PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA 2 SUBTEMA 1

MANFAAT TUMBUHAN BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

MELALUI ACTION LEARNING BAGI SISWA KELAS III
SD NEGERI 1 TAWANGHARJO SEMESTER I TAHUN 2018/2019

 

Wahyu Kusumaningtyas

SD Negeri 1 Tawangharjo, Kecamatan Tawangharjo, Kab. Grobogan

 

ABSTRAK

Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa pada tema 2 subtema 1 tentang pemanfaatan sumber daya alam. Tujuannya dari penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Model PTK yang digunakan adalah model spiral dari C. Kemmis dan Mc Taggart. Setiap siklusnya terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dengan teknik tes dan non tes. Instrumen penilaian menggunakan butir-butir soal dan pengamatan. Analisa data menggunakan teknik deskriptif komparatif yakni teknik statistik dengan membandingkan skor antar siklus, mean, skor minimal, maksimal, dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar melalui action learning, siswa dapat meningkatkan hasil belajar. Peningkatan hasil belajar melalui action learning bagi siswa kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo di tunjukan oleh presentase ketuntasan yakni prasiklus ketuntasan sebesar 38,10% meningkat pada siklus I 66,67%, siklus II 90,48% ini berarti ada kenaikan persentase untuk ketuntasan belajar siswa yang merupakan hasil belajar. Disamping itu kenaikan hasil belajar juga ditunjukan oleh skor rata-rata. Sedangkan rata-rata nilai kelas prasiklus 63,21, siklus I 74,76, siklus II 86,19.

Kata Kunci: hasil belajar, pemanfaatan sumber daya alam, action learning

 

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya, ini adalah pengertian pendidikan. Bab I, pasal 1 ayat (1) Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003. Misi pendidikan dengan prinsip demokrasi, otonomi dan keadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan ideologi tersebut menjadi dasar hukum bagi transformasi paradigma pendidikan di Indonesia, dari pengajaran ke pembelajaran. Pada hakekatnya kegiatan pembelajaran adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar dan sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebih efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan membuat siswa bersemangat untuk mengikuti pelajaran.

Dewasa ini para pendidik/guru lupa akan misi pendidikan tersebut, dan akhirnya kurang memperhatikan siswa ketika pembelajaran berlangsung, bahwa siswa itu mempunyai keunikan-keunikan dan tentunya perbedaan-perbedaan yang satu sama lain, ini bisa dilihat dalam pembelajaran yang biasa (konvensional). Pada pembelajaran konvensional sering pendidik hanya sebagai penceramah yang sangat aktif karena hanya pendidik yang berbicara, sedangkan kurang lebih 80% siswa dalam satu kelas, mereka setia mendengarkan pendidik berceramah walau sering tidak mengerti apa yang sedang diterangkan oleh pendidik. Ini menyebabkan apa yang disebut kesenjangan dalam pembelajaran, di mana siswa yang mampu beradaptasi dengan cepat akan semakin cerdas dan malah sebaliknya dimana siswa yang hanya pas-pasan atau kurang kemampuan berpikirnya, maka akan semakin terperosok jauh dan tidak paham dengan apa yang telah diterangkan oleh pendidik. Upaya untuk mengatasi kondisi tersebut para ahli menawarkan cara dan strategi pembelajaran yang dapat merangkul semua keunikan dan perbedaan yang terdapat didalam diri siswa dan juga dapat membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Dengan action learning proses pembelajaran yang diselenggarakan lebih interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran karena lebih ke proses belajar siswa. Seperti halnya proses pembelajaran konstektual yang menghubungkan dan melibatkan siswa dengan dunia nyata, metode inipun lebih mengedepankan, menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata. Dengan demikian pembelajaran dianggap sebagai bagian integral dari sebuah kehidupan.

