PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA PEMBELAJARAN IPA KOMPETENSI DASAR MENGIDENTIFIKASI PENYEBAB BENDA BERGERAK

(BATERAI, PER/PEGAS, DORONGAN TANGAN, DAN MAGNET)

DI KELAS 1 SD N 3 JATIHARJO TAHUN PELAJARAN 2017 / 2018

 

Welas Asih

Guru SD Negeri 3 Jatiharjo Kabupaten Grobogan

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menerapkan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet) di Kelas 1 SD N 3 Jatiharjo tahun pelajaran 2017/2018. Penelitian yang dimaksud adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK) dengan variabel terikat yaitu, peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet) di Kelas 1 SD N 3 Jatiharjo tahun pelajaran 2017/2018, sedangkan untuk variabel bebasnya adalah penerapan model pembelajaran inkuiri. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan tes hasil belajar. Setelah data terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan deskriptif komparatif untuk data hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet) di Kelas 1 SD N 3 Jatiharjo tahun pelajaran 2017/2018. Caranya dengan membandingkan antara kondisi awal (pra siklus) dengan indikator kinerja siklus I, dan indikator kinerja siklus I dengan siklus II. Subjek penelitian dalam penelitian ini berjumlah 18 siswa, pada kondisi awal nilai hasil belajar rata-rata 58 dengan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 39%, setelah siklus I nilai hasil belajar rata-rata 69 dan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 56% dan setelah siklus II nilai hasil belajar rata-rata menjadi 79 dan ketuntasan meningkat menjadi 100% sehingga sudah mencapai indikator keberhasilan. Berdasarkan keberhasilan tersebut, maka penulis menyarankan agar model pembelajaran inkuiri dapat dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah.

Kata kunci:    Model Pembelajaran Inkuiri, Hasil Belajar, Penyebab Benda Bergerak (Baterai, Per/Pegas, Dorongan Tangan, dan Magnet)

 

Pendahuluan

Piaget, dalam Sutarno, Nono, dkk., (2006:8.8) menyatakan bahwa::”Belajar Sains (IPA) merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa. Peran guru berubah dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa.”

Berdasarkan paradigma baru di atas, ada konsekuensi yang harus diemban oleh seorang guru yaitu harus dapat merancang pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran bermakna tersebut dapat terjadi apabila siswa terlibat aktif dalam belajar dan siswa belajar sambil berbuat dan mengalami sendiri sehingga siswa tidak hanya sebagai objek penerima pengetahuan dari guru saja melainkan secara aktif membangun pengetahuannya sendiri.

Pembelajaran IPA sebaiknya juga dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya secara aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Namun demikian, adakalanya seorang guru sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, namun hasil yang dicapai siswa tidak mencapai kriteria ketuntasan. Untuk itulah dibutuhkan kemauan dari guru yang bersangkutan merefleksi diri supaya dapat diketahui penyebab tidak tuntasnya pembelajaran yang dikelolanya sehingga pada gilirannya dapat mencari alternatif pemecahan masalah yang tepat untuk memperbaiki proses pembelajaran. Dengan adanya kesadaran tersebut akhirnya guru tidak menganggap ketidakberhasilan pembelajaran yang dikelolanya mutlak kesalahan siswa, tetapi bisa terjadi karena kesalahan guru sendiri misalnya strategi pembelajaran yang diterapkan tidak tepat, metode yang diterapkan tidak sesuai dan tidak menggunakan media pembelajaran.

Ketidaktuntasan secara klasikal dalam pembelajaran juga dialami oleh siswa kelas I SD N 3 Jatiharjo Kec. Pulokulon Kab. Grobogan tempat sehari-hari peneliti mengajar. Pada saat tes formatif mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet), masih banyak siswa yang belum mencapai nilai ≥ kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dari 18 siswa, baru sebanyak 7 orang yang memperoleh nilai tuntas atau nilai ≥ KKM (65) atau tingkat tuntas klasikal hanya mencapai 39%.

Dalam penelitian ini peneliti memilih model inkuiri karena peneliti berharap dengan menggunakan model ini dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengaktifkan siswa. Dengan aktifnya siswa maka akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Dewey, dalam Prasetyo (2002:57), “inquiry” artinya penemuan dan “discovery” adalah penyelidikan, karena pada dasarnya keduanya ini saling terkait satu dengan yang lain. Melalui penyelidikan yang dilakukannya, siswa dapat memperoleh suatu penemuan.

Rumusan masalah yang menjadi focus penelitian ini adalah: ”Apakah perapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet) di Kelas 1 SD N 3 Jatiharjo Tahun Pelajaran 2017/2018?”

