PENGEMBANGAN BUKU PENGAYAAN APRESIASI CERPEN

DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SMK

 

Dwi Susilowati

Guru SMK N 2 Sukoharjo

 

ABSTRAK

Pembelajaran apresiasi cerpen mengantarkan siswa mampu berbahasa yang apresiatif, tetapi sayang siswa kurang mengenal materi tentang cerpen. Pembelajaran yang terjadi dengan fenomena dalam keterbatasan buku ajar yang di dalamnya terdapat Apresiasi Cerpen.Karena itulah penelitian ini dilakukan melalui metode R & D dengan tahapan: (1) Eksplorasi; (2) Pengembangan model; dan (3) Pengujian model. Melalui tahapan tersebut dirancang sebuah Buku Pengayaan Apresiasi Cerpen dengan Pendekatan Kontekstual di SMK. Hasil pada tahap eksplorasi adalah buku pengayaan yang belum memadai. Tahap pengembangan model dengan penyusunan draf, uji coba terbatas, uji coba lebih luas prototype dan lokakarya dengan expert judgement. Model buku pengayaan telah teruji secara eksperimental dan signifikan.

 Kata Kunci: buku pengayaan, cerpen, kontekstual, Sekolah Menengah Kejuruan

 

Pendahuluan

Apresiasi cerita pendek yang disebut cerpen merupakan salah satu bagian dari apresiasi sastra pada umumnya. Fungsi apresiasi cerpen bagi kehidupan manusia tersebut diungkapkan oleh Gani (1999: 12) digolongkan menjadi lima, yaitu: rekreatif, estetika, edukatif, moralitas, dan religius. Apresiasi cerpen merupakan aktivitas mengkaji cerpen itu sendiri dalam aspek mendengar atau membaca cerpen dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, mendiskusikan isi cerpen, dan menulis cerpen (Waluyo, 2003: 44). Pembelajaran cerpen dewasa ini masih terpaku pada pengetahuan tentang cerpen bukan apresiasinya (Gani, 1981: 1). Hal yang menyebabkan para siswa kurang dapat mengenal berbagai bentuk cerpen tetapi hasil karya pengarang dan apresiasinya (Lattuputy, 2005: 13) karena minimnya buku ajar.

Cerpen disajikan sebagai materi pokok dengan standar kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Kompetensi Dasar khusus Apresiasi Sastra terdiri atas 36-38 materi setiap semester. Pelajaran Apresiasi Sastra terdiri atas 16-18 materi (Depdiknas, 2006). Permasalahan yang ditemui adalah proses pembelajaran yang masih didominasi oleh guru karena keterbatasan buku pengayaan apresiasi cerpen (Hermawan, 2005: 13).

Terkait dengan topik tersebut, berikut disampaikan beberapa hasil penelitian yang relevan. Budi (2009) dalam penelitian tentang Short Story Text in Project-Based Learning menyatakan bahwa mempelajari bahasa melalui cerpen dengan materi berbasisprojek (contextual) sangat membantu siswa menggunakan bahasa secara lisan. Rubi (2008) dalam penelitian tentang a case study of the use of short stories menyatakan bahwa menggunakan cerpen tidak secara otomatis membuat siswa lebih tertarik dalam belajar bahasa asing, kecuali kalau materi ceritanya menarik dan bahasa yang digunakan sesuai tingkat kemampuan siswa. Yani (2007) dalam penelitian tentang short stories to enhance students reading comprehension menyatakan bahwa meskipun pada buku cerpen terdapat beberapa keterbatasan, penggunaan cerpen dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman membaca mereka. Pemahaman tersebut ditindaklanjuti sampai pada tataran apresiasi.

Mereka dapat mengembangkan, menampilkan, memerankankan tokoh-tokoh dengan baik. Sulastri (2009: 32) dalam penelitian tentang pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis puisi dan prosa siswa SMK menyatakan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual membuat siswa jadi lebih tertarik, menyenangkan, dan tidak membosankan. Selain itu, siswa mampu meningkatkan keaktifan dan kreativitasnya. Siswanto (2009) dalam penelitian tentang pengembangan bahan ajar memahami cerpen dengan adaptasi strategi SQ3R menyatakan bahwa materi cerpen dalam buku teks siswa belum sesuai dengan kebutuhan siswa, dan belum sampai pada tahap apresiasi.

