Peningkatan Hasil Belajar dan Keaktifan Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah
PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH MATERI KERJASAMA
EKONOMI INTERNASIONAL PADA SISWA KELAS IX E
SMP NEGERI 2 JAKENAN SEMESTER GENAP
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Ambarwati
Guru Ilmu Pengetahuan Sosial SMP Negeri 2 Jakenan Pati
ABSTRAK
Melihat kenyataan bahwa sebagian besar siswa SMP mengalami kesulitan dalam mempelajari IPS, khususnya pada materi kerja sama ekonomi internasional kelas IX. Sebagai guru yang mengajar IPS, peneliti merasa terpanggil untuk mencoba model pembelajaran yang tepat pada materi kerja sama ekonomi internasional. Dalam Penelitian Tindakan Kelas peneliti mengangkat permasalahan: Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dan Keaktifan Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Materi Kerja Sama Ekonomi Internasional Siswa Kelas IX E SMP Negeri 2 Jakenan Semsester Genap Tahun Pelajaran 2017/2018 dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan dua pertemuan, siklus II dilaksanakan dua pertemuan. Setiap siklus terdapat empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Setiap siklus dilaksanakan satu kali tes akhir siklus untuk mengukur tingkat pencapaian hasil belajar. Variabel yang diamati adalah peningkatan Hasil Belajar dan Keaktifan siswa. Data Hasil Belajar dan Keaktifan siswa diambil melalui ulangan Tesakhir siklus dan keaktifan siswa diambil dari lembar pengamatan siswa. Penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Pelajaran 2017/2018. Dengan indicator keberhasilan untuk keaktifan siswa meningkat 85% mencapai katagori baik dan hasil tes akhir siklus prosentase ketuntasan klasikal meningkat 85%. Hasil tes tertulis pada pra siklus ketuntasan klasikal 17,85% dengan rata-rata 61,28 dengan keaktifan siswa 3,57%. Pada siklus I, persentase ketuntasan klasikal dapat ditingkatkan menjadi 42,86% dan rata-rata 70,89% , keaktifan siswa meningkat menjadi 14,28%. Pada akhir siklus II ketuntasan klasikal dapat ditingkatkan menjadi 89,28% dengan rata-rata 82,62 sedangkan keaktifan siswa dapat ditingkatkan menjadi 85,71%. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa. Kesimpulan yang dapat diambil penelitidari PTK ini adalah “Dengan implementasi model pembelajaran berbasis masalah pada materi kerja sama ekonomi internasional di kelas IX E SMP Negeri 2 Jakenan tahun pelajaran 2017/2018, dapat meningkatkan Hasil Belajar dan Keaktfan siswa.
Kata kunci: Kerja sama ekonomi internasional, berbasis masalah, hasil belajar, keaktifan
PENDAHULUAN
Pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di SMPN 2 Jakenan khususnya di kelas IX, guru masih menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah. Model pembelajaran cenderung berpusat pada guru sebagai sumber belajar. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.
Siswa hanya duduk diam dan mendengarkan cermah dari guru sehingga berdampak kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut juga berdampak pada rendahnya prestasi belajar ilmu pengetahaun sosial. Sedangkan pembelajaran ilmu pengetahuan social seharusnya tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa
Untuk itu aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas IPS dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2000: 24).
Untuk itu perlu ada metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. Felder, (1994: 2).
Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadanâ€. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001: 2).
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, diperlukan metode pembelajaran yang berguna untuk meningkatkan minat siswa secara optimal yaitu dengan menggunakan metode berbasis masalah. Dengan metode ini, diharapkan proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa (Nurhadi, 2002: 1).
Berdasarkan paparan tersebut diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS dan Keaktifan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Materi Kerja Sama Ekonomi Internasional Pada Siswa Kelas IX–E SMPN 2 JAKENAN Tahun Pelajaran 2017/2018â€
Identifikasi masalah dapat diungkapkan sebagai berikut: bagaimana kelancaran pembentukan kelompok; bagaimana komunikasi antara siswa dalam satu kelompok; bagaimana interaksi antar siswa dalam kelompok; bagaimana partisipasi siswa dalam menentukan topik, menyelidiki masalah, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan; bagaimana kemampuan siswa dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya; bagaimana komunikasi antara siswa dengan guru?
