Peningkatan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar Melalui Metode Role Playing
PENINGKATAN KEMAMPUAN KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MELALUI METODE ROLE PLAYING KELAS V SDN GUMELAR KECAMATAN KARANGKOBAR SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Nining Rustini
Guru SDN Gumelar Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Metode Role Playing kelas V SDN Gumelar.Data awal penelitian. rata-rata nilai hasil ulangan akhir semester 1 pada mata pelajaran PKn yaitu 64,6 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75, masih terdapat 4 (25%) siswa yang dinyatakan belum tuntas. Peneliti menyimpulkan hal tersebut disebabkan karena pembelajaran PKn di kelas V SD Negeri Gumelar masih menggunakan metode ceramah. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan komunikasi guru dan siswa berlangsung satu arah yaitu didominasi oleh guru sehingga keterlibatan siswa dalam pembelajaran rendah. Siswa menjadi tidak aktif dan cenderung merasa bosan dan kurang antusias.Untuk mengetahui keefektifan penggunaan metode role playing dilakukan observasi dengan lembar pengamatan. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada siswa dalam proses pembelajaran dilakukan melalui 2 siklus perbaikan pembelajaran. Hasil penelitian tindakan kelas didapatkan hasil penerapan metode role playing dapat meningkatkan kemampuan kerjasama belajar dari pra siklus 3 siswa atau 18,75%, siklus I 7 siswa atau 43,75% dan pada siklus II menjadi 14 siswa atau 87,5%. Selain itu juga terjadi peningkatan hasil belajar dari rerata pra siklus 64,6 dengan ketuntasan belajar 25%, siklus I rerata 74,6 dengan ketuntasan 50% menjadi rerata 81,4 dengan ketuntasan belajar 87,5% pada akhir siklus II. Dengan demikian penerapan metode role playing membawa peningkatan Kemampuan Kerjasama dan hasil belajar siswa kelas V SDN Gumelar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
Kata kunci: Kemampuan Kerjasama, Hasil Belajar, Metode Role Playing, PKn
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 dikemukakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Namun kenyataannya, pembelajaran PKn di SD masih belum sesuai dengan standar proses pembelajaran seperti yang diamanatkan Permendiknas tersebut. Sebagai salah satu mata pelajaran yang penting, PKn justru menjadi mata pelajaran yang kurang diminati siswa dan cenderung disepelekan. Seperti yang terjadi di SD Negeri Gumelar, Kabupaten Banjarnegara, berdasarkan observasi hasil pembelajaran PKn pada kelas V menunjukkan hasil yang memperihatinkan, rata-rata nilai hasil ulangan akhir semester 1 mata pelajaran PKn yaitu 64,6. Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75, masih terdapat 12 (75%) siswa yang dinyatakan belum tuntas, Dari 12 peserta didik yang menunjukkan kemampuan kerja sama pembelajaran berkategori tinggi hanya 3 anak atau 25% selebihnya masih dalam kategori sedang dan rendah..
Metode yang dapat menjadi alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu metode pembelajaran role playing. Sugihartono (2007: 83) menjelaskan bahwa role playing adalah metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak didik memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup atau tokoh mati. Melalui role playing siswa mencoba mengeksplorasi hubungan, perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya. Role playing memberi kebebasan siswa untuk berpikir, berpendapat dan berkreasi secara mandiri. Juga membantu siswa belajar berinteraksi, bekerjasama dalam kelompok, menghargai dan menghormati orang lain sesuai dengan nilai-nilai dalam pembelajaran PKn. Sehingga diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami, menghayati dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dari berbagai kelebihan yang telah dipaparkan menunjukan bahwa role playing menerapkan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan mendukung partisipasi aktif, kreatif serta mandiri siswa sesuai standar proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka untuk mengetahui peningkatan kemampuan kerjasama dan hasil belajar PKn maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Metode Role Playing Kelas V SDN Gumelar Kecamatan Karangkobar Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017â€.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dalam penelitian ini, maka perlu mempertegas permasalahan yang akan dikaji. Dalam hal ini perumusan permasalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah penerapan Metode Role Playing dapat meningkatan kerjasama siswa kelas V SD N Gumelar Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017. 2) Bagaimanakah penerapan Metode Role Playing dapat meningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas V SD N Gumelar Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum untuk meningkatkan kemampuan kerjasama dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Secara khusus penelitainini bertujuan: 1) Meningkatkan Kemampuan Kerjasama siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Metode Role Playing pada siswa kelas V SD N Gumelar Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017. 2) Meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Metode Role Playing pada siswa kelas V SD N Gumelar Kecamatan Karangkobar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017.