Para peneliti tersebut sudah membahas tentang buku pengayaan apresiasi cerpen, pembelajaran kontekstual, dan keterampilan berbahasa. Namun, belum ada pembahasan tentang buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual yang dikembangkan sesuai dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa. Hal itulah yang mendorong peneliti untuk melakukan pengembangan “Buku Pengayaan Apresiasi Cerpen dengan Pendekatan Kontekstual di SMK.”Buku tersebut dalam penelitian ini selanjutnya disebut “Buku Pengayaan”

Berkenaan dengan buku pengayaan apresiasi cerpen, Richards (2001: 257) mengemukakan bahwa kebanyakan guru menggunakan buku ajar sebagai sumber atau acuan utama dalam pembelajaran mereka. Buku tersebut merupakan buku materi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk kelas X, XI, dan XII. Kenyataan yang demikian mendorong upaya untuk mengubah model pembelajaran yang ada dengan model pembelajaran kontekstual yang teruji keunggulannya. Lima langkah kerja dalam pendekatan kontekstual menurut Suparno (2003: 34) adalah bentuk belajar relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering. Oleh karena itu, penelitian untuk penelitian ini tentang Pengembangan Buku Pengayaan Apresiasi Cerpen dengan Pendekatan Kontekstual di SMK ini perlu dilaksanakan.

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka dibuat Rumusan Masalah: (1) Bagaimanakah pengembangan buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual di SMK Negeri 2 Sukoharjo? (2) Bagaimanakah uji kelayakan buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual di SMK Negeri 2 Sukoharjo? (3) Bagaimanakah uji keefektifan buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual di SMK Negeri 2 Sukoharjo?

Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual di SMK. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah: (1) mendiskripsikan pengembangan buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual di SMK Negeri 2 Sukoharjo. (2) menemukan hasil uji kelayakan buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual di SMK Negeri 2 Sukoharjo. (3) menemukan hasil uji keefektifan buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual di SMK Negeri 2 Sukoharjo.

Kajian Pustaka dan Landasan Teori

Kajian Pustaka

Penelitian tentang pembelajaran apresiasi cerpen dilakukan Bruss & Macedo (1999). Representasi bentuk belajar relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering berkaitan dengan kegiatan pembelajaran sastra secara kontekstual. Setiap orang perlu memahami atau menghargai pengalaman, konsep, dan pandangan setiap siswa (Suminto, 2003: 117). Penelitian ini dengan subjek pembelajaran apresiasi cerpen yang lain dilakukan Kabilan (2000: 37). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa selain pengajaran apresiasi cerpen di kelas, apresiasi cerpen dapat tumbuh subur di kalangan siswa di luar kelas.

Penelitian lain tentang apresiasi cerpen diungkapkan oleh peneliti University Brunei Darussalam. Diungkapkan dalam laporan ini bahwa berbagai macam kekecewaan yang muncul dalam pembicaraan publik tentang kedudukan pengajaran cerpen di sekolah, bagaimana sebaiknya cerpen diajarkan, bagaimana evaluasi hasil belajar cerpen dilakukan, dan apa fokus utama pembelajaran apresiasi cerpen (Brahim, 2005: 19).

Presentasi hasil penelitian Brahim mengupas berbagai isu dengan mengartikan apa itu cerpen dan untuk apa diajarkan. Berbagai orientasi telaah cerpen dapat berfungsi sebagai pijakan bagi pemilihan pendekatan terhadap pembelajaran cerpen di sekolah. Simpulan hasil penelitian di Brunei Darussalam tersebut di atas menunjukkan bahwa reposisi atau reorientasi pengajaran cerpen dilakukan dengan cara menentukan kompetensi sasaran eksplisit. Penyediaan dukungan buku ajar cerpen yang kaya variasi, alokasi waktu khusus dalam kurikulum, dan pemutakhiran pengetahuan dan keterampilan guru pengajar sastra. Penyelarasan bentuk tagihan akuntabel untuk pembelajaran cerpen yang melibatkan potensi akal budi siswa. Penerapan pendekatan pembelajaran cerpen sebagai pembelajaran sastra inklusif (canon, sastra multibudaya, multigenre; interaksi sosial; dan multibentuk). Desain pemberdayaan siswa (pilihan bacaan, praktik pembacaan dan kegiatan eksploitatif, kriteria kinerja, dan bentuk penilaian) prosedur pembelajaran dipilih model konkret, keterlibatan siswa secara langsung, dan dukungan yang konsisten. Berkenaan dengan pendekatan kontekstual, hasil penelitian terdahulu diungkapkan oleh Roesmiati (2005:1-22). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual teruji keunggulannya untuk pembelajaran sastra, baik terhadap hasil belajar maupun terhadap aspek kognitif lainnya. Hasil pembelajaran kontekstual ini meningkatkan kemampuan berpikir tinggi, serta sikap, dan perilaku. Lima bentuk belajar sastra dengan metode kontektual yang diterapkan dalam penelitiannya adalah bentuk belajar relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering.

