PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII.3 SMP NEGERI 2 TEMBILAHAN HULU

PADA MATERI MENENTUKAN PERSAMAAN GARIS LURUS

 

Hj.Wiwik

SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah peningkatan hasil belajar peserta didik kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi menentukan persamaan garis lurus di tahun pelajaran 2017/2018. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada peserta didik kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir. Dari hasil observasi dan pengamatan di kelas VIII.3 melalui prasiklus penelitian tindakan dapat diketahui metode pembelajaran belum secara penuh mengedepankan pembelajaran aktif dan cenderung terjadi komunikasi satu arah artinya siswa cenderung pasif dalam pembelajaran, hal ini dapat dilihat dari kesiapan dan keaktifan pada saat pembelajaran berlangsung, hal ini juga tampak dengan adanya hasil belajar yang belum optimal artinya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menunjukkan ada peningkatan hasil belajar peserta didik kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu.              Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap prasiklus, siklus I dan siklus II. Pada tahap prasiklus, ketuntasan belajar mencapai 34,2% dengan nilai rata-rata 68,2. pada siklus I setelah dilaksanakan tindakan, ketutasan belajar peserta didik meningkat menjadi 62,5% dengan nilai rata-rata 70,9. Sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar peserta didik mengalami peningkatan yaitu 74,7%, dengan nilai rata-rata 87,5. Dari tiga tahap tersebut jelas bahwa ada peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dibandingkan dengan hasil belajar sebelumnya. Data penelitian diolah dengan pengolahan data kualitatif. Dalam kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memotivasi peserta didik untuk lebih aktif, berani mengemukakan pendapat, serta berlatih untuk hidup bergotong royong, sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia.

Kata Kunci: Persamaan Garis Lurus, Kooperatif Tipe Jigsaw, Hasil Belajar

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

            Salah satu amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 agar Pemerintah Negara Indonesia dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia. Banyak usaha yang telah dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan baik dengan peningkatan sarana fisik seperti pembangunan gedung-gedung sekolah baru serta peningkatan kualitas sarana yang sudah ada. Juga sarana non fisik seperti peningkatan kualitas tenaga-tenaga pendidikan agar memiliki pengetahuan atau kemampuan dan keterampilan dalam memanfaatkan fasilitas yang tersedia, cara kerja yang inovatif serta sikap positif terhadap tugas-tugas kependidikan serta perubahan praktik pembelajaran di dalam maupun di luar kelas, termasuk dalam pembelajaran matematika.

            Matematika mempunyai peran penting di antara berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Karena itu mata pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan sejak pendidikan tingkat dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah antara lain, agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, pendidik harus mampu menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis kepada peserta didik. Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan peserta didik, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap peserta didik. Pendidik perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan peserta didik. Kegiatan belajar mengajar harus lebih menekankan pada proses daripada hasil. Pada kenyataannya pembelajaran matematika di sekolah masih banyak yang menggunakan pola lama di mana kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh pendidik. Pada kenyataannya pembelajaran matematika di sekolah masih banyak yang menggunakan pola lama di mana kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh pendidik.

            Permasalahan seperti itu juga terjadi di SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu terutama di kelas VIII.3 yang belum pernah menggunakan media atau metode dalam pembelajaran matematika, sehingga suasana belajar terkesan kaku. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana peserta didik hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi peserta didik untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga peserta didik menjadi pasif. Apalagi berdasarkan hasil pengamatan peneliti, banyak sekali peserta didik yang menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling sulit diantara mata pelajaran yang lain. Terutama pada materi menentukan persamaan garis lurus di kelas VII.3 Semester 1. Hal ini tampak pada banyaknya peserta didik yang masih belum bisa menyelesaikan soal tentang menentukan persamaan garis dengan baik, terutama dalam menentukan gradien garis. Dampaknya hasil belajar peserta didik kurang memuaskan, terbukti pada hasil ulangan harian, rata-rata nilai peserta didik hanya 68,18 dengan ketuntasan klasikal 34,2%. Padahal Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada pelajaran matematika adalah 70.

            Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membangkitkan peran aktif peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah model pembelajaran gotong royong atau lebih dikenal dengan pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif didasari oleh falsafah homo homini sosius, bahwa manusia adalah makhluk sosial, sehingga membutuhkan kerja sama satu sama lain dalam kelangsungan hidupnya. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah jigsaw. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen yang terdiri atas 4 atau 6 peserta didik. Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku atau bangsa, atau tingkat kecerdasan peserta didik. Jumlah kelompok sesuai dengan jumlah pokok bahasan yang akan dipelajari. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para peserta didik dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.

