Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS 5 SD NEGERI NGABLAK 02
Elsa Hapsari
Suhandi Astuti
Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRAK
Berdasarkan latar belakang yang ditemukan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar melalui Model Pembelajaran Problem Solving. Jenis penelitian yang digunakan adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan menggunakan metode penelitian Stringer yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Hasil belajar pada pra-siklus adalah 47,37% mencapai ketuntasan dan 53,63% belum mencapai ketuntasan. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I hasil belajar siswa 68,42% sudah mencapai ketuntasan dan 31,58% belum mencapai ketuntasan. Pada siklus II hasil belajar meningkat sangat signifikan 84,21% siswa mencapai ketuntasan dan 15,79% belum mencapai ketuntasan.
Kata Kunci: Problem Solving, Matematika
Pendahuluan
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dianggap susah bagi siswa, hal ini disebabkan cara berpikir yang kurang tepat. Hal ini menghambat siswa untuk mengembangkan potensi diri siswa yang pada akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Lampiran Permendikbud No. 21 (2016: 5) menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir manusia yang diperoleh dari pengalaman serta menggunakan benda konkrit.
Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013: 13), pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pengajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu ilmu yang di rancang untuk membentuk pola pikir manusia menggunakan logika dalam proses belajar mengajar.
Tujuan matematika sekolah adalah siswa diharapkan tidak hanya terampil dalam mengerjakan soal-soal matematika tetapi dapat menggunakan matematika untuk memecahkan masalah-masalah yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, menurut Rizal (2009: 3).
Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
Pembelajaran matematika pada siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang tahun pelajaran 2018/2019 belum sepenuhnya sesuai dengan yang dituliskan dalam lampiran Permendikbud No. 21 tahun 2016. Pembelajaran yang masih menggunakan metode konvesional yaitu dengan ceramah, kurang dapat mendorong siswa untuk berpikir sendiri dari hasil mengamati lingkungan sekitar dan menggunakan benda konkrit seebagai sarana belajar. Dengan begitu siswa tidak dapat memecahkan masalah dengan baik. Maka hal ini tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika menurut Rizal (2009: 3). Sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar matematika.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas diperoleh data hasil belajar siswa, yaitu 47% dari 19 siswa SD Negeri Ngablak 02 sudah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan 53% siswa belum me,menuhi KKM yang ditetapkan yaitu 70 pada mata pelajaran matematika.
Maka upaya untuk mencapai tujuan tersebut perlu dipilih model pembelajaran yang tepat pada mata pelajaran matematika dengan kondisi siswa. Pemilihan model pembelajaran sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa, karena pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa dalam memahami dan melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat menggiring siswa menemukan cara penyelesaian masalah pada pembelajaran matematika, model yang paling tepat adalah model pembelajaran Problem Solving.
Menurut Crow dan Crow seperti dikutip oleh Hamdani, (2011:84) Problem Solving adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Dengan demikian antusias siswa akan terbangun dan akan berdampak pada hasil belajar siswa yang akan meningkat.
Sedangkan menurut Shoimin (2014: 135), pembelajaran Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan memecahkan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Solving adalah pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan pembelajaran.
Lebih lanjut Shoimin (2014: 137) menyatakan kelebihan pembelajaran Problem Solving adalah (1) Dapat membuat peserta didik lebih menghayati kehidupan sehari-hari, (2) Dapat melatih dan membiasakan peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, (3) Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif, (4) Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya, (5) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan, (6) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis, (7) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat, (8) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan.
Kelebihan model pembelajaran Problem Solving ini dapat dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Irma Lestari tentang peningkatan hasil belajar matematika melalui penerapan Problem Solving pada siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 06, berdasarkan pada proses pembelajaran yang telah dilakukan, siswa sudah mulai membangun pengetahuan sendiri, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam diskusi, berani menyajikan hasil kerja kelompoknya dan mengemukakan pendapat. Hal ini berpengaruh pada jumlah ketuntasan yang meningkat dari setiap siklus. Pada pra siklus jumlah siswa yang tuntas 45,44%, siklus I meningkat menjadi 77,27%, dan siklus II meningkat lagi menjadi 100%. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model Problem Solving dapat meningkatkan hasil beljar siswa.
