Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW KELAS V SDN 1 KARANGGONDANG KECAMATAN KARANGKOBAR
SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Suharti
SDN 1 Karanggondang Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara
ABSTRAK
Berdasarkan observasi pada aspek psikomotorik memperlihatkan aktivitas belajar siswa masih rendah. Dari 12 siswa yang menunjukkan aktivitas belajar baik atau tinggi hanya 3 anak atau 25% selebihnya masih dalam kategori sedang dan rendah. Sementara itu dari aspek kognitif ketuntasan belajar baru mencapai 33,33% dan nilai rerata hanya 65,75, dari KKM 75,00. Untuk mengetahui keefektifan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dilakukan observasi dengan lembar pengamatan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada siswa dalam proses pembelajaran melalui 2 siklus perbaikan pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan digunakannya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dapat meningkatkan kemampuan aktivitas belajar, mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD N 1 Karanggondang semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari pra siklus 3 siswa atau 25% menjadi 10 siswa atau 83,33% pada akhir siklus II. Selain itu juga meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD N 1 Karanggondang semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dengan nilai rerata dari pra siklus 65,75 menjadi 82,75 dan ketuntasan belajar dari 33,33% menjadi 91,67% pada akhir siklus II.
Kata kunci: Aktivitas Belajar, Hasil belajar, Jigsaw
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (BSNP, 2006).
Demi tercapainya kompetensi tersebut di atas, maka setiap guru harus mampu menerapkan berbagai strategi pembelajaran. Namun dalam kenyataannya tidak semuanya berjalan sesuai dengan harapan. Berdasarkan observasi pada aspek psikomotorik memperlihatkan aktivitas belajar siswa masih rendah. Dari 12 siswa yang menunjukkan aktivitas belajar baik atau tinggi hanya 3 anak atau 25% selebihnya masih dalam kategori sedang dan rendah. Sementara itu dari aspek kognitif ketuntasan belajar baru mencapai 33,3% dan nilai rerata hanya 65,75, dari KKM 75,00. Sedangkan dari aspek antusias, siswa sangat pasif dalam mengikuti pembelajaran.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka akan dilakukan penelitian untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran matematika.
Telah banyak model pembelajaran yang dikembangkan sebagai langkah penciptaan lingkungan yang kondusif dalam proses belajar yang diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw diharapkan dapat membantu pembelajaran di kelas menjadi aktif dan tak hanya mendengarkan saja seperti metode ceramah yang dinilai teacher centered, model pembelajaran Jigsaw meningkatkan kualitas siswa dalam berbicara, mengutarakan pendapat, saling bertukar pikiran dan saling menghargai memang keterampilan seperti itu sangat dibutuhkan pada zaman sekarang ketika individu dituntut cakap dalam berbicara di zaman globalisasi ini yang arus informasi cepat dan saling keterhubungan dengan dunia luar, model pembelajaran Jigsaw mengelompokkan siswa dalam kelompok ini secara langsung melatih siswa dalam bekerjasama dalam suatu tim dan model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar Matematika maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul: “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Kelas V SD N 1 Karanggondang Kecamatan Karangkobar Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dalam penelitian ini, maka perlu mempertegas permasalahan yang akan dikaji. Dalam hal ini perumusan permasalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar Matematika peserta didik kelas SDN 1 Karanggondang Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
2. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar Matematika peserta didik kelas V SDN 1 Karanggondang Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2015/2016.
TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan aktivitas belajar dalam pembelajaran Matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa kelas V SDN 1 Karanggondang Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
b. Meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw kelas V SDN 1 Karanggondang Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
LANDASAN TEORI
Aktivitas Belajar
Guru adalah sumber daya yang berperan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif untuk mengarahkan siswa untuk aktif dalam berbagai macam kegiatan pembelajaran, karena siswa adalah subjek dari pendidikan itu sendiri. Pembelajaran yang efektif akan selalu mengarahkan siswa pada aktivitas yang mampu merangsang semua potensi siswa untuk berkembang sampai pada tahap yang optimal. Aktivitas belajar siswa dilakukan oleh dua faktor yaitu psikis dan fisik.
Ramayulis (2008:242) lebih lanjut mengatakan, “Pada saat peserta didik aktif jasmaninya, dengan sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu sebaliknya, karena keduanya merupakan satu kesatuan, dua keping satu mata uangâ€.
Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (2005:1) yang menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain kemampuanâ€.
Hamalik (2009:36) mengatakan, “Belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuanâ€. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami.
Berdasarkan pengertian aktivitas dan belajar yang telah dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang dilakukan seseorang dalam proses usahanya memperoleh suatu bentuk peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain yang akan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku.
Dengan demikian yang dimaksud dengan aktivitas belajar, adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Dengan mengacu pada karakteristik aktivitas belajar, yaitu respon atau keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional, maupun intelektual dalam setiap proses pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui aktivitas belajar siswa, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran di kelas. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan melihat dimensi-dimensi yang merupakan indikator dari aktivitas belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran di kelas, yaitu keterampilan berpikir kompleks, memproses informasi, berkomunikasi efektif, bekerja sama, berkolaborasi, dan berdaya nalar yang efektif.
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan output dari kegiatan belajar. Bloom (Susilana, 2006), mengemukakan tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk aspek kognitif, Bloom, menyebutkan ada 6 tingkatan, yaitu 1) Pengetahuan, 2) Pemahaman, 3) Pengertian, 4) Aplikasi, 5) Analisis, 6) Sintensis, dan 7) Evaluasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik yang menyangkut segi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Proses perubahan dapat terjadi dari yang paling sederhana sampai pada yang paling kompleks yang bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya peranan kepribadian dalam proses serta hasil belajar.
Menurut Nana Sudjana (2006), “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.â€
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, hasil belajar merupakan suatu perubahan yang dimiliki oleh peserta didik yang terjadi akibat kegiatan belajar. Perubahan tersebut menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik dan dapat bertahan selama beberapa periode waktu.
Pendidikan Matematika
Nasoetion (Sri Subarinah, 2006: 1) mengemukakan bahwa istilah “Matematika†berasal dari kata Yunani mathein atau manthenin yang artinya “mempelajariâ€. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata sansekerta medha atau widya yang artinya ialah “kepandaianâ€, â€ketahuan†atau “intelegensiâ€. Dengan menguasai matematika, orang akan belajar mengatur jalan pemikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaiannya.
Johnson dan Rising (Sri Subarinah, 2006: 1) mengemukakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori, dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya (Sri Subarinah, 2006: 1). Prihandoko (2006: 6) mengemukakan bahwa matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak, yang membutuhkan kecermatan dalam mempelajarinya sebagai sarana berpikir logis yang sistematis, logis, dan kritis dengan menggunakan bahasa matematika. Dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya dapat berkembang secara cepat karena matematika dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya dan seluruh segi kehidupan manusia.
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
Model pembelajaran Jigsaw (model tim ahli) telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, dan Snapp dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas Hopkins (Trianto, 2007). Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebuah model belajar yang menitik beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Model pembelajaran koopratif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Kuntjojo, 2010).
Model pembelajaran ini siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. (Muhammad Tholchah Hasan, dkk. 2003). Model ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud model pembelajaran tipe Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari Jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
METODE PENELITIAN
Seting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD N 1 Karanggondang, Kecamatan Karangkobar , Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran Matematika selama 2 siklus.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD N 1 Karanggondang berjumlah 12 siswa, terdiri dari 3 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki dengan karakteristik siswa memiliki potensi dan kompetensi yang heterogen. SD N 1 Karanggondang adalah tempat peneliti melaksanakan tugas mengajar sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.
Sumber Data
Sumber data pada penelitian tindakan kelas ini yang digunakan adalah: 1) Sumber data siswa meliputi: data tentang kemampuan aktivitas belajar, hasil belajar pada mata pelajaran Matematika dan data tentang penerapan model pembelajaran Jigsaw. 2) Sumber data guru meliputi data keterampilan guru merencanakan perbaikan pembelajaran dan ketrampilan proses pembelajaran seperti interaksi pembelajaran, implementasi penerapan model pembelajaran Jigsaw. 3) Sumber data kolabolator meliputi pengamatan penerapan model pembelajaran Jigsaw dan hasil refleksi bersama guru peneliti.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik dan alat pengumpulan data menggunakan:
1. Teknik Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar. Pengertian tes hasil belajar dalam penelitian ini merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengetahuan baru yang menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku, serta ketrampilan.