Representasi bentuk belajar relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering berkaitan dengan kegiatan pembelajaran sastra secara kontekstual. Representasi tersebut diwujudkan dengan belajar menerapkan pengalaman hasil belajar ke dalam penggunaan dan kebutuhan praktis.

Landasan Teori

Buku Pengayaan Apresiasi Cerpen menyajikan tentang Buku pengayan yang dipresentasikan dalam bentuk buku teks. Materi yang disiapkan khusus, bukan berbentuk buku teks, tetapi berbentuk audio visual. Materi tersebut dipersiapkan oleh sebuah lembaga maupun dibuat oleh guru (Richards, 2001: 257). Semua jenis buku pengayaan tersebut disediakan sebagai basis input bagi siswa untuk praktik belajar di kelas. Jenis buku ajar dikemukakan oleh Richards (2001: 257) ada tiga, yaitu: bahan cetak, buku pengayaan otentik, dan buku pengayaan materi yang bukan cetakan. Penyusunan buku pengayaan berbentuk buku teks yang baik memerlukan berbagai pertimbangan. Dubin & Olshtain (1992: 39-42) meliputi materi disusun oleh tim pengembang, ada kesesuaian antara materi dengan tipe silabus, dan buku pengayaan berbentuk buku teks. Fungsi Buku ajar menurut Richards (2001:257) dikemukakan bahwa kebanyakan guru menggunakan buku ajar sebagai sumber atau acuan utama dalam pembelajaran mereka. Kriteria Buku Ajar menurut Daoud dan Celce-Murcia (1978: 302-304) mensyaratkan tiga langkah kegiatan dalam menentukan buku pengayaan yang baik, yaitu dengan tahapan survey, analysis, dan judging. Buku pengayaan yang dalam pembahasan ini adalah tentang Pengertian Cerpen yang pertama kali muncul di Amerika pada abad XIX kemudian dipopulerkan oleh Poe (dalam Waluyo, 2002: 34); dinyatakan bahwa cerpen adalah cerita narasi yang dibaca dalam waktu sekitar setengah atau satu jam. Gagasan itu dikemukakan di dalam sebuah cerpen (Reid, 1991: 18-21); (Perrine, 1993; Sudjiman, 1997). Unsur cerpen yang merupakan kesastraan adalah plot, tokoh, tema, sudut pandang pengarang atau point of view, dan latar (setting). Buku Ajar berbasis konteks adalah buku ajar yang dirancang dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (Johnson, 2002: 82). Ada tujuh komponen utama yang mendasari penerapan pendekatan kontekstual menurut Nurhadi dan Agus Gerrard Senduk (2003: 31) serta menurut Wina Sanjaya (2007: 262-267). Komponen tersebut antara lain: Konstruktivisme dengan Ide-ide konstruktivis modern pada pandangan yang menekankan pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Catherine Twomey Fosnot, ketika memberikan pengantarnya untuk buku berjudul In Search of Understanding The Case for Constructivist Classrooms karya Brooks dan Brooks (1999: 77) memformulasikan 5 prinsip belajar paradigma konstruktivisme, yaitu satu sama lain saling berhubungan. Komponen Inkuiri, Joyce & Weil (2000: 197) menggunakan istilah inquiry training dalam menjelaskan inquiry sebagai sebuah metode pembelajaran untuk menemukan. Orlich, dkk. (dalam Nurhadi dan Agus Gerrard Senduk, 2003: 46-47) mengemukakan tentang latihan bertanya yang menyatakan bahwa bertanya merupakan strategi mengajar dengan pengembangan teknik dengan sistematis, tingkatan kognitif, dan afektif. Masyarakat Belajar yang dikatakan oleh Dryden dan Vos (1999: 325) bahwa kini semakin banyak sekolah yang menggunakan “sistem perkawanan”. Dryden dan Vos (1999: 351) menyatakan bahwa orang juga memiliki kebutuhan sosial. Pemodelan dalam pembelajaran (Jonassen 1999: 231). Pelaksanaan pemodelan dalam pembelajaran dirancang dalam strategi pembelajaran dijabarkan menjadi skenario pembelajaran. Refleksi, (Johnson, 2002:187) siswa diberi kesempatan untuk merenung dan menafsirkan pengalamannya sendiri sehingga dapat menyimpulkan sendiri. Authentic Assessment. Dikemas dalam bentuk Jurnal. (Johnson, 2007:293).

