PENGGUNAAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG PRISMA KELAS VI SEMESTER II

SDN TENGGER, KEC. JAPAH TAHUN PELAJARAN 2019/2020

 

Sunoto

SD Negeri Tengger, Kec. Japah, Kab. Blora

 

ABSTRAK

Kegiatan belajar dan mengajar untuk pelajaran Matematika di Sekolah Dasar tidak perlu ditakuti atau menganggap sesuatu itu sulit sebelum dipelajari. Untuk menimbulkan semangat dalam belajar Matematika di Sekolah Dasar guru perlu menyampaikan materi efektif dengan tujuan mudah diterima oleh siswa secara nyata (realistis). Menggunakan metode Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang Bangun Ruang Prisma bagi siswa kelas VI SDN Tengger, Kec. Japah Semester II Tahun Pelajaran 2019/2020.Manfaat dari cara ini adalah pelajaran lebih hidup, tidak hanya asbtrak secara verbal belaka, siswa dapat memperhatikan melalui visualisasi atau terkaannya dan disaat mendapat penjelasan/ulasan maka timbul dialog dalam dirinya antara lain apa yang diduga atau dipikirkan dengan penjelasan tersebut. Suasana kelas tidak berpusat pada guru melainkan kepada bahan pelajaran. Pada siklus 1, 13 siswa memperoleh nilai diatas 75 atau lebih dan ketuntasan mencapai 77%. Jadi masih ada 23% siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sekolah. Pada siklus 2, siswa yang memperoleh nilai diatas 75 mencapai 13 siswa dari 13 siswa yang ada. Ini berarti prosentase ketuntasan secara klasikal mencapai lebih mencapai 95% yang artinya proses pembelajaran telah tuntas secara klasikal. Dari hasil ini, indikator keberhasilan yang berbunyi: meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas tuntas belajar pada ulangan harian minimal 10% telah tercapai. Dan meningkatnya kompetensi guru dalam proses pembelajaran minimal 15% juga tercapai.

Kata Kunci: Mind Mapping, Bangun Ruang Prisma, Hasil Belajar

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan suatu bangsa, khususnya di dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan kita membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat survive di dalam menghadapi berbagai kesulitan. Guna mewujudkan suatu bangsa yang cerdas, maka bangsa tersebut harus dapat meningkatkan sebuah sektor tersebut merupakan sektor penting yang harus terus diperhatikan guna mencapai bangsa yang cerdas. Sektor yang dimaksud adalah sektor pendidikan (Tilaar, 2014:1). Pendidikan diyakini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan seseorang, karena dengan suatu pendidikan manusia akan dapat membekali diri guna mencapai Sumber Daya yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dengan masyarakat yang lain dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan merupakan peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa itu sendiri. Perjuangan pergerakan kemerdekaan indonesia yang telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintahan negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…..” menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan yang dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan hal-hal berikut. Pertama, membentuk manusia seutuhnya sebagai manusia pembangunan yang berkualitas tinggi dan mampu mandiri. Kedua, memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujudnya kemampuan bangsa. Ketiga, mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup bangsa. Keempat, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia serta mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Dengan demikian sistem pendidikan nasional adalah wahana untuk mencapai cita-cita tujuan nasional.

Sejak tahun 1989, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tujuan Pendidikan Nasional dirumuskan sebagai berikut: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasional seperti yang termasuk dalam UU No. 2 Tahun 1989. Diantaranya dibuktikan dengan semakin luasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan; meningkatnya jumlah sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia serta tenaga yang terlibat dalam pendidikan, serta meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan dengan dimasa-masa sebelumnya. Dan untuk mencapai tujuan itu pula, peneliti perlu melakukan upaya yang disengaja dan terencana meliputi upaya bimbingan dan pengajaran, salah satu diantaranya adalah melalui pembelajaran matematika.

