Peningkatan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
TENTANG OPERASI HITUNG PECAHAN
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
PADA SISWA KELAS V SDN 1 KEMIRI KECAMATAN
KUNDURAN TAHUN 2016/2017
Suparno
SDN 1 Kemiri Kecamatan Kunduran
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan melalui model pembelajaran Problem Based Learning siswa kelas V SDN 1 Kemiri Tahun 2016/2017. Penelitian dilakukan pada semester II tahun pelajaran 2016/2017 yaitu mulai bulan Januari sampai dengan April 2017. Penelitian ini dilakukan di kelas V SDN 1 Kemiri Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan pelaksanaan tindakan sebanyak dua siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan nontes. Hasil yang diperoleh dari penelitian, pada pembelajaran pra siklus keaktifan belajar siswa rendah. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa. Dari 17 siswa, yang tuntas belajar adalah 8 siswa (47,06%) dengan rata-rata kelas 62,94. Pada siklus I, keaktifan belajar siswa menjadi sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Ketuntasan belajar meningkat menjadi 11 siswa (64,71%) dengan rata-rata kelas 69,41. Hasil pada siklus II kembali meningkat. Keaktifan belajar siswa menjadi tinggi dengan ketuntasan belajar mencapai 14 siswa (82,35%) dan rata-rata kelasnya adalah 74,71. Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning dapat meingkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Kemiri tahun 2016/2017 pada mata pelajaran matematika materi operasi hitung pecahan.
Kata Kunci: keaktifan belajar, hasil belajar, pembelajaran problem based learning
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Pembelajaran yang dilakukan peneliti di Kelas V SDN 1 Kemiri menunjukkan kekaktifan dan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan masih rendah. Keaktifan siswa dikatakan rendah terbukti masih banyak siswa yang diam saat ditanya. Melihat kondisi awal atau pra siklus yang menunjukkan rendahnya keaktifan belajar matematika tentang operasi hitung pecahan dan berakibat rendah pula hasil belajar siswa, guru berusaha untuk merubah cara penyampaian materi tentang operasi hitung pecahan
Dari hasil tes, diperoleh hasil belajar siswa dengan rata-rata kelas 62,94. Dari 17 siswa yang tuntas belajar dengan KKM 70,00 adalah 11 anak (47,06%). Nilai tertinggi hasil tes adalah 80 tetapi masih ada anak yang mendapat nilai 40.
Dari hasil tes tersebut, guru merasa perlu memperbaiki proses pembelajaran agar keaktifan siswa meningkat. dengan meningkatnya keaktifan belajar siswa diharapkan hasil belajarnya juga turutmeningkat. Untuk mengatasi masalah pembelajaran tersebut, guru menetapkan untuk menggunakan model pembelajaran problem based learning.
Metode ini diharapkan mampu membuat siswa terpacu untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Siswa diharapkan mampu menyelesaikan masalah yang disajikan dalam bentuk soal terutama permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah diharapkan hasil tes pada saat dilakukan ulangan harian juga akan meningkat.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah melalui model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan bagi siswa kelas V SDN 1 Kemiri Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2016/2017?â€
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran di SDN 1 Kemiri
b. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa di SDN 1 Kemiri
2. Tujuan Khusus
Melalui model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan hasil belajar Matematika tentang operasi hitung pecahan bagi siswa kelas V SDN 1 Kemiri Tahun Pelajaran 2016/2017
Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
a. Meningkatnya keaktifan siswa dalam pembelajaran
b. Meningkatnya kemampuan belajar siswa
c. Meningkatnya hasil belajar siswa
2. Bagi Guru
a. Meningkatnya kreativitas guru di dalam pembelajaran
b. Meningkatkan professional guru dalam pembelajaran matematika
3. Bagi Sekolah
a. Meningkatnya kwalitas pembelajaran di SDN 1 Kemiri
b. Menambah refensi buku bacaan tentang penelitian tindakan kelas
KAJIAN TEORI
Keaktifan Belajar
Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 23) berarti giat. Aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru, agar proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil yang maksimal. Maka guru perlu mencari cara untuk meningkatkan keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam belajar secara efektif itu dapat dinyatakan sebagai berikut: (1) Hasil belajar siswa umumnya hanya sampai tingkat penguasaan, merupakan bentuk hasil belajar terendah; (2) Sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas pada guru (catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan; (3) Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar siswa secara optimal (Tabrani,1989: 128).
Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual,dan emosional. Sardiman (2009: 100) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa disekolah.Beberapa macam aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung.
Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa (siswa) harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata.Jadi belajar harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sekolah merupakan sebuah miniature dari masyarakat dalam proses pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar komponen.
Menurut W. Gulo (2002: 76) prinsip yang perlu diperhatikan dalam usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan aktivitasnya dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip tersebut adalah: (1) Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yang merangsang dan membangkitkan motif – motif yang positif dari siswadalam pembelajarannya; (2) Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru denganapa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan perolehan yang adainilah siswa dapat memperoleh bahan baru; (3) Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubung –hubungkan seluruh aspek pengajaran; (4) Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegaiatan intelektual; (5) Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan –perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak diperlakukan secara klasikal; (6) Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru; (7) Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu menyelesaikannya.
Mampu menurut kamus bahasa Indonesia (2010:884), artinya kuasa,sanggup, melakukan sesuatu. Kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan, kekuatan.Kemudian jawab dalam kamus Bahasa Indonesia (2010:706) berarti sahut, balas, menjawab artinya memberi balasan atau jawaban atas pertanyaan.Dari arti kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa menjawab pertanyaan artinya kesanggupan, kekuatan dari siswa untuk memberi balasan, sahutan atas pertanyaan yang diberikan oleh guru.Kemampuan siswa menjawab pertanyaan ini dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan belajar siswa.Ini dapat dilihat dari pengertian belajar dari para ahli.Belajar merupakan kebutuhan yang penting bagi setiap orang sehinggakata belajar itu sendiri sering kali digunakan dalam kehidupan sehari – hari.Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individual melalui interaksi dengan lingkungan.
Menurut Sardiman (2009: 24 – 25) prinsip dalam belajar yang perlu diketahui antara lain: (1) Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan perilakunya; (2) Belajar memerlukan proses dan pengharapan serta pematangan diri; (3) Belajar akan lebih mantap dan efektif apabila didorong oleh motivasi,terutama motivasi dari dalam; (4) Dalam hal belajar merupakan proses percobaan dan pembiasaan; (5) Kemampuan belajar seseorang siswa harus di perhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran; (6) Belajar dapat dilakukan dengan cara diajar secara langsung, control, kontak, pengalaman langsung, dan pengenalan dan atau peniruan; (7) Belajar melalui praktek akan lebih aktif dibandingkan hafalan saja; (8) Bahan pelajaran yang bermakna lebih menarik untuk dipelajari dibandingkan bahan yang kurang bermakna; (9) Informasi tentang perilaku baik pengetahuan, kesalahan, serta keberhasilan siswa akan membantu kelancaran belajar; (10) Belajar sedapat mungkin diubah kedalam bentuk sehingga siswa mengalaminya sendiri.
Hasil Belajar
Untuk mengetahui perkembangan sampai di mana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar siswa menurut W. Winkel (1989:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka.
Menurut Winarno Surakhmad (1980:25) hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa.
Dari definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya dapat dicapai.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran khusus, guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai. Fungsi penelitian ini adalah untuk memberikan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari bahan tersebut.
Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi, 2007: 77). PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasi-kan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, di samping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.
PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena dengan PBL akan terjadi pembelajaran yang bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah akan membuat mereka menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukannya. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep tersebut diterapkan. Selain itu melalui PBL ini siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara berkesinambungan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan aplikasi suatu konsep atau teori yang mereka temukan selama pembelajaran berlangsung. PBL juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kerangka Berpikir
Dengan latar belakang masalah yang dihadapi guru dalam penelitian disusun kerangka berfikir sebagai berikut:
1. Melalui penerapan model pembelajaran problem based learning meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa di SDN Candi Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2016/2017.
