PENGEMBANGAN

MODEL MANAJEMEN PELATIHAN SENI RUPA

BAGI GURU TAMAN KANAK-KANAK

KOTA SEMARANG

Sri Verayanti R.

Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Pascasarjana UNNES

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi beberapa hal yaitu: pertama, tuntutan terhadap tugas pokok dan fungsi guru Taman kanak-kanak; kedua, pelatihan seni rupa belum dikelolah dengan baik; ketiga, guru Taman Kanak-kanak dituntut untuk senantiasa kreatif dalam mengembangkan pembelajaran dengan membuat media pembelajaran di taman Kanak-kanak; keempat, pelatihan seni rupa tidak berdasarkan kebutuhan guru Taman kanak-kanak; dan kelima, belum ada secara khusus model manajemen pelatihan seni rupa. Tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk (1) menganalisa model faktual manajemen pelatihan seni rupa yang selama ini dilaksanakan pada guru Taman kanak-kanak; (2) merancang desain model konseptual manajemen pelatihan seni rupa yang valid pada guru Taman Kanak-kanak; (3) menguji keefektifan model manajemen pelatihan seni rupa terhadap peningkatan kompetensi guru Taman Kanak- kanak. Metode penelitian menggunakan Reseach and Development (R&D). Responden penelitian adalah guru taman Kanak-kanak di Kota Semarang. Keefektifan model diuji melalui uji validasi oleh pakar dan praktisi, serta eksprimen terbatas melalui pelatihan. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, kebutuhan dan keberhasilan pelaksanaan MPSR dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: materi pelatihan, kompetensi instruktur, dan manajemen pelatihan; kedua, menghasilkan model dan paket pelatihan MPSR yang mengacu pada fungsi manajamen (perencanaan 3 langkah; pelaksanaan 4 langkah; dan evaluasi 2 langkah); ketiga, model final manajemen pelatihan seni rupa terbukti efektif meningkatkan kompetensi seni rupa guru Taman kanak-kanak.

Kata kunci: Manajemen, pelatihan, seni rupa.

PENDAHULUAN

Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia pendidikan. Guru sangat membutuhkan bantuan khusus dalam mengasah atau mengembangkan keterampilan-keterampilan profesional mereka (Jones & Walters, 2008: 227). Salah satu program yang dapat mengasah dan mengembangkan ketempilan adalah melalui pelatihan yang sistematik, artinya kegiatan pelatihan harus dilaksanakan secara kontinyu dan berulang dengan pentahapan yang terencana dan teratur (Nawawi, 1997: 219).). Pelatihan yang sistemik dan dimenej dengan baik akan melahirkan guru yang bermutu, karena melalui pelatihan, guru yang bermutu akan terus mengembangkan wawasannya untuk menunjang profesinya (Rivai & Murni, 2008: 49).

Pelatihan merupakan tahapan penting pengembangan SDM guru secara keseluruhan. Hal itu tidak hanya terkait dengan pengembangan karir profesional tetapi juga untuk pengembangan sekolah. Lazarová & Prokopova (2004), dalam temuan penelitiannya mengemukakan bahwa pelatihan guru memberi bekal pengetahuan, keterampilan yang dapat digunakan dalam mengajar, ,membuka inspirasi, mampu mengelola kelas dengan baik serta mengembangkan kompetensi dan profesional. Salah satu tanggung jawab guru profesional adalah bertanggung jawab secara intelektual yang diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya.

Pelatihan seni rupa bagi guru Taman Kanak-kanak pada penelitian ini, bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan berupa kegiatan apresiasi dan berkreasi dalam karya dua dan tiga dimensi yang disesuaikan dengan kebutuhan pada bidang seni rupa yang dibutuhkan guru TK. Pelatihan ini dapat memberi pengalaman estetik, melalui pencerapan nilai-nilai intristik dan dapat memproleh kesadaran dan pemahaman tentang penciptaan karya seni.