Tujuan dari pendidikan Nasional yang diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2013 pasal 3 berbunyi “pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokrasi yang bertanggung jawab”. Dengan melihat tujuan dan fungsi dari Pendidikan Nasional, maka lembaga pendidikan saling berlomba-lomba guna meningkatkan kualitas pendidikan yang sekarang sedang berjalan. Permasalahan pendidikan yang sekarang sedang timbul dalam pengajaran di sekolah adalah banyak peserta didik yang menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, karena hanya duduk berjamjam dengan mencurahkan perhatian dan pikiran pada suatu pokok bahasan, baik yang sedang disampaikan guru maupun yang sedang dihadapi di meja belajar. Kegiatan ini hampir selalu dirasakan sebagai beban daripada upaya aktif untuk memperdalam ilmu. Menurunnya gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidak tepatan metodologis juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang untuk berusaha. Termasuk adanya penyekat ruang struktural yang begitu tinggi antara guru dan peserta didik.

Pendidikan merupakan suatu hal penting untuk menentukan maju munduranya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumber daya manusia yang baik sebagai subjek dalam pembangunan, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri. Hal ini berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran di sekolah yang merupakan bagian dari pendidikan.

Sekolah ditujukan untuk menjadi tempat diperolehnya pengetahuan, maka kita para guru agaknya harus mengetahui apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Akan tetapi, sama seperti sebagian besar istilah-istilah dasar lain dalam psikologi, gagasan tersebut sepertinya jauh lebih mudah dijalankan daripada dijelaskan. Logika umum memang mengatakan bahwa pengetahuan memang datang dalam berbagai bentuk, dan bentuk-bentuk tersebut bisa saja berbeda, bahkan dalam bentuk yang amat berbeda sehingga mereka layak mendapatkan nama-nama dan penjelasan-penjelasan yang dapat diterima dan diimplementasikan oleh peserta didik.

Peserta didik adalah produk sistem pendidikan yang tidak terfokus pada mutu, yang akhirnya hanya memberatkan anggaran kesejahteraan sosial saja. Bila mutu pendidikan hendak diperbaiki, maka perlu ada pimpinan dari para profesional pendidikan. Manajemen mutu merupakan sarana yang memungkinkan para profesional dapat beradaptasi dengan kekuatan perubahan yang memukul sistem pendidikan bangsa kita. Pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki sistem pendidikan kita sebenarnya sudah ada dalam komunitas pendidikan kita sendiri.

Keberadaan peserta didik merupakan subjek dalam dunia pendidikan. Sebagai subjek dalam proses belajar mengajar, siswa mempunyai karakteristik sendiri dimana karakteristik antara siswa yang satu dengan siswa lain sangat berbeda-beda. Terdapat siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi sehingga cepat menangkap penjelasan guru, akan tetapi, tidak sedikit kita temui siswa yang memiliki tingkat intelegensi rendah sehingga diasumsikan lambat dalam menangkap bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru, meskipun tingkat intelegensi atau yang lazim dikenal dengan IQ tidak sepenuhnya mempengaruhi prestasi masing-masing individu. Siswa yang lambat dalam menangkap pelajaran yang diberikan oleh guru, akan mengalami kesulitan dalam menerima maupun memahami mata pelajaran yang diberikan oleh guru.

Guru merupakan salah satu tenaga kependidikan yang bertugas melaksanakan administrasi; pengelolaan, pengembangan; pengawasan; dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Secara lebih rinci tugas guru sebagai tenaga kependidikan yang profesional adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian (terutama penelitian tindakan kelas). Seakan Muchith (2012:1) memberi pandangan bahwa pabaila pembelajaran yang dominan bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit untuk dikembangkan atau diberdayakan.

Kondisi SDN Tengger bila dilihat dari segi sarana dan prasarana sudah memadai. Lima ruangan kelas dan satu ruang kantor sudah dikeramik, instalasi listrik sudah tersedia dan halaman sekolah sudah dipaving. Tersedianya media pembelajaran seperti komputer makin mempermudah terciptanya proses pembelajaran yang efektif. Kondisi gedung yang kokoh dan terawat baik. Sayangnya keadaan sekolah yang demikian itu ternyata tidak didukung dengan kondisi lingkungan sekitar sekolah yang kondusif. Lokasi SDN Tengger terletak ditepi jalan yang menghubungkan antar desa. Kendaraan-kendaraan banyak yang lewat terkadang sangat menggangu proses belajar mengajar. Keadaan demikian masih diperparah dengan adanya suara-suara bising pande besi dan mesin disel yang berasal dari bengkel pande besi yang letaknya sangat dekat dengan sekolah. Keadaan lingkungan sekolah yang demikian peneliti rasakan sangat mengganggu konsentrasi belajar siswa sehingga pencapaian prestasi belajar siswa masih kurang maksimal.