Pembatasan masalah sebagai berikut: penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas IX–E SMPN 2 JAKENAN Semester Genap Tahun Pelajaran 2017/2018; penelitian ini dilakukan pada bulan April – Juni semester genap tahun pelajaran 2017/2018; materi yang disampaikan adalah pokok bahasan kerja sama ekonomi internasional.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah adalah bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IX–E SMPN 2 JAKENAN Semerter Genap Tahun Pelajaran 2017/2018; bagaimanakah peningkatan keaktifan belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IX–E SMPN 2 JAKENAN Semerter Genap Tahun Pelajaran 2017/2018?
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IX–E SMPN 2 JAKENAN Semerter Genap Tahun Pelajaran 2017/2018; mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IX–E SMPN 2 JAKENAN Semerter Genap Tahun Pelajaran 2017/2018.
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi sekolah sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial; guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa; siswa, dapat meningkatkan keaktifan belajar dan melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar; perpustakaan, digunakan sebagai tambahan referensi buku yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan mengembangkan model pembelajaran yang sesuai.
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
Hakekat Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14).
Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu peoses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau problem based learning, merupakan suatu model pembelajaran yang dalam penerapannya setting awalnya adalah penyajian masalah (kemendikbud 2014). Proses pembelajaran dimulai setelah siswa diberikan masalah-masalah riil dan bermakna sehingga dengan cara itu siswa tahu mengapa mereka harus mempelajari materi ajar tersebut dan dapat memudahkan mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Informasi-informasi dan fakta-fakta akan mereka kumpulkan dan dianalisis untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari. Model PBM tidak bertentangan dengan teori belajar kognitif-konstruktivisme karena siswa secara aktif mengkaji masalah dan mencari pemecahannya, sehingga secara langsung dapat membangun suatu konsep. Model PBM juga serasi dengan yang dikehendaki dalam prinsip-prinsip Contekstual Teaching and Learning (CTL). Model PBM juga boleh dipadukan dengan metode kooperatif karena siswa dalam memecahkan masalah dapat berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil (Slavin 2010).
Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah (Book & Martin, 1993) adalah tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merancang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah. Pola ini akan dapat mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi permasalahan. Sifat masalah yang disajikan dalam proses pembelajaran adalah berlanjut: Pertama, masalah harus dapat memunculkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang relevan pembahasan yang sedang dibahas. Kedua, permasalahan hendaknya bersifat riil sehingga memungkinkan kesamaan pandang antar siswa. Adanya presentasi permasalahan. Siswa, dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan sehingga mereka merasa memiliki permasalahan tersebut. Guru berperan sebagai tutor, fasilitator. Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator adalah mengembangkan kreativitas berpikir siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri.
Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (Barrows. 1996) adalah proses pembelajaran bersifat student-centered. Melalui bimbingan guru, siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya, mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik, mengelola permasalahan, dan menentukan dimana mereka memperoleh informasi. Proses pembelajaran berlangsung dalam kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa. Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Dalam hal ini guru tidak lagi sebagai penceramah. Siswa itu sendiri (secara berkelompok) yang mengidentifikasi atau menentukan prinsip-prinsip apa yang harus mereka pelajari dan mereka pahami agar mampu memecahkan masalah yang telah disajikan. Permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran. Misalnya siswa disajikan suatu masalah yang sedang terjadi. Siswa akan termotivasi untuk memecahkan masalah tersebut, dan siswa akan merealisasikan apa yang mereka perlu pelajari. Informasi baru akan diperoleh melalui belajar mandiri. Siswa diharapkan belajar dari suatu keadaan dan melatih keahliannya secara mandiri. Masalah merupakan wahana untuk mengembangkan pemecahan masalah. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, berdiskusi, berdebat dan runtutan lainnya.