2. Melalui penerapan model pembelajaran problem based learning meningkatkan hasil belajar matematika siswa di SDN Candi Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2016/2017.
Hipostesis Tindakan
Dari kerangka berfikir peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Melalui penerapan model pembelajaran problem based learning meningkatkan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan siswa kelas V di SDN Candi Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2016/2017.
METODOLOGI PENELITIAN
Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2017 sampai dengan bulan April 2017. Penelitian akan dilaksanakan di SDN 1 Kemiri Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas V SDN 1 Kemiri tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 17 yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.
Sumber data dalam penelitian adalah data dokumen, observasi, diskusi, dan hasil tes formatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: Teknik Tes, Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi
Sebelum penelitian tindakan kelas dimulai, terlebih dahulu peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian misalnya data siswa, daftar nilai siswa, profil sekolah serta foto-foto selama penelitian. Data yang telah diperoleh kemudian diolah sedemikian rupa sebagai bahan penyusunan laporan.
Indikator kinerja dianggap berhasil jika terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang dapat diketahui dari peningkatan nilai rata-rata ulangan harian siswa pada akhir pembelajaran guru memberikan tes formatif dan ketuntasan siswa mencapai 80%.
Prosedur penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart dalam Rochiati (2007: 36) yang terdiri dari empat komponen yaitu: 1) Perencanaan (planning), 2) Aksi/ tindakan (acting), 3) Observasi (observing), 4) Refleksi (refleting).
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Pra Siklus
Hasil pembelajaran Pra Siklus menunjukkan bahwa penguasaan materi operasi hitung bilangan pecahan pada siswa kelas V SDN 1 Kemiri masih rendah. Data hasil ulangan harian bisa disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
No |
Nilai |
Jumlah |
Kategori |
1 |
40 |
1 |
Tidak Tuntas |
2 |
50 |
3 |
Tidak Tuntas |
3 |
60 |
5 |
Tidak Tuntas |
4 |
70 |
6 |
Tuntas |
5 |
80 |
2 |
Tuntas |
Rata-rata |
62,94 |
||
Tuntas |
8 |
47,06% |
|
Tidak Tuntas |
9 |
52,94% |
Tabel di atas menunjukkan dari 17 siswa yang tuntas belajar adalah 8 siswa atau 47,06%, sementara 9 siswa atau 52,94% belum tuntas belajar. Rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah 62,94.
Deskripsi Siklus I
Perencanaan tindakan adalah melakukan dan analisa masalah, menyusun perencanaan, metode sarana yang diperlukan yang menjadi fokus perbaikan pembelajaran. Pelaksanaan tindakan, melalui apersepsi, kegiatan tindakan inti guru menyampaikan tujuan pembelajaran, membagi lembar kerja diskusi kelompok, pengamatan, kesimpulan, memberikan ulangan harian. Hasil ulangan harian dapat disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel Hasil Belajar Siswa Siklus I
No |
Nilai |
Jumlah |
Kategori |
1 |
50 |
2 |
Tidak Tuntas |
2 |
60 |
4 |
Tidak Tuntas |
3 |
70 |
6 |
Tuntas |
4 |
80 |
3 |
Tuntas |
5 |
90 |
2 |
Tuntas |
Rata-rata |
69,41 |
||
Tuntas |
11 |
64,71% |
|
Tidak Tuntas |
6 |
35,29% |
Tabel di atas menunjukkan dari 17 siswa yang tuntas belajar adalah 11 siswa atau 64,71%, sementara 6 siswa atau 35,29% belum tuntas belajar. Rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah 69,41.
