PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW

UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA KOMPETENSI MEMAHAMI STRUKTUR

DAN KAIDAH KEBAHASAAN TEKS CERPEN PADA PESERTA DIDIK KELAS IXB SMP NEGERI 5 SALATIGA

SEMESTER GASAL TAHUN 2017/2018

 

Aris Munadi

Guru SMP Negeri 5 Salatiga

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen di kelas IXB dengan penerapan model pembelajaran Jigsaw.Tempat penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik Kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 25 orang peserta didik. Metode penelitian menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Tiap-tiap siklus terdiri atas empat tahapan meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan hasil tindakan, dan refleksi hasil tindakan. Berdasarkan perbandingan data kondisi awal, siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan tindakan yang dilakukan pada siklus I dan siklus II membawa peningkatan baik aktivitas belajar maupun hasil belajar. Aktivitas belajar Bahasa Indonesia mengalami peningkatan dari kondisi awal 16% menjadi 72% pada kondisi akhir, berarti ada peningkatan sebesar 56%. Hasil belajar mengalami peningkatan dari rerata 75,2 pada kondisi akhir 79,2 berarti meningkat 4 poin. Persentase jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari kondisi awal presentase ketuntasan 60% dan menjadi 88% pada kondisi akhir.Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan model pembelajara Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Bahasa Indonesia kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen pada peserta didik kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga pada semester 1 tahun pelajaran 2017 / 2018 dapat terbukti

Kata Kunci: Prestasi Belajar, Bahasa Indonesia, Model Pembelajaran Jigsaw

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keaktifan dan prestasi peserta didik, pada kondisi awal di kelas IXB pada pelajaran bahasa Indonesia kompetensi struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen masih sangat rendah. Siswa belum memperlihatkan keaktifannya pada saat proses belajar mengajar pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen. Prestasi siswa juga belum terlihat dari hasil yang mereka capai. Pemakaian Kurikulum 2013 dalam pembelajaran belum kelihatan. Diharapkan keaktifan dan prestasi belajar siswa meningkat. Untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar tersebut salah satunya adalah pemakaian model pembelajaran kooperatif pada proses belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif tersebut adalah Jigsaw. Dengan metode ini diharapkan peserta didik dapat melakukan kerja sama dan saling bertukar serta saling melangkapi informasi yang diperoleh dalam kelompok ahli kepada kelompok induknya sehingga keaktifan dan prestasi belajar peserta didik makin meningkat.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut adalah: 1)Apakah penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan peserta didik pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen di kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga? 2) Apakah penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar peserta siswa pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen di kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga?

Tujuan Penelitian

 Tujuan umum penelitian ini adalah: (a) Untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen di kelas IXB dengan penerapan model pembelajaran Jigsaw.(b) Untukmeningkatkan prestasi belajar peserta didik pada kompetensi memahami struktur dan ciri kebahasaan teks cerpen di kelas IXB dengan penerapan model pembelajaran Jigsaw.

Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah: (a) Melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw meningkatkan keaktifan belajar siswa kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen siswa kelas IXB. (b) Melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw prestasi siswa kompetensi struktur dan kaidah kebahasaan siswa kelas IXB meningkat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat bermanfaat bagi guru dan siswa, bagi guru sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran dengan tujuan dapat meningkatkan keaktifan belajar peserta didik. Bagi siswa, sebagai wahana baru dalam meningkatkan keaktifan, kerja sama dan prestasi belajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya pada kompetensi memahami struktur dan kaidah bahasa teks cerpen.

LANDASAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN  

Hakikat Pembelajaran           

Pembelajaran adalah suatu proses untuk menjadikan seseorang untuk belajar atau suatu cara untuk menjadikan seseorang atau makhluk hidup belajar. Proses pembelajaran seseorang akan terlihat jelas pada pendidikan formal di sekolah. Karena seorang peserta didik harus mampu menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan. Untuk menguasai semua ilmu yang diajarkan peserta didik harus belajar.

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggrakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik (Kemendikbud, 2016:8)

Model Pembelajaran                 

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (KBBI, 1995:662). Model pembelajaran yaitu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang menyangkut sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi, dan sistem pendukung (Joice dan Wells). Tujuan model pembelajaran sebagai strategi bagaimana pembelajaran yang dilaksanakan dapat membantu peserta didik mengembangkan dirinya baik berupa informasi, gagasan, keterampilan dan cara berpikir dalam meningkatkan kapasitas berpikir secara jernih, bijaksana dan membangun keterampilan sosial serta komitmen (Joice dan Wells).

