Pengaruh Kesenjangan Sosial Terhadap Kriminalitas di Indonesia
PENGARUH KESENJANGAN SOSIAL
TERHADAP KRIMINALITAS DI INDONESIA
Rusmawati
Guru SMP Negeri 1 Satui Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu
Abstraksi
Dewasa ini tindak kejahatan atau kriminalitas di Indonesia sedang marak terjadi.Baik di media cetak atau televisi hampir setiap hari dapat dilihat berita tentangkriminalitas. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan.Gejala-gejala abnormal tersebut dinamakan masalah-masalah sosial. Dalam tulisan ini disimpulkan bahwa permasalahan kesenjangan sosial dan ekonomi merupakan masalah besar bagi negara Indonesia dimana setiap periode pemerintahan belum bisa mengatasi akar dari permasalahan ini. Maka dari itu, dalam Setrategi pembangunan, diperlukan strategi pertumbuhan yang inklusif. Inklusif berarti bahwa “trickle down effect” dari pertumbuhan juga harus dapat dinikmati oleh mereka yang berada dalam golongan income rendah. Dengan strategi itu diharapkan kemiskinan dan kesenjangan bisa dihilangkan. Dalam hal ini kami memberikan pandangan tentang kinerja pemerintah yang masih harus terusditingkatkan lagi, dan benar-benar memperhatikan kondisi kesenjangan di lingkungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Agar setiap rakyat indonesia dapat memiliki penghidupan yang layak dan bertanggung jawab.
Kata kunci: kesenjangan social, kriminalitas di Indonesia, solisi penanggulangan
PENDAHULUAN
Problem sosial merupakan salah satu kajian dari disiplin ilmu sosiologi terutama menelaah mengenai gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyrakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua gejala tersebut berlangsung secara norrmal sebagaiman dikehendaki masyarakat bersangkutan.
Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala-gejala patologis. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan.
Gejala-gejala abnormal tersebut dinamakan masalah-masalah sosial. Maslah-masalah sosial tersebut berbeda dengan problema-problema lainya di dalam masyarakat karena masalah-masalah sosial tersebut berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar rmanusia dan di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif. Hal ini dinamakan masalah karena bersangkut-paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat.
Sosiologi terutama menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyrakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua gejala tersebut berlangsung secara norml sebagaiman dikehendaki masyarakat bersangkutan.
Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala-gejala patologis. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan.
Gejala-gejala abnormal tersebut dinamkan maslah-masalah sosial. Maslah-masalah sosial tersebut berbeda dengan problema-problema lainya di dalam masyarakat karena masalah-masalah sosial tersebut berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar rmanusia dan di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif. Hal ini dinamakan masalah karena bersnagkut-paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat.
Dewasa ini tindak kejahatan atau kriminalitas di Indonesia sedang marak terjadi. Baik di media cetak atau televisi hampir setiap hari dapat dilihat berita tentang kriminalitas. Menurut catatan pada Badan Pusat Statistik selama periode 2010–2011 tercatat bahwa jumlah tindak pidana atau tindak kriminalitas di Jawa Tengah menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan di Jawa Tengah masih perlu ditingkatkan lagi agar kriminalitas semakin berkurang. Menurut Simadjuntak (1981), tindak kejahatan atau kriminalitas dapat diketahui dengan melalui pendekatan faktor demografis (pertambahan penduduk), faktor ekologik (penyebaran ruang pemukiman), faktor geographic (temperature, kelembaban, pertukaran iklim), faktor ekonomi (kemiskinan, pengangguran) dan factor sosial (ekonomi, keluarga, pendidikan, politik, dan agama).
