Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Tentang Ciri-Ciri Uang Melalui Medote Pembelajaran Inquiry Pada Siswa Kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015
PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TENTANG CIRI-CIRI UANG MELALUI METODE PEMBELAJARAN INQUIRY PADA SISWA KELAS III SD NEGERI NGUTER 01 KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Suyatno
SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Meningkatkan hasil belajar IPS pada materi ciri-ciri uang siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui penggunaan metode inquiry 2) Untuk memperbaiki hasil pembelajaran peneliti. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Februari sampai April 2015. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik observasi yang menggunakan beberapa cara yaitu: dokumentasi, tes dan observasi Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: Melalui penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan aktivasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada materi ciri-ciri uang siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Peningkatan terbukti dari beberapa aspek yang dinilai mengalami peningkatan dari siklus I dan Siklus II dari nilai rata-rata kualitas keaktifan cukup aktif menjadi kualitas keaktifan baik Melalui penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada materi ciri-ciri uang pada siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Peningkatan hasil tes siswa rata-rata pada kondisi awal sebesar 65, pada siklus I sebesar 75 dan pada siklus II sebesar 88,57. Sedangkan presentase siswa yang mencapai KKM pada kondisi awal sebesar 57,14%, siklus I sebesar 78,57% dan siklus II sebesar 100%. Jadi terdapat peningkatan rata-rata dan presentase siswa yang telah mencapai KKM dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 23,57 dan peningkatan ketuntasan sebesar 42,86% dari kondisi awal sampai pada akhir siklus II.
Kata Kunci: hasil belajar IPS, metode inquiri
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Permasalahan yang penulis hadapi pada pembelajaran IPS tentang ciri-ciri uang adalah sifat pasif, ramai, dan kurang motivasi dalam mengikuti pembelajaran sehingga tingkat penguasaan dan pemahaman materi tersebut rendah. Dari hasil penilaian, dari 28 siswa yang mendapat nilai diatas 70 sebagai syarat Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hanya 16 siswa. Ternyata 12 siswa belum memahami materi yang diperoleh. Hanya 57,14% tingkat pemahaman siswa.
Berdasarkan masalah di atas maka penulis ingin mengadakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Usaha tersebut untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mapel IPS materi Ciri-ciri Uang Logam dan Uang Kertas. Hal ini perlu dilakukan mengingat pendidikan IPS di SD harus memperhatikan kebutuhan siswa yang masih berusia antara 6-12 tahun. Dalam perkembangannya kemampuan intelektual atau kognitifnya pada tingkatan kongkret atau operasional. Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan bersifat abstrak, misalnya konsep-konsep tentang waktu, perubahan lingkungan, dan arah mata angin.
Menurut Dewey yang dikutip oleh Muhammad Numan Somantri (2001:44) bahwa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dapat dilakukan dengan : 1) Belajar siswa dengan berpikir kritis, 2) Ketrampilan proses, 3) Problem solving approach, 4) Pendekatan inkuiri, 5) Program sekolah yang harus terpadu dengan kehidupan masyarakat, dan 6) Bimbingan sebagai bagian dari belajar. Salah satu metode yang dirasa cukup efektif untuk menguasai segala permasalahan dan kelemahan pembelajaran IPS kelas III SDN Nguter 03 adalah dengan diterapkannya metode inquiry.
Didalam metode inquiry ini siswa benar-benar ditempatkan sebagai subyek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas secara kelompok untuk dipecahkan. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam angka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Tentang Ciri-Ciri Uang Pada Siswa Kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015â€
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1)Apakah penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan aktivasi belajar siswa kelas III SDN Nguter 01 semester II tahun pelajaran 2014/2015 pada mata pelajaran IPS materi cirri–ciri uang? Dan 2)Apakah penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN Nguter 01 semester II tahun pelajaran 2014/2015 pada mata pelajaran IPS materi cirri–ciri uang?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: 1)mendeskripsikan peningkatan aktivitas belajar Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Ciri-Ciri Uang melalui penggunaan metode inquiry pada siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 dan 2)mendeskripsikan peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Ciri-Ciri Uang melalui penggunaan metode inquiry pada Siswa Kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat. Adapun manfaat dari penelitian tindakan kelas bagi siswa membantu pemahaman dalam menyerap materi yang dipelajari sehingga proses dan hasil belajar pun akan lebih meningkat pula. Manfaat bagi guru mengembangkan pengetahuan dan  keterampilan serta membangkitkan rasa percaya diri sehingga akan selalu bergairah dan bersemangat untuk memperbaiki pembelajarannya secara terus menerus. Manfaat bagi sekolah membantu sekolah dalam mengembangkan dan menciptakan lembaga pendidikan yang berkualitas yang akan menjadi percontohan atau model bagi sekolah– sekolah.