Sebagian besar orang tua siswa dari kelas VI yang peneliti ajar rata-rata berasal dari lulusan SD dan kebanyakan dari mereka bekerja sebagai tukang pande dan buruh tani. Mereka berangkat kerja sebelum anak-anaknya pergi ke sekolah dan pulang kerja sore sehingga dirumah sudah mereka tidak sempat mendampingi anak-anaknya belajar karena sudah terlalu capek. Kondisi orang tua yang demikian, tentu saja sangat tidak mendukung untuk pencapaian prestasi belajar siswa yang diinginkan.

Biasanya siswa ketika diajar mata pelajaran matematika akan cenderung bosan, tak bergairah dan mengantuk di kelas. Hal ini perlu disadari bahwa matematika merupakan materi yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat dalam berbagai aspek. Apabila guru tidak menggunakan metode pembelajaran yang cocok akan terjadi proses pembelajaran yang membosankan atau bahkan bisa diibaratkan seperti dongeng sebelum tidur bagi siswa. Hal ini dikarenakan metode pengajaran yang dilakukan guru cenderung monoton dan mengajak siswa untuk pasif di kelas. Sehingga komunikasi antara guru dan siswa tidak interaktif, melainkan guru cenderung otoriter yang menganggap siswa sebagai obyek yang harus dijejali dengan materi tanpa melihat keadaan dari siswa.

Berdasarkan hal tersebut, penulis berusaha memberikan model pembelajaran yang mampu mengangkat semangat siswa dalam mengikuti pelajaran dengan materi “Bangun Ruang Prisma”. Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti akan menggunakan motode Cooperative Learning tipe Mind Mapping adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil, setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Metode cooperative larning adala pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil, setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda, menggunakan kegiatan belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap topik/materi pelajaran yang diajarkan. Dengan adanya metode Cooperative Learning tipe Mind Mapping ini maka diharapkan mampu meningkatkan kemmapuan siswa dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran Matematika materi Bangun Ruang Prisma di kelas VI Semester II di SDN Tengger. Alasannya menggunakan metode Cooperative Learning tipe Mind Mapping adalah pada dasarnya Cooperative Learning tipe Mind Mapping menitikberatkan untuk mengetahui makna dan bukan hanya sekedar hafalan, melainkan menghubungkan sisi “mengapa” dari kenyataan konkret dalam proses mengajar memberi motivasi penting yang diperlukan untuk belajar.

Dalam rangka menciptakan sistem pendidikan nasional yang mantap, berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, serta mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan, pendidikan nasional kini terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek yang dipandang strategi bagi masa depan bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang bersamaan dengan peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pada semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.

Pendidikan di Sekolah Dasar yang diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta pendidikan menengah.

Tujuan pendidikan di Sekolah Dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Kegiatan belajar dan mengajar untuk pelajaran Matematika di Sekolah Dasar tidak perlu ditakuti atau menganggap sesuatu itu sulit sebelum dipelajari. Untuk menimbulkan semangat dalam belajar Matematika di Sekolah Dasar guru perlu menyampaikan materi efektif dengan tujuan mudah diterima oleh siswa secara nyata (realistis).

Menggunakan metode cooperative learning tipe Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang Bangun Ruang Prisma bagi siswa kelas VI SDN Tengger Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.

Rumusan Masalah

Berdasarkan analisis tersebut guru belum memberdayakan seluruh metode maupun model pembelajaran yang ada. Dengan demikian penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah melalui penerapan metode Cooperative Learning Type Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar matematika dalam Bangun Ruang Prisma pada siswa kelas VI Semester II Tahun Pelajaran 2019/2020?”