Daoud dan Celce-Murcia (1978: 302-304) mensyaratkan tiga langkah kegiatan dalam menentukan buku ajar yang baik, yaitu tahapan survey, analysis, dan judging. (1) memperhatikan bagian Introduction (Pendahuluan), Table of Content (Daftar Isi), Teks, dan Glossary atau Index untuk memperoleh ide tentang maksud, penataan, dan metode penyampaian, (2) analisis, yang dilakukan dengan mencermati Teacher’s Manual (Teks dan Pedoman Guru), (3) guru sebaiknya mempertimbangkan tentang jumlah dan kualitas buku teks serta keberadaan buku pedoman penggunaan buku ajar bagi guru.

Harjasujana dan Mulyati (1997) menjelaskan bahwa keterbacaan berkaitan dengan perihal terbaca atau tidaknya wacana oleh pembacanya. Dupuis dan Askov (1982) mengedepankan empat faktor penentu tingkat keterbacaan sebuah wacana, yakni (1) faktor kebahasaan dalam teks, (2) latar belakang pengetahuan pembaca, (3) minat pembaca, dan (4) motivasi pembaca. Dalam kaitannya dengan faktor kebahasaan tersebut, Nuttal (1989) memerincinya menjadi dua faktor utama, yakni (1) kekompleksan ide dan bahasa yang terdapat dalam wacana, dan (2) jenis kata yang digunakan dalam wacana tersebut. Baradja (1991: 128) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterbacaan wacana dikelompokkan menjadi dua, yakni faktor makro dan faktor mikro. Faktor makro antara lain perbedaan latar belakang penulis dengan pembaca, meliputi perbedaan pengetahuan, bahasa dan kode bahasa yang digunakan, kebudayaan dan perbedaan asumsi. Faktor mikro antara lain kesulitan dalam memahami ungkapan, afiksasi, kata sambung, serta pola kalimat. Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian Harjasujana dan Mulyati (1997: 107) menegaskan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keterbacaan meliputi dua hal, yakni (1) panjang pendek kalimat, dan (2) tingkat kesulitan kata.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa buku ajar harus mempunyai keterbacaan yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keterbacaan buku ajar adalah sebagai berikut: (1) kekompleksan ide yang digunakan, (2) panjang pendeknya kalimat, (3) tingkat kesulitan kata, dan (4) dan pola kalimat.

Menurut BSNP (2006), kriteria buku ajar yang berkualitas meliputi empat aspek, yakni (1) kesesuaian isi dengan kurikulum terdiri atas tiga indikator, yakni: (a) kesesuaian materi dengan SK, KD, dan IPK, b) ketepatan perumusan tujuan, dan (c) kesesuaian latihan atau tugas yang diberikan; (2) penyajian materi terdiri atas lima indikator, yakni: (a) kelengkapan materi, (b) kedalaman materi, (c) keakuratan dalam pemilihan cerpen yang disajikan, (d) keakuratan dalam konsep apresiasi cerpen, dan (e) keakuratan dalam pemberian kesempatan kepada siswa untuk berlatih menyimak, berbicara, membaca, dan menulis cerpen; (3) keterbacaan terdiri atas empat indikator, yakni: (a) kekompleksan ide yang digunakan, (b) panjang pendeknya kalimat, (c) tingkat kesulitan kata, dan (d) pola kalimat yang digunakan, dan (4) grafika terdiri atas empat indikator, yakni: (a) ketepatan ukuran huruf yang digunakan, (b) ketepatan penggunaan warna huruf, (c) ketepatan sajian gambar atau ilustrasi, dan (d) keserasian penataan tulisan dan gambar atau ilustrasi.

Pendekatan Kontekstual

Nurhadi dan Senduk, (2003: 3) menjelaskan bahwa pengertian pendekatan kontekstual dalam pembelajaran identik dengan penciptaan fenomena yang segala sesuatunya bersifat alamiah. Ada kecenderungan yang hadir dalam dunia pendidikan dewasa ini yaitu upaya untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahuinya” saja. Maksud dari “bermakna” di sini yaitu pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran dan mereka merasa berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya di masa yang akan datang.

Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas. Selain itu, siswa didorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Dunia pembelajaran sebenarnya telah menggunakan berbagai istilah yang memiliki makna yang berhubungan dengan konteks kehidupan siswa sebelum istilah pendekatan kontekstual diperkenalkan. Istilah tersebut antara lain, pembelajaran berbasis pengalaman, pembelajaran berbasis dunia nyata, pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), strategi discovery-inguiry, cara belajar siswa aktif (student active learning), pembelajaran berpusat pada siswa (student centered), Nurhadi dan Senduk (2003: 14).

