PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENJASORKES

MATERI BAHAYA MEROKOK, MINUMAN KERAS DAN NAPZA MELALUI METODE PROBLEM BASED INSTRUCTION

SISWA KELAS V SDN 1 SARIMULYO SEMESTER II

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

 

Bekti Gendro Winarso

SDN 1 Sarimulyo, Kec. Ngawen, Kab. Blora

 

ABSTRAK

Kegiatan belajar dan mengajar untuk pelajaran Penjasorkes di Sekolah Dasar tidak perlu ditakuti atau menganggap sesuatu itu sulit sebelum dipelajari. Untuk menimbulkan semangat dalam belajar Penjasorkes di Sekolah Dasar guru perlu menyampaikan materi efektif dengan tujuan mudah diterima oleh siswa secara nyata (realistis). Menggunakan metode Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar Penjasorkes tentang Bilangan Bulat bagi siswa kelas V SDN 1 Sarimulyo Semester II Tahun Pelajaran 2019/2020.Manfaat dari cara ini adalah pelajaran lebih hidup, tidak hanya asbtrak secara verbal belaka, siswa dapat memperhatikan melalui visualisasi atau terkaannya dan disaat mendapat penjelasan/ulasan maka timbul dialog dalam dirinya antara lain apa yang diduga atau dipikirkan dengan penjelasan tersebut. Suasana kelas tidak berpusat pada guru melainkan kepada bahan pelajaran. Pada siklus 1, siswa memperoleh nilai diatas 75 atau lebih dan ketuntasan mencapai 73%. Jadi masih ada 27% siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sekolah. Pada siklus 2, siswa yang memperoleh nilai diatas 75 mencapai 33 siswa dari 12 siswa yang ada. Ini berarti prosentase ketuntasan secara klasikal mencapai lebih mencapai 100% yang artinya proses pembelajaran telah tuntas secara klasikal. Dari hasil ini, indikator keberhasilan yang berbunyi: meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas tuntas belajar pada ulangan harian minimal 10% telah tercapai. Dan meningkatnya kompetensi guru dalam proses pembelajaran minimal 15% juga tercapai.

Kata Kunc    :  Prestasi Belajar Penjasorkes, Problem Based Instruction, Merokok, Minuman Keras, Napza

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan suatu bangsa, khususnya di dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan kita membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat survive di dalam menghadapi berbagai kesulitan. Guna mewujudkan suatu bangsa yang cerdas, maka bangsa tersebut harus dapat meningkatkan sebuah sektor tersebut merupakan sektor penting yang harus terus diperhatikan guna mencapai bangsa yang cerdas. Sektor yang dimaksud adalah sektor pendidikan (Tilaar, 2014:1). Pendidikan diyakini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan seseorang, karena dengan suatu pendidikan manusia akan dapat membekali diri guna mencapai Sumber Daya yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dengan masyarakat yang lain dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan merupakan peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa itu sendiri. Perjuangan pergerakan kemerdekaan indonesia yang telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintahan negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…..” menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan yang dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan hal-hal berikut. Pertama, membentuk manusia seutuhnya sebagai manusia pembangunan yang berkualitas tinggi dan mampu mandiri. Kedua, memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujudnya kemampuan bangsa. Ketiga, mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup bangsa. Keempat, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia serta mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Dengan demikian sistem pendidikan nasional adalah wahana untuk mencapai cita-cita tujuan nasional.

Kondisi SDN 1 Sarimulyo bila dilihat dari segi sarana dan prasarana sudah memadai. Lima ruangan kelas dan satu ruang kantor sudah dikeramik, instalasi listrik sudah tersedia dan halaman sekolah sudah dipaving. Tersedianya media pembelajaran seperti komputer makin mempermudah terciptanya proses pembelajaran yang efektif. Kondisi gedung yang kokoh dan terawat baik. Sayangnya keadaan sekolah yang demikian itu ternyata tidak didukung dengan kondisi lingkungan sekitar sekolah yang kondusif. Lokasi SDN 1 Sarimulyo terletak ditepi jalan yang menghubungkan antar desa. Kendaraan-kendaraan banyak yang lewat terkadang sangat menggangu proses belajar mengajar. Keadaan demikian masih diperparah dengan adanya suara-suara bising pande besi dan mesin disel yang berasal dari bengkel pande besi yang letaknya sangat dekat dengan sekolah. Keadaan lingkungan sekolah yang demikian peneliti rasakan sangat mengganggu konsentrasi belajar siswa sehingga pencapaian prestasi belajar siswa masih kurang maksimal.