            Dengan memperhatikan uraian diatas, maka untuk memecahkan permasalahan tentang rendahnya prestasi belajar peserta didik terhadap pelajaran matematika pada pokok bahasan persamaan garis lurus dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu Pada Materi Menentukan Persamaan Garis Lurus”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dimunculkan rumusan masalah sebagai berikut “Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar Siswa Kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu Pada Materi Menentukan Persamaan Garis Lurus?”.

Tujuan penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik kelas VIII.3 di SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu dalam pelajaran matematika pada materi menentukan persamaan garis lurus dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.     Bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna, meningkatkan keterampilan kooperatif serta meningkatkan prestasi belajar peserta didik khususnya pelajaran matematika pada materi menentukan persamaan garis lurus.

b.     Bagi pendidik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw agar memperoleh pengetahuan yang bervariasi dalam mengadakan pembelajaran matematika.

c.     Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang model-model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

d.     Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperoleh pengalaman langsung dalam memilih strategi pembelajaran dengan berbagai variasi model dan pendekatan.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, sehingga terjadi saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

a.     Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

b.     Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c.     Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

d.     Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

e.     Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:

a.     Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

b.     Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.

c.     Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

Pembelajaran Tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali diperkenalkan oleh Aronson, Blaney, Stephenn, Sikes dan Snap pada tahun 1978. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut::

a.     Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari beberapa siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.

b.     Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).

c.     Siswa kemudian kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan materi pembelajaran yang telah dipelajari dan telah didiskusikan dalam kelompok ahli kepada anggota kelompoknya masing-masing.

d.     Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan.

e.     Setelah presentasi, guru menyampaikan penegasan agar dapat diperoleh kesamakan persepsi terhadap materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

Hasil Belajar

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, hasil berarti sesuatu yg diadakan oleh usaha. Sehingga hasil belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang diadakan oleh usaha belajar. Menurut Abdurrahman, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak melalui kegiatan belajar. Menurut Rifai hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan pembelajaran. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki anak setelah setelah mengalami kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran mempunyai peranan sebagai berikut: memberi arah pada kegiatan pembelajaran, untuk mengetahui kemajuan belajar dan perlu tidaknya pemberian tindakan pembinaan bagi peserta didik (remedial teaching), dan sebagai bahan komunikasi agar peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Benyamin S. Blomm menyanpaikan bahwa hasil belajar dibedakan dalam tiga aspek, yaitu

Aspek kognitif

Aspek kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.

Aspek afektif

Aspek afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat, dan apresiasi. Menurut Uno, tingkatan afeksi dari yang paling sederhana ke yang kompleks, meliputi:

1.     Kemauan menerima merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu, seperti keinginan membaca, mendengar musik atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.

2.     Kemauan menanggapi merupakan kegiatan yang merujuk pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu, seperti menyelesaikan tugas terstruktur.

3.     Berkeyakinan berkenaan dengan kemauan menerima sistem nilai tertentu pada diri individu, seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial.

4.     Penerapan karya berkenaan dengan penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan hak dan tanggung jawab.

5.     Ketekunan dan ketelitian, yaitu sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilaku sesuai dengan sistem nilai yang dipegang, seperti sikap obyektif dalam segala hal.

Aspek Psikomotorik

Aspek psikomotorik berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik. Tingkatan psikomotorik meliputi:

1.     Persepsi berkenaan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan.

2.     Kesiapan berkenaan dengan melakukan suatu kegiatan, meliputi kesiapan mental, kesiapan fisik, dan kesiapan emosi perasaan.

3.     Mekanisme berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari dan menjadi kebiasaan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan suatu kemahiran, seperti menulis halus, menari, atau menjahit.

4.     Respon terbimbing seperti meniru atau mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, dan melakukan kegiatan coba-coba.

5.     Kemahiran adalah penampilan gerakan motorik deengan keahlian penuh, biasanya ditunjukkan dengan cepat dengan hasil yang baik, walaupun dengan menggunakan sedikit tenaga, seperti keterampilan menyetir kendaraan bermotor.

6.     Adaptasi berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang pada diri individu sehingga mampu memodifikasi pada pola gerakan sesuai dengan situasi dsn kondisi tertentu, seperti pola-pola gerakan orang bermain tenis disesuaikan dengan kebutuhan untuk mematahkan permainan lawan.

7.     Organisasi menunjukkan kepada penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu, seperti menciptakan mode pakaian, komposisi musik, atau menciptakan gerakan tarian.

Kerangka Berpikir

Dalam pembelajaran matematika kepada peserta didik, apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama, komunikasi dalam pembelajaran cenderung berlangsung satu arah, dari guru ke peserta didik, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik merasa jenuh, bertentangan dengan pandangan Bruner, bahwa belajar merupakansuatu proses yang aktif yang memungkinkan peserta didik menemukan hal-hal baru. Guru seharusnya dapat memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode dan menerapkan model pembelajaran yang efektif.

Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat diharapkan peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu solusi untuk pembelajaran efektif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peserta didik diberi kesempatan bekerja sama dengan kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama. Sesuai dengan pandangan Vygotsky, bahwa peserta didik dengan lebih baik melalui interksi sosial. Juga selaras dengan pendapat Piaget, bahwa setiap individu mempunyai perbedaan dalam hal kemajuan perkembangan.

Pada materi persamaan garis lurus, dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memungkinkan peserta didik untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran yang menyenangkan. Peserta didik dapat berdiskusi untuk mempelajari atau menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan materi persamaan garis lurus. Melalui penerapan model model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi pokok persamaan garis lurus diharapkan dapat menjadi solusi dalam proses pembelajaran matematika untuk meningkatkan gairah belajar, sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Hipotesis Tindakan

Dari uraian di atas dapat dimunculkan hipotesis tindakan sebagai berikut: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu Pada Materi Menentukan Persamaan Garis Lurus.

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu yang beralamat di Jalan Pelajar Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018 atau lebih tepatnya pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017.

Subjek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir, dengan jumlah peserta didik 32 orang, yang terdiri dari 16 peserta didik laki-laki dan 16 peserta didik perempuan.

Jenis Dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah: Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Stephen Kemmis, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, memperbaiki kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan, serta dilakukan secara kolaboratif.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistik, karena penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.

Siklus Penelitian

Dalam penelitian ini, peniliti akan membagi tahapan menjadi 2 siklus dengan tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting)

Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan beberapa metode untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan antara lain sebagai berikut:

a.     Dokumentasi

Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis misalnya dokumen, untuk mendapatkan data-data nama peserta didik dan gambar pada saat proses pembelajaran berlangsung.

b.     Observasi (Pengamatan)

 Dalam hal ini peneliti menggunakan metode observasi untuk mengamati aktivitas peserta didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar.

c.     Interview (Wawancara)

Dalam penelitian ini, metode wawancara digunakan untuk mewawancarai guru sebagai mitra kerja peneliti, dalam melaksanakan penelitian, untuk mengetahui keadaan peserta didik, hasil belajar peserta didik, serta metode yang diterapkan dalam pembelajaran.

d.     Tes

Tes prestasi pada umumnya mengukur penguasaan dan kemampuan para peserta didik setelah mereka selama waktu tertentu menerima proses belajar-mengajar dari guru.7 Dengan metode tes ini, peneliti mengamati perilaku peserta didik selama proses pembelajaran yang meliputi aktifitas peserta didik, aktifitas pendidik dan implementasi metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran tersebut.

Teknik Analisis Data

Data hasil pengamatan dan tes diolah dengan analisis deskriptif, untuk menggambarkan keadaan peningkatan pencapaian indikator keberhasilan tiap siklus. Analisis data terdiri atas proses analisis untuk mengetahui tes hasil belajar peserta didik. Untuk mengetahui kemampuan kognitif peserta didik dalam menyelesaikan soal evaluasi analisisnya dengan cara menghitung rata-rata nilai dan ketuntasan belajar secara klasikal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pra siklus

Kegiatan pra siklus ini dilaksanakan tanggal 25 s/d 29 September 2017. Berdasarkan pengamatan penulis di kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu bahwa pelaksanaan pembelajaran matematika belum pernah mengaplikasikan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yaitu guru menjelaskan materi kepada peserta didik sedangkan peserta didik mendengarkan penjelasan guru di tempat duduk masing-masing. Hasil belajar peserta didik pada pra siklus tahun pelajaran sebelumnya peneliti peroleh dari data nilai ulangan peserta didik kelas VIII.3, pokok bahasan menentukan persamaan garis lurus, tahun pelajaran 2016/2017 masih dibawah Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu ≥70.

Siklus I

Siklus I dilaksanakan selama tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan pada Hari Rabu, 4 Oktober 2017, jam pelajaran ke-7 yang dimulai pada pukul 11.40 WIB, pertemuan kedua pada Hari Kamis, 5 Oktober 2017, jam pelajaran ke-5 dan ke-6, dimulai pada pukul 10.05 WIB, dan berakhir pada pukul 11.25 WIB, dan pertemuan ketiga pada Hari Selasa, 10 Oktober 2017, jam pelajaran ke-7 dan ke-8, dimulai pada pukul 11.40 WIB, dan berakhir pada pukul 13.00 WIB. Berdasarkan hasil Pengamatan yang didapatkan oleh peneliti dalam siklus I, yaitu peserta didik belum terbiasa belajar secara berkelompok, peserta didik masih takut untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, sehingga guru harus menunjuk terlebih dahulu peserta didik untuk maju mewakili kelompoknya masing-masing, beberapa peserta didik masih ada yang pasif, tidak terlibat dalam diskusi, sehingga guru harus menegurnya, dan peserta didik belum bisa memaksimalkan waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas.