Berkenaan dengan pendekatan kontekstual, hasil penelitian terdahulu diungkapkan oleh Roesmiati (2005: 1-22). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual teruji keunggulannya untuk pembelajaran sastra, baik terhadap hasil belajar maupun aspek kognitif lainnya. Hasil pembelajaran kontekstual ini meningkatkan kemampuan berpikir tinggi, serta sikap, dan perilaku. Lima bentuk belajar sastra dengan metode kontekstual yang diterapkan dalam penelitiannya adalah bentuk belajar relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering.

Penelitian sesudah itu menunjukkan betapa penting kegiatan perencanaan pembelajaran, khususnya dalam merancang strategi dan mempersiapkan materi pembelajaran yang disesuaikan dengan konteks siswanya. Penelitian yang dilaporkan oleh Jacob (2006: 3-27) mengemukakan tiga temuan, yaitu: (1) jika tercipta jaringan lingkungan belajar yang membentuk suasana komunal, aktivitas yang berterima, dan aktivitas budaya, maka akan meningkat pula terjadinya hubungan antar kelompok, motivasi, usaha, dan identifikasi siswa minoritas; (2) dibandingkan dengan upaya memisahkan kelompok yang berbeda, pendidikan multibudaya lebih berhasil menciptakan tanggul penghalang terciptanya konflik antarkelompok, terutama kelompok minoritas; (3) cara mendefinisikan dan memahami budaya itu sendiri dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap hubungan siswa, sikap, dan tingkah laku terhadap kelompok.

Temuan yang dikemukakan Jacob dapat dipakai sebagai pertimbangan bahwa pembelajaran cerpen seharusnya mampu menjangkau topik-topik kehidupan sosial siswa di sekolah. Topik pembelajaran dapat dihubungkan dengan isu-isu yang relevan dengan kehidupan siswa. Isu-isu tersebut dapat dipelajari melalui cerpen. Dengan demikian, pembelajaran cerpen dapat memberikan sumbangan untuk mendewasakan aspek mental dan sosial siswa.

Athanases (2006) memberikan gambaran tentang kegiatan kelas yang dilakukan siswa dan guru dalam mengapresiasi karya sastra. Langkah-langkah apresiasi yang dirancang secara cermat dengan mempertimbangkan pengalaman dan kebutuhan hidup sesuai dengan konteks sosial siswa, dapat menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi. Kegiatan kelas yang dikembangkan dengan diskusi dan penulisan tugas akhir memberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan menggali pandangan yang jernih terhadap masalah dalam teks sastra.

Hasil-hasil penelitian tentang pembelajaran kontekstual di atas kesemuanya menggambarkan peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi sastra dan apresiasi cerpen pada khususnya. Bedanya dengan penelitian pengembangan buku ajar apresiasi cerpen yang dilakukan ini adalah bahwa penelitian-penelitian terdahulu belum ada yang menemukan buku ajar yang menggunakan pendekatan kontekstual. Berkenaan dengan hakikat buku ajar dan buku ajar yang kontekstual, uraian dan subbab landasan teori berikut ini akan menjelaskan bahasan tersebut.

 Metodologi Penelitian

            Penelitian ini dilaksanakan dengan bentuk penelitian pengembangan atau sering disebut dengan Research and Development (R & D). Berkenaan dengan strategi ini Gall, Gall, & Borg (2003: 569) mengatakan bahwa:

“Educational Reserarch and Development (Educational R & D) is an industry-based development model in which the findings of the research are used to design new products and procedures, which then are systematically field-tested, evaluated, and refined until they meet specified criteria of effectiveness, quality, or similar standard”.

Prosedur Penelitian dalam penelitian ini:

(1) Tahap Eksplorasi. Tujuan tahap ini adalah melakukan evaluasi terhadap buku ajar apresiasi cerpen yang sudah ada, dan menganalisis kebutuhan (need analysis) terhadap model yang tepat untuk dikembangkan. Sumber data dari para guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Sukoharjo dengan teknis analisis data. Teknik tersebut adalah constant comparative method (Strauss dan Glasser, 1990) dengan Model t. Tempat dan waktu penelitian adalah di SMK Negeri 2 Sukoharjo dengan Kelas A, B, dan C. Pemilihan ketiga kelas ini berdasarkan pada kategori bahwa ini berdasarkan karakteristiknya antara lain: (a) Status orang tua siswa sebagian besar perantau, (b) Jurusan dari masing-masing kompetensi keahlian di urutan pertama, (c) Fasilitas sarana transportasi dengan kendaraan bermotor roda empat, dan (f) Buku yang digunakan adalah BSE atau buku Paket yang dicetak oleh penerbit.