Lalu menurut Yeni Dwi Kurino (2018) dalam penelitiannya tentang Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas V Sekolah Dasar, melalui pendekatan Problem Solving, dapat diketahui gambaran aktivitas belajar yang menekankan pada proses pemecahan masalah, hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan aktivitas anak secara bertahap, dari aktivitas yang sederhana sampai ke aktivitas yang kompleks.. Pada siklus I tindakan I yang semula hasil tes siswa hanya 59,89% meningkat sebanyak 5,36% pada tindakan II menjadi 65,15%. Pada siklus II tindakan I mengalami kenaikan sebanyak 15,79% dari sikus sebelumnya menjadi 76,94% kemudian meningkat sebanyak 3,27% pada tindakan II menjadi 80,21%/ Hasil penelitian pada siklus II dalam penelitian ini telah mencapai 80% yaitu sebesar 84,21. Dapat dilihat dari penelitian yang sudah dilakukan bahwa pembelajaran melalui pendekatan Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar anak didik secara optimal.
Dari uraian tersebut maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan menerapkan model pembelajaran Problem Solving untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang semester 2 tahun pelajaran 2018/2019.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Arikunto (2009: 96) mengatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan proses dan praktis pembelajaran. Penelitian ini dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan proses dan praktis pembelajaran. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan model Stringer yang dilsksanakan dalam 2 siklus. Model ini memiliki kerangka dasar yang kuat yang ditandai dengan tiga kata, look (melihat atau memandang), think (berpikir) dan act (bertindak) yang memberi dasar kepada setiap orang untuk melakukan penyelidikan secara langsung.
Dalam hubungannya dengan penelitian tindakan, Stringer memperlihatkan model spiral interaktif yang merupakan kombinasi dari proses look, think dan act sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Proses ini merupakan proses yang berlangsung secara terus-menerus sampai ditemukan pencapaian hasil yang diinginkan. Artinya, jika target yang hendak dicapai belum menunjukkan hasil yang memadai, maka dapat diulangi hingga beberapa kali sehingga perbaikan dapat dilkukan sesuai dengan standar yang ditentukan.
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Lokasi sekolah berada di kaki pegunungan dengan udara yang dingin dengan bangunan sekolah yang layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Waktu penelitian dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran 2018/2019. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang sebanyak 20 siswa yang terdiri dari 8 siswa dan 12 perempuan. Karakter siswa kelas 5 SD Negeri 2 Ngablak cenderung diam dan kurang aktif.
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel X atau variabel bebas yaitu model pembelajaran Problem Solving. Sedangkan variabel Y atau variabel terikat adalah hasil belajar. Pengumpulan data model pembelajaran Problem Solving dilakukan dengan non tes. Teknik non tes ini dilakukan melalui lembar observasi. Menurut Sudjana (2014: 84), Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi ini digunakan untuk mengamati tindakan guru dalam menerapkan metode Problem Solving dan respon siswa dalam menerima pembelajaran. Sebagai pengamat dalam kegiatan observasi ini adalah guru kolaborator. Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan pelaksanaan tindakan itu berlangsung. Pengumpulan data hasil belajar dilakukan dengan teknik tes sedangkan. Teknik tes untuk hasil belajar ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu hasil belajar, kemudian diktegorikan secara kualitatif dalam bentuk kriteria berdasarkan konversi nilai kuantitatif untuk mengetahui kualitas hasil belajar.
Kompetensi dasar yang diambil pada penelitian ini ialah: (1) Menjelaskan dan menemukan jaring-jaring bangun ruang sederhana (kubus dan balok), (2) Membuat jaring-jaring bangun ruang sederhana (kubus dan balok).