Memilih atau menentukan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kondisi Kompetensi Dasar (KD), tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran, sifat dari materi yang akan diajarkan, dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu setiap model pembelajaran mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan peserta didik dengan bimbingan guru. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagaimana yang diterapkan pada kurikulum 2013, sebaiknya dilakukan secara sinkron dengan langkah atau tahapan kerja (syntak) model pembelajaran.

Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan kepada kerja kelompok peserta didik dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie (1993:73), bahwa pembelajaran model kooperatif Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan peserta didik bekerja sama saling ketergantungan, positif, dan bertanggung jawab secara mandiri.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki beberapa tahap. Tahap pertama guru mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Tahap kedua, setelah peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, maka di dalam Jigsaw ini setiap anggota kelompok diberi tugas untuk mempelajari suatu teks cerpen tertentu. Kemudian peserta didik atau perwakilan dari kelompoknya masing-masing yang mempelajari suatu materi yang sama bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain dalam kelompok ahli. Materi tersebut didiskusikan sehingga masing-masing perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut. Tahap ketiga, masing-masing perwakilan kelompok kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan pada teman satu kelompoknya mengenai materi yang telah didiskusikan pada kelompok ahli, sehingga semua anggota kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru.

Tahap selanjutnya, paserta didik diberi tes/kuis oleh guru dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan yang telah dimiliki peserta didik dalam memahami suatu materi dengan metode belajar kooperatif tipe Jigsaw. Kemudian setelah kuis selesai maka dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok serta menentukan tingkat penghargaan pada kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, secara umum pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. Selain itu peserta didik dilatih untuk saling bekerja sama dalam kelompoknya, sehingga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab peserta didik dalam memahami dan menyelesaikannya kelompok.

 

Prestasi Belajar Siswa

Hakikat Prestasi

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dikerjakan, dsb) (KBBI, 1995:787). Prestasi akademis adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penelitian. Dari pendapat di atas dapat kita pahami bahwa belajar merupakan salah satu dasar untuk mengetahui materi pelajaran yang disampaikan guru dapat diterima sehingga prestasi belajar dapat dilihat dari hasil tes yang diberikan.

Memahami Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen

Teks Cerpen                      

a.     Pengertian Teks Cerpen Cerpen (short story) bukan berarti cerita dalam arti jumlah kata yang digunakan hanya sedikit, misalnya lima ratus kata atau seribu kata sebab ada juga cerpen yang menggunakan kata sampai sepuluh ribu kata atau empat puluh ribu kata yang disebut long short story (Maskun,dkk 2013:2) Dinamai cerpen karena karya fiksi (rekaan/khayalan) ini mengisahkan insiden atau kejadian yang dialami oleh seseorang atau dua orang tokoh yang terjadi pada satu situasi (suatu ketika) yang dikembangkan dalam jalinan cerita (alur peristiwa) tunggal.

b.     Struktur Cerpen 1) Abstrak: Pada tahapan ini pengarang memberikan ringkasan atau inti cerita yang akan dikembangkan menjadi rangkaian peristiwa yang dialami tokoh imajinasinya. 2) Orientasi: Tahapan orientasi merupakan struktur yang berisi pengenalan latar cerita berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. 3) Komplikasi: Urutan kejadian, tetapi setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat. Peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. 4) Evaluasi: Pada tahap evaluasi ini, konflik yang terjadi diarahkan pada pemecahannya. 5) Resolusi: Pengarang mengungkapkan solusi dari berbagai konflik yang dialami tokoh. 6) Koda: Koda bersifat opsional boleh ada boleh tidak sama halnya dengan abstrak.

c.     Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen. Dalam cerpen sering terdapat beberapa ciri kebahasaan sebagai berikut: 1) Dalam cerpen sering terdapat kalimat “bersayap” (konotatif, ambigu, bermakna ganda). 2) Dalam cerpen sering terdapat simbol atau kiasan. 3) Di dalam cerita tidak harus digunakan bahasa baku. 4) Penggunaan majas dalam cerpen, ungkapan, peribahasa, sinonim, antonim.