LANDASAN TEORI
Karakteristik Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut. 10; 2)Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya. 3)Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian tersebut. Dan 4)Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1)Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya.; 2)Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui; 3) Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat; 4) Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna; 5) Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa. Ketercapaian tujuan PIPS dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengembangkan media, sumber, alat dan strategi belajar serta menguasai materi yang dikembangkan berdasarkan pada kehidupan riil di sekitar kehidupan sehari-hari siswa.
Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk:Â 1)mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis; 2)mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial; 3)membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid Sumaatmadja. 2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian social yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara†Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar hamalik. 1992 : 40-41).
Metode Inquiry
Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subyek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi terhadap kegiatan siswa adalah pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).
Gulo (2002:84) menjelaskan inkuiri berasal dari Bahasa Inggris inquiry yang berarti pertanyaan, pemeriksaan, dan penyelidikan. Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh dengan percaya diri. Trianto (2007:135) menjelaskan inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:196) bahwa strategi pembelajaran inkuiri adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan. Dalam penggunaan inkuiri, siswa mempunyai kegiatan mencari sesuatu sampai tingkat yakin/percaya (belief), didukung oleh fakta, analisa, interpretasi dan pembuktian bahkan sampai pada pencarian alternatif pemecahan masalah.
Hadi  (2008:19) menjelaskan bahwa inkuiri  sebagai  suatu proses direncanakan untuk meningkatkan intelektual para siswa dan menjadikansiswa lebih aktif dan kreatif. Gulo dalam Trianto (2007:137) menambahkan bahwa inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari perumusan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation dan Variety of Resources (Garton, 2005).
Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa.
Student Engangement, Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan salah satu keharusan sedangkan peran guru adalah fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.
Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, beker berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkn saja semua jawaban benar.
Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.
Variety of Resourcer. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli dan lain sebagainya.
Inquiry adalah salah satu metode pengajaran dengan cara guru menyuguhkan suatu peristiwa kepada siswa yang menimbulkan teka-teki dan memotivasi siswa untuk mencari pemecahan masalah. Metode inquiry ditelusuri dari fakta menuju teori. Dengan harapan agar siswa terangsang untuk mencari dan meneliti, serta memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri.
Dalam pelaksanaanya metode inquiry dapat dilakukan dengan cara guru membagi tugas meneliti suatu masalah di kelas. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus diselesaikan. Kemudian tugas itu mereka pelajari, mereka teliti, serta dibahas bersama-sama dalam kelompoknya. Setelah dibahas dan didiskusikan, kemudian masing-masing kelompok itu membuat laporan hasil kerja, dengan cara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Inquiry juga dapat berjalan dengan cara sebagai berikut guru menunjukkan sesuatu benda/ barang, atau buku yang masih asing bagi siswa didepan kelas. Kemudian semua siswa disuruh mengamati, meraba, melihat dan membaca dengan seluruh alat indera secara cermat. Lalu guru memberikan masalah, atau pertanyaan kepada seluruh siswa, yang sudah siap dengan jawaban atau pendapat. Dalam hal ini masalah yang diajukan kepada siswa itu tidak boleh menyimpang dari garis pelajaran yang telah diberikan/ direncanakan tersebut. Metode ini setingkat lebih maju dari problem solving, karena permasalahannya bersifat penelitian (research).
Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:57) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Hasil belajar menurut Mulyasa (2009:212) adalah prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan.