Hasil Penelitian
Pada pelaksanaan pra siklus diperoleh data dari hasil wawancara dan observasi yaitu 47,37% dari 19 siswa SD Negeri Ngablak 02 sudah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan 53,63% siswa belum memenuhi KKM yang ditetapkan yaitu 70 pada mata pelajaran Matematika. Data perolehan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 sebelum dilakukan tindakan dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Pra Siklus
No. | Nilai KKM (70) | Frekuensi | Presentase | Keterangan |
1. | ≥ 70 | 9 | 47,37% | Tuntas |
2. | < 70 | 10 | 53,63% | Tidak Tuntas |
Jumlah | 100% | |||
Nilai Maksimum | 80 | |||
Nilai Minimum | 53 | |||
Rata-rata | 65,31 |
Tabel 1 menyajikan tentang perolehan hasil belajar ranah kognitif Matematika pada kondisi awal sebelum dilakukannya tindakan penelitian. Data menunjukkan bahwa data awal hasil belajar siswa pada semester I pada mata pelajaran.
Pada pelaksanaan siklus I, dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu tahap melihat (look), tahap berpikir (think), dan tahap bertindak (act).
Pada tahap melihat, data hasil belajar pada kondisi awal atau pra siklus seperti telah dipaparkan tersebut di atas, mendorong peneliti melakukan perbaikan pada pembelajaran Matematika dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada tahap berpikir, berdasarkan permasalahan yang ditemukan peneliti menerapkan model pembelajaran Problem Solving untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02. Kegiatan pembelajaran dirancang dan disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti mempersiapkan beberapa instrumen seperti RPP, lembar observasi kegiatan guru dan siswa, serta lembar catatan lapangan.
Sedangkan pada tahap bertindak, berdasarkan data hasil observasi aktivitas guru dan siswa dalam pelaksanaan tindakan siklus I diperoleh hasil sebagai berikut.
Aktivitas Guru Siklus I
No. | Aktivitas Tindakan Guru | Pertemuan 1 | Pertemuan 2 | ||
Ya | Tidak | Ya | Tidak | ||
1. | Guru memberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada sebuah topik. | 1 | 1 | ||
2. | Guru meminta siswa untuk mengamati lingkungan sekitar/memperhatikan gambar/mencari informasi dari buku. | 1 | 1 | ||
3. | Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi apa yang diamati. | 1 | 1 | ||
4. | Guru meminta siswa menguji kebenaran yang sudah didentifikasi oleh siswa. | 1 | 1 | ||
5. | Guru menggiring siswa untuk menarik kesimpulan. | 1 | 1 | ||
Jumlah | 4 | 1 | 5 | 0 | |
Presentase (%) | 80 | 20 | 100 | 0 |
Berdasarkan taabel 4.2 diatas, bahwa aktivitas tindakan guru pada siklus I pertemuan pertama dan kedua mrngalami peningkatan 80% menjdi 100%.
Aktivitas Siswa Siklus I
No. | Aktivitas Tindakan Siswa | Pertemuan 1 | Pertemuan 2 | ||
Ya | Tidak | Ya | Tidak | ||
1. | Siswa mengamati keadaan di sekitar. | 1 | 1 | ||
2. | Siswa mengamati lingkungan sekitar/memperhatikan gambar/mencari informasi dari buku. | 1 | 1 | ||
3. | Siswa mengidentifikasi apa yang diamati. | 1 | 1 | ||
4. | Siswa menguji kebenaran yang sudah didentifikasi oleh siswa. | 1 | 1 | ||
5. | Siswa untuk menarik kesimpulan. | 1 | 1 | ||
Jumlah | 3 | 2 | 4 | 1 | |
Presentase (%) | 60 | 40 | 80 | 20 |
Berdasarkan tabel 4.3 diatas bahwa aktivitas tindakan siswa pada siklus I pertemuan pertama dan kedua mengalami peningkatan 60% menjadi 80%.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 25 Febuari 2019, pertemuan kedua dilksanakan pada hari Selasa, 26 Febuari dan masing-masing pertemuan berlangsung selama 2 jam pelajaran (2×35 menit).