LANDASAN TEORI
Kemampuan Kerjasama
Kerjasama adalah gejala saling mendekati untuk mengurus kepentingan bersama dan tujuan bersama. (Yudha & Rudyanto, 2005). Salah satu ciri khas keterampilan sosial yang berkembang adalah kerjasama, belajar kerjasama yang mengembangkan kognitif maupun sosial. Kerjasama adalah gejala saling mendekati untuk mengurus kepentingan bersama dan tujuan bersama. Kerjasama dan pertentangan merupakan dua sifat yang dapat dijumpai dalam seluruh proses sosial atau masyarakat, diantara seseorang dengan oranglain, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan seseorang. Pada umumnya kerjasama menganjurkan persahabatan, akan tetapi kerjasama dapat dilakukan diantara dua pihak yang tidak bersahabat, atau bahkan bertentangan. Kerjasama diantara dua pihak yang bertentangan dinamakan kerjasama berlawanan (antagonic cooperation), merupakan suatu kombinasi yang amat produktif dalam masyarakat modern (Seefeldt Carol & Barbara, 2008).
Dari pengertian tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa kerjasama adalah aktivitas dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dalam jangka waktu tertentu.
Ada beberapa indikator-indikator kerjasama. Berdasarkan pengertian kerjasama yang dinyatakan Davis (dalam Dewi, 2006) sebagai berikut: 1) Tanggung jawab. Secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik. 2) Saling berkontribusi. Yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama. 3) Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan atau kekompakan masing-masing anggota tim secara maksimal.
Hasil Belajar
Menurut Rusmono 2012: 7 Hasil belajar merupakan semua hasil yang dapat terjadi dan dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda Akibat ini dapat berupa akibat yang sengaja dirancang yang memang diinginkan dan bisa juga berupa akibat nyata sebagai hasil dari penggunaan metode pengajaran tertentu. Selain itu Rusmono (2012: 7) juga menyatakan bahwa perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar adalah merupakan hasil belajar, karena belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Suprijono (2011: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Muhibin Syah (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut ini: 1) Faktor Internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. 2) Faktor Eksternal (Faktor yang berasal dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal siswa terdiri atas dua macam, yaitu: lingkungan sosial, dan lingkungan non sosial. 3) Faktor Pendekatan Belajar (Approach to Learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode pembelajaran yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran pada materi-materi pokok pembelajaran tertentu di dalam suatu mata pelajaran.
Metode Role Playing
Wahab 2007: 109 berpendapat Peranan adalah serangkaian perasaan, kata-kata, dan tindakan-tindakan terpola dan unik, yang telah merupakan kebiasaan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, termasuk berhubungan dengan situasi dan benda-benda Pada tahap yang paling sederhana bermain peran menghadapi permasalahan melalui kegiatan suatu masalah yang di telaah, ditindak dan kemudian didiskusikan (Sumantri dan Permana, 2001: 57).
Menurut Sanjaya (2009: 161) bermain peran (role playing) adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Lalu Sugihartono (2007: 83) menjelaskan bahwa role playing adalah metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak didik memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup atau tokoh mati.
Sedangkan Zaini (2008: 98) mengemukakan pengertian bermain peran (role playing) dengan lebih luas yaitu bahwa role playing adalah suatu aktivitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan secara spesifik. Esensi bermain peran menurut Sumantri dan Permana (2001: 57) adalah keterlibatan partisipan dan pengamat dalam situasi atau masalah nyata dan keinginan untuk mengatasinya. Masih menurut Zaini (2008: 98) role playing berdasar pada tiga aspek utama dari pembelajaran peran dalam kehidupan sehari-hari:
METODE PENELITIAN
Seting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Gumelar, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama 2 siklus.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Gumelar berjumlah 16 siswa, terdiri dari 6 siswa perempuan dan 10 siswa laki-laki dengan karakteristik siswa memiliki potensi dan kompetensi yang heterogen. SD Negeri Gumelar adalah tempat peneliti melaksanakan tugas mengajar sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar
Sumber Data
Sumber data pada penelitian tindakan kelas ini yang digunakan adalah: 1) Sumber data siswa meliputi: data tentang Kemampuan Kerjasama belajar, data tentang hasil belajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan data tentang penerapan metode Role Playing. 2) Sumber data guru meliputi data keterampilan guru merencanakan perbaikan pembelajaran dan ketrampilan proses pembelajaran seperti interaksi pembelajaran, implementasi penerapan metode Role Playing. 3) Sumber data kolabolator meliputi pengamatan penerapan metode Role Playing dan hasil refleksi bersama guru peneliti.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik dan alat pengumpulan data menggunakan teknik tes dan pengamatan. Teknik Tes: Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar. Pengertian tes hasil belajar dalam penelitian ini merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengetahuan baru yang menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku, serta ketrampilan.