Hasil belajar peserta didik pada siklus 1, berdasarkan nilai yang diperoleh pada tes akhir siklus I, dari 32 peserta didik, rata-rata nilai peserta didik 70,9, dengan kriteria ketuntasan kilasikal 62,5%. Pada tahap siklus I peserta didik mendapat nilai terendah 50, nilai tertinggi 90, dengan nilai rata-rata 70,9.

Dapat diketahui bahwa untuk indikator penelitian nilai rata-rata kelas sudah terpenuhi. Namun untuk indikator penelitian ketuntasan belajar klasikal masih belum terpenuhi. Dengan demikian diperlukan perbaikan pada siklus II.

Siklus II

Siklus II dilakukan sebanyaj dua kali tatap muka. Pertemuan pertama dilaksanakan pada Hari Kamis, 12 Oktober 2017, jam pelajaran ke-5 dan ke-6, dimulai pada pukul 10.05 WIB, dan berakhir pada pukul 11.25 WIB, dan pertemuan kedua pada Hari Selasa, 17 Oktober 2017, jam pelajaran ke-7 dan ke-8, dimulai pada pukul 11.40 WIB, dan berakhir pada pukul 13.00 WIB. Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II bahwa peserta didik mulai terbiasa belajar secara berkelompok, sehingga pelaksanaan pembelajaran terlaksana lebih baik, sudah ada peserta didik yang berani untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, dan sebagian besar peserta didik sudah terlibat aktif dalam diskusi. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa pada siklus II pembelajaran sudah cukup baik dari pada siklus I. Sedangkan pada tahap siklus II perolehan nilai terendah 55, dengan nilai tertinggi 100, sedangkan rata-rata nilainya 74,7. Meningkatnya hasil belajar peserta didik ditandai dengan nilai rata-rata kelas telah mencapai lebih dari 70 dengan ketuntasan belajar klasikal mencapai lebih dari 70%.

Hasil belajar peserta didik pada siklus I1, berdasarkan nilai yang diperoleh pada tes akhir siklus II, rata-rata nilai peserta didik 74,7 , dengan kriteria ketuntasan kilasikal 87,5%. Pada pelaksanaan siklus II, peserta didik mulai terbiasa dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sebagian besar peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran tanpa harus dipaksa oleh guru (penerapan teori belajar Piaget dan Bruner). Sehingga suasana belajar menjadi menyenangkan, di mana masing-masing peserta didik saling bekerja sama dan saling membantu dalam pemecahan masalah (penerapan teori belajar Vygotsky).

Pada siklus II hasil belajar sudah mencapai indikator yang diinginkan oleh peneliti, nilai rata-rata kelas ≥ 70 dengan ketuntasan belajar klasikal ≥70%. Dengan demikian tidak perlu dilakukan siklus III.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar peserta kelas VIII.3 SMP Negeri 2 Tembilahan Hulu pada materi menentukan persamaan garis lurus. Hal tersebut dapat diketahui dari Meningkatnya nilai rata-rata kelas dari 68,2 pada tahap pra siklus menjadi 70,9 pada siklus I, dan 74,7 pada siklus II, serta eningkatnya nilai ketuntasan klasikal dari 34,2% pada tahap pra siklus menjadi 62,5% pada siklus I dan 87,5% pada siklus II.

Saran

Banyak pengalaman yang peneliti peroleh selama melaksanakan penelitian tindakan kelas, maka berdasarkan pengalaman tersebut, peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:

a.     Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebaiknya dikembangkan pada pokok bahasan yang lain untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

b.     Guru hendaknya senantiasa untuk mempelajari model-model pembelajaran yang inovatif dan mengimplementasikannya secara kreatif dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pada pembelajaran matematika, sehingga peserta didik tidak lagi menganggap pelajaran matematika sebagai momok yang sangat menakutkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard, Aljabar Linier Elementer, terj. Pantur Silaban, Bandung: Erlangga, 1984.

Aqib, Zainal, Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif), Bandung: Yrama Widya, 2013.

Cohen, Vicki L., John Edwin Cowen, Literacy for Children in an Information Age: Teaching Reading, Writing, and Thinking, Cengage Learning: 2007.

Dahar, Ratna Wilis, Teori -teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga, 2011.

Kerami, Djati, Cormentyna Sitanggang, Kamus Matematika, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.

Lie, Anita, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: PT.Grasindo.