleksi dilakukan oleh peneliti dan kolaborator terhadap hasil dari analisis data dan seluru pelaksanaan pembelajaran siklus I. hasilnya sbb: masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan dengan bagaimana cara berfikir mandiri, masih terdapat siswa yang tidak memberikan jawaban yang benar, masih terdapat siswa yang belum berani mengemukakan pendapat terhadap jawabannya sendiri, masih terdapat siswa yang tidak hanya mampu berdiskusi dengan temannya, masih terdapat siswa yang ribut saat diskusi berlangsung, dan masih ada 20 siswa yang nilainya di bawah KKM. Hal ini karenamereka kurang serius mengerjakan tugas, kemampuan memahami yang belum maksimal, guru tidak optimal dalam mengendalikan kondisi kelas agar fokus dalam pembelajaran.
Hasil Pembelajaran Siklus II
Berdasarkan hasil tes siklus I, pada siklus II ini proses pembelajaran harus lebih diarahkan. Guru harus lebih memberikan arahan secara jelas dan penuh perhatian terhadap siswa. Guru pun harus lebih tegas mengkondisikan kelas. Pengaturan waktu yang lebih efektif dan efisien seperti alokasi waktu untuk menjelaskan materi dan mengerjakan latihan digunakan sesuai kebutuhan.guru memberikan apresiasi terhadap siswa yang lebih aktif agar meningkat keaktifan maupun prestasinya. Peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dari hasildiskusi bersama guru IPA, guna memperbaiki RencanaPelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan hasil refleksi. Peneliti juga menyiapkan instrumen-instrumen penelitian seperti lembar observasi kegiatan guru dan siswa, soal tes untuk akhir siklus II, dan alat dokumentasi. Pembelajaran pada siklus II ini terdiri dari 2 kali pertemuan dengan durasi pertemuan 2 x 45 menit.
Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap pelaksanaan tindakan siklua II hampir sama dengan yang dilakukan pada siklus I, hanya waktu pelaksanaannya yang berbeda, yaitu pertemuan ke-1 Rabu 11 April 2018 pada jam ke 5 – 6 dan pertemuan ke-2 pada hari Kamis, 12 April 2018 pada jam ke 1 – 2. Kegiatan pembelajaran berlangsung selama 2 x 45 menit. Jumlah siswa yang hadir sebanyak 31 siswa.
Hasil observasi siklus II menunjukkan bahwa minat, peran aktif dan rasa percaya diri siswa mulai terbangun, terutama saat berdiskusi dengan teman kelompoknya siswa sudah mulai terbiasa dengan cara penyampaian didepan kelas untuk di persentasikan. Terlihat masih sedikit siswa yang belum percaya diri untuk membacakan hasil latihan yang mereka kerjakan. Namun, hingga akhirnya ada siswa yang berani untuk membacakan hasil latihannya di depan kelas dengan memanggil namanya sesuai absen. Kemudian, siswa yang lain memberanikan diri presentasi di depan dengan penuh percaya diri dan begitu seterusnya hingga waktu pada tahap ini berakhir. Sebagian besar siswa dapat menggunakan waktu dengan efektif dan efisien.Mereka dapat menyelesaikan kegiatan baik berfikir jawabannya maupun saat berdiskusi, semuanya dilakukan dengan tepat waktu. Hasil pelaksanaan tes siklus II sudah sangat baik. Ketuntasan belajar dicapai oleh 31 siswa, jadi ketuntasan klasikal terpenuhi oleh 96,8% siswa. Rata-rata pada siklus terakhir ini adalah 76,8. Nilai hasil test pada siklus I dan II mengalami peningkatan.
Hasil refleksi siklus II bahwa pada siklus II masih terlihat masih sedikit siswa yang belum percaya diri untuk membacakan hasil latihan yang mereka kerjakan. Namun, hingga akhirnya ada siswa yang berani untuk membacakan hasil latihannya di depan kelas dengan memanggil namanya sesuai absen. Kemudian, siswa yang lain memberanikan diri presentasi di depan dengan penuh percaya diri dan begitu seterusnya hingga waktu pada tahap ini berakhir
Kesimpulan
Pada siklus I dilihat dari rata-rata hasil test siswa adalah 57,7. Siswa yang mencapai ketuntasan 11 orang siswa dengan hasil 35,5%, sedangkan siswa yang hasilnya belum tuntas mencapai 20 orang siswa dengan persentase 64,5%. Pada siklus II dilihat dari rata-rata hasil test siswa adalah 76,8, siswa yang mencapai ketuntasan 30 siswa dengan persentase 96,8%, sedangkan siswa yang prestasinya belum tuntas mencapai 1 orang siswa dengan persentase 3,2%, pada siklus II ketuntasan belajar meningkat 61,3% dari hasil siklus I. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode think pair share (TPS) dapat meningkatan prestasi belajar Fisika pada peserta didik kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 1 Cawas Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2017/2018. Karena peneliti sudah melihat adanya peningkatan yang cukup memuaskan pada siklus II dalam proses pembelajaran maka siklus dihentikan pada siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Armi Lia Aji. 2017. Think Pair Share Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Geografi Siswa SMA Al-Azhar 3. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Bandar Lampung.
BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Cece Wijaya. 1994. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Depdikbud.
Emiliana Sarjo. 2016. Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap pembelajaran Fisika dengan Motivasi Belajar Fisika di Kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Jurnal. FKIP Universias Sanata Dharma Yogyakarta.
Giancoli. 2014. Fisika: Prinsip dan Aplikasi (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia
Mundilarto. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supriyono Koes H. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Jurusan FMIPA UNY.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif Sidoarjo (Jawa Timur): Masmedia Buana Pustaka.
Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RASAIL
Yamin, Martinis. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.