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar mata pelajaran Matematika adalah lembar tes hasil belajar yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda, 10 soal isian singkat dan 5 soal uraian
2. Teknik Pengamatan
Pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan tentang kemampuan aktivitas belajar, pengamatan tentang penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam proses pembelajaran dan pengamatan perilaku peserta didik. Observasi kemampuan aktivitas belajar dilakukan pada saat guru memberikan tindakan dengan mengisi lembar observasi. Observasi dilakukan oleh pengamat atau observer. Pengisiannya dilakukan dengan cara menuliskan cek list (√) sesuai dengan keadaan yang diamati pada lembar observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
Kondisi awal pembelajaran mata pelajaran Matematika yang diterapkan peneliti dikelas umumnya masih didominasi metode ceramah dan belum menggunakan media pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi monoton. Hal tersebut berdambu pada proses pembelajaran yang belum bisa mengeksplore kemampuan dan hasil belajar peserta didik. Sehingga masih banyak ditemui permasalahan dikelas seperti rendahnya keterlibatan siswa dan hasil belajar yang tidak memuaskan. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada kegiatan prasiklus ditemukan data sebagai berikut: dari 12 siswa kelas V hanya 3 anak atau 25% yang menunjukan keterlibatan dalam aktivitas belajar di kelas. Hasil Pengamatan terlihat jumlah siswa yang memiliki Ativitas belajar rendah ada 5 siswa atau 41,67%, aktivitas belajar sedang ada 4 siswa atau 33,3%, dan aktivitas belajar tinggi ada 3 siswa atau 25%. Secara umum aktivitas belajar dalam proses pembelajar Matematika di SD N 1 Karanggondang kelas V masih dalam kategori rendah.
Kondisi rendahnya aktivitas belajar tersebut berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukan dengan hasil tes hasil belajar Matematika pada akhir materi Kompetensi Dasar 5.3. Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, nilai rata-rata masih rendah yaitu 65,75 dari KKM 75. Hasil belajar prasiklus menunjukan banyaknya siswa yang belum tuntas atau yang mendapatkan nilai lebih kecil dari KKM = 75 ada 9 siswa dengan kentuntasan belajar 33,3%. Nilai tertinggi 84, nilai terendah 48 dengan rentang nilai 48-84 dan nilai rata-rata 65,67.
SIKLUS I
Sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw aktivitas belajar siswa kelas V SDN 1 Karanggondang hanya 25% atau 3 siswa dari 12 siswa yang ada. Situasi pembelajaran cenderung monoton, siswa tidak aktif, tidak antusias dalam pembelajaran, dan guru kurang inovatif.
Pada siklus I diperoleh hasil, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi ada 7 atau 58,33%, siswa yang memiliki aktivitas belajar sedang ada 2 atau 16,67% dan siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah ada 3 atau 25%. Ini berarti ada kenaikan aktivitas belajar dari pra siklus hanya 3 siswa naik menjadi 7 siswa pada siklus I.
Selain hal tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah hasil belajar Matematika yang masih rendah, nilai rata-rata pada pra siklus baru mencapai 65,75. Kondisi ini berakibat pada sulitnya pengelolaan proses belajar mengajar. Melalui diskusi awal, perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw. Perbandingan hasil penelitian pada pra siklus dan siklus I setelah dilakukan observasi saat proses pembelajaran diperoleh data sebagai berikut: siklus I menunjukan hasil nilai tertinggi adalah 94, nilai terendah 58 dan nilai rata-rata 74,17. Pada kondisi awal nilai rata-rata adalah 65,75 sehingga terjadi peningkatan nilai rata-rata sebanyak 8,42, akan tetapi siswa yang mencapai ketuntasan belajar baru mencapai 66,67%.
Akhir siklus I menunjukan bahwa hasil penelitian aktivitas belajar baru mencapai 50% sehingga dinyatakan belum berhasil. Selain itu hasil tes belajar juga baru mencapai ketuntasan belajar 60% sehingga juga dinyatakan belum berhasil. Maka berdasarkan diskusi refleksi penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan menambah kegiatan pemberian tugas berupa pekerjaan rumah, hal ini sesuai pendapat Suherman dan Winataputra (2002:86) Tugas dan resitasi merangsang siswa untuk aktif belajar baik secara individu maupun kelompok. “Metode pemberian tugas sebagai suatu bentuk usaha yang dilakukan guru dengan memberi sejumlah tugas kepada siswa, baik berupa soal pekerjaan rumah secara individual maupun secara kelompok, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif siswaâ€.