Deskripsi Siklus II
Pelaksanaan siklus II setelah melakukan analisa atas pembelajaran pada siklus I. Seperti halnya pada siklus I, pada siklus II juga dilakukan tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Hasil ulangan harian dapat disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel Hasil Belajar Siswa Siklus I
No |
Nilai |
Jumlah |
Kategori |
1 |
50 |
1 |
Tidak Tuntas |
2 |
60 |
2 |
Tidak Tuntas |
3 |
70 |
6 |
Tuntas |
4 |
80 |
5 |
Tuntas |
5 |
90 |
2 |
Tuntas |
6 |
100 |
1 |
Tuntas |
Rata-rata |
74,71 |
||
Tuntas |
14 |
82,35% |
|
Tidak Tuntas |
3 |
17,65% |
Tabel di atas menunjukkan dari 17 siswa yang tuntas belajar adalah 14 siswa atau 82,35%, sementara 3 siswa atau 17,65% belum tuntas belajar. Rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah 74,71.
Pembahasan
Kegiatan pembelajaran kondisi awal nilai hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan belum memperoleh hasil yang diharapkan karena guru melaksanakan pembelajaran masih secara konvensional atau searah. Guru hanya menjelaskan dan memberikan soal untuk dikerjakan. Guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk kerja kelompok memecahkan masalah secara bersama untuk saling bertukar pendapat sesama teman. Siswa yang tuntas belajar pada kondisi awal 47,06% (8 anak) dengan rata-rata ulangan 62,94.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan siklus I merupakan kegiatan penyempurnaan dari kekurangan yang terjadi pada pembelajara pra siklus. Guru menerapkan pembelajaran Problem Based Learning pada pembelajara siklus I. Setelah dilakukan ulangan, hasil belajar siswa meningkat dari hasil yang dicapai pada pembelajaran pra siklus. Tingkat ketuntasan belajar meningkat sebesar 17,65% dari pra siklus sehingga menjadi 64,71% tuntas belajar. Nilai ulangan harian juga meningkat sebesar 6,47 sehingga menjadi 69,41.
Pada sikus II guru masih menerapkan pembelajaran Problem Based Learning dengan memperbaiki beberapa kekurangan yang ada pada pembelajaran siklus I. Hasil yang dicapai pada siklus II juga mengalami peningkatan dari hasil pada siklus I. Tingkat ketuntasan belajar meningkat sebesar 17,64% dari siklus I sehingga menjadi 82,35% tuntas belajar. Nilai ulangan juga meningkat dari siklus I sebesar 5,29 sehingga menjadi 74,71.
Jadi peningkatan secara keseluruhan dari kondisi awal ke kondisi akhir pada tingkat ketuntasan belajar adalah sebesar 35,29% sementara rata-rata nilai ulangan meningkat secara keseluruhan sebesar 11,76. Dari indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 80% tuntas belajar, penelitian ini dinyatakan berhasil karena ketuntasan belajar pada kondisi akhir mencapai 82,35%.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan bagi siswa kelas V SDN 1 Kemiri Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2016/2017.
Saran
Berdasarkan kesimpulan terserbut peneliti mengemukakan beberapa saran antara lain:
1. Pada saat melaksanakan pembelajaran guru sebaiknya menggunakan metode yang sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga pelaksanaan pembelajaran bisa berjalan efektif,efesien dan hasilyang dicapai bisa secara optimal.
2. Pada kegiatan pembelajaran yang belum mencapai hasil yang diharapkan sebaiknya guru untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas supaya hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.
3. Sekolah hendaknya mendukung guru yang berusaha memperbaiki kwalitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
A. M, Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
Alwi, Hasan.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Alwi, Hasan.2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gulo, W.2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Purwanto, Ngalim. 2007.Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rusman.2010.Model-Model Pembelajaran.Bandung: Mulia Mandiri Press.
Rusyan, Tabrani., 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya.
Sugiyanto.2009.Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Mata Padi Presindo.
Suprijono, Agus.2011.Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Jaya.
Wardani, Naniek Sulistya.2010.Pengembangan Model Pembelajaran Aktif (Hasil Penelitian). Salatiga: Widya Sari Press
Winarno Surakhmad (dalam buku, Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1980:25)
Winkel. 1989. PsikologiPengajaran