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahap utama yang diawali dengan penyajian masalah kepada siswa dan diakhiri dengan penyajian analisis dan hasil karya siswa. Jika jangkauan masalah tidak terlalu kompleks, maka kelima tahapan dapat diselesaikan dalam beberapa pertemuan. Tahapan tersebut adalah orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah.
Hasil belajar berasal dari kata “ hasil “ dan “belajar’ hasil berarti hasil yang telah dicapai Sedangkan pengertian belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (Depdikbud, 1995: 14). Jadi, hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Hasil dalam penelitian yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh oleh siswa pada mata pelajaran Ilmu pengetahuan sosial dalam bentuk nilai berupa angka yang diberikan oleh guru kelasnya setelah melaksanakan tugas yang diberikan padanya.
Hakikat Keaktifan Siswa
Aunurrahman (2009: 119) menyatakan keaktifan siswa dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, dan dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran. Sehingga keaktifan siswa perlu digali dari potensi-potensinya, yang mereka aktualisasikan melalui aktifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Trinandita (2008) menyatakan bahwa, “Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswaâ€. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa maupun dengan siswa itu sendiri. (http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/)
Sriyono, dkk (Syafaruddin, 2005: 213) menyatakan bahwa keaktifan siswa adalah pada waktu guru mengajar, guru harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif, jasmani maupun rohani. Belajar aktif ditunjukkan dengan adanya ketertiban intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar. Siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan ekslorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok. Kegiatan tersebut memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan kelompoknya, sebagai media untuk mengembangkan kemampuannya
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah yang dirancang dalam konteks yang relevan dengan materi yang dipelajari. Pembelajaran berbasis masalah menggunakan berbagi macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Tan,2000).
Menurut Fogarty (1997: 3) PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Lagkah-langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBM adalah: (1) menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta; (4) merumuskan hipotesis; (5) penelitian; (6) memahami kembali suatu masalah; (7) menyuguhkan alternatif; dan (8) mengusulkan solusi.
Hasil penelitian Hadiono dan Nuor Ainiy Hidayati “ Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa kelas VIII-D SMPN 2 Kamal Materi Cahayaâ€.Berdasarkan hasil analisis data,terdapat peningkatan hasil belajar sebesar 9,79% ditinjau dari hasil pretest dan posttest yang diberikan untuk siklus I dan 11,79%untuk siklus II. Sedangkan persentase motivasisiswa dalam mengikuti pembelajaran IPA sebesar 70% siklus I dan 77% siklus kedua yangmengindikasikan bahwa model Discovery Learning ini cocok atau layak untuk digunakanterhadap subyek penelitian tersebut. Dengan hasil yang dicapai tersebut dapat disimpulkanbahwa dalam pembelajaran terjadi peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar padasiswa kelas VIII D SMPN 2 Kamal dengan menggunakan penerapan discovery learning.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Diduga Prestasi belajar siswa pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial akan semakin meningkat dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah.
2. Diduga keaktifan belajar siswa pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial akan semakin meningkat dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 4 bulan yaitu bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2018. Penyusunan proposal mulai bulan Maret 2018. Pada bulan Maret 2018 dilakukan penyusunan instrumen penelitian yang meliputi pembuatan perangkat pembelajaran, pembuatan LKS, pembuatan media, penyusunan kisi-kisi, butir soal, kunci jawaban dan pedoman penskoran serta penyusunan lembar observasi bagi guru maupun siswa. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2018. Siklus I dilakukan pada minggu ke dua yaitu pada bulan Mei 2018, sedangkan siklus II pada minggu ketiga Mei 2018. Pengolahan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni 2018.
Pengumpulan data atau pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2018 karena materi yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian disesuaikan dengan urutan materi yang harus disampaikan sesuai dengan Standar Isi dan kalender akademik.
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Jakenan pada kelas IX E karena pada tahun pelajaran 2017/2018 peneliti mengajar di kelas IX E SMP Negeri 2 Jakenan, yang siswanya berjumlah 28 orang yang terdiri dari laki-laki 18 siswa dan perempuan 10 siswa. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik penilaian tes tertulis dan non tes berupa penilaian unjuk kerja. Teknik penilaian tertulis dilakukan pada akhir pelajaran, siswa diminta mengerjakan soal tes. Teknik penilaian non tes berupa penilaian unjuk kerja dilakukan dengan teknik pengamatan atau observasi terhadap kektifan belajar siswa. dan penilaian terhadap laporan kerja. Observasi adalah suatu teknik evaluasi yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan (evaluasi).