PEMBAHASAN
Pengertian Masalah Sosial
Istilah masalah sosial mengandung dua kata, yakni masalah dan sosial. Kata ―sosial‖ membedakan masalah ini dengan masalah ekonomi, politik, fisika, kimia, dan masalah lainnya. Meskipun bidang-bidang ini masih terkait dengan masalah sosial. Kata ―sosial‖ antara lain mengacu pada masyarakat, hubungan sosial, struktur sosial, dan organisasi sosial. Sementara itu kata ―masalah‖ mengacu pada kondisi, situasi, perilaku yang tidak diinginkan, bertentangan, aneh, tidak benar, dan sulit.
Adanya berbagai pandangan para tokoh sosiologi tentang masalah sosial. Pandangan itu antara lain, sebagai berikut:
1. Arnold Rose mengatakan bahwa dapat didefinisikan sebagai suatu situasi yang telah memengaruhi sebagian besar masyarakat sehingga meraka percaya bahwa situasi itu adalah sebab dari kesulitan mereka situasi itu dapat diubah.
2. Raab dan Selznick berpandangan bahwa masalah sosial adalah masalah hubungan sosial yang menentang masyarakat itu sendiri atau menciptakan hambatan atas kepuasan banyak orang.
3. Richard dan Richard berpendapat bahwa masalah sosial adalah pola perilaku dan kondisi yang tidak di inginkan dan tidak dapat diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
Ada 2 elemen penting terkait dengan definisi masalah sosial. Elemen yang pertama adalah elemen objektif. Elemen objektif menyangkut keberadaan suatu kondisi sosial. Kondisi sosial disadari melalui pengalaman hidup kita, media dan pendidikan, kita bertemu dengan peminta-peminta yang terkadang datang dari rumah ke rumah. Kita menonton berita tentang peperangan, kemiskinan, dan human trafficking atau perdagangan manusia. Kita membaca diberbagai media, surat kabar, bagaimana orang kehilangan pekerjaannya.
Sementara itu elemen subjektif adalah masalah sosial menyangkut pada keyakinan bahwa kondisi sosial tentu berbahaya bagi masyarakat dan harus diatasi. Kondisi sosial seperti itu antara lain adalah kejahatan, penyalahgunaan obat, dan polusi. Dan kondisi ini tidak dianggap oleh masyarakat tentu sebagai masalah sosial tetapi bagi masyarakat yang lain, kondisi itu dianggap sebagai kondisi yang mengurangi kualitas hidup manusia.
Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial
Ada beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dan kemiskinan. Biasanya banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan structural pertumbuhan modern. Disamping itu, terdapat pendapat yang santer terdengar di kalangan pembuat kebijakan bahwa pengeluaran publik yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan. Pendapat yang mengatakan bahwa konsentrasi penuh untuk mengurangi kemiskinan akan memperlambat tingkat pertumbuhan sebanding dengan argumen yang menyatakan bahwa derajat ketimpangan yang rendah akan mengalami tingkat pertumbuhan yang juga lambat.
Hubungan yang dekat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan yang terjadi diantara golongan miskin tidak begitu saja mengindikasikan hubungan sebab akibat. Sebagian dari kemajuan yang dinikmati golongan miskin dapat saja berasal dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik diantara golongan miskin untuk mempercepat pertumbuhan secara menyeluruh. Lebih lanjut, pengurangan kemiskinan mungkin tanpa pertumbuhan yang tinggi. Namun apapun sebabnya, yang jelas pertumbuhan dan pengangguran kemiskinan merupakan dua tujuan yang bisa dicapai secara bersamaan.
Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelas bahwa pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan perkapita yang ada, akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Akan tetapi, tingginya tingkat pendapatan perkapita tidak menjamin lebih randahnya tingkat kemiskinan absolut.
Namun penggambaran kemiskinan absolut secara garis besar saja tidaklah cukup. Sebelum kita memuaskan program dan kebijakan-kebijakan yang efektif untuk memerangi sumber-sumber kemiskinan, perlu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai siapa yang termasuk dalam kelompok miskin itu, dan apa saja karakteristik ekonomi mereka.Biasanya penduduk miskin bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional, mereka kebanyakan wanita dan anak-anak daripada laki-laki dewasa, dan mereka sering terkonsentrasi diantara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Tingkat kemiskinan di masyarakat dapat diukur melalui berbagai pendekatan, yaitu:
1. Secara absolut, artinya kemiskinan tersebut dapat diukur dengan standar tertentu. Seseorang yang memiliki taraf hidup di bawah standar, maka dapat disebut miskin. Namun, jika seseorang yang berada di atas standar dapat dikatakan tidak miskin.