Pada kegiatan awal dimulai dengan guru memberikan salam dan mengajak siswa berdoa yang dipimpin oleh ketua kelas, kemudian guru mengecek kehadiran dan kesiapan siswa. Setelah semua siswa siap guru melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab mengenai bangun ruang balok dan kubus. Selanjutnya guru memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang kan dipelajari. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti guru menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving. Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa dengan menjelaskan indikator yang akan dicapai dan memotivasi siswa akan pentingnya materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu mengenai bangun ruang balok dan kubus.
Guru memberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada sebuah topik kemudian siswa diajak mengamati keadaan sekitar dengan menemukan benda-benda yang berbentuk balok dan kubus. Selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk memperhatikan gambar balok dan kubus yang terdapat pada buku siswa sehingga siswa dapat mengidentifikasi bentuk benda-benda di sekitar sesuai dengan gambar balok dan kubus yang terdapat di dalam buku siswa.
Setelah tahapan tersebut guru membagi kelompok dimana masing-masing keompok beranggotakan 4-5 kelompok. Setiap kelompok diberikan lembar kerja dan bangun balok dan kubus yang terbuat dari kertas karton masing-masing satu buah. Setiap kelompok diminta untuk mengamati bangun balok dan kubus tersebut untuk diidentifikasi sifat-sifatnya. Kemudian setiap kelompok diminta untuk menuliskan sifat-sifat bangun ruang balok dan kubus seperti sisi, rusuk, dan titik sudut. Guru membimbing dan mengamati jalannya diskusi.
Setelah mengerjakan lembar kerja, kemudian siswa mempresentasikan hasil pekerjaanya ke depan kelas per kelompok dengan didampingi dan diarahkan oleh guru. Guru memberi koreksi secara langsung jika ada jawaban kelompok yang salah. Setiap kelompok yang sudah selesai presentasi, selanjutnya lembar kerja diberikan kepada guru. Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan hasil pekerjaan masing-masing, siswa bersama guru menarik sebuah kesimpulan tentang materi yang sudah dipelajari. Guru merefleksi kembali hasil pembelajaran.
Kegiatan selanjutnya adalah guru membagikan soal evaluasi kepada siswa untuk dikerjakan oleh siswa. Guru berkeliling untuk mengawasi siswa dalam mengerjakan soal. Sebagian besar siswa terlihat tenang dalam mengerjakan soal. Setelah semua siswa selesai mengerjakan soal, guru menugaskan siswa untuk mempelajari materi berikutnya di rumah dan memberi tugas untuk membawa contoh benda yang berbentuk balok dan kubus masing-masing satu. kemudian menutup pembelajaran dengan salam.
Hasil belajar pada siklus I diperoleh dari kegiatan setelah pelaksanaan pembelajaran, yaitu siswa diminta untuk mengerjakan tes formatif. Dari hasil tes formatif diperoleh data sebagai berikut.
Rekapitulasi Hasil Belajar Matematika Siklus I Kelas 5 SD Negeri Ngablak 02
No. | Nilai KKM (70) | Frekuensi | Presentase | Keterangan |
1. | ≥ 70 | 13 | 68,42% | Tuntas |
2. | < 70 | 6 | 31,58% | Tidak Tuntas |
Jumlah | 100% | |||
Nilai Maksimum | 85 | |||
Nilai Minimum | 60 | |||
Rata-rata | 72,10 |
Pada pelaksanaan siklus II, dilakukan melalui 3 tahap sama dengan pelaksanaan siklus I, yaitu tahap melihat (look), tahap berpikir (think), dan tahap bertindak (act).