Desfina (2006), menjelaskan dalam penelitiannya bahwa pelatihan seni merupakan kegiatan kreatif dan konstruktif serta menumbuhkan intensitas emosional. Selain itu kegiataannya dapat dijadikan aktivitas rekreasi, terapi, juga dapat menjadi alat ekspresi dan laku estetis. Pelatihan seni rupa merupakan bentuk kegiatan yang terprogram secara sistematis dan terencana yang dapat membentuk sikap mental guru untuk mengembangkan kemampuannya baik kognitif, apektif maupun psikomotorik agar menjadi guru yang berkualitas. Kompetensi guru TK dalam bidang seni rupa dalam berbagai dimensi harus terus dibangun agar terwujud guru yang profesional. Dalam hal ini kompetensi seni rupa menjadi salah satu domain yang sangat menentukan keberhasilan guru dalam meraih predikat profesional dalam keguruannya. Seorang yang ahli tentunya berkualitas dalam menjalankan pekerjaannya (Suyanto dan Djihad, 2012: 7).

Melalui pelatihan, guru dapat mengembangkan kreativitasnya yang akan meningkatkan kompetensi profesionalnya khususnya di bidang seni rupa. Bilamana guru memiliki kemampuan apresiasi yang baik maka kompetensi kreativitasnya juga semakin berkembang. Guru yang kreatif tentunya akan memiliki kemampuan dalam mengembangkan pembelajaran seni rupa di Taman Kanak-kanak.

Namun demikian, kondisi yang ada pada saat ini, guru TK pada umumnya tingkat kreativitas dalam seni rupanya masih sangat kurang. Data yang ada menunjukkan 75% guru TK di Kota Semarang tidak mampu berapresiasi dan berkreasi seni rupa dengan baik. Guru yang tidak pernah mengikuti pelatihan seni rupa ada 1700 guru (wawancara dengan Ketua IGTK Semarang, tgl 7 Januari 2013). Proses belajar melalui kegiatan pelatihan misalnya, masih sangat terbatas. Akibat dari kurangnya kegiatan seni rupa, guru mempunyai kemampuan berkreasi yang lemah dan menjadikan kreativitasnya rendah. Hal ini merupakan sebuah persoalan yang tidak bisa diabaikan. Harus mendapat perhatian dari berbagai pihak, dan sebaiknya dilakukan penanganan melalui pelatihan-pelatihan seni rupa. Pelatihan seni rupa yang baik adalah pelatihan yang di dalamnya memuat kegiatan apresiasi dan berkreasi karena akan membantu guru memahami seni rupa lebih dalam.

Berdasarkan data dari Ketua IGTKI Kota Semarang ibu Arum yang penulis dapatkan lewat wawancara pada Senin 7 Januari 2013, bahwa Kota Semarang memiliki guru TK 2.300. Guru TK yang pernah mengikuti pelatihan bidang seni rupa baru sekitar 600 guru. Atau baru sekitar 25 %, itu pun hanya jenis seni rupa yang sangat terbatas. Pelatihan di bidang seni rupa baru diadakan tahun 2009, 2010 dan 2011. Kurangnya guru yang mengikuti pelatihan seni rupa tentu akan berdampak pada pembelajaran seni rupa di Taman Kanak-kanak.

Fakta empiris model manajemen pelatihan seni rupa selama ini di Kota semarang belum dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen dan need assessment (wawancara dengan ketua IGTKI Kota Semarang, (tgl 7 Januari 2013). Perencanaan dan pelaksanaan pelatihan seni rupa selama ini belum berjalan dengan baik. sehingga perlu dilakukan perbaikan atau pengembangan. Pelatihan yang dimenej dengan baik tentu akan berdampak positif terhadap kompetensi guru dan pendidikan seni rupa di Taman Kanak-kanak