2. Secara relatif, digunakan dalam masyarakat yang sudah mengalami perkembangan dan terbuka. Melalui konsep ini, kemiskinan dilihat dari seberapa jauh peningkatan taraf hidup lapisan terbawah yang dibandingkan dengan lapisan masyarakat lainnya.
Selain itu, kemiskinan juga dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang melatarbelakangi adanya sumber masalah kemiskinan, yaitu:
1. Faktor Biologis, Psikologis, dan Kultural
Kondisi individu yang memiliki kelemahan biologis, psikologis, dan kultural dapat dilihat dari munculnya sifat pemalas, kemampuan intelektual dan pengetahuan yang rendah, kelemahan fisik, kurangnya keterampilan, dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya.
2. Faktor Struktural
Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam masyarakat yang terdapat perbedaan antara orang yang hidup di bawah garis kehidupan dengan orang yang hidup dalam kemewahan. Ciri-ciri masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural, yaitu:
a. Tidak adanya mobilitas sosial vertikal.
b. Munculnya ketergantungan yang kuat dari pihak orang miskin terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya.
Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial
Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya kejahatan. Kriminalitas adalah semua perilaku warga masyarakat yang bertentangan dengan norma-norma hukum pidana. Kriminalitas yang terjadi di lingkungan masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun luar individu. Tindakan kriminalitas yang ada di masyarakat sangat beragam bentuknya, seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Tindakan kriminalitas yang terjadi di masyarakat harus menjadi perhatian aparat polisi dan masyarakat sekitar. Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah kriminalitas di lingkungan masyarakat, antara lain:
1. Peningkatan dan pemantapan aparatur penegak hukum.
2. Adanya koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainnya yang saling berhubungan.
3. Adanya partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas.
4. Membuat undang-undang, yang dapat mengatur dan membendung adanya tindakan kejahatan.
Kesenjangan Sosial Sebagai Masalah Sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi. Antara orang kaya dan miskin sangatlah dibedakan dalam aspek apapun, orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini, memang benar kalau dikatakan bahwa ― Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin‖.
Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangan yang terlalu mencolok antara yang ―kaya‖ dan yang ―miskin‖. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada golongan bawah, apalagi jika ia miskin dan juga kotor, jangankan menolong, sekedar melihatpun mereka enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-leha tidur di hotel berbintang , banyak orang diluar sana yang kelaparan dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih banyak pula orang kaya sedang asyik menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit. Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai, namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta, dengan harga sebanyak itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.
Kesenjangan sosial yang terjadi diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
a. Sistem ekonomi uang, buruh upah dan sistem produksi untuk keuntungan tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
b. Rendahnya upah buruh
c. Tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
d. Sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
e. Kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan status golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat serta sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga korban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis.
Beberapa ciri kebudayaan kemiskinan adalah:
a. Fatalisme,
b. Rendahnya tingkat aspirasi,
c. Rendahnya kemauan mengejar sasaran,
d. Kurang melihat kemajuan pribadi ,
e. Perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
f. Perasaan untuk selalu gagal,
g. Perasaan menilai diri sendiri negatif,
h. Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
i. Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metode psikiater kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya kemiskinan bukannya berasal dari kebodohan, melainkan justru berfungsi bagi penyesuaian diri. Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.
2. Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat, sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi pemerintah saat ini.
Ketidakadilan Sebagai Masalah Sosial
Menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun dan tidak sewenang-wenang.