Pada tahap melihat, berdasarkan data hasil observasi aktivitas guru dan siswa, serta hasil belajar matematika pada siklus I, peneliti melakukan refleksi. Pencapaian yang belum maksimal di siklus I diperbaiki di siklus II. Pada pelaksanaa tindakan di siklus I, terdapat tahapan yang belum terlaksana yaitu guru tidak memberikan motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada sebuah topik pada pertemuan pertama, siswa tidak melkukan peengamatan lingkungan sekitar/memperhatikan gambar/mencari informasi dari buku pada pertemuan pertama dan kedua, serta siswa tidak menguji kebenaran yang sudah didentifikasi oleh siswa pada pertemuan pertama dan kedua.
Pada tahap berpikir, peneliti menyusun RPP, lembar observasi kegiatn guru dan peserta, serta lembar catatan lapngan. Persiapan dilakukan dengan lebih matang supaya mendapatkan hasil yang lebih optimal.
Lalu pada tahap bertindak, berdasarkan data hasil observasi aktivitas guru dan siswa dalam pelaksanaan tindakan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut.
Aktivitas Guru Siklus II
No. | Aktivitas Tindakan Guru | Pertemuan 1 | Pertemuan 2 | ||
Ya | Tidak | Ya | Tidak | ||
1. | Guru memberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada sebuah topik. | 1 | 1 | ||
2. | Guru meminta siswa untuk mengamati lingkungan sekitar/memperhatikan gambar/mencari informasi dari buku. | 1 | 1 | ||
3. | Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi apa yang diamati. | 1 | 1 | ||
4. | Guru meminta siswa menguji kebenaran yang sudah didentifikasi oleh siswa. | 1 | 1 | ||
5. | Guru menggiring siswa untuk menarik kesimpulan. | 1 | 1 | ||
Jumlah | 5 | 5 | |||
Presentase (%) | 100 | 100 |
Berdasarkan taabel 4.5 diatas, bahwa aktivitas tindakan guru pada siklus I pertemuan pertama dan kedua mrngalami peningkatan 100% menjadi 100%.
Aktivitas Siswa Siklus II
No. | Aktivitas Tindakan Siswa | Pertemuan 1 | Pertemuan 2 | ||
Ya | Tidak | Ya | Tidak | ||
1. | Siswa mengamati keadaan di sekitar. | 1 | 1 | ||
2. | Siswa mengamati lingkungan sekitar/memperhatikan gambar/mencari informasi dari buku. | 1 | 1 | ||
3. | Siswa mengidentifikasi apa yang diamati. | 1 | 1 | ||
4. | Siswa menguji kebenaran yang sudah didentifikasi oleh siswa. | 1 | 1 | ||
5. | Siswa untuk menarik kesimpulan. | 1 | 1 | ||
Jumlah | 5 | 5 | |||
Presentase (%) | 100 | 100 |
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, bahwa aktivitas tindakan siswa pada siklus II pertemuan pertama dan kedua menglami peningkatan 100% menjadi 100%.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Febuari 2019, pertemuan kedua dilksanakan pada hari Kamis, 28 Febuari dan masing-masing pertemuan berlangsung selama 2 jam pelajaran (2×35 menit).
Pada kegiatan awal dimulai dengan guru memberikan salam dan mengajak siswa berdoa yang dipimpin oleh ketua kelas, kemudian guru mengecek kehadiran dan kesiapan siswa. Setelah semua siswa siap guru melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab mengenai bangun ruang balok dan kubus. Selanjutnya guru memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang kan dipelajari. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti guru menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving. Guru memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa dengan menjelaskan indikator yang akan dicapai dan memotivasi siswa akan pentingnya materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu mengenai jaring-jaring balok dan kubus.
Guru memberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada sebuah topik kemudian siswa diminta untuk mengamati conto benda-benda yang berbentuk balok dan kubus yang sudah mereka bawa dari rumah seperti kotak kardus, kotak susu, atau kotak yang lain. Setelah itu guru mengarahkan siswa untuk membuka kotak-kotak tersebut sehingga menjadi sebuah jaring-jaring balok dan sebuah jaring-jaring kubus untuk diamati. Setelah siswa mengamati jaring-jaring kubus dan balok, guru meminta siswa berkelompok untuk menggambar sebuah jaring-jaring kubus dan sebuah jaring-jaring balok menggunakan kertas berwarna kmudian dipotong dan di tempel pada selembar kertas. Siswa secara berkelompok dibimbing oleh guru melakukan presentasi di depan kelas.