Kingsley dalam Sudjana (2010:45) membagi tiga macam hasil belajar, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Kebiasaan adalah perpadauan antara pengetahuan, keterampilan dan keinginan. Pengetahuan berarti memahami apa yang harus diperbuat. Keterampilan berarti mengerti bagaimana melakukannya. Pengertian adalah suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal dan biasanya lebih kompleks dari arti atau makna suatu hal. Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi ataukondisi di lingkungan sekitarnya. Sedangkan cita-cita adalah sesuatu yang ingin kita capai disertai perencanaan dan tindakan kita untuk mencapainya.
Menurut Oemar Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
Faktor Internal yaitu secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. Faktor Psikologis yaitu setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
Faktor Eksternal meliputi faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru
Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran dalam proses perbaikan pembelajaran yaitu pembelajaran kondisi awal belum menggunakan metode inquiry dalam pembelaran IPS akibatnya hasil belajar siswa rendah dan tidak obtimal untuk memperbaiki tersebut perlu diadakan pemecahan masalah dengan menggunakan metode inquiry diharapkan pada kondisi akhir aktivitas dan hasil belajar meningkat.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)Melalui penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan aktivasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada materi ciri-ciri uang siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. 2)Melalui penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada materi ciri-ciri uang pada siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN
Waktu penelitian selama 3 (bulan) bulan yaitu pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan April 2015 waktu dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.
Pelaksanaan Tindakan kelas dilaksanakan 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Siklus pertama pertemuan1 dilaksanakan rabu,4 Pebruari 2015 dan pertemuan 2 rabu 11 Pebruari 2015. Siklus II pertemuan 1 dilaksanakan rabu 25 Pebruari 2015 dan pertemuan 2 rabu 4 Maret 2015.
Pelaksanaan Tindakan Kelas ini dilakukan di SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo pada siswa kelas III semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada materi ciri-ciri uang. Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo dengan jumlah siswa 28 anak. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Pada Materi Ciri-Ciri Uang Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015.
Sumber data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 114)Â Data primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber pertama. Data primer yang digunakan adalah hasil wawancara dan observasi terhadap siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 sedangkan data sekunder berupa dokumentasi foto dan hasil tes (kegiatan PBM dari prasiklus, siklus I dan siklus II).
Teknik pengumpulan data adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis dengan prosedur yang berstandar (Suharsimi Arikunto, 2006 : 222). Untuk memperoleh data yang akurat, serta relevansi dengan topik maka teknik pengumpulan data mmenggunakan tehnik dokumen, tehnik observasi dan tehnik tes. Validasi data dalam penelitian disesuaikan dengan alat maupun data yang diperlukan, misalnya tes tertulis akan divalidasi butir soalnya melalui kisi-kisi, wawancara/observasi akan divalidasi datanya melalui triangulasi metode. Dalam tindakan ini teknik analisis data yang dilakukan adalah menganalisis hasil tes yaitu sebagai berikut. Tes dilaksanakan pada kondisi awal dan setiap akhir siklus guna mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai indikator keberhasilan yang telah di tetapkan.
Setiap hasil tes yang dilaksanakan dianalisis, yaitu jumlah nilai dari seluruh siswa dibagi banyaknya siswa. Hasil tersebut kemudian disebut nilai rata-rata kelas, yang digunakan untuk mengetahui tingkat ketercapaian skor dari hasil belajar siswa.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini direncanakan terdiri dari dua siklus. Siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan yaitu 2 jam pelajaran, dan siklus II juga 2 kali pertemuan yaitu 2 jam pelajaran. Jadi untuk menyelesaikan penelitian memerlukan waktu 4 jam pelajaran atau 2 kali pertemuan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
Pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi ciri-ciri uang uang, yang dilaksanakan oleh guru dan siswa kelas III SDN Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo semester II tahun pelajaran 2014/2015 Setelah peneliti mencermati ternyata siswa kurang tertarik dan kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran membaca nyaring. Hal ini disebabkan oleh guru yang dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sering menggunakan metode ceramah, sehingga siswa mendapat pemahaman yang masih abstrak. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), siswa kurang bergairah khususnya untuk materi penggunaan uang Belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu ditetapkan 70. Adapun nilai ketuntasan pada kondisi awal dapat disajikan pada tabel dan diagram, sebagai berikut:
Tabel Nilai Ulangan Harian dan Ketuntasan Belajar Siswa Kondisi Awal
No |
Aspek |
Frekuensi |
Presentase (%) |
1 |
Nilai Tertinggi |
80 |
|
2 |
Nilai Terendah |
50 |
|
3 |
Rata-rata |
65 |
|
4 |
Nilai tuntas |
16 |
57,14 |
5 |
Nilai belum tuntas |
12 |
42,86 |
Jumlah |
28 |
100Â Â % |
Berdasarkan tabel di atas terlihat nilai siswa yang mencapai KKM atau tuntas ada 16 siswa dari 28 siswa. Prosentase ketuntasan belajar sebesar 57,14 %, maka perlu adanya perbaikan pembelajaran.