Sedangkan menurut istilah keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia, ada tiga macam keadilan menurut Aristoteles, yaitu:
1. Keadilan distributif, yaitu memberikan sama yang sama dan memberikan tidak sama yang tidak sama
2. Keadilan kommutatif, yaitu penerapan asas proporsional, biasanya digunakan dalam hal hukum bisnis
3. Keadilan remedial, yaitu memulihkan sesuatu ke keadaan semula, biasanya digunakan dalam perkara gugatan ganti kerugian.
Keadilan juga dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Keadilan restitutif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses litigasi di pengadilan dimana fokusnya adalah pelaku
2. Keadilan restoratif, yaitu keadlian yang berlaku dalam proses penyelesaian sengketa non-litigasi dimana fokusnya bukan pada pelaku, tetapi pada kepentingan ―victims‖ (korban).
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hokum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini jelas merupakan sebuah ketidakadilan.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya Sebagai salah satu contoh lagi ketidakadilan di negara ini adalah budaya hakim sendiri. Budaya tersebut dilakukan bila terjadi tindakan kejahatan dan menangkap basah pelaku kejahatan tersebut. Pelaku kejahatan biasanya akan babak-belur atau bahkan meninggal jika polisi tidak langsung menanganinya langsung. Budaya tersebut sebaiknya tidak dilakukan oleh masyarakat, seharusnya masyarakat menyerahkan pelaku kejahatan kepada aparat hukum dan membiarkan aparat hukum yang menindak langsung terhadap tindak kejahatan. Tetapi apakah fenomena budaya hakim sendiri terjadi karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat hukum dan hukum yang berlaku di Indonesia? Mungkin saja fenomena hakim sendiri lahir karena aparat hukum yang tidak menegakkan hukum. Banyak juga kita lihat di televisi aparat-aparat hukum yang berlaku tidak adil, sebagai contoh kita ambil kasus korupsi simulator SIM petinggi POLRI.
Seharusnya aparat hukum yang menegakkan hukum, tetapi pada kenyataannya adalah aparat hukum tersebut yang melanggar hukum. Atau bahkan seorang hakim yang seharusnya jadi pengadil di negeri ini malah disuap. Harus kemanakah mencari keadilan di negeri ini? Kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena global yang sering terjadi di negara berkembang. Bahkan masalah kesenjangan ekonomi ini telah menjadi pembahasan utama dalam penetapan kebijakan pembangunan ekonomi di negara berkembang sejak puluhan tahun lalu. Perhatian ini timbul karena ada kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi justru memperburuk kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara.
Kesenjangan ekonomi antar wilayah juga terjadi di Indonesia. Kesenjangan ini berkaitan dengan strategi pembangunan Indonesia yang bertumpu pada aspek pertumbuhan ekonomi sejak masa orde baru. Sasaran pembangunan diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi,namun tidak memperhatikan pemerataan pembangunan ekonomi di seluruhwilayah Indonesia. Walaupun aspek pemerataan sempat mendapatkan perhatian ketika urutan prioritas trilogi pembangunan diubah dari pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas pada Pelita II (1974-1979) menjadi pemerataaan, pertumbuhan, dan stabilitas dari pada Pelita III (1979-1984), namun inti tumpuan pembangunan Indonesia tetap saja pertumbuhan (growth bukan equity). Dalam praktiknya, pemerintah hanya menetapkan target tingkat pertumbuhan yang hendak dicapai, namun tidak menetapkan target mengenai tingkat kemerataan. (Dumairy, 1996).
Kesenjangan sosial merupakan sesuatu yang menjadi pekerjaan bagi pemerintah yang butuh perhatian yang lebih. Kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat sangatlah mencolok dan makin memprihatinkan yang perlu di bahas serta dicari penyebab-penyebab terjadinya suatu kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial yang muncul dalam masyarakat perlunya sebuah keberanian dalam pengungkapanpannya.