Jika melihat pembelajaran di kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan yang pada kenyataanya memakai pembelajaran biasa/konvensional pada pembelajaran tema 2 subtema 1 di SD Negeri 1 Tawangharjo. Dalam tes yang dilakukan saat prasiklus KKM yang digunakan adalah 73, dan rata-rata yang didapat dari hasil skor tes pada prasiklus adalah 63,21 tercatat 38,10% siswa mencapai KKM, sedangkan 61,90% siswa dari 42 siswa tidak memenuhi KKM=73. Upaya untuk mengatasi tindakan tersebut adalah melalui action learning pada pembelajaran di kelas III di SD Negeri 1 Tawangharjo, diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah Penerapan Model Pembelajaran Action Learning dapat Meningkatkan Hasil Belajar Tema 2 Subtema 1 tentang Manfaat Tumbuhan bagi Kehidupan Manusia bagi Siswa Kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo Kabupaten Grobogan Semester I Tahun 2018/2019?.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan hasil belajar dapat diupayakan melalui action learning bagi siswa kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo semester I tahun ajaran 2018/2019. Hasil penelitian ini diharapkan dapat untuk mengembangkan metode pembelajaran action learning, perkembangan anak dimasa kini dan mengembangkan penilaiarapkan hasil belajar. Bagi guru: menerapkan action learning; meningkatkan hasil belajar; bahan masukan untuk melakukan PTK. Bagi siswa: dapat menumbuhkan semangat kerjasama antar siswa, meningkatkan hasil belajar dan daya tarik siswa terhadap pembelajaran terutama pada pelajaran melalui action learning. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas pembelajaran di lingkungan SD Negeri 1 Tawangharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan.

KAJIAN PUSTAKA

Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana, 2011: 22. Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart Kingsley dalam bukunya menurut Nana Sudjana, (2011: 22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita. Ketiga hasil belajar (kemampuan) itulah yang harus dimiliki oleh siswa. Hasil belajar ini dapat dilihat dari dua sisi siswa, seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (1999). Ia memandang dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Dari beberapa keseluruhan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah Hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang didapat dari skor perolehan siswa dari pengamatan menyimak, diskusi, kerja lapangan, presentasi, serta tes formatif dengan menggunakan alat penilaian yang hasilnya adalah nilai kemampuan siswa setelah tes diberikan sebagai perwujudan dari upaya yang telah dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain. Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.

Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah data kuantitatif. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Action Learning

Action learning didasarkan pada pemahaman bahwa orang belajar terbaik dari terlibat dengan masalah kehidupan nyata dan kemudian mencerminkan pada apa yang terjadi sebagai akibat dari tindakan mereka dan mengapa tindakan itu atau apakah tidak tepat. Action learning merupakan salah satu strategi dari banyaknya strategi belajar aktif, ada sekitar 101 strategi mengajar oleh Mel.Sibelmen. Action learning adalah belajar sambil berbuat, bertindak dan bermain sesuai dengan kematangan dan perkembangan fisik dan psikologis anak disajikan secara atraktif, kreatif dan aman. Action learning juga belajar tindakan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dari dekat suatu kehidupan nyata yang menyetting aplikasi topik dan isi yang dipelajari atau didiskusikan di kelas. Penelitian di luar kelas menempatkan mereka dalam mode penemuan dan memudahkannya menjadi kreatif dalam mendiskusikan penemuannya kepada kelas. Keindahan aktivitas ini adalah bahwa ia dapat digunakan dengan subjek atau aplikasi apapun.

Tahapan pelaksanaan langkah-langkah Action Learning disebutkan oleh Revans (1969) dalam marquadt (2009) dalam Siti Zuhrotun Nisa (2009) adalah sebagai berikut: 1) clarify the objectives 2) group information 3) analyze the issues 4) presents the problem 5) determine goal 6) develop action 7) strategies 8) take action 9) presents the result. Revans menyebutkan langkah-langkah action learning sebagai berikut: 1) memperjelas tujuan informasi 2) berkelompok 3) menganalisis masalah 4) menyajikan masalah 5) menentukan tujuan 6) mengembangkan tindakan 7) strategi 8) mengambil tindakan 9) menyajikan hasil.

