PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN RIOEP

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES

DAN SIKAP SISWA SD

 

Sri Giarti

SDN 2 Bengle

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan proses sains (KPS), sikap ilmiah dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2 Bengle menggunakan model pembelajaran RIOEP (Recall, Integration, Organization, Elaboration, presentation). Jenis penelitian yang digunakan adalah Research and Development, yang terdiri dari empat langkah yaitu: 1) melakukan analisis kebutuhan produk, 2) mengembangkan produk awal, 3) validasi ahli dan revisi, 4) uji coba lapangan skala kecil dan revisi produk sebagai uji efektivitas produk untuk menghasilkan produk akhir. Instrument pengumpulan data menggunakan rubrik penilaian KPS, skala sikap ilmiah dan soal tes IPA materi Alat Pencernaan Makanan Pada Manusia. Uji coba produk untuk membuktikan efektivitas model melalui Penelitian Tindakan Kelas. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan kondisi awal sebelum dilakukan tindakan, hasil siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model pembelajaran RIOEP dapat: a) meningkakan KPS siswa kelas 5 SD Negeri 2 Bengle, Wonosegoro-Boyolali. Persentase kenaikan sebesar 22,36% untuk siklus 1 dan 47,20% untuk siklus 2. b) meningkatkan sikap ilmiah siswa sebesar 28,46%% untuk siklus 1 dan 16,84%.untuk siklus 2; c) meningkatkan persentase jumlah siswa yang mecapai ketuntasan belajar minimal yaitu sebesar 59 (4 siswa), pada siklus 1, persentase meningkat menjadi 62,27 (6 siswa), dan pada siklus 2, persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 80,55 (9 siswa).

Kata Kunci: Keterampilan Proses IPA, hasil belajar, model pembelajaran RIOEP

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Tujuan perubahan Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013 adalah dalam rangka meningkatkan mutu Pendidikan yang menyeimbangkan hard skills dan soft skills. Hal ini sejalan dengan pendapat Fadlillah (2014: 16) yang mengatakan bahwa Kurikulum 2013 lebih menitik beratkan pada peningkatan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan hard skills dan soft skills melalui kemampuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dengan demikian, pembelajaran Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara seimbang dan berjalan secara integratif.

Berdasarkan karakteristik pembelajaran kurikulum 2013 ini maka guru dituntut memiliki kemampuan dalam perencanaan, pemilihan model pembelajaran, pemilihan media bahkan penentuan alat evaluasi agar siswa mampu mengembangkan soft skills dan hard skill.

Namun pada kenyataannya masih banyak guru yang belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kurikulum 2013 hal ini berakibat bukan hanya hasil belajaranya melainkan pada keterampilan dan sikap siswa. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di SDN 2 Bengle pada pembelajaran IPA siswa Kelas 5 menunjukkan guru masih menggunaan model pembelajaran konvensional, guru lebih mendominasi pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran, media yang digunakan melibatkan siswa. Kondisi ini berdampak pada rendahnya keterampilan siswa, sikap siswa dan hasil belajar siswa. Pengamatan yang dilakukan oleh guru terhadap keterampilan proses sains (KPS) pada saat anak-anak melakukan pengamatan tentang Mengidentifikasi fungsi organ pernapasan manusia, menunjukkan fenomena berikut: 1) 30 siswa (30%) mampu mengidentifikasi fungsi organ pernapasan manusia, 2) 4 siswa (40%) kadang-kadang bisa mengidentifiasi. 3) 3 siswa (30%) salah konsep.

Berkaitan dengan sikap ilmiah siswa, pengukuran awal menunjukkan tingkat sikap ilmiah berikut. 1) 3 siswa (30%) menunjukkan sikap ilmiah yang tinggi. 2) 4 siswa (40%) menunjukkan tingkat sikap ilmiah sedang. 3) 3 siswa (30%) siswa menunjukkan tingkat ilmiah rendah.

Rendahnya tingkat Keterampilan Proses Sains dan sikap ilmiah siswa berdampak pada hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari ketuntasan hasil belajar hanya ada 4 siswa (40%) telah mencapai KKM dan berada pada kategori tinggi. Sedangkan 6 siswa (60%) belum mencapai KKM, dengan rincian 3 siswa (30%) berada pada kategori sedang dan 3 siswa (30%) pada kategori rendah.