Kerangka Berpikir                            

Pada kondisi awal guru dalam pembelajaran memahami struktur dan kaidah teks cerpen belum menggunakan model pembelajaran Jigsaw. Dari situ guru harus mengambil tindakan agar peserta didik mau dan mampu untuk aktif. Tindakan yang diambil guru adalah menggunakan model pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif dalam kelompoknya. Pemanfaatan model pembelajaran Jigsaw sangat dibutuhkan untuk peserta didik.

Pada siklus I, guru menggunakan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dalam kelompoknya. Pada siklus ini guru memberi lembar kerja diskusi berupa teks cerpen. Pada siklus ini diharapkan peserta didik aktif berbicara.

Pada siklus II, model pembelajaran Jigsaw kembali digunakan dalam pembelajaran. Peserta didik dibagi menjadi 4 kelompok induk yang di dalamnya ada kelompok ahli. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk menganalisis teks cerpen kemudian kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Pada siklus ini diharapkan keaktifan dan prestasi belajar peserta didik dalam memahami kaidah dan struktur teks cerpen meningkat.

Kondisi akhir yang diharapkan dengan penggunaan model pembelajaran Jigsaw pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IXB , keaktifan dan prestasi belajar meningkat.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori tersebut, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan, “Dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw, keaktifan dan prestasi belajar peserta didik kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen dapat meningkat.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan yaitu mulai bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2017. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IXB berjumlah 25 siswa. Siswa laki-laki berjumlah 14, sedangkan perempuan berjumlah 11 siswa. Peserta didik kelas IXB termasuk peserta didik yang cenderung memiliki kemampuan rendah dibandingkan kelas yang lain. Pertimbangan peneliti memilih kelas tersebut adalah: 1) Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas, 2) Peneliti mengajar di kelas IXB , 3) Tingkat inteligensi peserta didik kelas IXB dalam pelajaran memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen masih sangat rendah. Objek yang diteliti adalah penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Pada pembelajaran struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen, peserta didik dituntut untuk melaporkan hasil diskusi dengan cara berkelompok kemudian mempresentasikan hasil.

 Sumber data penelitian tindakan kelas ini adalah data yang diperoleh dari peserta  didik kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga, Tahun Pelajaran 2017/2018. Sumber data  kuantitatif berupa hasil penilaian formatif peserta didik setelah akhir pembelajaran, sumber data kualitatif berupa hasil pengamatan saat peserta didik melakukan diskusi menggunakan  model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Selain itu data dari guru sebagai kolabor.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1) Observasi 2) Tes dan, 3) Dokumentasi Validasi Data, Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) apa saja yang seharusnya diukur, supaya data yang diperoleh tersebut valid, maka dibuatlah kisi-kisi instrumen yang didalamnya mencakup luasnya materi dan indikator sebagai tolok ukur ketercapaian sesuai penjabaran pada indikator kinerja.

Validasi instrument dilakukan dengan mengecek kebenaran instrument. Data yang digunakan adalah hasil penilaian memahami struktur dan ciri kebahasaan teks cerpen. Selain itu untuk memperoleh data kualitatif dilakukan dengan trianggulasi. Ada dua macam teknik trianggulasi yaitu trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Trianggulasi sumber adalah perolehan data ini bisa melalui kolaborasi dengan teman sejawat. Trianggulasi metode adalah perolehan data dari beberapa metode, bisa melalui wawancara, dokumen, atau tes lisan. Pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan satu sumber dengan cara mencari data melalui kerjasama kolabor dan teman sejawat. Setiap siklus berusaha selalu meningkatkan kualitas pemahaman atas segala aspek.

Analisis data observasi keaktifan peserta didik diperoleh dari lembar observasi peserta didik selama berdiskusi kelompok maupun proses pembelajaran. Penilaian dilihat dari predikat keaktifan peserta didik yang diambil dari rerata empat indikator keaktifan peserta didik (perhatian, menanggapi, menjawab, bertanya). Peningkatan keaktifan peserta didik secara keseluruhan diukur dari rerata predikat/kriteria keaktifan peserta didik satu kelas setiap proses pembelajaran.

Analisis hasil belajar digunakan untuk mengetahui peningkatan ketuntasan peserta didik secara keseluruhan, dan ketuntasan belajar secara klasikal. Peserta didik dinyatakan tuntas apabila memperoleh nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah 73. Ketuntasan belajar secara klasikal apabila persentasi mencapai 80%.