Teknik Pengamatan. Pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan tentang Kemampuan Kerjasama belajar, pengamatan tentang penerapan metode Role Playing dalam proses pembelajaran dan pengamatan perilaku peserta didik. Observasi dilakukan pada saat guru memberikan tindakan dengan mengisi lembar observasi. Observasi dilakukan oleh pengamat atau observer. Pengisiannya dilakukan dengan cara menuliskan ceklist (√) sesuai dengan keadaan yang diamati pada lembar observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
Sebelum diadakan penelitian kondisi siswa kelas V SDN Gumelar tahun pelajaran 2016/2017 perlu mendapatkan perhatian, rendahnya hasil belajar dan kemampuan proses dalam pembelajaran PKn menjadikan peneliti tergerak untuk melakukan perbaikan pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil observasi pra siklus diketahui PKn menjadi salah satu mata pelajaran yang kurang diminati siswa karena PKn dianggap sebagai mata pelajaran hafalan yang membosankan. Pembelajaran PKn di kelas V SD Negeri Gumelar masih didominasi dengan metode ceramahKondisi proses pembelajaran seperti ini mengakibatkan Kemampuan Kerjasama belajar yang rendah. Hal ini ditunjukan hasil pengamatan terlihat jumlah siswa yang memiliki kemampuan kerjasama rendah ada 7 siswa atau 43,75%, Kemampuan kerjasama sedang ada 6 siswa atau 37,5% dan kemampuan kerjasama tinggi hanya ada 3 siswa atau 18,75%. Dari data tersebut secara umum kemampuan kerjasama dalam proses pembelajar PKn di SD N Gumelar pada kelas V masih dalam kategori rendah.
Kondisi rendahnya Kemampuan Kerjasama berdampak juga pada rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan hasil tes PKn pada akhir semester 1 menunjukan hasil yang kurang memuaskan. Dari nilai tes hasil belajar pra siklus menunjukan banyaknya siswa yang belum tuntas atau yang mendapatkan nilai kurang dari KKM 75 ada 12 siswa dengan kentuntasan belajar 25%. Nilai tertinggi 80, nilai terendah 50, dengan rentang nilai 50-80 dengan nilai rata-rata 64,6.
Deskripsi Siklus I
Sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode role playing, kemampuan kerjasama hanya mencapai 18,75% atau 3 siswa dari 16 siswa yang ada. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan komunikasi guru dan siswa berlangsung satu arah sehingga keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat rendah. Siswa menjadi tidak aktif dan cenderung merasa bosan dan kurang antusias.
Berdasarkan data pada siklus I diperoleh hasil, siswa memiliki kemampuan kerjasama tinggi ada 7 atau 43,75%, siswa memiliki kemampuan kerjasama sedang ada 5 atau 31,75% dan 4 atau 25% siswa dalam kategori kemampuan kerjasama rendah. Ini berarti terjadi kenaikan kemampuan kerjasama secara signifikan sebanyak 4 siswa dari pra siklus hanya 3 siswa naik menjadi 7 siswa pada siklus I.
Dari data tersebut terlihat bahwa telah terjadi peningkatan kemampuan kerjasama pada siklus I, hanya saja hasil tersebut masih belum memuaskan karena tidak mencapai indikator keberhasilan karena kemampuan kerjasama baru mencapai 43,75% sedangkan indikator keberhasilan adalah 75%.
Selain kemampuan kerjasama,yang perlu mendapat perhatian adalah hasil belajar PKn, nilai rata-rata pada pra siklus baru mencapai 64,6 dengan ketuntasan belajar yang masih sangat rendah yaitu 25%. Kondisi tersebut berakibat pada sulitnya pengelolaan proses belajar mengajar. Melalui diskusi awal, perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penerapan metode role playing.