Dari hasil studi pendahuluan tentang keterampilan proses sains, sikap ilmiah dan hasil belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa masih terjadi kesenjangan yang tinggi. Permasalahan tersebut menyangkut rendahnya persentase pencapaian KKM yaitu hanya 60%. Kesenjangan tingkat KPS siswa juga (60%). Kesenjangan tingkat sikap ilmiah siswa mencapai 70%. Melihat kondisi seperti ini, perlu dilakukan alternative pemecahan masalah dalam penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013.

Model inovatif RIOEP (Recall, Integrative, Organizatiton, Elaboration dan Presentation) merupakan salah satu alternatif untuk menjawab permasalahan yang ada karena integrasi dari dua model yaitu Model Generative dan OEL. Model pembelajaran ini berpotensial untuk meningkatkan keterampilan proses sains, menumbuhkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa.

RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

  1. Apakah model RIOEP dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas 5 SD Negeri 2 Bengle, Wonosegoro – Boyolali?
  2. Apakah model RIOEP dapat meningkatkan sikap siswa kelas 5 SD Negeri 2 Bengle, Wonosegoro – Boyolali?
  3. Apakah model RIOEP dapat meningkatkan persentase ketuntasan belajar siswa kelas 5 SD Negeri 2 Bengle, Wonosegoro – Boyolali?

KAJIAN TEORI

Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA

Menurut Djumhana Nana (2009:1), Djojosoediro Wasih (2009: 18) dan Triyanto (2010:136) dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis melalui kegiatan mencari tahu melalui kegiatan metode ilmiah (scientific method) untuk menghasilkan produk, proses dan menumbuhkan sikap ilmiah yang dapat diuji kebenarannya.

Berdasarkan simpulan di atas, Mariana, Praginda (2009:19) menyebutkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu proses untuk membelajarkan siswanya untuk memahami hakikat IPA yaitu menghasilkan proses, menumbuhkan sikap ilmiah dan produk yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini jelas bahwa dimensi pembelajaran IPA mencangkup proses, sikap ilmiah dan produk ilmiah.

Suyana Iyon, Siahaan Parsaoran (2010:3) menjelaskan bahwa: 1) proses diartikan sebagai kegiatan ilmiah untuk menemukan pengetahuan baru melalui serangkaian kegiatan; mengamati, mengumpulkan data, mengolah data, mengintegrasikan data, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan seterusnya. 2) produk diartikan sebagai hasil proses berupa konsep, hukum, teori, dan prinsip. 3) sikap merupakan dampak dari proses dan produk, sikap tersebut antara lain; terbuka, obyektif, berorientasi, pada kenyataan, bertanggungjawab, bekerjasama dan lain-lain.

Sejalan dengan Suyana Iyon, Siahaan Parsaoran (2010:3), Djojosoediro Wasih (2009:27) menyebutkan bahwa IPA mempunyai tiga kedudukan yaitu sebagai proses, produk dan sikap ilmiah. Proses merupakan cara kerja untuk memperoleh hasil (produk) melalui proses ilmiah untuk menemukan pengetahuan dan kebenaran ilmiah. Proses penemuan pengetahuan dan kebenaran ilmiah dinamakan keterampilan proses sains.

Terkait tentang Keterampilan Proses Sains (KPS), Patta Bundu (2006:11) menyebutkan bahwa KPS meliputi; (1) Observasi (mengamati) yaitu kegiatan menggunakan alat indera sebanyak mungkin, mengumpukan fakta yang relevan dan memadai. (2) klasifikasi (menggolongkan) yaitu mencari perbedaan, mengontraskan, mencari kesamaan, membandingkan, mencari dasar penggolongan. (3) aplikasi konsep (menerapkan konsep) yaitu menghitung, menjelaskan peristiwa, menerapkan konsep yang dipelajari pada situasi baru. (4) prediksi (meramalkan) yaitu menggunakan pola, menghubungkan pola yang ada, dan memperkirakan peristiwa yang akan terjadi. (5) intepretasi (menafsirkan) yaitu mencatat hasil pengamatan, menghubungkan hasil pengamatan, membuat kesimpulan. (6) menggunakana alat yaitu berlatih menggunakan alat/bahan, menjelaskan mengapa dan bagaimana alat digunakan. (7) eksperimen dan melakukan percobaan yaitu menentukan alat dan bahan yang digunakan, menentukan variabel, menentukan apa yang diamati, diukur, menentukan langkah kegiatan, menentukan bagaimana data diolah dan disimpulkan. (8) mengkomunikasikan yaitu keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram, menjelaskan hasil percobbaan, mendiskusikan hasil percobaan, dan menyampaikan laporan secara sistematis. (9) mengajukan pertanyaan yaitu bertanya, meminta penjelasan, bertanya tentang latar belakang hipotesis.