Indikator kinerja dalam penelitian ini berupa hasil nilai keaktifan memahami stuktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen yang dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar peserta didik. Indikator keberhasilan ini apabila penerapan model pembelajaran Jigsaw yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar memahami struktur dan kaidah bahasa teks cerpen. Selain itu prestasi belajar peserta didik pada kompetensi dasar memahami struktur dan kaidah bahasa teks cerpen secara umum meningkat.

Siklus I           

Prosedur penelitian, proses pembelajaran yang terjadi di kelas dalam mata pelajaran bahasa Indonesia memberikat penekanan pada semua aspek kebahasaan yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, menulis, baik kebahasaan, maupun sastra. Dalam penelitian ini peneliti mengambil salah satu aspek yaitu berbicara.

Tindakan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Penelitian ini dirancang dalam dua siklus. Tindakan dalam setiap siklus saling berkaitan erat. Tahapan siklus I ini dilaksanakan berdasarkan data pada kondisi awal yaitu pembelajaran sebelum menggunakan model pembelajaran Jigsaw. 1) Perencanaan, pada tahap ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar pengamatan sikap dan keaktifan peserta didik, lembar kerja diskusi, dan soal tes.

2) Tindakan, Pendahuluan: Guru memberi penjelasan tentang tujuan, langkah, manfaat pembelajaran yang akan dilaksanakan, dan indikator pencapaian kompetensi. Guru memberi kelompok yang masing-masing terdiri atas 6 peserta didik. Guru memberi lembar kerja diskusi teks cerpen “Juru Masak” 3) Kegiatan Inti: Peserta didik membagi indikator pencapaian kompetensi kepada masing-masing anggota kelompok. Peserta didik mendapatkan indikator sama berkelompok dalam kelompok ahli. Kelompok ahli berdiskusi sesuai indikator pencapaian kompetensi dengan bimbingan guru. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompok ahli, anggota kelompok kembali ke kelompok induk dan secara bergantian menjelaskan hasil diskusi kelompok ahli kepada teman satu kelompok induk. Teman yang lain mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Guru memberi apresiasi hasil presentasi tiap tim ahli. 4) Penutup: Peserta didik mengerjakan evaluasi. Guru memberikan tindak lanjut pembelajaran. a) Observasi, dalam tahap ini dilaksanakan observasi pada pelaksanaan tindakan. b) Refleksi, data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan dianalisis dalam tahap ini. Hasil refleksi digunakan untuk menentukan tindakan kelas pada siklus II.

Siklus II

 Tahapan Siklus II. 1) Perencanaan, Pada tahapan ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksaan pembelajaran (RPP), lembar pengamatan sikap dan keaktifan siswa, lembar kerja diskusi, soal tes. 2) Tindakan, guru memberi penjelasan tentang tujuan, langkah, manfaat pembelajaran yang akan dilaksanakan, dan indikator pencapaian kompetensi. Guru membagi kelompok induk yang masing-masing terdiri atas 6 peserta didik. Guru membagi lembar kerja diskusi teks cerpen “Paing” 3) Kegiatan Inti, Peserta didik membagi indikator pencapaian kompetensi kepada masing-masing anggota kelompok. Peserta didik yang mendapatkan indikator sama berkelompok dalam kelompok ahli. Kelompok ahli berdiskusi sesuai indikator pencapaian kompetensi dengan bimbingan guru. Setelah selesai bediskusi dalam kelompok ahli, anggota kelompok kembali ke kelompok induk dan secara bergantian menjelaskan hasil diskusi kelompok ahli kepada teman satu kelompok induk. Teman yang lain mendengarkan dengan sungguh-sungguh. 4) Penutup, Peserta didik mengerjakan evaluasi. Guru memberikan tindak lanjut pembelajaran. a) Observasi, Observasi dilakukan peneliti bersamaan dengan tindakan, serta menggunakan lembar penilaian dan lembar observasi yang telah disusun. Hasil yang akan diperoleh adalah nilai peserta didik secara kelompok tentang presentasi hasil diskusi struktur dan ciri kebahasaan teks cerpen dan hasil observasi saat peserta didik berdiskusi dan melakukan presentasi kelompok. Yang meliputi keantusiasan, keseriuasan, dan keaktifan. B) Refleksi, Setiap akhir siklus peneliti melakukan refleksi. Hasil refleksi dijadikan dasar perbaikan dan perubahan tindakan. Dari hasil refleksi kedua didapat refleksi diri apakah kegiatan yang telah dilakukan menghasilkan sesuatu sesuai yang diinginkan, yaitu meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia kompetensi dasar struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen meningkat keaktifan dan prestasi belajar peserta

HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN                                                                      

Deskripsi Kondisi Awal

 Keaktifan peserta didik dan hasil belajar peserta didik pada tahap kondisi awal masih rendah karena guru belum menggunakan model pembelajaran yang tepat. Padahal penggunaan model pembelajaran yang tepat sangat berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran peserta didik. Berdasarkan pengamatan saat peserta didik diminta untuk diskusi kelompok, dalam kelompok tersebut peseta didik lebih banyak yang pasif dan tidak mau mengeluarkan ide atau pendapatnya dalam kelompok tersebut. Pada saat pembelajaran cerpen “Juru Masak” menggunakan lembar kerja diskusi. Peserta didik berkelompok mendiskusikan enam indikator pencapaian kompetensi. Setelah selesai diskusi kelompok, salah satu kelompok mempresentasikan hasil yang lain menanggapi. Setelah menyimpulkan materi, peserta didik mengerjakan soal formatif. Hasil pembelajaran pada kondisi awal ini diuraikan sebagai berikut:

Hasil keaktifan peserta didik pada kondisi awal

 Hasil keaktifan peserta didik pada kondisi awal dapat dilihat dari beberapa tabel dan

 diagram di bawah ini yaitu:

Tabel 1 Jumlah keaktifan peserta didik pada kondisi awal.

Kriteria

Jumlah Peserta Didik

Presentase

Tidak Aktif

0

0,0%

Kurang Aktif

9

36,0%

Aktif

16

64,0%

Sangat Aktif

0

0,0%

 

Tabel 2 Jumlah keaktifan kategori baik pada kondisi awal

Kategori

Jumlah

Presentase

Skor kategori di atas 60%

4

16,0%

Skor kategori di bawah 60%

21

84,0%

 

Pada tabel tersebut di atas terlihat bahwa pada kondisi awal secara umum terdapat 9 peserta didik (36%) kurang aktif dan sejumlah 16 peserta didik (64%) yang aktif sedangkan presentase jumlah skor keaktifan peserta didik lebih besar dari 60% atau dengan kategori baik terdapat 4 orang (16%) sedangkan yang tidak memenuhi kategori baik sejumlah 21 orang (84%).

Hasil belajar peserta didik pada kondisi awal

Hasil belajar peserta didik pada kondisi awal dapat dilihat dari tabel dan diagram di bawah ini yaitu:

Tabel 3 Hasil belajar pada kondisi awal

No

Aspek

Nilai

1

Nilai Tertinggi

88,00

2

Nilai Terendah

48,00

3

Rata-Rata

75,20

 

 Pada tabel tersebut di atas pada kondisi awal hasil belajar peserta didik yaitu nilai   tertinggi 88, nilai terendah 48, rerata 75,2 persentase ketuntasan belajar secara klasikal 60% tuntas dan 40% belum tuntas.

 Deskripsi Siklus I

Pada hasil penelitian siklus I, diadakan pembelajaran dengan alokasi waktu satu kali pertemuan (2X45 menit). Langkah-langkah pembelajarannya adalah guru sudah menggunakan model pembelajaran Jigsaw. Guru memberi lembar kerja diskusi berupa teks cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” cerpen tersebut digunakan untuk mengerjakan enam indikator soal, peserta didik dibagi menjadi empat kelompok induk masing-masing terdiri atas enam peserta didik. Kelompok induk dibagi menjadi kelompok ahli. Sehingga terbentuk tim ahli struktur teks, konjungsi dan preposisi, verba, adjektiva, pronominal atau kata ganti, nomina atau kata benda. Tim ahli berdiskusi, guru mengawasi dengan mengobservasi keaktifan peserta didik selama diskusi. Setelah diskusi dalam kelompok ahli, anggota kelompok tim ahli kembali ke kelompok induk dan secara bergantian menerangkan hasil diskusi dalam kelompok induk. Tim ahli mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Setelah menyimpulkan pembelajaran, peserta didik mengerjakan tes formatif. Hasil pembelajaran pada siklus I ini diuraikan sebagai berikut:

Hasil keaktifan peserta didik pada siklus I

Hasil keaktifan peserta didik pada siklus I dapat dilihat dari beberapa tabel dan diagram di bawah ini yaitu:

Tabel 4 Jumlah keaktifan peserta didik pada siklus I.