Survey pelaksanaan pembelajaran Seni Rupa di Taman Kanak-kanak mengalami beberapa kendala yaitu; (1) kemampuan guru secara praktik belum memadai; (2) kemampuan guru dalam mengapresiasi dan berkreasi karya seni rupa dua dan tiga dimensi masih dangkal; (3) belum tersedianya sumber belajar apresiasi dan kreasi karya seni rupa dua dan tiga dimensi; (4) guru belum pernah mendapatkan pelatihan seni rupa berupa apresiasi dan kreasi seni rupa dua dan tiga dimensi secara utuh yang didasarkan pada bidangan pengembangan seni rupa di TK, dan (5) pelatihan seni rupa belum dikelola dengan baik. Studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara (tgl 5 Nopember 2011) pada Ketua Ikatan GTKI Jawa Tengah, ketua IGTKI Kota Semarang dan beberapa guru di Kota Semarang didapatkan data bahwa mulai dari kebutuhan akan materi, bentuk kualitas pelatihan, dan manajemen pelatihan, kebutuhannya sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kebutuhan komponen tersebut dalam pelatihan seni rupa sangat dibutuhkan.

Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkat kompetensi guru. Materi pelatihan yang diberikan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan guru TK dan penyelenggaraan pelatihan dirancang dengan prinsip manajemen dimana berisi perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pelatihan seni rupa dipandang sangat tepat untuk diberikan pada guru TK. Tujuan pelatihan seni rupa akan memberikan pengetahuan tentang konsep seni rupa, pemanfaatan media seni rupa, berkarya dan berapresiasi seni rupa. Model pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta pelatihan yang memiliki landasan konseptual dan operasional yang jelas.

Sistem pelatihan akan efektif apabila dilakukan dengan model sistem pelatihan yang berpedoman pada prinsip-prinsip dasar manajemen dan tahapan pelatihan sebagai berikut; (1) tahap penyusunan perencanaan yang dasarkan pada penilaaian kebutuhan pelatihan; (2) pelatihan tahap pengorganisasian, yaitu penyusunan program pelatihan; (3) tahap pelaksanaan dari perencanaan program pelatihan dan adanya koordinasi dalam tahap pelaksanaan pelatihan, dan; (4) tahap evaluasi pelaksanaan pelatihan. Pelaksanaan pelatihan seni rupa akan dilakukan dengan menekankan pada: (1) aspek pemahaman pada karya seni rupa; (2) proses apresiasi; (3) proses berkreasi/berkarya; (4) model pelatihan seni rupa yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta pelatihan.

Tujuan penelitian pengembangan ini adalah: (1) Menganalisis model faktual manajemen pelatihan seni rupa yang selama ini dilaksanakan pada guru Taman Kanak-kanak; (2) Merancang desain model konseptual manajemen pelatihan seni rupa yang valid pada guru T; dan (3) Menguji keefektifan model final pelatihan seni rupa terhadap peningkatan kompetensi seni rupa guru TK. Sedangkan kegiatan penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk yang berupa model dan paket manajemen pelatihan. Model ini adalah “Model Manajemen Pelatihan Seni Rupa Bagi Guru Taman Kanak-kanak” Sedang paket pelatihan yang dikembangkan akan diperoleh panduan manajemen pelatihan seni rupa dan modul pelatihan seni rupa.