Sedangan untuk produk ilmiah, Djojosoediro Wasih (2009:35) didefinisikan sebagai hasil kegiatan empirk dan kegiatan analitik yang dilakukan. Dalam konteks pembelajaran IPA di sekolah, produk ilmiah ini berupa hasil belajar IPA yang dicapai oleh siswa.

Selanjutnya, untuk sikap ilmiah dijelaskan sebagai sikap-sikap yang diperlukan oleh para ilmuwan dalam melakukan proses-proses ilmiah. Adapun dimensi dan indikator sikap ilmiah meliputi: sikap ingin tahu, respek terhadap data dan fakta, berpikir kritis, kreatif, berpikiran terbuka dan kerjasama, tekun dan peka terhadap lingkungan sekitar (Patta Bundu (2006:34).

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa pada IPA mempunyai 3 dimensi yaitu KPS, produk ilmiah dan sikap ilmiah yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menemukan dan mengkontruksi sendiri pemahaman ide dan konsep IPA melalui kegiatan ilmiah yang mampu menumbuhkan sikap ilmiah siswa sehingga dapat menghasilkan produk yaitu hasil belajar yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dari uraian mengenai hakikat dan pembelajaran IPA di atas, sebagai guru SD harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat sehingga dapat menjadi alternative dalam menjawab permasalahan yang ada sehingga KPS, sikap ilmiah dan hasil belajar meningkat.

Model Pembelajaran RIOEP.

Model RIOEP (Recall, Integration, Organization, Elaboration, Presentation) merupakan integrasi dan sinergi antara model pembelajaran Generatif dan model pembelajaran Open Ended Learning (OEL). Menurut Made Wena (2009: 183) model Generatif yaitu suatu proses belajar di mana siswa diharapkan mampu memiliki pengetahuan, kemampuan serta keterampilan untuk mengontruksi atau membangun pengetahuan secara mandiri. Suyanto (2009: 80) berpendapat bahwa model pembelajaran Generatif lebih menekankan pada pengintegrasian materi baru dengan skemata yang ada di benak siswa, sehingga siswa mengucapkan dengan kata-kata sendiri apa yang telah mereka dengar.

Pendapat lain dikemukakan oleh Miftahul Huda (2014: 309) yang mengemukakan bahwa model pembelajaran Generatif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang berusaha menyatukan gagasan-gagasan baru dengan skema pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Made Wena, Suyanto dan Miftahul Huda dapat disimpulan bahwa model pembelajaran Generatif merupakan suatu proses belajar yang membangun pengetahuan dengan mengintegrasikan gagasan-gagasan yang dimiliki oleh siswa secara mandiri. Gagasan ini berupa pengetahuan, kemampuan dan keterampilan siswa.

Lebih lanjut Huda Miftahul (2014: 310) menjelaskan bahwa penerapan model pembelajaran generative ini dilakukan melalui mengingat (recall), menggabungkan (integration), mengolah (organization) dan mememrinci (elaboration). Recall merupakan aktivitas siswa untuk menarik kembali informasi dari memori lama melalui pengulanagn, latihan dan riview. Integration ialah aktivitas mentransformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah diingat. Organization yaitu menganalisis pengetahuan sebelumnya dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep baru secara sistematis. Elaboration merupakan kegiatan yang menghubungkan materi baru dengan gagasan yang sudah dimiliki sebelumya.

Suyatno (2009:62) mengatakan bahwa model OEL merupakan pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka, artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Sependapat dengan Suyatno, Shoimin (2014: 109) mendefinisikan model OEL asebagai pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multijawab, fluency).

Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, Huda Miftahul (2013: 278) berpendapat bahwa model OEL merupakan proses pembelajaran yang membangun tujuan pembelajaran dan keinginan siswa secara terbuka.

Berpijak pada pendapat di atas maka dapat ditarik benang merah mengenai hakikat model OEL yaitu proses pembelajaran yang menyajikan masalah dengan berbagai cara pemecahan (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).

Huda Miftahul (2013:279) menyebutkan sintak dari model OEL yaitu; (1) menyajikan masalah; (2) mendesain pembelajaran; (3) memperhatikan dan mencatat respon siswa; (4) membimbing dan mengarahkan siswa dan (5) membuat kesimpulan dan menyajikan hasil temuan.