Kriteria

Jumlah Peserta Didik

Presentase

Tidak Aktif

0

0,0%

Kurang Aktif

1

4,0%

Aktif

17

68,0%

Sangat Aktif

7

28,0%

 

Tabel 5 Jumlah keaktifan kategori baik pada siklus I

Kategori

Jumlah

Presentase

Skor kategori di atas 60%

15

60,0%

Skor kategori di bawah 60%

10

40,0%

 

Pada tabel di atas terlihat bahwa pada siklus I secara umum terdapat 1 peserta didik (4%) kurang aktif, 17 peserta didik (68%) yang aktif dan 7 peserta didik (28,0%) sangat aktif, sedangkan presentase jumlah skor keaktifan peserta didik lebih besar dari 60% atau dengan kategori baik terdapat 15 orang (60%) sedangkan yang tidak memenuhi kategori baik sejumlah 10 orang (40%).

Pada siklus I keaktifan peserta didik mengalami peningkatan yang sangat signifikan, hal ini dapat dilihat dari presentase skor dengan kategori baik atau lebih besar dari 60% dimana pada kondisi awal yang memenuhi kategori tersebut hanya 16% menjadi 60% pada siklus I.

Hasil belajar peserta didik pada siklus I

Hasil belajar peserta didik pada siklus I dapat dilihat dari tabel dan diagram di bawah ini yaitu:

Tabel 6 Hasil belajar pada siklus I

No

Aspek

Nilai

1

Nilai Tertinggi

90,00

2

Nilai Terendah

60,00

3

Rata-Rata

78,80

 

Pada siklus I hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan yaitu nilai tertinggi 90, nilai terendah 60, rerata 78,8 sedangkan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 84% tuntas dan 16% belum tuntas.

Refleksi pada siklus I

Pada tahap refleksi ini peneliti memulainya dengan melakukan perbandingan secara komparatif hasil yang dicapai pada kondisi awal dengan siklus I pada hasil belajar dan keaktifan peserta didik.

Pada siklus I diperoleh peningkatan jumlah peserta didik yang tuntas dalam belajar yaitu 84% dari ketuntasan sebelumnya pada kondisi awal yaitu 60%, sedangkan keaktifan peserta didik yang masuk kategori baik pada siklus I mengalami peningkatan juga menjadi 60% yang sebelumnya sebesar 16%.

Pada peningkatan keaktifan peserta didik mencapai batas sesuai indikator yaitu 60% meskipun demikian masih diperlukan usaha peningkatan hasil belajar sebagai berikut:

1.     Guru lebih memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat.

2.     Guru perlu memberi motivasi kepada peserta didik untuk percaya diri dan berani tampil mempresentasikan hasil diskusi.

3.     Guru diharapkan tetap tidak mendominasi pembelajaran.

4.     Peserta didik belum terbiasa untuk memecahkan masalah karena mereka terbiasa mengerjakan tugas secara individu.

Siklus II

Setelah diadakan refleksi, diadakan pembelajaran pada siklus II dengan alokasi waktu satu kali pertemuan (2X45menit). Pada pembelajaran siklus II, guru tetap menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw. Guru memberikan lembar kerja diskusi berupa teks cerpen “Paing.” Untuk mengerjakan 6 indikator soal. Peserta didik dibagi menjadi 4 kelompok induk masing-masing terdiri dari 6 peserta didik. Kelompok induk dibagi menjadi kelompok ahli. Sehingga terbentuk tim ahli struktur teks, konjungsi, preposisi, verba, adjektiva, pronominal, nomina, dan menyunting bahasa teks cerpen. Tim ahli berdiskusi, guru mengawasi dengan mengobservasi lebih efektif keaktifan peserta didik selama diskusi. Setelah diskusi dalam kelompok ahli, anggota tim kelompok ahli kembali ke kelompok induk dan sacara bergantian menerangkan hasil diskusi dalam kelompok induk. Tim ahli mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Hasil pembelajaran pada siklus II ini diuraikan sebagai berikut:

Hasil keaktifan peserta didik pada siklus II

Hasil keaktifan peserta didik pada siklus II dapat dilihat dari beberapa tabel dan diagram di bawah ini yaitu:

 

 

 

 

Tabel 7 Jumlah keaktifan peserta didik pada siklus II.