(2) Tahap Pengembangan Model. Tujuan pada tahap ini adalah untuk dibuatnya prototype menjadi buku pengayaan apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual. Langkah yang ditempuh adalah dengan mengujicobakan, mengkaji, mengidentifikasi kekurangan yang dijumpai, melaksanakan revisi, mengkaji kelayakan, melaksanaan sesuai langkah-langkah dengan teknik focus group discussion (FGD). Adapun langkah konkret dalam tahap ini sebagai berikut: Mengujicobakan prototype buku pengayaan apresiasi cerpen; Mengkaji kelayakan prototype; Mengidentifikasi kekurangan yang dijumpai pada praktik penerapan prototype; Melaksanakan revisi; Mengkaji kelayakan. Pakar yang dilibatkan adalah Pakar penilaian buku Bahasa Indonesia adalah Prof. Dr. Andayani (Universitas Sebelas Maret), pakar penerbitan buku pelajaran adalah Dr. Tri Widiarto, M.Pd. (Penerbit Widyasari Press), dan Ketua MGMP Bahasa Indonesia.

(3) Tahap Pengujian Model. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan eksperimen untuk pengujian model buku ajar apresiasi cerpen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Before-After Research Design (Christensen, 1978: 179). Rancangan ini dibandingkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes menyimak, membaca, berbicara, dan menulis cerpen.Teknik analisis yang digunakan adalah ANAVA satu arah (Sudjana, 1989: 302-307). Teknik uji ini dalaksanakan dengan menggunakan fasilitas komputer dengan program SPSS versi 17.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tahap Eksplorasi. Tahap ini dapat diketahui Kualitas Buku Pengayaan Apresiasi Cerpen yang Ada Selama Ini. Semua siswa di SMK Negeri 2 Sukoharjo terbatas dari buku Paket dalam pembelajaran Apresiasi Sastra khususnya pada Cerpen. Data ini diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan tiga guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Sukoharjo. Terkait dengan data dan jenis buku ajar yang digunakan untuk pembelajaran apresiasi cerpen ditemukan buku ajar yang berupa buku teks dan penggunaannya dipaparkan dalam tabel berikut ini:

Selain itu data digali melalui Wawancara dengan informan pada Pertemuan MGMP Bahasa Indonesia SMK di SMK Negeri 2 Sukoharjo, dengan pertanyaan terbuka atau indept-interview. Hasil Analisis Kebutuhan Buku Ajar Apresiasi Cerpen ditemukan bahwa dalam pembelajaran apresiasi cerpen menggunakan buku ajar yang tidak memadai.

4.1         Tahap Pengembangan. Tahap ini dilakukan dengan Validasi Draf Buku Pengayaan: (a) Hasil Expert Judgement, yaitu guru besar dalam bidang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia guru besar bidang penilaian buku ajar, yaitu Prof. Dr. Andayani, M.Pd.. (b) Uji Coba Terbatas (uji primer) ini prototype model diujicobakan 2 orang guru yaitu ibu Sri Saryanti, S.Pd. dan Bp. Jumadi, S.Pd.

4.2         Tahap Pengujian Model. Pada tahap ini dilaksanakan dengan Uji keefektifan dengan tahapan persiapan, penentuan populasi dan sampel penelitian, dan pelaksanaan eksperimentasi. Instrumen pretes dan postesnya adalah prototype buku ajar. Instrumen pretes dan instrumen postes berbentuk soal objective-test masing-masing sebanyak 100 soal dan telah diuji validitasnya melalui uji validasi isi. Validasi isi terhadap instrumen ini tingkat kesukaran normal rata-rata 70% s.d. 87%

Hasil skor pretes kelompok kontrol dan eksperimen di tiga kelas dengan rata-rata kelompok kontrol 68,6 sedangkan kelompok eksperimen 62,9. Eksperimen dilaksanakan dengan populasi siswa kelas XI di SMK Negeri 2 Sukoharjo. Cluster Sampling atau Sampel Gugus dengan sampel yang menjadi kelompok kontrol dan eksperimen masing-masing adalah 120 siswa. Hasil uji eksperimentasi keefektifan model buku pengayaan apresiasi cerpen ini sebagai langkah uji coba luas dengan metode kuantitatif eksperimental rancangan Before-After Research Design. Sebelum pelaksanaan, treatment kedua kelompok sama-sama diberi pretes dengan rumpun sampel.