Berdasarkan uraian langkah-langkah Generatif dan OEL maka model ini dapat diintegrasikan dan dipetakan. Secara visual bagan 1 merupakan hasil integrasi dan sinergi dari model Generatif dan OEL.

SINTAK Recall Integra-tion Organiza-tion Elabora-tion  
Generatif

OEL

Menyajikan Masalah R        
Mendesain pembelajaran   I      
Memperhatikan dan mencatat respon siswa     O    
Membimbing dan mengarahkan siswa       E  
Membuat kesimpulan dan menyajikan hasil temuan         P

Presentation

Bagan 1 Pemetaan integrasi dan sinergi antara Model Generatif dan OEL

Bagan 1 di atas merupakan pengintegrasian antara sintak model Generatif dan OEL, hal ini nampak bahwa langkah recall dan menyajikan masalah merupakan langkah yang dapat disinergikan, karena sama-sama merupakan langkah memahami masalah. Langkah integration dan Mendesain pembelajaran hakikatnya sama, yaitu kegiatan mengumpulkan data. Langkah organization dan memperhatikan dan mencatat respon siswa merupakan langkah yang dapat diintegrasikan merupakan kegiatan mengolah data yang telah dikumpulkan. Langkah berikutnya, yaitu Elaboration dan membimbing dan mengarahkan siswa, yaitu kegiatan membimbing siswa untuk menghungkan hasil temuan dengan informasi sebelumnya. Langkah yang terakhir adalah membuat kesimpulan dan menyajikan hasil temuan, langkah ini merupakan langkah yang berdiri sendiri dan dapat disinergikan. Langkah ini bisa diartikan sebagai presentation karena siswa menyimpulkan hasil temuannya dan menyajikannya di depan kelas.

Berdasarkan penjelasan inilah maka ditemukan model pembelajaran inovatif berbasis konstruktivis RIOEP (Recall, Integrative, Organization, Elaboration & Presentation).

Model RIOEP ini merupakan sebuah model alternative yang dapat diimplementasikan pada kurikulum 2013 karena model ini dapat diintegrasikan dengan pendekatan saintifik. Secara visual bagan 2 menggambarkan hubungan model RIOEP dan pendekatan saintifik.

 

 

Bagan 2 integrasi Model RIOEP dan Pendekatan Saintifik

SINTAK BARU Menga-mati Menanya Mengumpulkan data Mengaso-siasi Mengko-muniasikan
Saintifik

RIOEP

Recall        
Integration      
Organization        
Elaboration        
Presentation        

 

Bagan 2 diatas nampak bahwa kesepadanan antara sintak RIOEP dan pendekatan saintifik. Pada langkah Recall sejalan dengan proses mengamati dalam saintifik. Kegiatan Integration dalam sintak RIOEP relevan dengan kegiatan mengamati dan menanya. Kegiatan Organization berhubungan dengan kegiatan mengumpulkan data. Selanjutnya sintak Elaboration sejalan dengan kegiatan mengasosiasi dan yang terakhir aktivitas Presentation relevan dengan kegiatan mengkomunikasikan.

Sebagai sebuah model pembelajaran, model RIOEP mempunyai unsur definisi, sintak serta tujuan. Sedangkan konstruk RIOEP merupakan konkretisasi dari teori berbasis konstruktivis yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan melakukan langkah Recall tentang persoalan IPA, melakukan integration, membuat organization, dilanjutkan dengan kegiatan elaboration dan presentation hasilnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian dan pengembangan ini menggunakan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Tim Puslitjaknov (2008), yang merupakan penyederhanaan dari langkah-langkah R&D model Borg and Gall yaitu: 1) melakukan analisis kebutuhan produk, 2) mengembangkan produk awal, 3) validasi ahli dan revisi, 4) uji coba lapangan skala kecil dan revisi produk sebagai uji efektivitas produk untuk menghasilkan produk akhir

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan analisa terhadap data diperoleh dari dua siklus yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas penggunaan model pembelajaran RIOEP materi Mengidentifikasi alat pencernaan makanan pada manusia menunjukkan peningkatan KPS, sikap ilmiah dan ketuntasan hasil belajar siswa. Tabel 1 merangkum komparasi tingkat KPS siswa dari kondisi awal, siklus 1 sampai siklus 2.