Kriteria

Jumlah Peserta Didik

Presentase

Tidak Aktif

0

0,0%

Kurang Aktif

1

4,0%

Aktif

13

52,0%

Sangat Aktif

11

44,0%

 

Tabel 8 Jumlah keaktifan kategori baik pada siklus II

Kategori

Jumlah

Presentase

Skor kategori di atas 60%

18

72,0%

Skor kategori di bawah 60%

7

28,0%

 

Pada tabel tersebut di atas terlihat bahwa pada siklus II secara umum terdapat 1 peserta didik (4%) kurang aktif, 13 peserta didik (68%) yang aktif dan 11 peserta didik (28,0%) sangat aktif, sedangkan presentase jumlah skor keaktifan peserta didik lebih besar dari 60% atau dengan kategori baik terdapat 18 orang (72%) sedangkan yang tidak memenuhi kategori baik sejumlah 7 orang (28%).

Pada siklus II keaktifan peserta didik mengalami peningkatan yang sangat signifikan, hal ini dapat dilihat dari presentase skor dengan kategori baik atau lebih besar dari 60% dimana pada siklus I yang memenuhi kategori tersebut hanya 60% menjadi 72% pada siklus II.

Hasil belajar peserta didik pada siklus II

Hasil belajar peserta didik pada siklus II dapat dilihat dari tabel di bawah ini yaitu:

Tabel 9 Hasil belajar pada siklus II

No

Aspek

Nilai

1

Nil. Tertinggi

90,00

2

Nil. Terendah

60,00

3

Rata-Rata

79,20

 

Pada siklus II hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan yang tidak begitu signifikan hanya pada nilai rata-rata yaitu nilai tertinggi 90, nilai terendah 60, rerata 79,2 sedangkan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 88% tuntas dan 12% belum tuntas.

Refleksi pada siklus II

Pada tahap refleksi ini peneliti memulainya dengan melakukan perbandingan secara komparatif hasil yang dicapai pada siklus I dengan siklus II pada hasil belajar dan keaktifan peserta didik.

Pada siklus II diperoleh peningkatan jumlah peserta didik yang tuntas dalam belajar yaitu 88% dari ketuntasan sebelumnya pada siklus I yaitu 84%, sedangkan keaktifan peserta didik yang masuk kategori baik pada siklus I mengalami peningkatan juga menjadi 72% yang sebelumnya sebesar 60%.

Pembahasan

Keaktifan Peserta Didik

Aktivitas belajar peserta didik dalam kelas dilihat dari beberapa aspek penilaian pada kondisi awal, siklus I maupun pada siklus II mengalami peningkatan dengan baik.

Pada grafik tersebut di atas pada kondisi awal presentase jumlah peserta didik yang mendapatkan nilai rata-rata 3 atau lebih hanya 16% sedangkan pada siklus I terdapat 60% dan terakhir pada siklus II terdapat 72%.

Indikator kinerja penelitian pada aspek keaktifan menyebutkan bahwa ketercapaian ditandai dengan 60% siswa mencapai rerata skor aktivitas belajar lebih besar dari 3,00 (kualifikasi baik) pada siklus I, 70% siswa mencapai rerata skor aktivitas belajar lebih dari 3,00 (kualifikasi baik) pada siklus II merupakan skor aktivitas belajar dalam skala maksimum 4, sehingga dengan demikian maka hasil penelitian pada siklus I dan siklus II dapat dikatakan mencapai indikator yang telah ditetapkan.