Deskripsi Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 3 Februari 2015 dan pertemuan kedua pada hari Selasa, 10 Februari 2015.
Observasi dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran, dalam penelitian ini tahap observasi dilakukan untuk memperoleh data bagaimana kegiatan belajar mengajar serta kesungguhan dan keaktifan siswa dengan menggunakan metode demonstrasi. Hal tersebut dapat kita lihat pada tabel dan diagram berikut:
Tabel.Presentase Keaktifan Siswa Siklus I
No |
Aspek |
Presentase Keaktifan |
Kualitas Keaktifan |
1 |
Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa |
56% |
Baik |
2 |
Siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman) |
57% |
Baik |
3 |
Siswa mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya |
54% |
Baik |
4 |
Siswa berpikir reflektif |
56% |
Baik |
Keterangan kualitas keaktifan siswa :
1. 100% – 80%Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Amat Baik
2. 79% – 70% : Baik
3. 69% – 50% : Cukup
4. 49% – 30% : Kurang
5. 29% – 20% : Amat Kurang
Sedangkan berdasarkan hasil tes evaluasi pembelajaran siklus I yang dilaksanakan pada pertemuan kedua tanggal 11 Februari 2015, peneliti memperoleh hasil yaitu dari 28 siswa yang mengikuti evaluasi, ada 22 siswa (78,57%) yang mencapai KKM 70 keatas atau mengalami tuntas dalam belajar, sedangkan 6 siswa (21,43%) belum mengalami tuntas belajar yaitu nilai KKM di bawah 70. Nilai rata-rata tes formatif pada pembelajaran Siklus I adalah 75. Dapat lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Nilai Ulangan Harian dan Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I
No |
Aspek |
Frekuensi |
Presentase (%) |
1 |
Nilai Tertinggi |
80 |
|
2 |
Nilai Terendah |
60 |
|
3 |
Rata-rata |
75 |
|
4 |
Nilai tuntas |
22 |
78,57 |
5 |
Nilai belum tuntas |
6 |
21,43 |
Jumlah |
28 |
100Â Â % |
Gambar 9 Diagram Ketuntasan Siklus I
Berdasarkan tabel dan diagram di atas terlihat nilai siswa yang mencapai KKM atau tuntas ada 22 siswa dari 28 siswa. Prosentase ketuntasan belajar sebesar 78,57 %, hal ini menunjukkan adanya peningkatan penguasaan materi dari perbaikan pembelajaran siklus I dibanding kondisi awal.
Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I dapat diperoleh refleksi hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tentang Ciri-Ciri Uang dengan menggunakan metode inquiry pada siklus I diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 75 dan ketuntasan belajar mencapai 78,57% atau ada 22 siswa dari 28 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal ada peningkatan hasil belajar siswa. Siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 meningkat menjadi sebesar 78,57% dan aktivitas siswa juga meningkat. Namun demikian guru akan mengujicobakan kembali metode inquiry untuk melihat perubahan peningkatan aktivitas belajar yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan lebih baik karena pencapaian ketuntasan siswa belum belum maksimal maka perlu di lanjutkan ke siklus II.
Deskripsi Tindakan Siklus II
Kegiatan siklus kedua dilakukan pada hari Rabu, 25 Februari 2015 pada pukul 07.00 – 08.10 bertempat di SD Negeri Nguter 01 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.