Pada siklus I hasil nilai tertinggi adalah 88, nilai terendah adalah 64 dan nilai rata-rata adalah 74,5. Pada kondisi awal nilai rata-rata baru mencapai 64,6 dan mengalami perubahan menjadi 74,5 pada siklus I, sehingga ada kenaikan sebanyak 9,9. Ketuntasan belajar pra siklus hanya 25% yang kemudian meningkat pada siklus I menjadi 50%, sehingga terjadi kenaikan sebanyak 25% pada siklus I.
Akhir siklus I menunjukan bahwa hasil penelitian kemampuan kerjasama baru mencapai 43.75% sehingga dinyatakan belum berhasil. Hasil tes hasil belajar rerata baru mencapai 74,6 dengan ketuntasan belajar 50% sehingga dinyatakan juga belum berhasil. Berdasarkan diskusi refleksi maka penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan menambah kegiatan berupa pemberian tugas pengerjaan LKS sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
Sesuai dengan pendapat Madjid (2007: 177), lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kerja harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya. LKS dapat digunakan untuk mata pelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi tugasnya.
LKS merupakan salah satu sarana untuk membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara siswa dengan guru, sehingga dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam peningkatan prestasi belajar. Dalam lembar kerja siswa (LKS) siswa akan mendapatkan uraian materi, tugas, dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diberikan.
Deskripsi Siklus II
Setelah dilakukan pembelajaran pada siklus I dengan menggunakan metode role playing. kemampuan kerjasama hanya mencapai 43,75% atau 7 siswa dari 16 siswa. Meskipun demikian situasi pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, lebih bermakna, siswa lebih aktif, lebih antusias dalam pembelajaran dan guru lebih inovatif.
Pada siklus II diperoleh hasil, siswa yang memiliki kemampuan kerjasama tinggi ada 14 atau 87.5%, siswa yang memiliki kemampuan kerjasama sedang ada 2 atau 12.5% dan 0 atau 0% siswa yang memiliki kemampuan kerjasama rendah. Ini berarti ada kenaikan kemampuan kerjasama sebanyak 7 siswa dari siklus I ada 7 siswa menjadi 14 siswa pada siklus II.
Pada siklus II nilai tertinggi adalah 94, nilai terendah adalah 70 dan nilai rata-rata adalah 81,4. Pada siklus I rata-rata kelas baru mencapai 74,6 sehingga ada kenaikan sebanyak 6,8 pada siklus II. Selain itu terjadi peningkatan ketuntasan belajar pada siklus II dimana siswa yang mencapai ketuntasan belajar sudah mencapai 87,5%. Peningkatan hasil belajar siswa yang pembelajarannya menerapkan metode role playing menunjukan bahwa penggunaan dan pemilihan metode pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa..
Berdasarkan diskusi refleksi maka penelitian diakhiri pada siklus II, karena indikator Kemampuan Kerjasama sudah mencapai 87,5% atau melampaui indikator keberhasilan75% dan kriteria keberhasilan hasil belajar sudah mencapai rerata 81,4 dengan ketuntasan belajar 87.5% melebihi kriteria yang ditentukan yaitu 75%.
Pembahasan
Pada pengamatan pra siklus kemampuan kerjasama tinggi hanya 18.75% atau 3 siswa dari 16 siswa, kemampuan kerjasama sedang hanya 37,5% atau 6 siswa dari 16 siswa dan kemampuan kerjasama rendah sebanyak 43,75% atau 7 siswa dari 16 siswa. Jadi kemampuan kerjasama pada pra siklus adalah 3 siswa atau 18,75%, setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode role playing pada siklus I kemampuan kerjasama mengalami peningkatan. Kemampuan kerjasama tinggi menjadi 43.75% atau 7 siswa dari 16 siswa, kemampuan kerjasama sedang menjadi 31.75% atau 5 siswa dari 16 siswa dan 25% atau 4 siswa dalam kategori kemampuan kerjasama rendah. Jadi kemampuan kerjasama pada siklus I adalah 43.75% atau 16 siswa. Peningkatan kemampuan kerjasama ini disebabkan oleh penerapan metode role playing. Role playing merupakan metode yang menyenangkan hal ini karena role playing melibatkan unsur bermain, dimana siswa diajak berlatih skenario, bermain peranan, pentas, dll. Bermain merupakan karakteristik yang menonjol dari anak usia SD seperti yang diungkapkan Sumantri (2009: 6.3) bahwa anak usia SD itu memiliki karakteristik senang bermain, senang bergerak, senang berkelompok dan senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Kegiatan ini menarik minat belajar dan antusiasme siswa untuk mengikuti proses pembelajaran karena siswa diajak bergerak bebas tidak hanya duduk diam dan mendengarkan. Siswa juga berkelompok untuk berdiskusi dan bekerjasama dalam memperagakan secara langsung rangkaian kegiatan bermain peran sehingga pada akhirnya kemampuan kerjasama siswa menjadi meningkat.