Kesenjangan sosial adalah keadaan yang tidak seimbang yang ada di masyarakat yang mengakibatkan perbedaan yang mencolok. Sedangkan kesenjangan ekonomi adalah sebuah keadaan di mana terjadinya ketimpangan penghasilan antara masyarakat kelas atas dan kelas bawah sangat tinggi. Kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial adalah masalah besar bagi negara Indonesia. Dari setiap periode pemerintahan belum bisa mengatasi akar masalah dari kesenjangan ini. Akar permasalahan dari kesenjangan ini adalah tidak meratanya pendapatan dari setiap warga negara Indonesia di setiap daerah, kemudian pembangunan yang tidak merata di setiap wilayah Indonesia. Pendidikan masyarakat yang masih rendah, dengan tingkat pendidikan yang rendah akan sangat sulit bagi negara Indonesia untuk mengurangi permasalahan kesenjangan sosial maupun kesenjangan ekonomi.
Perbedaan status sosial dalam masyarakat, status sosial ini muncul karena adanya stratifikasi dalam masyarakat, seperti halnya lulusan SMA dan lulusan sarjana tentu akan memiliki status yang berbeda. Kemiskinan yang melanda negara sebagian warga negara Indonesia, beberapa faktor yang mempengaruhi lahirnya kemiskinan itu sendiri adalah sebagai berikut ; fatalisme, rendahnya tingkat aspirasi, rendahnya kemauan mengejar sasaran, kurang melihat kemajuan pribadi, perasaan ketidakmampuan, dan perasaan untuk selalu gagal.
Pembangunan di Indonesia kebanyakan berpusat di pulau Jawa terutama Jawa Barat, dengan alasan di Jawa sudah tersedianya infrastruktur, dengan harapan hasil-hasil pembangunan tersebut dapat menetes ke daerah lain di Indonesia. Akan tetapi bukti sejarah menunjukkan sejak pelita 1 (1969) ternyata efek tersebut tidaklah tepat.
Perekonomian Indonesia tahun 2010 tumbuh 6,1% yang melampaui target 5,8%. Nilai produk domestik bruto naik dari 5.603,9 triliun pada 2009 menjadi 6.442,9 triliun rupiah, hal ini sangat jelas bahwa orang yang sangat kaya memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kesenjangan sosial anatara laian:
1. Menurunnya pendapatan per kapita
2. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
3. Rendahnya mobilitas sosial
4. Pencemaran lingkungan alam
5. Biaya pendidikan mahal
6. Tingginya pengangguran
7. Lahirnya ideologi kapitalis
8. Hilangnya asas gotong royong
Wacana tentang ketimpangan dan kemiskinan sering dicampuradukkan meskipun kedua istilah ini bukan sesuatu yang sama. Kemiskinan umumnya menunjukkan tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan tertentu. Penduduk disebut miskin bila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Ketimpangan (inequality) mendeskripsikan mengenai jurang antara mereka yang kaya (baca: pendapatan tinggi) dan miskin (baca: pendapatan rendah) (Taylor, 2012). Bisa jadi kemiskinan turun namun tingkat ketimpangan dalam suatu masyarakat meningkat. Ini terjadi ketika suatu perekonomian membaik sehingga mampu membantu si miskin sedikit lebih kaya namun membuat si kaya semakin kaya. Sebaliknya ketika perekonomian baru menurun, ketika pasar modal turun drastis, bisa saja si miskin membaik tingkat pendapatannya, namun banyak pemodal kaya yang mengalami kerugian dari transaksi di pasar modal, sehingga ketimpangan malah membaik.
Masalah klasik growth versus equity nampaknya terjadi. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat ternyata ketimpangan pendapatan, yang diukur dengan indeks gini, juga meningkat, namun kemiskinan cenderung menurun. Dengan kata lain, makin tinggi pertumbuhan memang jumlah dan tingkat kemiskinan cenderung menurun, namun ketimpangan antar si kaya dan miskin cenderung semakin lebar saat pertumbuhan ekonomi semakin meningkat.