Tahapan pelaksanaan langkah-langkah Action Learning menurut Mel Siberman (2004: 190-191) adalah sebagai berikut: 1) Penjelasan awal kepada siswa tentang topik dengan memberikan latar belakang informasi melalui pelajaran yang didasarkan pada ceramah yang singkat dan diskusi (menyajikan gambar/foto tentang lingkungan hidup; 2) Menjelaskan bahwa mereka akan diberi kesempatan untuk mengalami topik itu secara langsung dengan mengadakan perjalanan lapangan (field trip) pada setting kehidupan nyata; 3) Mengelompokan kelas menjadi beberapa kelompok empat atau lima dan meminta siswa mengembangkan daftar pertanyaan dan atau hal-hal khusus yang seharusnya mereka cari selama “perjalanan lapangan”nya; 4) Perintahkan sub-kelompok tersebut untuk memaparkan pertanyaanpertanyaan atau daftar barang-barang dan menyampaikannya kepada kelas lain; 5) Kelas kemudian akan mendiskusikan barang-barang dan mengembangkan daftar umum bagi setiap orang untuk digunakan; 6) Mengunjungi salah satu tempat untuk diobservasi; 7) Diberikan pertanyaan-pertanyaan dan biarkan mereka sendiri membandingkan dengan kelompok lain; 8) Siswa diharuskan untuk menyampaikan penemuannya di depan kelas.

Dengan melihat teori-teori action learning yang pada dasarnya untuk membuat siswa aktif dalam pembelajaran dan siswa belajar bukan hanya mendengarkan saja, tetapi berperan aktif dalam keikutsertaanya untuk belajar. Guru disini menjadi fasilitator, yang memfasilitasi siswa untuk belajar menemukan apa yang dipelajarinya, semuanya terangkum dari modifikasi langkah-langkah berikut: Penjelasan tentang tugas, membentuk kelompok sesuai tugas, identifikasi masalah, menetapkan tujuan, menetapkan action, melaksanakan action, membuat laporan, presentasi.

METODE

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang digunakan peneliti adalah jenis PTK kolaboratif. PTK kolaboratif yaitu kerja sama antara peneliti dengan guru kelas, ide berasal dari peneliti dan yang melakukan tidakan adalah guru kelas atau sebaliknya pada kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan di lakukan pada semester I. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di SD Negeri 1 Tawangharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Peneliti menggunakan waktu penelitian pada bulan Agustus sampai dengan November selama 4 bulan. Unit penelitian adalah kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah dengan jumlah siswa 42 orang [laki-laki (25) dan perempuan (17)]. Peneliti mengambil lokasi atau tempat penelitian ini dengan pertimbangan SD Negeri 1 Tawangharjo merupakan tempat bertugas sehari-hari peneliti (guru kelas).

Model penelitian ini mengacu pada teori S. Kemmis dan McTaggart dalam Suwarsih Madya (2006: 10) bahwa penelitian tindakan kelas memberikan cara kerja yang mengaitkan teori dan praktik menjadi kesatuan utuh gagasan dalam tindakan. Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu PTK menggunakan model spiral S. Kemmis dan McTarggart dengan menggunakan 2 siklus. Di dalam setiap siklus terdapat 3 tahap, yaitu: perencanaan (pembuatan RPP, lembar observasi, lembar evaluasi), implementasi RPP dan observasi, refleksi.

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model Spiral dari C. Kemmis dan McTaggart, R.

Perencanaan Tindakan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah penyusunan perangkat pembelajaran, meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang Kegiatan ekonomi, media dan alat peraga, perangkat evaluasi yang meliputi rubrik penilaian dan butir-butir soal (lampiran1), serta lembar observasi pelaksanaan RPP (lampiran1). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam siklus ini dibuat untuk dua kali pertemuan dalam 6 jam pelajaran.