Pada pertemuan selanjutnya, guru memandu siswa untuk mengumpulkan informasi tentang cara menentukan luas permukaan kubus dan balok. Informasi tersebut disajikan di dalam buku siswa. Siswa menentukan hipotesis yang berhubungan dengan informasi dan data mengenai cara menentukan luas permukaan kubus dan balok. Setelah siswa paham bagaimana cara menentukan luas permukaan balok, siswa diberikan lembar kerja siswa berisi soal menentukan luas permukaan balok dan kubus untuk dipecahkan.
Kegiatan selanjutnya adalah guru membagikan soal evaluasi kepada siswa untuk dikerjakan oleh siswa. Guru berkeliling untuk mengawasi siswa dalam mengerjakan soal. Sebagian besar siswa terlihat tenang dalam mengerjakan soal. Setelah semua siswa selesai mengerjakan soal, guru menugaskan siswa untuk mempelajari materi berikutnya di rumah. Kemudian menutup pembelajaran dengan doa yang dipimpin ketua kelas.
Setelah pelaksanaan pembelajaran diperoleh hasil belakjar siklus II, siswa diminta untuk mengerjakan tes formatif. Dari hasil tes formatif diperoleh data sebbagai berikut.
Rekapitulasi Hasil Belajar Matematika Siklus I Kelas 5 SD Negeri Ngablak 02
No. | Nilai KKM (70) | Frekuensi | Presentase | Keterangan |
1. | ≥ 70 | 16 | 84,21% | Tuntas |
2. | < 70 | 3 | 15,79% | Tidak Tuntas |
Jumlah | 100% | |||
Nilai Maksimum | 90 | |||
Nilai Minimum | 65 | |||
Rata-rata | 80 |
Membandngkan ketuntasan belajar sebelum tindakan dengan setelah tindakan pada siklus II dimaksudkan untuk melihat apakah penerapan model pembelajaran Problem Solving dapat memberikan pengruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Berikut ini disajikan dalam tabel 4.8 perbandingan ketuntasan belajar siswa sebelum tindakan dan setelah tindakan pada siklus II.
Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
Ketuntasan | Pra Siklus | Siklus I | Siklus II | |||
Jumlah | (%) | Jumlah | (%) | Jumlah | (%) | |
Tuntas | 9 | 47,37% | 13 | 68,42% | 16 | 84,21% |
Belum Tuntas | 10 | 53,63% | 6 | 31,58% | 3 | 15,79% |
Jumlah | 19 | 100% | 19 | 100% | 19 | 100% |
Nilai Tertinggi | 80 | 85 | 90 | |||
Nilai Terendah | 53 | 60 | 65 | |||
Rata-Rata | 65,31 | 72,10 | 80 |
Dari tabel 4 dapat dijelaskan bahwa tingkat ketuntasan belajar siswa dari pra siklus sampai ke siklus II menalami peningkatan. Pada pra siklus siswa yang tuntas belajar adalah 9 siswa (47,37%), pada siklus I menjadi 13 siswa (68,42%) dan pada siklus II menjadi 16 siswa (84,21%). Sedangkan siswa yang belum tuntas jumlahnya menurun. Pada saat pra siklus terdapat 10 siswa (53,63%) belum tuntas, pada siklus I jumlahnya 6 siswa (31,58%) yang belum tuntas dan pada siklus II yaitu 3 siswa (15,79%). Nilai tertinggi siswa meningkat yaitu pada pra siklus 80, siklus I 85 dan pada siklus II nilai tertinggi yaitu 90. Nilai terendah pra siklus 53, siklus I 60 dan siklus II nilai terendah adalah 65. Rata-rata siswa dari pra siklus ke siklus II juga mengalami peningkatan dari pra siklus 65,31 menjadi 72,10 ke siklus I atau naik sebesar 6,79 dan pada siklus II menjadi 80 atau naik sebesar 8,90. Selanjutnya untuk memperjelas perbandingan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa dari prasiklus sampai dengan siklus II.