Berdasarkan permasalahan yang terjadi penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan dan menganalisis dampak penerapan model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet). Adapun manfaat penelitian ini bagi siswa antara lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan memacu motivasi/minat, perhatian, keaktifan dan inisiatif siswa pada pembelajaran, sedangkan bagi guru yaitu memperoleh gambaran tentang upaya guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan sebagai acuan bagi para pendidik yang lain untuk memecahkan permasalahan pembelajaran yang identik dengan penelitian ini.

Dalam penerapannya, Langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan model inkuiri secara sistematis sebagai berikut:

1.   Guru mengajukan permasalahan yang mengandung permasalahan.

2.   Membimbing siswa untuk mencari dan menemukan informasi yang berkenaan dengan permasalahan tersebut.

3.   Siswa diberi kesempatan untuk menjawab setiap permasalahan dan membuat kesimpulan,

4.   Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan terhadap permasalahan secara keseluruhan.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 3 Jatiharjo, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah. Tempat berlangsungnya penelitian ini berdasarkan tempat sekolah peneliti mengajar. SD Negeri 3 Jatiharjo terletak di Desa Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan, berdiri sejak tahun 1985 dan memiliki letak yang strategis. Adapun batas-batas Desa Jatiharjo adalah sebagai berikut sebelah Utara berbatasan dengan Desa Panunggalan, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pojok dan Desa Jetaksari,sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sidorejo dan Desa Mlowokarangtalun, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Panunggalan dan Desa Sidorejo.

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu satu bulan perencanaan, satu bulan pelaksanaan, satu bulan pelaporan. Dimulai bulan Januari sampai Maret 2018.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Jatiharjo sebanyak 18 siswa, yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Guru kelas I sebagai peneliti dan 1 orang guru sebagai kolaborator penelitian.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan sebanyak 2 siklus. Dalam tiap siklus terdiri dari beberapa tahap yaitu: tahap perencanaan, tahap implementasi tindakan, tahap observasi dan interpretasi, tahap analisis dan refleksi.

Dalam tahap perencanaan peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang akan peneliti pergunakan dalam tindakan siklus 1 yang meliputi penyusunan RPP, menyiapkan media pembelajaran, lembar kerja dan instrumen penelitian, menyusun instrumen pengamatan.

Tahap implementasi tindakan yaitu peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran dalam RPP yang telah dipersiapkan sebelum pembelajaran berlangsung, yang meliputi Kegiatan awal, Kegiatan inti, Kegiatan penutup.

Pada tahap observasi dan interpretasi peneliti dibantu oleh teman sejawat untuk melakukan tindakan sebagai berikut: mengobservasi proses pembelajaran, mencatat hal hal yang ditemukan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran.

Pada tahap analisis dan refleksi peneliti melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan perencanaan atau belum. Dan untuk mencari kelemahan apa saja yang menghambat proses pembelajaran. Refleksi dilakukan atas dasar observasi yang dilakukan oleh teman sejawat. Setelah melakukan refleksi hasil belajar siswa pada siklus 1 dianalisis, apabila hasil belajar siswa belum mencapai kriteria ketuntasan yang diharapkan maka kegiatan dilanjutkan pada siklus II.

Dalam penelitian ini, peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet) di Kelas 1 SD N 3 Jatiharjo tahun pelajaran 2017/2018 merupakan variabel terikat, sedangkan untuk variabel bebasnya adalah penerapan model pembelajaran inkuiri.

Alat dan teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara yaitu tes hasil belajar, observasi, dokumentasi dengan menggunakan kamera, catatan lapangan, instrumen penelitian, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis komparatif, yaitu dengan cara membandingkan antara kondisi awal dengan indikator kinerja siklus I dan indikator kinerja siklus II.

Dari analisis data, sesuai dengan indikator kinerja yang ditentukan dalam penelitian ini, bahwa penelitian ini berhasil jika mencapai hal-hal sebagai berikut:

1.     sebanyak 75% siswa dapat mencapai ketuntasan belajar

2.     siswa harus memperoleh nilai ≥ 65, yakni nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran IPA yang telah ditetapkan di awal tahun pelajaran 2017/2018;

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada kondisi awal sebelum diadakan tindakan siklus I, dari proses pembelajaran, siswa belum dapat mengenali bentuk gerak dan belum dapat menjelaskan penyebab gerak dengan benar sehingga secara keseluruhan pembelajaran tidak berhasil. Dari analisis hasil evaluasi belajar siswa masih banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar atau nilai ≥ KKM (65), dan hanya 7 siswa dari 18 siswa yang dapat mencapai ketuntasan belajar atau sebesar 39%.

Dari keadaan di atas peneliti melaksanakan rencana perbaikan pembelajaran siklus I. Rencana perbaikan siklus I peneliti tekankan pada penerapan model pembelajran inkuiri. Namun hasil yang dicapai siswa belum begitu maksimal, maka peneliti melakukan rencana perbaikan pembelajaran untuk dilaksanakan pada pembelajaran siklus II.