Teknik analisis data yang dipakai menggunakan bentuk diskripsi kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh pada pelaksanaan tindakan dianalisis untuk memperoleh kesimpulan tentang kemajuan keaktifan siswa serta hasil belajar siswa. Siswa dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ulangan harian mencapai KKM 75 atau telah tuntas klasikal 85%. Siswa dikatakan aktif jika aktivitas belajarnya masuk kategori baik (76-88)
Kegiatan penelitian tindakan sekolah dilaksanakan melalui beberapa tahap, yang diuraikan sebagai berikut: (1) Persiapan: (a) meminta izin kepada kepala sekolah dalam Penelitian Tindakan Kelas, (b) melakukan observasi di lapangan, dan (c) melakukan wawancara terhadap siswa dan guru (observer); dan (2) Tahap pelaksanaan tindakan ada 2 siklus, langkah-langkah kegiatan pada setiap siklus adalah sebagai berikut: 1) Perencanaan (Planning), 2) Pelaksanaan Tindakan (Action), 3) Pengamatan (Observation), dan 4) Refleksi (Reflection).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kondisi Awal (Pra Siklus)
Proses Pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Jakenan dimana guru masih menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah. Model pembelajaran cenderung berpusat pada guru sebagai sumber belajar. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.
Tabel Hasil Belajar Siswa pada Tes Awal (Pra Siklus)
Berdasarkan tabel di atas dapat ketahui bahwa sebanyak 10,71% siswa atau 3 siswa mendapatkan nilai < 41 dalam menjawab tes tertulis.Sebanyak 28,57% atau 8 siswa mendapatkan nilai 41-55. Sebanyak 32,14% siswa atau 9 siswa mendapatkan nilai 56-70. Sebanyak 28,57% atau 8 siswa mendapatkan nilai 71-85. Sedangkan hanya 0% atau tidak satupun siswa yang mendapatkan nilai 86-100.Nilai ideal yang diharapkan adalah 75. Jadi apabila di prosentase secara klasikal, maka pembelajaran pra siklus perlu diperbaiki untuk mendapatkan nilai ketuntasan minimal maupun ketuntasan secara klasikal.
Pengukuran kompetensi dasar pra siklus juga mengenai keaktifan siswa pada pembelajaran. Berdasarkan observasi awal, maka keaktifan siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa keaktifan siswa masih sangat kurang yaitu mencapai 67,85% atau sebanyak 19 siswa belum aktif pada pembelajaran. Sehingga perlu perbaikan dalam metode pembelajaran selanjutnya agar dapat meningkatkan keaktifan siswa.
Siklus I
Data tentang Hasil Belajar Siswa
Hasil observasi pada siklus I yaitu suasana kelas ramai, karena siswa belum terbiasa dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajarn berbasis masalah; ada beberapa siswa yang masih berbicara sendiri pada waktu ada kelompok yanng maju presentasi; diskusi kelompok dan diskusi kelas masih didominasi oleh siswa yang pandai, sehingga masih banyak siswa yang belum aktif dalam diskusi; ada beberapa siswa yang tidak mengerti maksud LKS, karena LKS sebelumnya kebanyakan menuntun siswa untuk mengadakan pengamatan atau eksperimen, sehingga mereka bingung apa yang harus dikerjakan. Hal ini dapat terlihat pada siswa yang tolah-toleh melihat pekerjaan temannya. Siswa belum berani bertanya walaupun kenyataannya mereka belum jelas betul. Ada beberapa siswa memang dengan sengaja bermain-main sehingga suasana diskusi kurang baik dan hasilnya kurang baik pula.