Tabel 1 Komparasi Tingkat KPS Siswa

Pembelajaran Tingkat Keterampilan Proses Sains
Mean % Kenaikan
KondisiAwal 16,1
Siklus 1 19,7 22,36
Siklus 2 23,7 47,20

 

Dari data dalam Tabel 1, diperoleh temuan: a) pada kondisi awal, rata-rata tingkat KPS siswa baru mencapai 16,1 (skor maksimal ideal 28); b) pada siklus 1, rata-rata tingkat KPS siswa mencapai 19,7. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan sebesar 22,36%; c) pada siklus 2, rata-rata KPS mencapai 23,7. Data ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sains sebesar 47,20%.

 

Tabel 2 Komparasi Tingkat Sikap Ilmiah Siswa

Pembelajaran Tingkat Sikap Ilmiah
Mean % Kenaikan
KondisiAwal 67,1
Siklus 1 86,20 28,46
Siklus 2 97,50 16,84

 

Tabel 2 memberikan informasi data kenaikan tingkat sikap ilmiah siswa berikut: a) pada kondisi awal, rata-rata tingkat sikap ilmiah siswa baru mencapai 67,1 (skor maksimal ideal = 120); b) pada siklus 1, rata-rata tingkat skap ilmiah mencapai 86,37. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan sebesar 28,46%; c) pada siklus 2, rata-rata tingkat sikap siswa mencapai 98. Data ini menunjukkan peningkatan sikap siswa sebesar 16,84%.

Diperoleh data berikut: a) pada kondisi awal, mean hasil belajar baru 59, sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 40% (4 siswa); b) pada siklus 1, mean hasil belajar menjadi 62,27 dan persentase meningkat menjadi 60% (6 siswa); c) pada siklus 2, mean hasil belajar meningkat menjadi 80,55 dan persentase sebesar 90% (9 siswa).

Temuan Penelitian dan Pembahasan

Keberhasilan model pembelajaran RIOEP dalam meningkatkan Keteramiplan Proses Sains

Berdasarkan tabel 1 komparasi tingkat KPS siswa diperoleh temuan: a) pada kondisi awal, rata-rata tingkat KPS siswa baru mencapai 16,1 (skor maksimal ideal 28); b) pada siklus 1, rata-rata tingkat KPS siswa mencapai 19,7. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan sebesar 22,36%; c) pada siklus 2, rata-rata KPS mencapai 23,7. Data ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sains sebesar 47,20%. Keberhasilan ini bermakna bahwa model pembelajaran RIOEP dalam meningkatkan Keteramiplan Proses Sains. Temuan penelitian ini sejalan dengan Biliya, B. (2015), Wijaya, I. K. W. B., Suastra, I. W., & Muderawan, I. W. (2014), Sharfina, S., Halim, A., & Safitri, R. (2017).

Keberhasilan model pembelajaran RIOEP dalam meningkatkan Sikap Ilmiah Siswa

Tabel 2 tentang komparasi tingkat sikap ilmiah siswa menunjukkan kenaikan tingkat sikap ilmiah siswa berikut: a) pada kondisi awal, rata-rata tingkat sikap ilmiah siswa baru mencapai 67,1 (skor maksimal ideal = 120); b) pada siklus 1, rata-rata tingkat skap ilmiah mencapai 86,37. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan sebesar 28,46%; c) pada siklus 2, rata-rata tingkat sikap siswa mencapai 98. Data ini menunjukkan peningkatan sikap siswa sebesar 16,84%. Keberhasilan ini bermakna bahwa model pembelajaran RIOEP dalam meningkatkan tingkat sikap ilmiah siswa. Temuan penelitian ini sejalan dengan Anggraini, T. (2017), Yudarini, G. A. K., Arini, N. W., & Riastini, P. N. (2014).

Keberhasilan model pembelajaran RIOEP dalam meningkatkan persentase ketuntasan belajar

Data pada Grafik 1 tentang komparasi mean dan ketuntasan belajar siswa diperoleh data berikut: a) pada kondisi awal, mean hasil belajar baru 59, sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 40% (4 siswa); b) pada siklus 1, mean hasil belajar menjadi 62,27 dan persentase meningkat menjadi 60% (6 siswa); c) pada siklus 2, mean hasil belajar meningkat menjadi 80,55 dan persentase sebesar 90% (9 siswa). Keberhasilan ini bahwa model pembelajaran RIOEP dalam meningkatkan persentase ketuntasan belajar. Temuan penelitian ini sejalan dengan Waluya, B. (2008), Nur, A. (2015), Ariani, W., Zainuddin, Z., & Wati, M. (2015), Rahmatullah, R., Sahidu, H., & Ayub, S. (2017), Umala, N. (2012).