Masalah ketimpangan ini dalam praktik sering memicu kecemburuan sosial dan kekerasan yang sering terjadi berbagai daerah di Indonesia. Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia seyogyanya mampu memberikan kesejahteraan masyarakat jika regulasi berpihak kepada rakyatnya. Namun, yang terjadi sebaliknya kesenjangan terjadi di mana-mana. Misalnya, di daerah yang miskin dan APBD-nya rendah, para pejabat dan kepala dinasnya mengendarai mobil-mobil mewah. Tak ketinggalan para kontraktor sebagai mitra kerja Pemda juga ikut menampilkan gaya hidup mewah di tengah kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Belum lagi perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi alam secara besar-besaran di daerah, masyarakat di sekitarnya hanya bisa menjadi penonton, mendorong mulculnya kecemburuan sosial, dan terus memicu kesenjangan. Akibatnya masyarakat mengalami frustrasi sosial yang berujung pada perbuatan kriminal atau kekerasan lainnya (Sismosoemarto, 2012).
Urgensi peran Pemerintah dalam penanggulangan Kesenjangan
Dari berbagai penelitian, sebagian besar penduduk pribumi itu sangat miskin dan mengalami malnutrisi, buta huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan yang buruk, serta menganggur. Negara-negara berkembang yang berkeinginan untuk mengentaskan kemiskinan serta menanggulangi ketimpangan distribusi pendapatan haruslah mengetahui segenap pilihan cara yang tersedia, dan memilih yang terbaik diantaranya, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Dapat diidentifikasi empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi kebijakan pemerintah yang memungkinkan, yang masing-masingnya berkaitan erat dengan keempat elemen pokok yang merupakan faktor penentu utama atas baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di negara-negara berkembang. Adapun keempat elemen tersebut adalah:
1. Mengubah distribusi fungsional—tingkat hasil yang diterima dari faktor-faktor produksi tenaga kerja, tanah, dan modal yang sangat dipengaruhi oleh harga dari masing-masing faktor produksitersebut, tingkat pendayagunaannya, dan bagian atau persentase dan pendapatan nasional yang diperoleh oleh para pemilik masing-masing faktor produksi.
2. Memeratakan distribusi ukuran—distribusi pendapatan fungsional dari suatu perekonomian yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang disandarkan pada kepemilikan dan penguasaan atas aset produktif serta keterampilan sumber daya manusia yang terpusat dan tersebar ke segenap lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan keterampilan tersebut pada akhirnya akan menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan secara perorangan.
3. Meratakan (mengurangi) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan tinggi melalui pemberlakuan pajak progresif terhadap pendapatan dan kekayaan pribadi mereka.
4. Meratakan (meningkatkan) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan rendah, melalui pengeluaran publik yang dananya bersumber dari pajak untuk meningkatkan pendapatan kaum miskin secara langsung maupun tidak langsung
Selain itu juga ada beberapa cara untuk menekan angka kriminalitas. Sudah banyak diketahui bahwa kriminalitas yang terjadi dikarenakan tingkat lapangan pekerjaan yang sedikit serta rendahnya kemampuan ata skill dari masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah serta pihak swasta adalah menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak. Dengan jumlah lapangan pekerjaan yang banyak diharapkan banyak pula orang yang dapat terserap sehingga tingkat dari kriminalitas akan semakin menurun. Salah satu cara yang instan adalah memberikan pelatihan-pelatihan secara gratis sehingga banyak warga miskin yang akan bergabung, sehingga lapangan pekerjaan yang ada tidak akan sia-sia.