Hasil Belajar

Berdasarkan tabel hasil belajar pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 10 Perbandingan hasil belajar pada setiap siklus

No

Urutan Siklus

Nilai Teringgi

Nilai Terendah

Rata-rata

1

Kondisi Awal

88,0

48,0

75,2

2

Siklus I

90,0

60,0

75,2

3

Siklus II

90,0

60,0

79,2

4

Refleksi kondisi awal hingga akhir

Nilai tertinggi naik sebesar 2 poin

Nilai terendah naik sebesar 12 poin

Rata-rata naik menjadi sebesar 4 poin

 

Tabel 11. Ketuntasan hasil belajar peserta didik pada setiap siklus

No

Urutan Siklus

Tuntas

Tidak Tuntas

1

Kondisi Awal

60,0%

40,0%

2

Siklus I

84,0%

16,0%

3

Siklus II

88,0%

12,0%

 

Dari kondisi awal 60%, pada siklus I ketuntasan naik menjadi 84% dan pada siklus II menjadi 88%. Pada indikator kinerja penelitian keberhasilan dengan 60% peserta didik memperoleh nilai hasil belajar > 75 pada siklus I dan 70% peserta didik memperoleh nilai hasil belajar > 75 pada siklus II. Nilai 75 adalah nilai ketuntasan belajar, maka hasil belajar dari siklus I dan siklus II telah mencapai indikator tersebut. Dengan melihat hasil belajar, maka pada siklus I dan siklus II telah tercapai indikator tersebut. Melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen pada peserta didik kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga dari kondisi awal presentase ketuntasan 60% dan menjadi 88% pada kondisi akhir.

Hasil Tindakan

Berdasarkan perbandingan data kondisi awal, siklus I dan siklus II yang diuraikan dalam pembahasan dapat disimpulkan tindakan yang dilakukan pada siklus I dan siklus II membawa peningkatan baik aktivitas belajar maupun hasil belajar. Aktivitas belajar Bahasa Indonesia mengalami peningkatan dari kondisi awal 16% menjadi 72% pada kondisi akhir, berarti ada peningkatan sebesar 56%. Hasil belajar mengalami peningkatan dari rerata 75,2 pada kondisi akhir 79,2 berarti meningkat 4 poin. Persentase jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari kondisi awal presentase ketuntasan 60% dan menjadi 88% pada kondisi akhir.

Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Bahasa Indonesia kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen pada peserta didik kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga pada semester gasal tahun pelajaran 2017 / 2018 dapat terbukti.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil observasi dan penilaian pada tiap siklus yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat:

1.     Meningkatkan keaktifan belajar bahasa Indonesia pada kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen peserta didik kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga pada semester gasal tahun pelajaran 2017/2018. Terbukti Aktivitas belajar Bahasa Indonesia mengalami peningkatan dari kondisi awal 16% menjadi 72% pada kondisi akhir, berarti ada peningkatan sebesar 56%.

2.     Meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia kompetensi memahami struktur dan kaidah kebahasaan teks cerpen peserta didik kelas IXB SMP Negeri 5 Salatiga. Terbukti hasil belajar mengalami peningkatan dari rerata 75,2 pada kondisi akhir 79,2 berarti meningkat 4 poin. Persentase jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari kondisi awal presentase ketuntasan 60% dan menjadi 88% pada kondisi akhir.

Implikasi

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, terdapat sejumlah implikasi terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik. Implikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1.     Penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw hendaknya dikembangkan dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran di kelas khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP agar kemampuan berbahasa peserta didik khususnya keaktifan saat berdiskusi menjadi baik, konsekunsinya guru harus selalu aktif membimbing dan memotivasi peserta didik pada saat pembelajaran.

2.     Hambatan-hambatan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat diminimalisasi melalui perencanaan yang baik.

Saran

1.     Bagi guru bahasa Indonesia sebaiknya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran dengan instrument yang berbeda.

2.     Bagi peserta didik sebagai wahana baru dalam meningkatkan keaktifan, kerja sama dan prestasi belajar bahasa Indonesia, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat menunjang dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA               

Arikunto, Suharsimi.2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:PT Bumi Aksara.

Heryanto, Nanang. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw untuk Meningkatkan Kompetensi Bahasa Indonesia dengan Materi Pokok Menentukan Pokok Pikiran Paragraf. (http://www.goegle.com:16 Maret 2015: 12.22)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2014. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik SMA/MA/MAK Kelas XI Semester 1.Jakarta:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Maskurun,Drs.,dkk.2013. Bahasa Indonesia XIA untuk SMK/MAK dan SMA/MA. Yogyakarta:LP2IP.

Proposal Usulan Penelitian Tindakan Kelas, (http://www.goegle.com: 4 Maret 2015:09.17).

Sukidin,dkk.2008.Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.Madiun:Insan Cendekia.

W., Sri Anitah.2009. Modul:Strategi Pembelajaran di SD.Jakarta:Univertitas Terbuka.