Tujuan Penelitian

Laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa dengan menggunakan alat peraga yang optimal dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu dapat menjelaskan materi yang diajarkan dan dalam belajar terutama pada pelajaran matematika anak kurang suka pada pelajaran tersebut dan siswa diharapkan dapat: “Meningkatkan hasil belajar matematika materi Bangun Ruang Prisma siswa kelas VI Semester II SDN Tengger melalui model pembelajaran Cooperative Learning Type Mind Mapping (pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka)”

 

 

 

Manfaat Penelitian

Bagi Kepala Sekolah

  1. Dapat mengembangkan dan memperbaiki pola pembelajaran yang diajarkan oleh guru kepada peserta didik
  2. Dapat mengembangkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan
  3. Dapat memotivasi guru dan peserta didik untuk belajar mengembangkan pola pembelajaran yang lebih menarik
  4. Dapat meningkatkan tanggung jawab Guru dan Peserta terhadap tugasnya secara professional.

Bagi Guru

  1. Dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi
  2. Dapat membantu guru untuk memperbaiki pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan di kelasnya.
  3. Membantu guru berkembang secara profesional, meningkatkan rasa percaya diri dan memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan.
  4. Dapat memperbarui sistem belajar siswa sehingga suasana belajar menjadi menyenangkan.

Bagi Sekolah.

  1. Menciptakan sistem pembelajaran ilmiah, mengerti dan lengkap.
  2. Ditemukannya salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk pelaksanan kegiatan belajar.
  3. Penelitian ini dilakukan sebagai momentum refleksi diri bagi sekolah tempat penelitian, baik sebelum ataupun sesudah adanya penelitian.

Bagi Perpustakaan

Dengan danya penelitian tindakan kelas ini, makin bertambahlah referensi buku-buku perpustakaan dan akhirnya bertambahlah wawasan para pembaca perpustakaan.

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Kajian Teori

Pengertian Belajar

Menurut Nasution Suhengrin, 2007: 6, memberikan arti tentang belajar adalah sebagai berikut: “Belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri”. Dengan belajar maka seseorang mengalami perubahan tingkah laku. Sehingga terjadi perubahan baik pengetahuan, sikap, keterampilan maupun kelakuannya. Dengan kata lain ada perubahan tingkah laku antara sebalum dan sesudah belajar

Morgan dalam Ngalim Purwanto M, 2008: 8, mengemukakan “Belajar adalah Setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Menurut Ausabel dalam Herman Hudojo, 2007: 93, mengemukakan bahwa “Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna, artinya bahan pelajaran itu cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Dengan perkataan lain, pelajaran baru haruslah dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada sedemikian sehingga konsep-konsep baru terserap. Dengan demikian intelektual emosional siswa terlibat didalam kegiatan belajar mengajar.

Menurut Thorndike (2008) belajar adalah membentuk pola hubungan antara stimulus dan respon yang diberikan. Thorndike juga berprinsip dalam belajar “lakukan hal yang menyenangkan dan hindari hal yang membosankan” (hukum law of effect). Rasa senang dan puas dapat diperoleh siswa setelah ia mendapatkan pujian atau reward atas prestasi yang dicapai. Kesuksesan yang diraih akan mengantarkannya untuk mendapatkan prestasi yang berikutnya. Belajar akan berhasil jika siswa telah siap melaksanakan kegiatan belajar.

Pembelajaran Matematika

Matematika adalah terjemahan dari Mathematic. Namun arti atau definisi yang tepat dari Matematika dapat diterapkan secara eksask (pasti) dan singkat. James dan Jarnes (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa Matematika adalah “Ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.

John dan Rising (1972) mengatakan bahwa Matematika adalah pola pikir pola pengorganisasian pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang cemat, akurat, dan jelas, representasinya dengan simbol yang padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) dari pada mengenai bunyi.

Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya.

Matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide. Dan matematika itu adalah suatu seni keindahannya terdapat pada keturunan dan keharmonisannya. Jadi menurut Johnson dan Rising jelas bahwa matematika adalah ilmu deduktif.

Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching for Leaning The View From Cognitif Psychology mendefinisikan belajar dalam tiga macam perumusan yaitu: rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif.

Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dan fakta sebanyak-banyaknya. Secara institusional (tujuan kelembagaan) belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atau materi yang telah dikuasai siswa. Secara kualitatif ialah proses memperoleh arti-arti dalam pemahaman-pemahaman secara manafsirkan dunia disekeliling siswa.