Tabel Hasil Belajar Siswa Siklus I
Berdasarkan tabel di atas sudah terjadi peningkatan nilai belajar siswa yaitu sebanyak 7,14% atau 2 siswa yang mencapai nilai 86-100. Sedangkan tidak satupun siswa yang mendapatkan nilai < 41, sehingga kegiatan pembelajaran perlu diperbaiki pada siklus II untuk mendapatkan nilai ketuntasan minimal maupun ketuntasan secara klasikal seperti yang diharapkan yaitu 85% siswa secara klasikal mendapat nilai lebih dari 75.
Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk melihat keaktifan siswa, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa terdapat kenaikan keaktifan siswa yaitu pada skor 86-100 sebanyak 7,14% atau 2 siswa yang sudah aktif. Sedangkan untuk skor <41 mengalami penurunan yaitu hanya sebanyak 10,71% atau 3 siswa yang masih pasif. Hal ini merupakan kemajuan yang cukup menggembirakan dimana siswa yang pasif menjadi lebih sedikit daripada kondisi pra siklus. Sehingga perlu perbaikan dalam metode pembelajaran siklus II agar dapat meningkatkan keaktifan siswa.
Secara keseluruhan, tindakan siklus I belum berjalan secara baik. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak terbiasa belajar IPS dengan lembar kegiatan siswa. Berdasarkan hasil pengamatan pada pembelajaran siklus I, terdapat beberapa kelemahan yaitu awal pembelajaran siswa duduknya masih belum berkelompok; apabila menemukan kesulitan siswa langsung bertanya kepada guru; masih adabeberapa kelompok yang anggotanya bekerja sendiri-sendiri; guru terlalu lama membimbing pada kelompok tertentu, ada beberapa kelompok yang tidak teramati oleh guru; kurang adanya kerjasama antar anggota kelompok, hanya sebagian siswa yang aktif tampil di depan kelas; dan guru masih kesulitan dalam membagi waktu.
Siklus II
Data Hasil Belajar
Berdasarkan tabel di atas sudah terdapat kenaikan nilai belajar siswa yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dari terdapat 21,42% atau 6 siswa yang mendapat nilai 86-100. Sedangkan tak satupun siswa yang mendapatkan nilai <55, sehingga kegiatan pembelajaran sudah mencapai ketuntasan klasikal seperti yang diharapkan yaitu 85% siswa secara klasikal mendapat nilai lebih dari 75.
Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk melihat keaktifan siswa, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Berdasarkan tabel tersebut diatas, terdapat kenaikan keaktifan siswa yaitu pada skor 86-100 sebanyak 28,57% atau 8 siswa dan skor 71-85 sebanyak 57,14% atau 16 siswa, jadi yang sudah aktif sebanyak 85,71%. Sedangkan tak satupun yang mendapatkan skor<41. Hal ini merupakan kemajuan yang cukup menggembirakan dimana siswa yang pasif menjadi lebih sedikit daripada kondisi Siklus I.
Refleksi siklus II adalah pada saat diskusi kelas penggunaan waktu masih belum efektif; semua siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok, meski masih ada siswa yang hanya ikut-ikutan kelompoknya, tapi jumlahnya sedikit; pada saat presentasi hasil diskusi, siswa yang ke depan sudah percaya diri dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya; masih ada siswa yang berperilaku tidak relevan terhadap KBM, tapi jumlahnya sedikit.
Berdasarkan hasil analisis kegiatan refleksi pada tindakan kedua, maka yang perlu diperbaiki adalah guru hendaknya bersikap tegas untuk membatasi tanggapan-tanggapan yang dikeluarkan siswa; guru hendaknya lebih mengefektifkan waktu, dengan cara mengingatkan siswa tentang manajemen waktu dalam berdiskusi, presentasi maupun refleksi; guru mengingatkan kembali kepada siswa mengenai unsur-unsur dasar belajar berbasis masalah; guru harus memotivasi siswa untuk percaya diri tampil kedepan; dan guru diharapkan bertindak tegas pada siswa yang berperilaku tidak relevan terhadap KBM.