Namun sayangnya pada siklus pertama ini siswa masih ribut saat melakukan role playing sehingga suasana kelas menjadi kurang kondusif hal ini berdampak pada pencapaian kemampuan kerjasama belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 75% maka penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan perbaikan. Pada siklus II penerapan metode role playing mengalami perbaikan dengan pengelolaan kelas yang lebih baik termasuk mengorganisir siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hasil pengamatan pada siklus II adalah sebagai berikut ,kemampuan kerjasama tinggi meningkat menjadi 87.5% atau 14 siswa dari 16 siswa, kemampuan kerjasama sedang menjadi 12,5% atau 2 siswa dari 16 siswa, dan 0% atau 0 siswa yang memiliki kemampuan kerjasama rendah. Jadi kemampuan kerjasama pada siklus II adalah 14 siswa atau 87.5%.
Pada siklus I ada kenaikan kemampuan kerjasama dari 3 siswa atau 18.75% menjadi 7 siswa atau 43,75%. Pada siklus II ada kenaikan kemampuan kerjasama dari 7 siswa atau 43,75% menjadi 14 siswa atau 87,5%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metoderole playing dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dari 3 siswa (18,75%) menjadi 14 siswa (87,5%).
Hasil belajar mata pelajaran PKn yang diukur melalui tes menunjukan hasil pada pra siklus rerata adalah 64,6 dengan ketuntasan belajar 25%. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode role playing mengalami peningkatan. Pada siklus I rerata menjadi 74,6 dan ketuntasan belajar menjadi 50%. Meskipun demikian setelah dilakukan diskusi refleksi dengan kolaborator, hasil tersebut belum mencapai indikator keberhasilan sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II. Dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I yaitu pemberian tugas pengerjaan LKS, hasil tes belajar pada siklus II mengalami peningkatan, rerata menjadi 81,4 dan ketuntasan belajar menjadi 87.5%.
Pada pra siklus nilai rata-rata hanya 64,6, pada siklus I rata-rata menjadi 74,5 dan siklus II rata-rata meningkat menjadi 81,4. Dengan demikian pembelajaran dengan metode role playing, dapat meningkatkan rerata hasil belajar pada siklus I dari 64,6 menjadi 74,5 dan siklus II dari 74,5 menjadi 81,4. Ketuntasan belajar pada pra siklus hanya 25% meningkat pada siklus I menjadi 50% dan siklus II menjadi 87,5%. Ini berarti pada siklus I ada peningkatan sebanyak 25% dari 25% menjadi 50% sedangkan pada siklus II meningkat sebanyak 37.5% dari 50% menjadi 87.5%. Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran dengan menerapkan metode role playing dapat meningkatkan ketuntasan belajar dari 25% menjadi 87.5%.
Berkat intervensi dengan metode role playing maka, Kemampuan Kerjasama dan hasil belajar mengalami kenaikan. Penerapan metode role playing berdampak pada perubahan situasi kelas dan siswa. Perubahan kondisi siswa antara lain menjadi sangat aktif, sangat antusias dan sangat bersemangat. Kondisi kelas menjadi sangat menyenangkan, sangat konduksif dan sangat bermakna. Hal ini menyebabkan kemampuan kerjasama dan hasil belajar menjadi meningkat.
Role playing sebagai bagian dari metode simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono dalam Taniredja dkk. (2012: 41-42) memiliki beberapa kelebihan yaitu: a) menyenangkan, sehingga siswa terdorong untuk berpartisipasi; b) menggalakan guru untuk mengembangkan aktivitas simulasi; c) memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya; d) memvisualisasikan hal-hal yang abstrak; e) tidak membutuhkan ketrampilan komunikasi yang pelik; f) memungkinkan terjadinya interaksi antar siswa; g) menimbulkan respon yang positif dari siswa yag lamban, kurang cakap dan kurang motivasi; h) melatih berpikir kritis karena siswa terlibat dalam analisa proses, kemajuan simulasi.