Hasil perbandingan rata-rata Nilai Kemampuan Apresiasi Cerpen Kelompok Kontekstual berdasarkan Pretes dan Postes rata-rata yang diperoleh adalah 62,21 dan 79,93 terdapat perbedaan rata- rata 17,72.

Hasil Perbandingan Rata-rata Nilai Kemampuan Apresiasi Cerpen Siswa Kelompok Kontrol berdasarkan Pretes dan Postes di tiga kelas dengan buku ajar ACBI,DDSI, PBI, terdapat rata-rata Pretes 64,62 dan rata-rata postes 70,58 terdapat kenaikan 5,96.

 

 

Selain deskripsi tentang keefektifan buku ajar tersebut maka pengujian ini disertai dengan uji hipotesis. Rumus untuk menguji hipotesis ini adalah selisih skor postes-pretes kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan buku ajar apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada selisih skor postes-pretes kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran apresiasi dengan menggunakan buku ajar yang lain. Pengujian hipotesis dengan teknik analisis data yang dilakukan adalah menggunakan ANAVA satu arah. Karena sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal serta memiliki varians yang tidak berbeda secara bermakna maka sebelum dilakukan uji perbedaan dengan menggunakan ANAVA satu arah, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Deskripsi lebih lanjut tentang uji normalitas dan homogenitas dapat diikuti pada penjelasan berikut ini: (1) Pengujian Persyaratan Analisis Data dengan pengujian normalitas dan pengujian homogenitas. (a) Pengujian Normalitas, artinya data dihitung dari kelompok rumpun sampel terdiri atas 20 peserta pembelajaran (n = 20) pada kelompok penerapan buku ajar dengan pendekatan kontekstual dan 20 pada kelompok buku ajar yang lain. Berdasarkan a (taraf signifikansi) = 0,05 didapat D-hitung < D-tabel = 0,338, sehingga dapat dinyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal pada taraf signifikansi a 0,05.

(b) Pengujian Homogenitas dengan hasil penghitungan Lavene’s test >P-value pada taraf signifikansi a 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh skor apresiasi cerpen peserta didik baik kelompok kontekstual maupun kelompok pembanding mempunyai varians yang homogen pada taraf signifikansi a 0,05. Dengan demikian dapat pula dinyatakan bahwa sampel kelompok siswa yang menggunakan buku ajar apresiasi cerpen dengan pendekatan kontekstual ini baik hasil pretes maupun hasil postes mempunyai varians yang homogen. Hasil penghitungan F test >P-value pada taraf signifikansi a 0,05.

(2) Uji Signifikansi Perbedaan Kemampuan Apresiasi Cerpen Siswa berdasarkan Perbandingan Skor Pretes-Postes yang dinyatakan bahwa semua rumpun sampel menunjukkan bahwa t-hitung lebih besar daripada harga kritik pada taraf signifikansi 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa perbandingan rata-rata tersebut menyatakan pada taraf signifikansi a 0,05. Kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran apresiasi cerpen dengan buku ajar kontekstual lebih baik daripada kelompok siswa yang menggunakan buku ajar pembanding.

Dilihat dari nilai t-hitung tersebut bahwa untuk kelompok perlakuan atau siswa yang menggunakan buku ajar kontekstual memiliki nilai yang lebih tinggi dari kelompok yang menggunakan buku ajar pembanding. Data menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya kelompok perlakuan lebih baik dari kelompok kontrol. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penerapan model buku ajar dengan pendekatan kontekstual signifikan pula untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerpen di SMK. (3) Rangkuman Hasil Pengujian pada Tahap Uji Keefektifan dinyataka bahwa data tentang kemampuan apresiasi cerpen siswa baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok eksperimen seluruhnya berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Seluruh siswa baik yang ada dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen yang diperbandingkan mempunyai varian yang sama atau homogen. Penerapan buku ajar dengan pendekatan kontekstual signifikan untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerpen di SMK di Negeri 2 Sukoharjo.

Penutup

Simpulan hasil penelitian pada Tahap eksplorasi menemukan permasalahan dengan kebutuhan guru dan siswa yang berkaitan dengan perbaikan pembelajaran apresiasi cerpen di SMK Negeri 2 Sukoharjo. Pengembangan dilakukan melalui Uji Terbatas dan Uji Lebih Luas sampai pada penyusunan draf model dengan lokakarya dan expert judgement. Pengujian model dilakukan melalui uji eksperimentasi dengan hasil lebih baik. Keberterimaan model sekaligus menjadi tahap diseminasi. Tahap inilah yang merupakan tahap sosialisasi produk akhir berbentuk Buku Ajar Apresiasi Cerita Pendek dengan Pendekatan Kontekstual di SMK.