Model Pembelajaran Mind Mapping

Mind Mapping adalah metode belajar dengan menerapkan cara berfikir runtun terhadap suatu permasalahan bagaimana bisa terjadi sampai pada penyelesaiannya. Pengajaran melalui Mind Mapping disajikan dalam bentuk skema yang memiliki hubungan sebab akibat dan saling berpengaruh. Metode belajar dengan Mind Mapping ini mampu meningkatkan analisis dan berfikir kritis siswa sehingga memahami sesuatu secara keseluruhan dari awal sampai akhir.

Metode Mind Mapping (Peta Pikiran) adalah metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Tony Buzana, kepala Brain Foundation. Peta pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan kita mengingat banyak informasi. Setelah selesai, catatan yang dibuat membentuk sebuah pola gagasan yang saling berkaitan, dengan topik utama di tengah, sementara subtopik dan perincian menjadi cabang-cabangnya.6 Cabang-cabang tersebut juga bisa berkembang lagi sampai ke materi yang lebih kecil. Sebagaimana struktur keturunan manusia yang bisa berkembang terus sampai hari akhir tiba, sehingga terbentuklah sebuah sistem keturunan manusia hidup sampai hari akhir.

Belajar berbasis pada konsep Peta Pikiran (Mind Mapping) merupakan cara belajar yang menggunakan konsep pembelajaran komprehensif Total- Mind Learning (TML). Pada konteks TML, pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap saat dan di setiap tempat semua makhluk hidup di muka bumi belajar, karena belajar merupakan proses alamiah. Semua makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus dari lingkungan sekitar untuk mempertahankan hidup.

METODELOGI PENELITIAN

Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas VI Semester II SDN Tengger tahun pelajaran 2019/2020. Alasan pemilihan tempat penelitian di SDN Tengger karena lokasi penelitian berada pada lokasi peneliti bekerja.

Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2020 dan Siklus II dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2020.

Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VI SDN Tengger Kecamatan Japah Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2019/2020 yang berjumlah 13 Siswa, terdiri dari 8 siswa putra dan 13 Siswa putri.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pra Siklus

Dalam melaksanakan penelitian Pra Siklus dapat berjalan lancar sesuai dengan yang direncanakan. Namun masih ada kekurangan dan hasil belum memuaskan untuk itu perlu dilanjutkan ke Siklus berikutnya. Adapun hasil penelitian Pra Siklus adalah sebagai berikut: hasil penelitian: Pra Siklus hasil tes formatif dengan nilai rata-rata 76 dengan ketuntasan baru mencapai 58% sehingga yang belum tuntas 42%.

 

 

Siklus I

Berdasarkan hasil analisis yang di ketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai 35-44 sejumlah 0% atau tidak ada, yang mendapat nilai 45-54 sejumlah 0 anak atau 0%, yang mendapat nilai 55-64 sebanyak 1 anak atau 8%, yang mendapat nilai 65-74 sebanyak 15% jumlah siswa 2 siswa, yang mendapat nilai 75-84 sejumlah 15% atau 2 anak, yang mendapat nilai 85-94 adalah 38% atau 5 anak, yang mendapat nilai 95-100 adalah 23% atau 3 anak, jumlah siswa seluruhnya 13 Siswa.

Dari hasil tes tersebut diatas, sebagian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar, mencapai KKM yaitu 75. Berdasarkan data tersebut diatas, diketahui bahwa siswa kelas VI SDN Tengger yang mendapat nilai dari KKM yaitu 75 sebanyak 10 siswa. Dengan demikian siswa yang belum mencapai ketuntasan minimal untuk Bangun Ruang Prisma sebanyak 3 siswa (23%). Sedangkan yang sudah mencapai KKM 10 siswa (77%) dari 13 Siswa.

Siklus II

Berdasarkan hasil analisis yang digambarkan dalam bentuk grafik di ketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai 35-44 sejumlah 0% atau tidak ada, yang mendapat nilai 45-54 sejumlah 0 anak atau 0%, yang mendapat nilai 55-64 sebanyak 0 anak atau 0%, yang mendapat nilai 65-74 sebanyak 0% jumlah siswa 0 siswa, yang mendapat nilai 75-84 sejumlah 1% atau 1 anak, yang mendapat nilai 85-94 adalah 31% atau 4 anak, yang mendapat nilai 95-100 adalah 62% atau 8 anak, jumlah siswa seluruhnya 13 Siswa. Dari hasil tes tersebut diatas, sebagian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar, mencapai KKM yaitu 75.

Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas, diketahui bahwa siswa kelas VI SDN Tengger yang mendapat nilai dari KKM yaitu 75 sebanyak 13 Siswa. Dengan demikian siswa yang belum mencapai ketuntasan minimal untuk Bangun Ruang Prisma sebanyak 0 siswa (0%). Sedangkan yang sudah mencapai KKM 13 Siswa (100%) dari 13 Siswa.

Pembahasan Tiap Siklus dan Antar siklus

Siklus I

Dampak yang ditimbulkan dari penerapan metode diskusi dengan penugasan dengan bantuan alat peraga selama dua siklus terhadap pencapaian hasil belajar siswa sangat nampak jelas pada siklus 1 dan siklus 2. Pada siklus 1, 10 siswa memperoleh nilai diatas 75 atau lebih dan ketuntasan mencapai 62%. Jadi masih ada 38% siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sekolah.

Siklus II

Pada siklus 2, siswa yang memperoleh nilai diatas 75 mencapai 13 Siswa dari 13 Siswa yang ada. Ini berarti prosentase ketuntasan secara klasikal mencapai lebih mencapai 100% yang artinya proses pembelajaran telah tuntas secara klasikal. Dari hasil ini, indikator keberhasilan yang berbunyi: meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas tuntas belajar pada ulangan harian minimal 10% telah tercapai. Dan meningkatnya kompetensi guru dalam proses pembelajaran minimal 15% juga tercapai.

Perbandingan antar siklus

Tabel: Peningkatan hasil tes formatif perbaikan pembelajaran Matematika Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II

Pra Siklus Siklus II Siklus II
Nilai rata- rata Jumlah siswa Persen tase Nilai rata- rata Jumlah siswa Persen tase Nilai rata-rata Jumlah siswa Persen tase
Tnts Blm Tnts Blm Tnts Blm
76 8 5 62% 83 10 3 77% 92 13 100%

 

Dari ketiga tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil tes formatif siswa. Pra Siklus nilai rata-rata hanya 76, Siklus I mengalami peningkatan menjadi 83, dan Siklus II mengalami peningkatan lagi menjadi 92. Ini menunjukkan hasil tes formatif yang maksimal. Demikian juga tingkat ketuntasan prestasi belajar dari Pra Siklus hanya 62%, Siklus I menjadi 77% dan Siklus II 100%. Ini menunjukkan bahwa setelah diadakan perbaikan pembelajaran siswa semakin memahami materi yang disampaikan oleh guru. Ini terbukti adanya peningkatan nilai hasil tes formatif, serta ketuntasan belajar siswa pada setiap siklusnya.

Berdasarkan tabel 4.13., dalam bentuk diagram tingkat minat siswa terhadap pelajaran Matematika yang berorientasi pembelajaran metode pembelajaran kooperatif dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel Ketuntasan Pra Siklus, Siklus I, Siklus II

No Ketuntasan Pra Siklus Siklus I Siklus II
1. Tuntas 62% 77% 100%
2. Tidak Tuntas 38% 23% 0%

 

PENUTUP

Simpulan

Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru senantiasa berharap bahwa apa yang akan disampaikan kepada siswanya, dapat diterima dengan baik. Namun harapan tersebut tidak dapat terwujud sekaligus dalam waktu yang singkat perlu melalui tahapan-tahapan Hal ini disebabkan oleh adanya masalah-masalah yang dihadapi pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan adanya masalah tersebut sulit kiranya untuk bisa mencapai hasil yang maksimal. Dalam kondisi seperti ini maka perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas upaya yang cukup efektif dalam pembelajaran dapat dilihat pada setiap langkah pembelajaran yang selalu dievaluasi, sehingga guru dapat mengetahui apakah terjadi kegagaln ataupun keberhasilan.