Observasi dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran, dalam penelitian ini tahap observasi dilakukan untuk memperoleh data bagaimana kegiatan belajar mengajar serta kesungguhan dan keaktifan siswa dengan menggunakan metode demonstrasi. Hal tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Presentase Keaktifan Siswa Siklus II
No |
Aspek |
Presentase Keaktifan |
Kualitas Keaktifan |
1 |
Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa |
74% |
Baik |
2 |
Siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman) |
74% |
Baik |
3 |
Siswa mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya |
73% |
Baik |
4 |
Siswa berpikir reflektif |
75% |
Baik |
Keterangan kualitas keaktifan siswa :
1. 100% – 80%Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Amat Baik
2. 79% – 70% Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Baik
3. 69% – 50% Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Cukup
4. 49% – 30% Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Kurang
5. 29% – 20% Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Amat Kurang
Sedangkan berdasarkan hasil tes evaluasi pembelajaran siklus II yang dilaksanakan pada pertemuan kedua tanggal 4 Maret 2015, peneliti memperoleh hasil yaitu dari 28 siswa yang mengikuti evaluasi, ada 28 siswa (100%) yang mencapai KKM 70 keatas atau mengalami tuntas dalam belajar. Nilai rata-rata tes formatif pada pembelajaran Siklus I adalah 88,57. Dapat dilihat pada tabel, di bawah ini:
Tabel 9 Nilai Ulangan Harian dan Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II
No |
Aspek |
Frekuensi |
Presentase (%) |
1 |
Nilai Tertinggi |
100 |
|
2 |
Nilai Terendah |
80 |
|
3 |
Rata-rata |
88,57 |
|
4 |
Nilai tuntas |
28 |
100 |
5 |
Nilai belum tuntas |
– |
– |
Jumlah |
28 |
100Â Â % |
Berdasarkan table di atas terlihat nilai siswa yang mencapai KKM atau tuntas ada 28 siswa dari 28 siswa. Prosentase ketuntasan belajar sebesar 100 %, hal ini menunjukkan adanya peningkatan penguasaan materi dari perbaikan pembelajaran siklus I dibanding siklus II.
Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus II dapat diperoleh refleksi hasil pembelajaran matematika dengan menggunakan metode inquiry pada siklus II diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 88,57 dan ketuntasan belajar mencapai 100% atau ada 30 siswa dari 36 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II secara klasikal ada peningkatan hasil belajar siswa. Siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 meningkat menjadi sebesar 100% dan aktivitas siswa juga meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II secara ada peningkatan yang signifikan dari hasil nilai siswa dan aktivasi siswa
Maka guru atau peneliti tidak melanjutkan kegiatan pembelajaran ke siklus berikutnya karena apa yang sudah dicapai dianggap memuaskan, Hasil tes siswa rata-rata pada kondisi awal sebesar 65, pada siklus I sebesar 75 dan pada siklus II sebesar 88,57. Sedangkan presentase siswa yang mencapai KKM pada kondisi awal sebesar 57,14%, siklus I sebesar 78,57% dan siklus II sebesar 100%. Jadi terdapat peningkatan rata-rata dan presentase siswa yang telah mencapai KKM dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 23,57 dan peningkatan ketuntasan sebesar 42,86% dari kondisi awal sampai pada akhir siklus II.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 2 siklus dimana di tiap siklusnya terdiri dari 2 kali pertemuan, aktivasi siswa peningkatannya ditiap siklusnya dapat kita lihat pada tabel dan diagram berikut ini:
Tabel Perbandingan Kekatifan Siswa Siklus I, dan Siklus II
No |
Aspek |
Siklus I |
Siklus II |
||
Presentase Keaktifan |
Kualitas Keaktifan |
Presentase Keaktifan |
Kualitas Keaktifan |
||
1 |
Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa |
56% |
Baik |
74% |
Baik |
2 |
Siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman) |
57% |
Baik |
74% |
Baik |
3 |
Siswa mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya |
54% |
Baik |
73% |
Baik |
4 |
Siswa berpikir reflektif |
56% |
Baik |
75% |
Baik |
Diagram. Perbandingan Aktivasi Siswa Siklus I dan Siklus II