Kemiskinan menjadi masalah utama dalam kesenjangan. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan diharapkan mampu untuk mengurangi jarak bahkan menghilangkan kesenjangan yang ada. Peran pemerintah sangat penting untuk mengatasi masalah kesenjangan tersebut. Pemerintah memiliki peran yang strategis untuk menekan kesenjangan yang ada. Dengan semakin tipisnya jarak kesenjangan diharapkan tingkat kriminalitas juga akan berkurang. Selain dari pemerintah, partisipasi dari masyarakat juga sangat diperlukan agar program-program yang dibuat oleh pemerintah dapat berjalan dengan semestinya dan dapat mengurangi tingkat kesenjangan sosial yang ada.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan kesenjangan sosial dan ekonomi merupakan masalah besar bagi negara Indonesia dimana setiap periode pemerintahan belum bisa mengatasi akar dari permasalahan ini.Masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan masalah yang sangat penting untuk dicermati dalam tatanan masyarakat yang beradab. Secara normatif hal tentang penghapusan ihwal kemiskinan dan kesenjangan adalah termasuk hal yang harus dicermati dalam perencanaan pembangunan Ekonomi.
Sebelum mengambil kebijakan, terlebih dahulu pengambil kebijakan harus mengetahui bagaimana kondisi kemiskinan dan kesenjangan terjadi di dalam wilayahnya.
Salah satunya yaitu dengan cara mengidentifikasi kedua hal tersebut dengan metode statistik pengukur kesenjangan; yakni menggunakan metode statistik kuantil, desil, kurva lorenz, gini, dan lainnya. Juga dalam mengukur kemiskinan, terdapat metode berupa penghitungan pendapatan, kemiskinan absolut, dan yang lain.
Metode penghitungan kemiskinan dalam perkembangannya juga mengalami banyak penyempurnaan dalam teorinya. Hal ini karena masalah tentang kemiskinan juga ternyata melibatkan banyak aspek yang multidimensional.
Selain itu juga masalah kemiskinan dihadapkan dengan karakteristiknya yang spesifik pada berbagai jenis masyarakat, seperti masyarakat desa, kota, ataupun golongan gender wanita. Dalam jenis-jenis masyarakat yang berbeda, kemiskinan dapat ditafsirkan sesuai konteks sosial yang dihadapi.
Dalam strategi pembangunan, diperlukan strategi pertumbuhan yang inklusif. Inklusif berarti bahwa “trickle down effect” dari pertumbuhan juga harus dapat dinikmati oleh mereka yang berada dalam golongan income rendah. Dengan strategi itu diharapkan kemiskinan dan kesenjangan bisa dihilangkan.
Dalam hal ini kami memberikan pandangan tentang kinerja pemerintah yang masih harus terus ditingkatkan lagi, dan benar-benar memperhatikan kondisi kesenjangan di lingkungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Agar setiap rakyat indonesia dapat memiliki penghidupan yang layak dan bertanggung jawab. Sebagaimana dari fungsi negara itu sendiri yang harus menyejahterakan masyarakat sesuai UUD yang telah mengaturnya. Supaya keadilan, kesejahteraan bisa terwujud serta merata adalah tanggung jawab kita bersama maka mulailah dengan diri kita sendiri dengan peduli dengan sesama.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Rizki A. 2009. Analisis Determinasi Tingkat Kejahatan Properti di JawaTahun 2007. FE UI. Depok.
Hardianto, Florentinus Nugroho. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kriminalitas di Indonesia dari Pendekatan Ekonomi‖. Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Unpas, Vol. 13, No. 2:28-41.
Lochner, Lance. 2007. Education and Crime. University of Westerb Ontario
Mankiw, N. Gregory. (2007). Macroeconomi: Edisi Keenam. Erlangga: Jakarta.
Devi N. 2014. Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Dan Tingkat Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten atau Kota Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2003-2012. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip. Semarang.
Setiawan dan Dona. 2015. Pemodelan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kriminalitas di Jawa Timur dengan Analisis Regresi Spasial.
Jurnal Sains Dan Seni ITS Vol. 4, No.1. Surabaya.
Sukirno, Sadono. 2001. Mikroekonomi Teori Pengantar. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Todaro, Michael P., and Stephen C. Smith Alih Bahasa. Pembangunan Ekonomi. (2016).