PEMBAHASAN
Hasil tes tertulis awal yang diperoleh siswa pada pra siklus masih sangat rendah. Pembelajaran pada pra siklus belum menerapkan pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah, dimana guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Siswa hanya duduk, diam, mendengarkan ceramah dari guru tanpa berani bertanya ataupun menjawab pertanyaan.Sehingga siswa sangat pasif. Jumlah siswa yang mencapai nilai diatas KKM hanya 3 siswa atau 10,71%.
Pembelajaran pada siklus I sudah menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Siswa saling bekerjasama dalam kelompok, menginvestigasi pertanyaan dan mengeksplorasi berbagai sumber belajar. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, menjawab pertanyaan maupun mempresentasikan hasil diskusi bersama kelompoknya. Suasana pembelajaran lebih santai dan menyenangkan bagi siswa. Namun siswa masih belum dapat beradaptasi dengan pembelajaran ini. Hal ini tampak pada sikap siswa yang masih malu-malu dalam bertanya, menjawab pertanyaan maupun presentasi di depan kelas. Tes tertulis pada akhir siklus I mendapatkan hasil yang agak meningkat. Terdapat 12 siswa yang mencapai nilai diatas KKM atau 42,85%.
Pembelajaran pada siklus II hampir sama dengan pada siklus I. Namun pembelajaran ini sudah merupakan perbaikan dari siklus I. Hal ini ditunjukkan pada aktifitas guru yang selalu memotivasi siswa dalam pemecahan masalah maupun keaktifan siswa. Sehingga siswa sudah mulai percaya diri, tidak malu untuk bertanya, menjawab pertanyaan maupun presentasi di depan kelas. Siswa mulai focus pada pembelajaran. Meskipun masih ada yang belum aktif, namun jumlahnya sedikit. Pembelajaran mulai kondusif dan siswa sudah mengetahui apa yang harus dilakukan. Tes tertulis pada akhir siklus menunjukkan peningkatan nilai yang cukup signifikan. Terdapat 25 siswa yang mencapai nilai diatas KKM atau 89,28%
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada ketiga siklus, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai belajar siswa. Bahkan kenaikannya cukup signifikan, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, melalui pengamatan Siklus II menunjukkan peningkatan nilai belajar siswa. Pada Siklus II, dari 28 siswa terdapat 25 siswa yang telah mencapai nilai >75, yaitu diatas skor ideal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 89,28% siswa telah mencapai ketuntasan klasikal.
Ketuntasan siswa meningkat pada siklus I yang mencapai 12 siswa dan yang tertinggi pada siklus II yaitu mencapai 25 siswa. Jika dibandingkan pada Siklus I , dari 28 siswa terdapat hanya 12 siswa atau sebesar 42,85% siswa yang mencapai ketuntasan klasikal, Ini berarti peningkatan yang cukup menggembirakan dan sesuai yang diharapkan.
Keaktifan Siswa
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, melalui pengamatan pada siklus I menunjukkan peningkatan keaktifan siswa pada siklus II. Pada hasil observasi pada siklus II sebanyak 24 siswa telah aktif. Hal ini lebih meningkat dibandingkan pada Siklus I yang hanya 3 siswa aktif.
Keaktifan siswa meningkat dari 3 siswa yang aktif pada pra siklus, menjadi 5 siswa aktif pada siklus I dan menjadi 19 siswa pada siklus II. Secara umum siswa lebih mudah menguasai dan memahami materi melalui metode pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dikarenakan siswa merasa lebih mudah berdiskusi dengan temannya. Suasana kelaspun lebih santai dan tidak menegangkan, karena siswa diberi kesempatan untuk aktif mengeluarkan pendapat ataupun pertanyaan, baik kepada guru maupun kepada temannya. Guru bertindak sebagai fasilitator, memberikan arahan dan bimbingan pada tiap kelompok pada pemecahan masalah. Selain itu guru juga bertindak sebagai pengontrol manajemen waktu agar pembelajaran bisa berlangsung efektif dan efisien.
Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran berbasis masalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.