Pembahasan
Hasil observasi awal sebelum dilakukannya tindakan penelitian, diketahui bahwa terdapat permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran matematika yang berlangsung di kelas 5 SD Negeri Ngablak 02. Permasalahan yang terjadi dalah hasil belajar siswa dalam kurang. Kemudian siswa juga kurang bersemangat dalam menyelesaikan tugas yng diberikan. Ketika guru menyampaikan pelajaran juga terlihat banyak siswa yang tidak memperhatikan guru sehingga pada saat tanya jawab siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Hal tersebut terjadi karena proses pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru sehingga siswa cenderung pasif yang kemudian berdampak pada rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri 02 Ngablak. Diketahui dari hasil belajar siswa yang mencapai KKM ≥70 sebanyak 9 siswa dari 19 jumlah keselurhan siswa. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving sebagai solusi terhadap permasalahan tersebut.
Hasil belajar matematika kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 dapat meningkat dengan adanya penggunan model pembelajran Problem Solving melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) Adanya Masalah, (2) Mencari Data, (3) Menetapkan Jawaban Sementara, (4) Menguji Kebenaran Jawaban Sementara, dan (5) Menarik Kesimpulan.
Penerapan model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 Negeri Ngablak 02. Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil belajar siswa. Pada pelaksanaan siklus I hasil belajar meningkat dengan nilai rata-rata 72,10 yang semula pada saat kondisi awal nilai rata-rata nya 65,31 dari jumlah keseluruhan siswa. Dari perolehan data tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus I sudah menunjukkan adanya peningkatan, dapat diketahui dari hasil belajar siswa yang tuntas pada pelaksanaan tindakan siklus I yaitu terdapat 13 siswa atau 68,42% yang semula pada saaat kondisi awal hanya terdapat 9 siswa atau 47,37% dari jumlah keseluruhn siswa. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi awal.
Pembelajaran pada siklus II juga mengalami peningkatan hasil belajar yang meningkat dengan nilai rata-rata 80 yang semula pada siklus I nilai rata-rata nya 72,10 dari jumlah keseluruhan siswa. Dari perolehan data tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaaan tindakan pada siklus I nilai rata-rata nya 70 dari jumlah keseluruhan siswa. Dari perolehan dta tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus II sudah menunjukkan adanya peningkatan. Hasil belajar siswa pada pelaksanaan tindakan siklus II yaitu terdapat 16 siswa atau 84,21% yang semula pada siklus I terdapat 13 siswa atau 68,42% dari jumlah keseluruhan siswa. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I.
Setelah dilakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving siswa dapat terlibat langsung dalam pembelajaran karena siswa dapat menemukan dan memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dalam pembelajaran Matematika yang kemudian mempengaruhi hasil belajar siswa.
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik simpulan bahwa model pembelajaran Problem Solving dalam meningkatkan hasil belajar Matematika yaitu dengan langkah-langkah adanya masalah, mencari data, menetapkan jawaban sementara, menguji kebenaran jawaban sementara dan menarik kesimpulan, dapat meingkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Ngablak 02 semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perolehan nilai hasil belajar Matematika pada pra-siklus adalah 47,37% mencapai ketuntasan dan 53,63% belum mencapai ketuntasan. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I hasil belajar siswa 68,42% sudah mencapai ketuntasan dan 31,58% belum mencapai ketuntasan. Pada siklus II hasil belajar meningkat sangat signifikan 84,21% siswa mencapai ketuntasan dan 15,79% belum mencapai ketuntasan.
Referensi
Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Kurino, Yeni Dwi. 2018. Problem Solving Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Operasi Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Di Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Pendas, 4(1).