Sedangkan hasil ulangan evaluasi yang didapatkan siswa pada tahapan siklus mengalami peningkatan dari tahapan awal di kondisi awal meningkat di Siklus I kemudian mengalami peningkatan kembali di Siklus II. Ketuntasan belajar siswa meningkat pula. Hal tersebut dapat dilihat pada perbandingan hasil ketuntasan siswa pada tabel dan grafik dibawah ini:
Tabel Perbandingan Ketuntasan Siswa Tiap Siklus
Tahapan Siklus |
Ketuntasan Siswa |
Prosentase Ketuntasan |
||
Tuntas |
Belum Tuntas |
Tuntas |
Belum Tuntas |
|
Kondisi awal |
16 |
12 |
57,14% |
42,86% |
Siklus I |
22 |
6 |
78,57% |
21,43% |
Siklus II |
28 |
0 |
100% |
0% |
Gambar Diagram Perbandingan Ketuntasan Siswa Tiap Siklus
Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus 2 berjalan dengan baik. Hasil tes siswa rata-rata pada kondisi awal sebesar 65, pada siklus I sebesar 75 dan pada siklus II sebesar 88,57. Sedangkan presentase siswa yang mencapai KKM pada kondisi awal sebesar 57,14%, siklus I sebesar 78,57% dan siklus II sebesar 100%. Jadi terdapat peningkatan rata-rata dan presentase siswa yang telah mencapai KKM dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 23,57 dan peningkatan ketuntasan sebesar 42,86% dari kondisi awal sampai pada akhir siklus II.
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1)Melalui penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan aktivasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada materi ciri-ciri uang siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Peningkatan terbukti dari beberapa aspek yang dinilai mengalami peningkatan dari siklus I dan Siklus II dari nilai rata-rata kualitas keaktifan cukup aktif menjadi kualitas keaktifan baik; 2)Melalui penggunaan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada materi ciri-ciri uang pada siswa kelas III SD Negeri Nguter 01 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Peningkatan hasil tes siswa rata-rata pada kondisi awal sebesar 65, pada siklus I sebesar 75 dan pada siklus II sebesar 88,57. Sedangkan presentase siswa yang mencapai KKM pada kondisi awal sebesar 57,14%, siklus I sebesar 78,57% dan siklus II sebesar 100%. Jadi terdapat peningkatan rata-rata dan presentase siswa yang telah mencapai KKM dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 23,57 dan peningkatan ketuntasan sebesar 42,86% dari kondisi awal sampai pada akhir siklus II.
Saran
Saran penelitian tindakan kelas bagi siswa dengan penerapan strategi pembelajaran inkuiri siswa terlibat langsung dalam pembelajaran dan siswa lebih aktif dalam
menerima pembelajaran. Manfaat bagi guru mengembangkan pengetahuan dan  keterampilan serta membangkitkan rasa percaya diri sehingga akan selalu bergairah dan bersemangat untuk memperbaiki pembelajarannya secara terus menerus. Manfaat bagi sekolah membantu sekolah dalam mengembangkan dan menciptakan lembaga pendidikan yang berkualitas yang akan menjadi percontohan atau model bagi sekolah– sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajarn. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta
Garton, Janetta., 2005. Inquiry-Based Learning. Willard R-II School District
Gulo, W. 2002.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Hadi, Susilo., dkk. 2008. Kajian Ilmu Pengetahuan Sosial.Salatiga: Widya Sari Press.
Hamalik, Oemar. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum.
Bandung: CV. Mandar Maju.
——————, (2006), Teknologi dalam Pendidikan, Bandung: Yayasan
Partisipasi Pembangunan Indonesia
Kukuh Setyo Prakoso.2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press
Mukminan, dkk. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Muhammad Numan Somantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulyasa. 2009. Implementasi Kurikulum KTSP Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Rusman. 2012. Model –Model Pembelajaran. Depok : PT Rajagrafindo Persada.
Sagala, Syaiful (2004). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media.
Trianto.    2007.    Model-Model   Pembelajaran    Inovatif   Berorientasi Instruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Zakiah Daradjat, dkk, 1992. Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta : Bumi Aksara,
Â
Â