Berdasarkan hasil evaluasi belajar yang dicapai oleh siswa seperti dikemukakan di atas, peneliti meminta bantuan dari teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi beberapa masalah yang muncul pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dari hasil diskusi dengan teman sejawat ditemukan beberapa masalah yaitu: masih banyak siswa kurang termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran, ada beberapa siswa yang kebingungan ketika mendengarkan penjelasan guru, masih kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, masih ada beberapa siswa yang berbicara sendiri dengan temannya saat berlangsungnya proses pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, peneliti melakukan tindakan pembelajaran siklus I. Peneliti memfokuskan perbaikan pembelajaran tetap pada penerapan model inkuiri. Penerapan model inkuiri ini sesuai dengan pendapat dari Bart dan Shermis (1978) melalui Winataputra, Udin S. (2005:9.8), yang mengemukakan bahwa, proses inkuiri meliputi pengidentifikasian masalah yang harus ditelaah yang melibatkan proses berpikir yang mendalam. Dengan menggunakan model inkuiri, selain guru dapat membimbing siswa untuk berpikir kritis atas suatu masalah, juga telah menciptakan suasana belajar yang interaktif, melibatkan siswa secara aktif dalam aspek pikiran, sikap dan keterampilan.

Pada proses perbaikan pembelajaran siklus I, dengan menerapkan model ini ada kenaikan hasil evaluasi belajar yang dicapai siswa, walaupun kenaikannya belum begitu maksimal. Kalau sebelum perbaikan pembelajaran rata-rata hasil evaluasi belajar siswa yang dicapai siswa sebesar 58, pada perbaikan pembelajaran siklus I meningkat menjadi 69. Demikian pula tingkat ketuntasan klasikal juga meningkat. Dengan asumsi bahwa siswa yang tuntas adalah siswa yang memiliki nilai ≥ KKM (65), dapat diketahui bahwa terjadi suatu peningkatan ketuntasan hasil belajar setelah perbaikan pembelajaran siklus I, namun persentasenya masih kecil. Kalau sebelum perbaikan pembelajaran jumlah siswa yang tuntas sebanyak 7 orang dari 18 siswa atau 39%, setelah perbaikan pembelajaran siklus I jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 10 orang atau 56%.

Dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus I yang memfokuskan pada penerapan metode inkuiri proses pembelajaran sudah ada kemajuan dan dapat meningkatkan hasil evaluasi belajar siswa, tetapi belum dapat menuntaskan hasil belajar seluruh siswa karena tingkat ketuntasan klasikal baru mencapai 56%. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II.

Pada proses perbaikan pembelajaran siklus II peneliti masih memfokuskan perbaikan pembelajaran tetap pada penerapan model inkuiri dengan intensitas tugas yang lebih mendalam. Dengan menggunakan model inkuiri, guru dapat membimbing siswa untuk berpikir kritis atas suatu masalah dan juga menciptakan suasana belajar yang interaktif, melibatkan siswa secara aktif dalam aspek pikiran, sikap dan keterampilan. Demikian pula kegiatan pembelajaran tidak membosankan bagi siswa.

Dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri, hasil yang dicapai siswa meningkat. Kalau pada perbaikan pembelajaran siklus I nilai rata-rata hasil evaluasi belajar siswa yang dicapai siswa sebesar 69, pada perbaikan pembelajaran siklus II meningkat menjadi 79. Demikian pula tingkat ketuntasan klasikal juga meningkat. Dengan asumsi bahwa siswa yang tuntas adalah siswa yang memiliki nilai ≥ KKM (65), dapat diketahui bahwa terjadi suatu peningkatan ketuntasan hasil belajar yang sangat besar setelah perbaikan pembelajaran siklus II. Kalau pada perbaikan pembelajaran siklus I jumlah siswa yang tuntas sebanyak 10 orang dari 18 siswa atau 56%, setelah perbaikan pembelajaran siklus II jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 18 siswa atau 100%.

Untuk daftar kenaikan nilai rata-rata kelas sebelum diadakan perbaikan dan setelah perbaikan pembelajaran siklus I, dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Nilai Hasil Belajar Rata-rata Sebelum dan Setelah Perbaikan Pembelajaran Siklus I

NO

STATISTIK

SEBELUM PERBAIKAN

PERBAIKAN SIKLUS I

1.

Jumlah nilai

1050

1240

2.

Jumlah siswa

18

18

3.

Nilai rata-rata kelas

58

69

 

Untuk daftar tingkat ketuntasan klasikal sebelum diadakan perbaikan dan setelah perbaikan pembelajaran siklus I, dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Daftar Tingkat Ketuntasan Klasikal Sebelum dan Setelah Perbaikan Pembelajaran Siklus I

NO.