Berdasarkan hasil penelitian serta simpulan dan implikasinya disarankan agar guru bahasa Indonesia SMK tidak meninggalkan sastra sebagai materi untuk diapresiasi. Kedua, kepada pengambil kebijakan di SMK diharapkan dapat berperan serta mengatasi permasalahan yang dihadapi guru. Peneliti berikutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian empiris dengan pengembangan untuk empat aspek keterampilan berbahasa yaitu aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Daftar Pustaka

Andayani, dkk. 2008. Pedoman Pembelajaran Apresiasi Sastra Berbasis Quantum Learning. Surakarta. Universitas Sebelas Maret Press.

Andayani. 2007. “ Studi Identifikasi Problema Pembelajaran Apresiasi Sastra”. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Vol. 2.1.pp 25-35.

Beach, Richard. & Marshal, James. 1991. Teaching Literature in Secondary School. San Diego: Harcourt Brace Javanovich Publisher.

Brahim D.N. 2005. Apresiasi Sastra dalam Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung..

Brooks, Cleant. Jr. 1999. An Approach to Literature.New York: Prentice Hall Inc.

Bruss, Linda L & Macedo. 1999. “ Visual Sequential Memory and Spelling Abillity in Literature”, Education Psychology. XVII.p3.

Christensen, Larry B. 1978. Experimental Methodlogy. Boston. Allyn & Bacon, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Problema Pelaksanaan Kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta Pusat: Pengembangan Kurikulum Balitbang.

Departemen Pendidikan Nasional. 2013. Standar Kompetensi untuk Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan.Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum. Balitbang.

Departemen Pendidikan Nasional. 2013. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang.

Dryden, Gordon dan Vos, Jeannett. 1999. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolusion):Belajar Akan Efektif kalau Anda dalam Keadaan “ Fun” Bagian II: Sekolah Masa Depan. (Terjemah Agus Nggemanto). Bandung: Mizan Media Utama.

Dubin, Fraida& Olstain, Elite. 1992. Course Design: Developing Program and Material for Language Learning. Cambrige: Cambrige University Press.

Gall, D. Meredith. Gall, Joye P. & Borg, Walter R.2003.Educational Research and Introdutions. New York: Pearson Publishing.

Gani, Rizanur. 1981. Pengajaran Apresiasi Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Gani, Supratman Abdul. 1999. Teori dan Kritik Susastra Indonesia yang Relevan. Bandung: Penerbit Angkasa.

Nurhadi. 2003. Pendidikan Sastra Pengembangan Wawasan Guru. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Lanjuatan Pertama.

Roesmiati, Dian. 2005 “Metode Kontekstual dalam Pengajaran Sastra di Sekolah” dalam konferensi Internasional Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia HISKI, di Palembang 18 – 21 Agustus.

Hermawan. 2005. “Pendidikan Sastra: Pengembangan Wawasan Guru.” (Makalah) Dipresentasikan pada Konfrensi Internasional Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia HISKI, di Palembang 18-21 Agustus 2005.

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. (Terjemahan Ibnu Setiawan) Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

_______. 2002. Contextual Teaching & Learning. California: Crowin Press, Inc.

Jonassen, TD. & Louis, D.R. 1999. Literacy Throught Literature. New Hampshire: Heineman.

Kabilan, Ampuan Haji. 2000. “Pemilihan Teks Sastra di Brunai: antara Muatan Teks dan Semangat Nasionalisme”. Dalam Makalah Konfrensi Internasional Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia HISKI, di Jakarta 21-23 Agustus.

Latuputy, Hanna. 2005. “Peran Perpustakaan Sekolah dalam Pengembangan Metode Pengajaran Sastra”. (Makalah) Dipresentasikan pada Konfrensi Internasional Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia HISKI, di Palembang 18-21 Agustus 2005.

Perrine, L. 1993. Story and Structure. New York: Harcourt Brace Javanovich Publisher.

Reid, Ia. 1997. The Short Story. London: Methuen & Coltd.

______. 1991. Cerpen Siri Konsep Sastra. (Penerjemah Khidmat Terjemahan Nusantara). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pendidikan Malaysia.

Richards, Jack C. 2001. Curriculum Development in Language Teaching. Cambridge: Cambridge Univeristy Press.

Sayuti, Suminto A. 2003. Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Depdikbud.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.

Senduk, Agus Gerrad.2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Suyitno, dkk.2008.Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13.

Waluyo, Herman J.2002. Apreasiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi. Salatiga: Widyasari Press.

_______. 2003. Apreasiasi dan Pengkajian Drama. Jakarta: Gramedia.