Implementasi Tindakan dan Observasi I

Kegiatan yang dilakukan tahap ini adalah menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun dalam pembelajaran di kelas. Kegiatan observasi dilakukan sebagai sarana pengumpulan data yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan penelitian. Kegiatan inti dilakukan oleh guru/kolaborator dibantu penulis waktunya bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

Refleksi I

Kegiatan refleksi dilakukan setelah pelaksanaan tindakan dan observasi pada Siklus I. Refleksi ini dilakukan untuk mengevaluasi kelemahan dan kelebihan dari tindakan pembelajaran yang telah dilakukan, hasil tindakan serta hambatan-hambatan yang dihadapinya. Hasil refleksi ini berguna untuk menentukan tingkat keberhasilan dari tindakan yang telah dilakukan dan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun rencana kegiatan pada Siklus II. Siklus II akan dilaksanakan jika Siklus I belum tuntas.

Perencanaan Tindakan II

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sama dengan Siklus I yaitu penyusunan perangkat pembelajaran meliputi RPP, Lembar Penilaian, media dan alat peraga serta lembar observasi. RPP dalam siklus ini dibuat untuk dua kali 6 jam pelajaran. Namun dalam Siklus II ini perencanaan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil refleksi pada Siklus I. Tindakan pada Siklus II ini disertai dengan penambahan/penyesuaian kegiatan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah pada Siklus I atau dapat meningkatkan ketrampilan yang diinginkan.

Implementasi Tindakan dan Observasi II

Kegiatan pada tahap ini adalah menerapkan RPP yang telah disusun. Dalam kegiatan in dilakukan oleh guru/kolaborator dibantu penulis waktunya bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

Refleksi

Refleksi dalam Siklus II ini dilakukan sama seperti refleksi pada Siklus I.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, dalam hal ini adalah siswa kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari hasil tes formatif dan hasil pengamatan rubrik menyimak, rubrik diskusi, rubrik kerja lapangan dan rubrik presentasi.

Instrumen penelitian adalah butir-butir soal dan lembar observasi unjuk kerja serta lembar observasi implementasi RPP. Pada siklus I kisi-kisi butir soal dengan kompetensi dasar sebagai berikut: mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi. Indikatornya siklus I adalah mengidentifikasi pemanfatan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan masyarakat, sedangkan indikator siklus II adalah menjelaskan karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi.

Teknik analis data yang peneliti gunakan dalam penelitian untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa kelas III dengan menggunakan action learning pada pembelajaran di SD Negeri 1 Tawangharjo yaitu teknik deskriptif komparatif yakni teknik statistik dengan membandingkan skor antar siklus, persentase, mean, skor minimal, maksimal dan standar deviasi. Untuk mengetahui keberhasilan penelitian ini ditetapkan sebagai berikut: Indikator keberhasilan penelitian ini adalah terjadinya kenaikan hasil belajar yang ditunjukkan adanya kenaikan skor hasil belajar siswa. Target KKM ≥73 dan dicapai oleh 35 siswa atau dengan persentase ketuntasan 83,33% dari 42 siswa yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Awal

Berdasarkan data dokumentasi hasil skor tes siswa memperoleh hasil belajar yang kurang dari KKM=73. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil tes siswa pada pembelajaran tema 2 subtema 1 tentang manfaat tumbuhan bagi kehidupan manusia yaitu dalam tes yang dilakukan saat prasiklus KKM yang digunakan adalah 73, dan rata-rata yang didapat dari hasil tes pada prasiklus adalah 63,21 dan 61,90% siswa dari 42 siswa tidak memenuhi KKM=73. Kondisi ini memicu peneliti dan guru untuk berkolaborasi mencari masalahnya, dari 42 siswa hanya 16 siswa yang aktif dan berani bertanya, dan hanya barisan depan dan tengah yang mendengarkan penjelasan guru dalam menerangkan materi, maka peneliti dan guru memakai action learning untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran supaya siswa aktif dalam bertanya ataupun menyampaikan pendapat dan meningkatkan hasil belajar.

Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh tingkat kompetensi siswa terhadap materi yang disajikan dikarenakan beberapa faktor, diantaranya faktor dari guru dan siswa sendiri. Faktor dari guru dikarenakan, guru kurang memiliki keterampilan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif saat pembelajaran atau selalu menggunakan pembelajaran yang monoton (konvensional) guru cenderung berceramah dan belum pernah mengunakan metode yang bervariasi, sedangkan faktor dari siswa dikarenakan penguasaan kompetensi siswa dalam menerima pembelajaran. Kedua faktor tersebut menimbulkan perbedaan pendapat antara kedua belah pihak sehingga terjadi hambatan dalam transformasi ilmu pengetahuan yang menimbulkan pembelajaran berjalan kurang efektif. Selain itu, guru juga tidak menyajikan materi pembelajaran yang kurang menarik pada siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung, sehingga mengakibatkan siswa merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan data tes yang rendah dari siswa kelas III di SD Negeri 1 Tawangharjo Semester I Tahun Pelajaran 2018/2019 di atas, peneliti akan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sesuai dengan rancangan penelitian yang telah diuraikan pada BAB sebelumnya. Siklus I pembelajaran dilakukan pada indikator mengidentifikasi pemanfatan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan masyarakat, dan siklus II pembelajaran dilakukan pada indikator menjelaskan karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi.

Siklus I

Pelaksanaan pada siklus I ini terdiri dari dua pertemuan, yaitu pertemuan 1 dan pertemuan 2. Setiap pertemuan berlangsung selama 5×35 menit. Pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2018 dan pertemuan ke 2 berlangsung pada tanggal 16 Oktober 2018.

Hasil belajar pada siklus I yang memperoleh skor di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal 73 ada 14 siswa, sedangkan 28 siswa telah memperoleh skor ≥ KKM, sehingga perlu diadakan perbaikan pembelajaran. Dari hasil pelaksanaan tindakan menggunakan pembelajaran action learning pada Siklus I diketahui masih terdapat beberapa siswa yang tidak menyimak penjelasan dari guru pada proses pembelajaran berlangsung serta ada sebagian siswa kurang fokus terhadap materi praktek kerja lapangan, tetapi terlihat ada peningkatan dari prasiklus 38,10%, pada siklus I naik 28,57% menjadi 66,67% siswa yang tuntas pada siklus I. Hasil distribusi skor dan penilaian formatif siklus I dapat dilihat ditabel 1.

Tabel 1. Distribusi Skor Siklus I

No.

Rentang Nilai Ulangan

Jumlah Siswa

Persentasi

1

0 – 42

0

0,00%

2

43 – 52

0

0,00%

3

53 – 62

5

11,90%

4

63 – 72

9

21,43%

5

73 – 82

19

45,24%

6

83 – 92

8

19,05%

7

93 – 100

1

2,38%

Jumlah

42

100%

 

Pada siklus I telah dilaksanakan tindakan dengan pembelajaran action learning dapat dilihat dari tabel 4.5 distribusi skor Siklus I, ada peningkatan pada prasiklus ke siklus I. Dari 38,10% siswa tuntas pada prasiklus naik menjadi 66,67% siswa tuntas pada siklus I. Pada siklus I siswa belum tuntas tercatat mencapai 14 siswa atau 33,33% (siswa yang mendapatkan skor 53-62=5 siswa, 63-72=9 siswa, yang belum memenuhi KKM=73). Sedangkan siswa yang tuntas mencapai 28 siswa atau 66,67% (siswa yang mendapatkan skor 73-82=19 siswa, 83-92=8 siswa, 93-100=1 siswa) sudah memenuhi KKM yang ditentukan yaitu 73. Ada peningkatan hasil belajar siswa dan skor rata-rata kelas siswa pun meningkat pada siklus I. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=73) data hasil perolehan skor siklus I dapat disajikan dalam bentuk tabel 2.