Bermain peran tampaknya menjadi alat pendidikan yang disukai oleh siswa dan instruktur (guru). Siswa atau orang yang dilatih menerima bermain peran karena kegiatan ini membawa variasi, gerakan, dan kemungkinan besar pengalaman hidup yang disimulasikan dalam ruang kelas atau sesi pelatihan. Guru, pelatih atau pengawas menyukai bermain peran sebagai sarana yang berguna untuk menghidupkan isi pembelajaran. Secara khusus, model ini menumbuhkan bahan studi rinci dan konkret yang mana lebih sulit untuk dilakukan dengan cara ceramah dan diskusi.
Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa penerapan metode role playing telah meningkatkan kemampuan kerjasama dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn kelas V SDN Gumelar semester 2 Tahun pelajaran 2016/2017.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Penerapan metode role playing dapat meningkatkan kemampuan kerjasama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas V SD N Gumelar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 dari pra siklus 3 siswa atau 18.75% menjadi 14 siswa atau 87.5% pada akhir siklus II. 2) Penerapan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas V SD N Gumelar semester 2 tahun pelajaran 2016/2017, dari rerata pra siklus 64,6 dengan ketuntasan belajar 25% menjadi rerata 81,4 dengan ketuntasan belajar 87.5% pada akhir siklus II.
Saran
Saran Untuk Peneliti Lanjut
a. Pada pengumpulan data masih ada kelemahan pada indikator kerjasama antara lain: a) Bisa mengambil keputusan, b) Menjawab dan mengajukan pertanyaan. Sedangkan pada hasil belajar juga masih ada indikator yang lemah yaitu: a) Menjelaskan tata cara mengambil keputusan bersama dengan voting, b) Menyebutkan sikap yang tepat dalam voting. Dari kelemahan indikator variabel kerjasama dan hasil belajar tersebut diharapakan peneliti lain dapat memprioritaskan indikator variabel tersebut dalam penelitiannya.
b. Pelaksanaan penelitian ini baru 2 siklus, peneliti lain selanjutnya dapat menambah siklus 3 untuk mendapat temuan-temuan yang lebih signifikan.
c. Instrumen tes dan lembar pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini masih merupakan instrumen yang tingkat validasinya belum memuaskan, peneliti berikutnya dapat menggunakan instrumen yang terstandar atau validitas dan reliabitas terstandar.
Penerapan Hasil Penelitian
Mengingat penerapan metode role playing dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar mata Pendidikan Kewarganegaraan, maka guru perlu menerapkan metode role playing di sekolahnya. Sekolah perlu memberikan fasilitas guru untuk dapat menerapkan metode role playing sehingga kerjasama dan hasil belajar siswa dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Anitah, Sri. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewi. 2006. Indikator Kerjasama. (http://indikator.kerjasama.com, diakses pada tanggal 16 September 2014).
Kusnadi, H. 2003. Masalah, Kerjasama, Konflik, dan Kinerja. Malang: Taroda.
Maier, Henry W. 2002. Role Playing: Structure and Educational Objectives. The Journal of Child and Youth Care.
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Muthoharoh, Hafiz. 2009. Model Bermain Peran (Role Playing) dalam Pembelajaran Partisipatif. Online http://alhafizh84.wordpress.com/2009/12/21/model-bermain-perandalam-pembelajaran-partisipatif/(akses 15 Januari 2016).
Pundhirela Kisnawaty. 2013. Keefektifan Metode Role Playing terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Materi Keputusan Bersama Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 3 Randugunting Kota Tegal. Skripsi Universitas Negeri Semarang.
Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Depdiknas.
Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran Problem Based Learning. Bogor: Ghalia Indonesia.
Seefeldt, Carol & Barbara. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang.
Semiawan, Conny. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Widisarana Indonesia
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumantri, Mulyani dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.
Sumantri, Mulyani dan Nana Syaodih. 2009. Perkembangan Peserta didik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Taniredja, Tukiran, dkk. 2012. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Wahab, Abdul Azis dan Sapriya. 2011. Teori & Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta.
Wahab, Abdul Azis. 2007. Metode dan Model-Model Mengajar: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alfabeta.
Zaini, Hisyam, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.