Pernyataan tersebut tidak hanya sekedar teori belaka tetapi suatu kenyataan yang sudah penulis buktikan dalam Penelitian Tindakan Kelas di SDN Tengger Kecamatan Japah Kabupaten Blora Setelah dilaksanakan suatu proses pembelajaran dan penelitian tindakan kelas melalui tiga siklus terbukti bahwa:

  1. Pembelajaran melalui penerapan metode Cooperative Learning Type Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar matematika dalam Bangun Ruang Prisma pada siswa kelas VI Semester III Tahun Pelajaran 2019/2020.
  2. Meningkatkan kemampuan belajar siswa dalam Bangun Ruang Prisma secara cermat
  3. Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI Semester III di SDN Tengger dalam belajar Matematika.

Saran dan Tindak Lanjut

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran sebagai bentuk tindak lanjut, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru:

  1. Untuk melayani kemampuan daya tangkap siswa yang agak lambat, guru membiasakan diri bersikap sabar dan tidak terburu-buru.
  2. Dalam mengelola kegiatan diskusi kelompok, guru harus memantau setiap kelompok dan mendorong siswa yang kurang aktif ikut berpartisipasi.
  3. Guru harus bisa memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi pengajaran secara maksimal.

Tindak lanjut peningkatan profesional guru, kita harus sering bertukar pikiran secara objektif dengan teman sejawat atau sekolah, bahkan sampai ke kegiatan KKG dan KKKS tentang strategi metode yang berhubungan dengan keberhasilan dan proses belajar mengajar yaitu:

Bagi Siswa

  1. Hendaknya siswa berusaha untuk memiliki sikap kreatif untuk selalu bertanya pada guru sesuai materi yang diterangkan jika ada materi pelajaran yang belum di mengerti.
  2. Berusaha untuk berbahasa yang baik dan benar dalam upaya melatih siswa mampu memahami dan mencerna setiap pelajaran yang diberikan maupun soal-soal yang diberikan terutama dalam pelajaran matematika.

Sekolah

Hendaknya pihak sekolah dapat memberikan atau meningkatkan fasilitas atau sarana dan prasarana sekolah yang memadai sehingga dapat memudahkan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.

Guru

Hendaknya guru dapat menunjang kecerdasan dan ketrampilan anak didik dalam menyelesaikan soal-soal, baik untuk bidang studi matematika maupun bidang studi yang lain agar dapat dimulai melalui peningkatan kemampuan mengerjakan mengajar materi Bangun Ruang Prisma.

Peneliti

  1. Untuk peneliti yang mengambil ruang lingkup yang sama hendaknya menambah variabel lain selain kedua variabel tersebut.
  2. Hendaknya peneliti mencari aspek lain yang lebih luas dari aspek yang ada di sini untuk menambah luasnya cakupan variabel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad. 2000. Guru dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algen Sindo.

Alwasilah Chaeda. 1997. Politik, Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Anita. 2005. Cooperatif Learning. Memprakttikkan Cooperatif Learning di Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia.

Asmawi, dkk. 2005. Test dan Asesmen di SD. Jakarta: Uiversitas Terbuka.

Buchori, dkk. 2004. Gemar Membaca Matematika 5. Semarang. Aneka Ilmu.

Depdikbud. 1994. Pengelolaan Sekolah Dasar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Petunjuk Peningkatan Mutu di Sekolah Dasar, Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Detaktik Metodik Umum. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Pedoman Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Struktur Kalimat Bahasa Indonesia.Semarang: Proyek Peningkatan Mutu Baca, Tulis, Hitung SD.

Depdikbud. 1996. Struktur Kata.Semarang: Proyek Peningkatan Mutu Baca, Tulis, Hitung SD. Depdiknas. 2006. Standar Isi. Jakarta.

Endang, Retno W. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: UNNES.

Hamalik, Umar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka.

Seiler, Pam dan Tamera Bryant, 2002. The Values Book for Children, Jakarta. Gramedia.

Subarjo, dkk. 1990. Bahan Penataran Kurikulum SD 175 yang disempurnakan dengan pendekatan CBSA, Semarang: Tim Penatar Provinsi Dati I Jawa Tengah.

Suciati. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suminarsih. 2005. Model Pembelajaran. Semarang: Widya Iswara.

Wahyudin Dinn. 2004. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wardani, IGAK, dan Kuswaya Wihardit. 2008. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Universitas Terbuka.

Zaenal, Aqib. 2004. Karya Tulis Ilmiah Bagi Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Yrama Widya.