Tabel 2. Ketuntasan Belajar Siklus I

Ketuntasan Belajar

Jumlah Siswa

Jumlah

Presentase (%)

 

Tuntas

28

66,67%

 

Belum tuntas

14

33,33%

 

Jumlah

42

100%

 

Ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat diketahui bahwa siswa yang mempunyai skor kurang dari Ketuntasan Kriteria Minimal (KKM=73) sebanyak 14 siswa atau 33,33%, sedangkan yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sebanyak 28 siswa dengan persentase 66,67%.

Akan tetapi pada Siklus I telah terjadi peningkatan pembelajaran yaitu pada kondisi awal yang dapat dilihat pada ketuntasan pembelajaran dari 38,10% naik menjadi 66,67% pada hasil penilaian Siklus I. Berdasarkan kekurangan yang terjadi pada Siklus 1, ada 14 siswa yang nilainya belum mencapai KKM yang ditentukan yaitu 73. Maka peneliti akan memperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran pada Siklus II, agar pembelajaran tercapai secara optimal. Hal perlu dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran pada Siklus II antara lain dengan cara: 1) Dalam penyampaian sebaiknya guru jangan terlalu cepat sehingga siswa lebih fokus dan lebih menekankan pada materi pengantar yang diajarkan untuk kegiatan diluar kelas; 2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal yang belum dipahami; 3) Siswa melakukan kegiatan luar kelas kerja lapangan berdasarkan langkah-langkah yang telah disusun guru supaya dilapangan siswa dapat bekerja secara maksimal.

Siklus II

Pelaksanaan pada siklus II ini terdiri dari dua pertemuan, yaitu pertemuan 1 dan pertemuan 2. Setiap pertemuan berlangsung selama 5×35 menit. Pertemuan I dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2018 dan pertemuan ke II berlangsung pada tanggal 20 Oktober 2018.

Berdasarkan analisis dan penilaian proses dan tes formatif siswa pada siklus II terdapat 38 siswa yang tuntas atau 90,48% siswa memenuhi KKM=73, sedangkan yang belum tuntas terdapat 4 siswa atau 9,52%. Dari hasil pelaksanaan pembelajaran siklus II diketahui bahwa terdapat peningkatan hasil belajar pada materi manfaat sumber daya alam dalam kegiatan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada hasil ketuntasan belajar siswa yang sudah mencapai KKM=73. Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan di siklus II, distribusi Skor Siklus II dapat dilihat ditabel 3.

Tabel 3. Distribusi Skor Siklus II

No.

Rentang Nilai Ulangan

Jumlah Siswa

Persentasi

1

0 – 42

0

0,00%

2

43 – 52

0

0,00%

3

53 – 62

0

0,00%

4

63 – 72

4

9,52%

5

73 – 82

7

16,67%

6

83 – 92

21

50,00%

7

93 – 100

10

23,81%

Jumlah

42

100%

 

Pada siklus II telah dilaksanakan tindakan dengan pembelajaran action learning dapat dilihat dari tabel 3 Distribusi skor Siklus II, siswa yang tuntas mencapai 38 siswa atau 90,48% dari 42 siswa sedangkan yang belum tuntas mencapai 4 siswa atau 9,52% siswa yang tidak tuntas dibawah KKM=73. Yang dapat diuraikan dengan nilai 63-72=4 siswa, 73-82=7 siswa, 83-92=21 siswa, 93-100=10 siswa). Pada siklus II nilai tertinggi mencapai 100 sedangkan skor terendah adalah 70. Rata-rata skor pada siklus II mencapai skor 86,19. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=73) data hasil perolehan skor siklus I dapat disajikan dalam bentuk tabel 4.