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran RIOEP dapat:

  1. Meningkakan KPS siswa kelas V SD Negeri 2 Bengle, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, sebesar 22,36% dengan rata-rata tingkat KPS siswa mencapai 19,7 pada siklus 1 dan pada siklus 2, rata-rata KPS mencapai 23,7 dengan peningkatan KPS sebesar 47,20%.
  2. Menumbuhkan sikap ilmiah siswa kelas V SD Negeri 2 Bengle. Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Pada siklus 1, rata-rata tingkat sikap ilmiah mencapai 86,37 dengan peningkatan sebesar 28,46%; c) pada siklus 2, rata-rata tingkat sikap siswa mencapai 98 dengan peningkatan sikap siswa sebesar 16,84%.
  3. Meningkatkan hasil belajar sains siswa kelas V SD Negeri 2 Bengle, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Pada kondisi awal, mean hasil belajar sebesar 59, sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 40%; sedangkan pada siklus 1, mean hasil belajar menjadi 62,27 dan persentase meningkat menjadi 60% (6 siswa); pada siklus 2, mean hasil belajar meningkat menjadi 80,55 dengan persentase 90%.

Saran

Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

  1. Guru hendaknya menggunakan menggunakan model pembelajaran RIOEP dalam pembelajaran IPA
  2. Guru hendaknya melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di kelas.
  3. Guru hendaknya mengembangkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pembelajaran Biologi Di Kelas X Sma Muhammadiyah 2 Palembang.[Skripsi] (Doctoral dissertation, UIN Raden Fatah Palembang).

Ariani, W., Zainuddin, Z., & Wati, M. (2015). Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model generatif learning (GL) pada materi ajar wujud zat dan perubahannya. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika3(2), 111-121.

Biliya, B. (2015). Penerapan Model Open Ended untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN 1 Repaking-Wonosegoro-Boyolali. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan5(1), 78-91.

BunduPatta, (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmuah dalam. Pembelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Djojosoediro, Wasih. 2009. Pengembangan Dan Pembelajaran IPA SD (online)(http://hakikat ipa dan pembelajaran ipa sd.go.id/index.php,

DjumhanaNana2009. Pembelajara Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Direkorat. Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI

Fadlillah, M. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs, & SMA/MA. Yogyakarta: PT Ar-ruzz Media.

Huda Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

MadeWena2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan. Konseptual Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Mariana, Alit & Wandy Praginda. (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA untuk guru SD. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan.

Nur, A. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 9 Makassar. Jurnal Pendidikan Fisika3(1), 1-13.

Rahmatullah, R., Sahidu, H., & Ayub, S. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Dengan Teknik Open-Ended Problem Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMAN 3 MATARAM. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi3(2), 109-118.

Sharfina, S., Halim, A., & Safitri, R. (2017). Model pembelajaran generatif terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuala. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)5(1), 102-106.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Siahaan, Parsaoran dan Iyon Suyana. 2010. Hakikat Sains Dan Pembelajaranya (Disampaikan Dalam Pelatihan Guru Mipa Papua Barat Tahun 2010). Bandung: UPI.

Suyanto. (2009). Urgensi Pendidikan Karakter. Direktorat Jendral Pendidikan. Dasar Kementrian Pendidikan Nasional.

Triyanto2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Umala, N. (2012). Implementasi model pembelajaran open ended problem untuk meningkatkan prestasi dan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas XI IPA MAN Kunir Kabupaten Blitar. Implementasi model pembelajaran open ended problem untuk meningkatkan prestasi dan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas XI IPA MAN Kunir Kabupaten Blitar/Nadhifatul Umala.

Waluya, B. (2008). Penggunaan Model Pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Geografi. Jurnal Pendidikan Geografi FPIPS UPI2(1), 1-9.

Wijaya, I. K. W. B., Suastra, I. W., & Muderawan, I. W. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran IPA Indonesia4(1).

Yudarini, G. A. K., Arini, N. W., & Riastini, P. N. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Sikap Ilmiah Pada Mata Pelajaran Ipa Siswa Kelas V Sd Di Desa Yehembang Tahun Pelajaran 2013/2014. Mimbar PGSD Undiksha2(1).