SIKLUS II
Setelah dilakukan pembelajaran pada siklus I dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw aktivitas belajar hanya mencapai 58,33% atau 7 siswa dari 12 siswa yang ada. Akan tetapi situasi pembelajaran menjadi lebih lebih menyenangkan, lebih bermakna, siswa lebih aktif, lebih antusias dalam pembelajaran dan guru lebih inovatif.
Pada siklus II diperoleh hasil, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi ada 10 atau 83,33%, siswa yang memiliki aktivitas belajar sedang ada 1 atau 8,33% dan siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah 1 atau 8,33%. Ini berarti terjadi kenaikan aktivitas belajar sebanyak 3 siswa dari siklus I ada 7 siswa naik menjadi 10 siswa pada siklus II.
Selain hal tersebut hasil belajar Matematika juga mengalami peningkatan pada siklus II. Nilai rata-rata sudah mencapai 82,17 dengan ketuntasan belajar 91,67%. Kondisi proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukan iklim belajar yang lebih baik, siswa lebih percaya diri untuk terlibat dalam pemecahan masalah. Melalui diskusi masih perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw dengan perbaikan berupa pemberian tugas dalam bentuk pekerjaan rumah. Perbandingan nilai hasil belajar hasil penelitian siklus I dan siklus II setelah dilakukan pengamatan pada saat proses pembelajaran diperoleh data sebagai berikut:pada siklus II hasil nilai tertinggi adalah 98, nilai terendah 68 dan nilai rata-rata 82,17. Pada siklus I rata-rata baru mencapai 74,17 sehingga ada kenaikan nilai sebanyak 8,0 pada siklus II, selain itu siswa yang mencapai ketuntasan belajar sudah mencapai 91,67% atau 11 siswa.
Pembahasan
Pada pengamatan pra siklus aktivitas belajar tinggi hanya 25% atau 3 siswa dari 12 siswa, aktivitas belajar sedang hanya 33,33% atau 4 siswa dari 12 siswa dan aktivitas belajar rendah ada 41,67% atau 4 siswa dari 12 siswa. Jadi aktivitas belajar pada pra siklus adalah 5 siswa atau 41,67%. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw aktivitas belajar mengalami peningkatan. Aktivitas belajar tinggi menjadi 58,33% atau 7 siswa dari 12 siswa, aktivitas belajar sedang menjadi 16,67% atau 2 siswa dari 12 siswa dan aktivitas belajar rendah menjadi 25% atau 3 siswa dari 12 siswa. Aktivitas belajar pada siklus I adalah 58,33% atau 7 siswa. Hal ini terjadi disebabkan situasi pembelajaran yang lebih bermakna, aktif dan kreatif, siswa tidak lagi pasif sebagai pendengar, guru hanya berperan sebagai fasilitator, dan situasi kelas lebih menyenangkan. Namun sayangnya aktivitas belajar belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70% sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan perbaikan. Pada siklus II penerapan model pembelajaran Jigsaw mengalami perbaikan dengan pemberian tugas berupa pekerjaan rumah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan. Hasil pengamatan pada siklus II adalah sebagai berikut, aktivitas belajar tinggi mencapai 83,33% atau 10 siswa dari 12 siswa, aktivitas belajar sedang mencapai 8,33% atau 1 siswa dari 12 siswa dan aktivitas belajar rendah 8,33% atau 1 siswa dari 12 siswa. Jadi aktivitas belajar pada siklus II ada 83,33% atau 10 siswa.
Berdasarkan data di atas pada siklus I ada kenaikan aktivitas belajar dari 3 siswa atau 25% menjadi 7 siswa atau58,33%. Pada siklus II ada kenaikan aktivitas belajar dari 7 siswa atau 58,33% menjadi 10 siswa atau 83,33%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dari 3 siswa (25%) naik menjadi 10 siswa (83,33%).