TINJAUAN TEORITIS

Manajemen pelatihan merupakan salah satu kunci yang dapat membantu mengatasi masalah pelatihan, baik pada level makro, mezo maupun mikro (Gaffar dan Nurdin, 2008: 569). Pelaksanaan manajemen pelatihan yang efektif dapat dilakukan melalui proses pelatihan secara sistematis. Pelaksanaan proses pelatihan akan mengarah pada proses pencapaian tujuan yang lebih pasti. Manajemen pelatihan yang baik, tentunya akan mengelola program pelatihan secara sistematis dengan melalui tahapan pengidentifikasian kebutuhan pelatihan, perencanaan desain, menetapkan metodologi pelatihan, menyusun bahan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, evaluasi pelatihan dan penetapan tindak lanjut pelatihan (Mujiman, 2009: v). Dalam konteks yang lebih luas manajemen pelatihan adalah suatu upaya mengelola pelatihan secara efektif dan efisien. Sebagaimana yang dijelaskan (Irianto, 2001: 17) Pada model manajemen pelatihan seni rupa ini akan mengacu pada tiga fungsi manajemen yaitu; (1) planning (perencanaan), (2) actuating (pelaksanaan), dan (3) controlling (pengawasan). Selain tiga fungsi manajemen tersebut, yang perlu diperhatikan juga dalam mengelola pelatihan adalah sumber daya pelatihan berupa man (orang yang terlibat dalam pelatihan), money (biaya yang dibutuhkan dalam pelatihan), methods (metode yang digunakan dalam pelatihan) dan machines (Usman, 2009: 15).

Tujuan program pelatihan harus diarahkan untuk: (1) mengembangkan pengetahuan; (2) mengembangkan keterampilan; dan (3) merubah sikap. Penyusunan program pelatihan sesuai dengan tujuan yang akan diwujudkan, harus dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pengorganisasian program pelatihan yaitu; (1) melakukan penelitian dan pengumpulan data tentang aspek/objek yang akan dilatihkan; (2) menentukan materi; (3) menentukan metode pelatihan; (4) memilih pelatih sesuai kebutuhan; (5) mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan; (6) memilih peserta; (7) melaksanakan program; dan (8) melakukan evaluasi program.

Tujuan pelatihan seni rupa bagi guru TK adalah agar guru dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan di bidang seni rupa sehingga dapat menambah kompetensi profesional. Hal ini sesuai dengan tujuan pelatihan yaitu mencapai kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dalam jabatan atau pekerjaan (Sallis, 2004: 39). Pernyataan tersebut membuktikan bahwa orang yang sudah mengikuti pelatihan akan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik.

Model pelatihan sudah banyak yang dikupas dalam berbagai literatur di antaranya, siklus pelatihan lima tahap Goad, The training procces dari Meijia, instructional design spider web model oleh Piscurich, CEM (the critical event model) oleh Nedler dan model ADDIE (Analyse, Design, Development, Implementation, Evaluation) yang pada prinsipnya memiliki persamaan dan perbedaan dalam penetapan setiap langkahnya dan juga model pelatihan seni rupa. Dalam penelitian ini penulis mengkolaborasi beberapa model yang dianggap memiliki kesesuain dengan jenis dan sasaran penelitian. Model yang diadopsi model ADDIE, siklus lima tahap oleh Goad, model Meijie karena ke tiga model tersebut masing-masing menempatkan analisis kebutuhan pelatihan sebagai training starting.Sedangkan alasan pemilihan model pelatihan seni rupa adalah karena model tersebut telah menempatkan apresiasi dan kreasi pada materi pelatihannya yang merupakan dua komponen penting dalam mempelajari seni.

Dalam berkarya seni rupa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: (1) Unsur-Unsur Seni Rupa: titik dan bintik, garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, gelap terang, ruang dan cahaya; (2) Prinsip-prinsip seni rupa merupakan kaidah yang menjadi pedoman daam berkarya seni rupa. Adapun kaidah atau pedoman dalam berkarya seni rupa adalah: kesatuan (unity), keseimbangan, irama (rhytm), pusat perhatian (center of interest), keselarasan (harmony), proporsi (proportion). Adapun aspek lain dalam seni rupa yang menunjang terwujudnya karya adalah media. Media adalah bahan atau alat yang dapat digunakan untuk menuangkan ide/gagasan seseorang dalam suatu karya. Yang termasuk bahan adalah: kertas, kanvas, kain, batu, pasir, tanah liat dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk alat yaitu: kuas, pensil, spidol, krayon dan lain-lain.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan Reseach and Development (R&D) dengan menggunakan rancangan penelitian model procedural, mengadaptasi dari model penelitian dan pengembangan Borg dan Gall (1983) yang mengcakup sepuluh langkah. Sepuluh langkah tersebut, oleh Samsudi (2009: 92) dimodifikasi menjadi tiga langkah utama yaitu: (1) studi pendahuluan yaitu studi literatur, studi lapangan tentang bentuk model factual dan kebutuhan pelatihan, serta deskripsi dan analisis temuan model faktual ; (2) pengembangan, yaitu: perumusan desain model, penyusunan perangkat pelatihan, Focus Group Discussion (FGD), revisi model dan perangkat pelatihan, uji coba terbatas, evaluasi dan perbaikan, uji coba lebih luas, evaluasi dan peyempurnaan model; dan (3) validasi model pelatihan yaitu implementasi model dan model final.

HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil angket kebutuhan, diketahui bahwa kondisi kebutuhan manajemen pelatihan seni rupa pada guru Taman Kanak-kanak di Kota semarang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan rerata skor 3,71 (kebutuhan sangat tinggi). Skor ini dijadikan pijakan merancang model konseptual manajemen pelatihan.

Berdasarkan hasil penilaian pakar dan praktisi terhadap model konseptual manajemen pelatihan seni rupa yang telah dikembangkan oleh peneliti dengan rerata skor 3,86 (sangat baik) dan paket pelatihan rerata skor 3,95 (sangat baik), berarti pula bahwa model ini dapat digunakan untuk keperluan pelatihan seni rupa bagi guru TK sebagai model final. Adapun model final manajemen pelatihan seni rupa dapat digambarkan sebagai berikut.

MODEL MANAJEMEN PELATIHAN SENI RUPA

PERENCANAAN PELATIHAN

PELAKSANAAN PELATIHAN

EVALUASI PELATIHAN

Pelatihan Kompetensi Seni Rupa 2D & 3D

Tujuan Pelatihan

Realisasi Model

Monitoring & Evaluasi

Identifikasi Kebutuhan Pelatihan

Penyusunan Program & Paket Pelatihan

Reaksi & Dampak Pelatihan Seni Rupa

Diskusi

(discussion)

Display

SR 2D & 3

Gb. Model final Manajemen Pelatihan Seni Rupa

Spesifikasi model manajemen pelatihan seni rupa yang digambarkan tersebut di atas meliputi perencanan pelatihan tiga kegiatan, pelaksanaan pelatihan empat kegiatan dan evaluasi pelatihan dua kegiatan.

Model yang dipakai pada manajemen pelatihan guru Taman Kanak-kanak sebagai produk yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu model sistem paket yang dikembangkan, meliputi: (1) panduan manajemen pelatihan, (2) modul pelatihan berisi materi pelatihan seni rupa.

Model final manajemen pelatihan seni rupa yang efektif disampaikan sebagai berikut; penilaian peserta melalui uji coba perorangan, uji coba kelompok, dan uji coba terbatas dengan rerata skor 3,84. Hal ini menunjukkan bahwa model dan paket pelatihan manajemen pelatihan seni rupa yang dikembangkan sangat baik digunakan untuk pelatihan guru Taman kanak-kanak.