Dari tindakan yang dilaksanakan dengan model PBM dapat meningkatkan kemampuan konstruktivisme siswa, dalam proses pembelajaran konsep-konsep yang mereka dapatkan adalah hasil karyanya sendiri, dan siswa menjadi biasa untuk bekerja bersama/berkelompok (learning community), dan siswa memiliki kemampuan (kompetensi) sehingga mereka bisa menyesuaikan diri dan berkompetensi dimanapun mereka berada.
Dalam pendidikan model PBM dapat mendidik siswa menjadi mandiri, jujur, dan bertanggung jawab. Selanjutnya siswa mampu untuk berinovasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian berarti pelaksanaan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat dikatakan berhasil meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa kelas IX E SMP Negeri 2 Jakenan semester genap tahun pelajaran 2017/2018.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dan keaktifan siswa meningkat. Dengan demikian,melalui pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran IPS materi kerja sama ekonomi internasional pada siswa kelas IX-E SMPN 2 JAKENAN semester genap dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan pada dua siklus dengan metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahaun Sosial pada siswa kelas IX SMPN 2 Jakenan dapa disimpulkan bahwa dengan metode Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar ilmu pengetahuan social siswa kelas IX. Menurut Fogarty (1997: 3) PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Lagkah-langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBM adalah: (1) menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta; (4) merumuskan hipotesis; (5) penelitian; (6) memahami kembali suatu masalah; (7) menyuguhkan alternatif; dan (8) mengusulkan solusi.
Hasil penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus ternyata hipotesis yang dirumuskan telah terbukti kebenarannya. Artinya bahwa dengan menerapkan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahaun Sosial ternyata dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahaun Sosial siswa kelas IX SMPN 2 Jakenan pada semester Genap Tahun Pembelajaran 2017/2018. Hal ini ditunjukkan hasil belajar siswa pada akhir siklus II ,dengan banyaknya siswa yang tuntas mencapai 89,28% . Sedangkan indicator kinerja penelitian yang peneliti tetapkan adalah sekurang-kurangnya 85% siswa mendapat nilai hasil belajar Ilmu Pengetahaun social lebih dari atau sama dengan75 (tujuh puluh lima) dan sekurang-kurangnya 75 nilai rata-rata kelas dalam pembelajaran Ilmu Pengetahaun Sosial. Dengan demikian indicator tersebut telah tercapai.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilaksanakan untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran Ilmu Penggetahaun Sosial di kelas IX sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan efekti fserta menyenangkan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan, dan sekaligus sebagai bahan uraian penutup laporan ini, antara lain:
Bagi Sekolah
a. Penelitian dengan model pembelajaran berbasis masalah membantu dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
b. Usahakan sekolah ada laboratorium Ilmu Pengetahaun Sosial walaupun wujudnya sederhana
Bagi Guru
a. Diharapkan guru ilmu pengetahaun social sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif ,efektif dan tidak monoton sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa ikut aktif dan dapat meningkatkan prestasi belajar ilmu pengetahuans osial.
b. Hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai refleksi bagi guru dan kepala sekolah.
c. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah ini seyogyanya sekolah dalam hal ini kepala sekolah member kesempatan kepada guru untuk mengadakan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) antar sesama guru semapel dalam satu sekolah untuk menentukan metode yang tepat dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
BagiSiswa.
a. Siswa hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, dan meningkatkan usaha belajar sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.
b. Siswa dapat mengaplikasikan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anni C T, Achmad R, Eddy P & Daniel P. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.
Arikunto S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badudu dan Zain. 1996. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Barrows. 1996. Dalam DEPDIKNAS 2005. Jakarta: Depdiknas
Books & Martin. 1993. dalam DEPDIKNAS 2005. Jakarta: Depdiknas
[BSNP] Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum 2013 Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Darsono M. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi IPS. Jakarta.
Depdiknas. 2004. Buku Siswa Pelajaran Pengetahuan Sosial IX. Jakarta.
Gulo W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Hamalik O. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hamzah, B. Uno. 2007. Profesi Kependidikan: Jakarta: Bumi Aksara
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: BPSDM Kemendikbud
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slavin, E. Robert. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Nusa Media
Sudijono A, 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sudjana, N. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Sugiyanto, 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pressindo