Hasil belajar mata pelajaran Matematika yang diukur melalui tes menunjukan hasil pada pra siklus rerata nilainya 65,75 dengan ketuntasan belajar 33.33%. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw mengalami peningkatan. Pada siklus I dari hasil refleksi rerata menjadi 74,17 dan ketuntasan belajar 66,67%, akan tetapi hasil tersebut masih belum mencapai indikator keberhasilan. Dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I yaitu dengan pemberian tugas, hasil tes pada siklus II rerata menjadi 82,17 dan ketuntasan belajar 91,67%.
Terlihat pra siklus nilai rata-ratanya adalah 65,75, kemudian pada siklus I rata-rata naik menjadi 74,17 dan siklus II rata-rata naik menjadi 82,17. Dengan demikian pembelajaran dengan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan rerata hasil belajar pada prasiklus dari 65,75 menjadi 82,17 pada siklus II, ketuntasan belajar pada pra siklus baru mencapai 33,33%, kemudian naik pada siklus I menjadi 66,67% dan semaikin meningkat pada siklus II menjadi 91,67%. Ini berarti pada siklus I terjadi peningkatan sebanyak 33,34% dari 33,33% menjadi 66,67% sedangkan pada siklus II meningkat sebanyak 25% dari 66,67% menjadi 91,67%. Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan ketuntasan belajar dari 33,33% menjadi 91,67%.
Berkat intervensi dengan penerapan model pembelajaran Jigsaw maka, aktivitas belajar dan hasil belajar mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan adanya perubahan metode, yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Pembelajaran dengan menggunakan kooperatif tipe jigsaw terlihat bahwa siswa aktif dalam proses pembelajaran, hal ini terlihat dari keaktifan siswa dalam melakukan diskusi kelompok yaitu siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Arends (1997) yang mengatakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan aktifitas belajar dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal dalam mata pelajaran matematika. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa penelitian telah mengalami keberhasilan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dapat meningkatkan kemampuan aktivitas belajar, mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD N 1 Karanggondang semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari pra siklus 3 siswa atau 25% menjadi 10 siswa atau 83,33% pada akhir siklus II.
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD N 1 Karanggondang semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dengan nilai rerata dari pra siklus 65,75 menjadi 82,17 dan ketuntasan belajar dari 33,33% menjadi 91,67% pada akhir siklus II.
Saran
1. Saran Untuk Peneliti Lanjut
a. Pada pengumpulan data masih ada kelemahan pada indikator kemampuan aktivitas belajar antara lain: Menyelesaikan setiap tugas yang diberikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sedangkan pada hasil belajar juga masih ada indikator yang lemah yaitu: sifat-sifat bangun jajaran genjang dan trapesium. Dari kelemahan dari indikator variabel kemampuan aktivitas belajar dan hasil belajar tersebut diharapakan peneliti lain dapat memprioritaskan indikator variabel tersebut diatas dalam penelitiannya.
b. Pelaksanaan penelitian ini baru 2 siklus, peneliti lain selanjutnya dapat menambah siklus 3 untuk mendapat temuan-temuan yang lebih signifikan.
c. Instrumen tes dan lembar pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini masih merupakan instrumen yang tingkat validasinya belum memuaskan, peneliti berikutnya dapat menggunakan instrumen yang terstandar atau validitas dan reliabitas terstandar.
2. Penerapan Hasil Penelitian
Mengingat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan aktivitas dan hasil belajar mata pelajaran Matematika, maka guru perlu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di sekolahnya. Sekolah perlu memberikan fasilitas guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Dasuki, Vitrotul Anwar. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Koopertif Tipe Jigsaw dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV-B di MI Negeri Tunggangri Kalidawir Tulungagung Tahun Ajaran 2012/2013. Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan.
Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hisyam Zaini, dkk. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Krisnawati, Catur. 2012. Upaya Meningkatkan Prestasi dan Aktivitas Belajar IPS Melalui Metode Jigsaw bagi Siswa Kelas V MI Thoriqul Huda Kromasan Ngunut Tulungagung Tahun Pelajaran 2010/2011. Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan.
Kuntjojo. 2010. Model-model Pembelajaran. Kediri: Nusantara PGRI Kediri.
Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara,
Muhammad Tholchah Hasan, dkk. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang.
Nuraisiyah, Fita, 2011. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika di Sekolah Dasar Islam Al–Azhaar Tulungagung. Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan.
Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Pemahaman dan Penyajian Konsep Matematika Secara Benar dan Menarik. Jakarta: Depdiknas.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Sudjana, Nana. 2006. Penilain Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.