Tabel 4. Ketuntasan Belajar Siklus II

Ketuntasan Belajar

Jumlah Siswa

Jumlah

Presentase (%)

 

Tuntas

38

90,48%

 

Belum tuntas

4

9,52%

 

Jumlah

42

100%

 

Ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat diketahui bahwa siswa yang mempunyai skor kurang dari Ketuntasan Kriteria Minimal (KKM=73) sebanyak 4 siswa atau 9,52%, sedangkan yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sebanyak 38 siswa dengan persentase 90,48%.

Terdapat 90,48% siswa yang tuntas atau memenuhi KKM 73, sedangkan yang belum tuntas ada 9,52%.

Pembahasan

Hasil observasi sebelum tindakan yang dilakukan di kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan, ditemukan bahwa tingkat kompetensi siswa masih rendah. Dalam pembelajaran di kelas, guru hanya mengacu kepada banyaknya materi yang diberikan siswa, sehingga guru menyampaikan materi dengan metode ceramah terus. Keadaan inilah yang menjadikan siswa jenuh, tidak terdorong untuk terlibat berpikir. Siswa menjadi tidak kreatif apabila menghadapi permasalahan yang ada. Siswa menjadi diam saja, ketika harus menyampaikan pendapat karena siswa sering diam dan kurang diajak untuk bersama-sama memecahkan masalah. Jadinya pembelajaran lebih berpusat pada guru. Guru tidak pernah membuat variasi dalam pembelajaran, misalnya pembelajaran dengan cara mengunjungi tempat lalu diobservasi, melakukan wawancara, didiskusikan dan dipresentasikan didepan kelas.

Metode action learning ini juga menempatkan guru sebagai fasilitator, bukan sumber utama pembelajaran, posisi guru sebagai fasilitator akan membuat siswa lebih banyak melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran, tidak hanya bersikap pasif dan menunggu instruksi dari guru. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian tindakan berupa penerapan metode pembelajaran action learning mampu meningkatkan keaktifan siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 1 Tawangharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan yang penelitian telah di paparkan pada bab IV dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran menggunakan metode action learning terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III pada tema 2 subtema 1 tentang manfaat tumbuhan bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar pada siklus I dan siklus II:

a.       Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran siklus I, yaitu ketuntasan belajar meningkat dari prasiklus sebesar 28,57% meningkat menjadi 66,67% pada siklus I dengan skor rata-rata tes prasiklus 63,21 meningkat menjadi 74,76 pada siklus I. Hasil belajar tersebut masih belum memenuhi indikator keberhasilan yaitu dengan ketuntasan 83,33%, sehingga tindakan dilanjutkan pada siklus II.

b.      Upaya perbaikan pada siklus II menekankan pada perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang terdapat pada siklus I. Hasil menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar yang signifikan, yaitu ketuntasan belajar mencapai 90,48%, dengan rata-rata hasil belajar sebesar 86,19.

Saran

Berbagai saran dari penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut: 1) Bagi Guru: Hendaknya guru dapat menyajikan metode action learning dengan baik sehingga dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa, penguasaan konsep siswa dan meningkatkan hasil belajar; 2) Bagi Siswa: Siswa yang mempunyai kemampuan lebih dari teman yang lain sebaiknya saling mengkomunikasikan apa yang dimilikinya. Anggota kelompok yang masih belum paham dapat bertanya kepada kelompoknya dan dapat pula bertanya pada kelompok lainnya; 3) Bagi Peneliti: Penelitian ini merupakan sumbangan kecil bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Peneliti lain hendaknya termotivasi dalam melengkapi penelitian ini dengan menggunakan metode ataupun media lain untuk meningkatkan pemahaman materi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research – CAR), Jakarta: PT Bumi Aksara.

Action Learning Sebuah Antisipasi Songsong Masa Depan « kalipaksi dot com.htm. (wordpress.com).

Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Depdiknas, Undang-undang Republik Indonesia 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Citra Umbara, 2003.

Pusat Kurikulum Balitbang Depdikbud. 2010. Panduan Pengembangan Belajar Aktif Paket I, Jakarta. Pusat Kurikulum.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.