Secara teoritis model manajemen pelatihan seni rupa, merupakan temuan ilmiah dari proses ilmiah yang meliputi kegiatan: studi pendahuluan yang dijadikan bahan pengembangan model, pengkajian literatur, perencanan model yang dikembangkan, uji coba validitas dan realibilitas. Hasil uji coba model manajemen pelatihan seni rupa ini, dirasa sudah memenuhi persyaratan penelitian dan pengembangan yang meliputi: akurasi, realistik, dan manfaat. Data dan informasi dianalisis sesuai dengan tehnik ilmiah yaitu validitas dan realibilitas instrument, dokumentasi dan juga pemenuhan kebutuhan atau ketentuan persyaratan penelitian lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Model manajemen pelatihan seni rupa ini dapat digunakan oleh Dinas Pendidikan atau penyelenggara pelatihan seni rupa untuk menjadi acuan pelatihan pengembangan kompetensi guru Taman Kanak-kanak yang dibagi dalam tiga tahapan yaitu: Pertama, perencanaan pelatihan meliputi kegiatan mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yaitu materi pelatihan, kompetensi instruktur, dan manajemen pelatihan. selanjutnya menetapkan tujuan pelatihan dan menyusun program & paket pelatihan. Kedua, pelaksanaan terdiri atas realisasi model, pelatihan kompetensi seni rupa dwimatra dan trimatra, display karya, serta diskusi tentang karya yang dihasilkan. Ketiga, evaluasi pelatihan yang terdiri atas monitoring dan evaluasi reaksi, dan dampak pelatihan. Evaluasi reaksi dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan peserta saat pelatihan. Sedangkan evaluasi dampak pelatihan dilakukan setelah peserta selesai mengikuti pelatihan.

Arah baru yang diharapkan dengan adanya model manajemen pelatihan seni rupa pada guru Taman Kanak-kanak adalah memberikan kemampuan mengelola pelatihan seni rupa bagi penyelenggara pelatihan baik pemerintah maupun pihak swasta dan memberikan jaminan pada guru untuk menguasai kemampuan seni rupa yang akan meningkatkan profesionalisme guru dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik.

Saran

Produk model dan paket manajemen pelatihan seni rupa dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan upaya meningkatkan kompetensi guru Taman Kanak-kanak, proses desiminasi, dan pengembangan produk lebih lanjut. Temuan pengembangan model manajemen pelatihan seni rupa dapat menjadi jawaban dan harapan guru Taman Kanak-kanak dalam memahami manajemen pelatihan, berapresiasi dan berkreasi seni rupa dwimatra dan trimatra.

Peneliti berharap guru Taman kanak-kanak menggunakan informasi hasil penelitian ini sebagai strating mengembangkan komptensi di bidang seni rupa. Bagi pemangku kebijakan perlu berusaha secara maksimal meningkatkan kompetensi seni rupa guru Taman Kanak-kanak dengan menggunakan model manajemen pelatihan seni rupa. Melalui penerapan manajemen pelatihan seni rupa, diharapkan pemerintah dapat menjadikan bahan pertimbangan dalam memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai upaya pembinaan, pengembangan dan peningkatan kinerja guru dalam rangka mewujudkan pemberian layanan pendidikan yang prima.

DAFTAR PUSTAKA

Desfina. 2006. Bimbingan dan Pelatihan Seni Tari untuk Peningkatan Kompetensi Guru Taman kanak-kanak di Pusat Pengembangan Penataran Guru Kejuruan Jakarta.

Gaffar, M,F. Nuridin, D 2007. Manajemen Pendidikan. Handbook Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Ali, M. (Penyunting) Cetakan I, Bandung: Pedagogia

Jones, J & Walters D. 2008. Human Resource Management in Education. Yogyakarta: Q-Media. Terjemahan).

Molenda, Michael (May/June 2003). “In Search of The Elusive ADDIE Model”. Performance Inprovement 42 (5): 34-37. Amended Version Available at the Author’s web site at Indiana University (Bloomington). Diunduh 10 Desember 2012 Pk.19.38 WITA

Mujiman. 2009. Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar mandiri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pekerti, Widia, dkk. 2007. Metode Pengembangan Seni. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rivai V. dan Murni S. 2008. Education Management: Analisi Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers.

Samsudi. 2009. Desain Penelitian Pendidikan. Semarang: UNNES Press.

Siagian, Sondang. 2007. Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Suyanto dan Jihad, Asep. 2012. Calon Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Tarjo, Enday, at al. 2004. Pendidikan Seni & Kerajinan. Bandung: Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS UPI.

 

Usman, Husaini. 2009. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Edisi 3. Jakarta: Bumi Aksara.