KETUNTASAN

SEBELUM PERBAIKAN PEMBELAJARAN

PERBAIKAN PEMBELAJARAN SIKLUS I

BANYAK SISWA

%

BANYAK SISWA

%

1.

Tuntas

7

39

10

56

2.

Belum tuntas

11

61

8

44

 

Jumlah

18

100

18

100

 

Untuk daftar kenaikan nilai rata-rata kelas setelah perbaikan pembelajaran siklus I dan setelah perbaikan pembelajaran siklus II, dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Nilai Rata-Rata Kelas Setelah Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II

NO

STATISTIK

PERBAIKAN SIKLUS I

PERBAIKAN SIKLUS II

1.

Jumlah nilai

1240

1420

2.

Jumlah siswa

18

18

3.

Nilai rata-rata kelas

69

79

 

Untuk daftar tingkat ketuntasan klasikal perbaikan pembelajaran siklus I dan setelah diadakan perbaikan pembelajaran siklus II dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Daftar Tingkat Ketuntasan Klasikal Setelah Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II

NO.

KETUNTASAN

PERBAIKAN PEMBELAJARAN SIKLUS I

PERBAIKAN PEMBELAJARAN SIKLUS II

BANYAK SISWA

%

BANYAK SISWA

%

1.

Tuntas

10

56

18

100

2.

Belum tuntas

11

44

0

0

 

Jumlah

18

100

18

100

      

Dari analisis data, sesuai dengan indikator kinerja yang ditentukan dalam penelitian ini, bahwa penelitian ini berhasil jika mencapai hal-hal sebagai berikut:

1.     sebanyak 75% siswa dapat mencapai ketuntasan belajar

2.     siswa harus memperoleh nilai ≥ 65, yakni nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran IPA yang telah ditetapkan di awal tahun pelajaran 2017/2018;

Dengan melihat kriteria tersebut, penelitian sampai dengan siklus II ini dapat dikatakan berhasil karena hasilnya mencapai kriteria yang ditentukan. Kenaikan persentase tingkat ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa membuktikan bahwa tindakan pembelajaran siklus siklus I maupun siklus II dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan persentase tingkat ketuntasan klasikal mencapai kriteria ketuntasan ≥ 100%, tindakan pembelajaran selesai pada siklus II.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.   Dengan menyadari rendahnya pemahaman siswa kelas I SD N 3 Jatiharjo Kec. Pulokulon Kab. Grobogan tahun ajaran 2017/2018 pada mata pelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet), di mana tingkat ketuntasan klasikal hanya mencapai 39% dengan nilai rata-rata kelas 58, peneliti melakukan upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus I yang menekankan pada penerapan model pembelajaran inkuiri.

2.   Dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus I tingkat ketuntasan klasikal dapat meningkat menjadi 56% dan nilai rata-rata kelas juga meningkat menjadi 69. Namun demikian hasil belajar siswa belum maksimal karena tingkat ketuntasan klasikal belum mencapai ≥ 75%. Dari hasil perbaikan pembelajaran siklus I yang belum begitu maksimal, peneliti melakukan upaya perbaikan pembelajaran siklus II dengan menekankan pada penerapan model pembelajaran inkuiri namun lebih mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran.

3.   Dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II, tingkat ketuntasan klasikal dapat meningkat menjadi 100% dan nilai rata-rata kelas juga meningkat menjadi 79. Dengan ketuntasan klasikal sudah mencapai ≥ 75%, maka perbaikan pembelajaran siklus II dikatakan berhasil.

Berdasarkan perolehan hasil evaluasi belajar siswa yang selalu meningkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa: ”Perapan model pembelajaran inkuiri ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kompetensi dasar mengidentifikasi penyebab benda bergerak (baterai, per/pegas, dorongan tangan, dan magnet) di Kelas 1 SD N 3 Jatiharjo Tahun Pelajaran 2017/2018.”

Daftar Pustaka

Andayani [et. Al], (2007), Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka, Jakarta.

BSNP, (2006), Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar. Badan Standar Nasional Pendidikan, Jakarta.

Depdikbud, (1994), Didaktik / Metodik Umum. Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Ditjen Dikdas, PPM SD, TK dan SLB, Jakarta.

Depdiknas, (2006), Standar Isi KTSP. Kepmendiknas, Jakarta.

Murwadi, Wido, (2004). Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Cab. Din. Pendidikan Kec. Sidorejo, Salatiga.

Prasetyo, (2002), Strategi Belajar Mengajar. Widyasari Press, Salatiga.

Sutarno, Nono, (2006), Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka, Jakarta.

Wardani, I.G.A.K., (2004), Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka, Jakarta.

Winataputra, (2005). Materi dan Pembelajaran IPS SD. Universitas Terbuka, Salatiga.