Sebagian besar orang tua siswa dari kelas V yang peneliti ajar rata-rata berasal dari lulusan SD dan kebanyakan dari mereka bekerja sebagai tukang pande dan buruh tani. Mereka berangkat kerja sebelum anak-anaknya pergi ke sekolah dan pulang kerja sore sehingga dirumah sudah mereka tidak sempat mendampingi anak-anaknya belajar karena sudah terlalu capek. Kondisi orang tua yang demikian, tentu saja sangat tidak mendukung untuk pencapaian prestasi belajar siswa yang diinginkan.

Biasanya siswa ketika diajar mata pelajaran Penjasorkes akan cenderung bosan, tak bergairah dan mengantuk di kelas. Hal ini perlu disadari bahwa Penjasorkes merupakan materi yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat dalam berbagai aspek. Apabila guru tidak menggunakan metode pembelajaran yang cocok akan terjadi proses pembelajaran yang membosankan atau bahkan bisa diibaratkan seperti dongeng sebelum tidur bagi siswa. Hal ini dikarenakan metode pengajaran yang dilakukan guru cenderung monoton dan mengajak siswa untuk pasif di kelas. Sehingga komunikasi antara guru dan siswa tidak interaktif, melainkan guru cenderung otoriter yang menganggap siswa sebagai obyek yang harus dijejali dengan materi tanpa melihat keadaan dari siswa.

Berdasarkan hal tersebut, penulis berusaha memberikan model pembelajaran yang mampu mengangkat semangat siswa dalam mengikuti pelajaran dengan materi “Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza”. Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti akan menggunakan motode Problem Based Instruction adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil, setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Metode Problem Based Instructionadala pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil, setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda, menggunakan kegiatan belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap topik/materi pelajaran yang diajarkan. Dengan adanya metode Problem Based Instruction ini maka diharapkan mampu meningkatkan kemmapuan siswa dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran Penjasorkes materi Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza di kelas V semester II di SDN 1 Sarimulyo. Alasannya menggunakan metode Problem Based Instruction adalah pada dasarnya Problem Based Instruction menitikberatkan untuk mengetahui makna dan bukan hanya sekedar hafalan, melainkan menghubungkan sisi “mengapa” dari kenyataan konkret dalam proses mengajar memberi motivasi penting yang diperlukan untuk belajar.

Dalam rangka menciptakan sistem pendidikan nasional yang mantap, berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, serta mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan, pendidikan nasional kini terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek yang dipandang strategi bagi masa depan bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang bersamaan dengan peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pada semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.

Pendidikan di Sekolah Dasar yang diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta pendidikan menengah.

Tujuan pendidikan di Sekolah Dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Kegiatan belajar dan mengajar untuk pelajaran Penjasorkes di Sekolah Dasar tidak perlu ditakuti atau menganggap sesuatu itu sulit sebelum dipelajari. Untuk menimbulkan semangat dalam belajar Penjasorkes di Sekolah Dasar guru perlu menyampaikan materi efektif dengan tujuan mudah diterima oleh siswa secara nyata (realistis).

Menggunakan metode Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar Penjasorkes tentang Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza bagi siswa kelas V SDN 1 Sarimulyo semester II Tahun Pelajaran 2019/2020.

Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan tersebut guru belum memberdayakan seluruh metode maupun model pembelajaran yang ada. Dengan demikian penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah melalui penerapan metode Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar Penjasorkes materi Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza pada siswa kelas V semester II Tahun Pelajaran 2019/2020?”

Tujuan Penelitian

Laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa dengan menggunakan alat peraga yang optimal dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu dapat menjelaskan materi yang diajarkan dan dalam belajar terutama pada pelajaran Penjasorkes anak kurang suka pada pelajaran tersebut dan siswa diharapkan dapat: “Meningkatkan hasil belajar Penjasorkes materi Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza siswa kelas V semester II SDN 1 Sarimulyo melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka)”

Manfaat Penelitian

Manfaat pada penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi 4 (empat), diantaranya sebagai berikut:

Bagi Kepala Sekolah

  1. Dapat mengembangkan dan memperbaiki pola pembelajaran yang diajarkan oleh guru kepada peserta didik
  2. Dapat mengembangkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan
  3. Dapat memotivasi guru dan peserta didik untuk belajar mengembangkan pola pembelajaran yang lebih menarik
  4. Dapat meningkatkan tanggung jawab Guru dan Peserta terhadap tugasnya secara professional.

Bagi Guru

  1. Dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi
  2. Dapat membantu guru untuk memperbaiki pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan di kelasnya.
  3. Membantu guru berkembang secara profesional, meningkatkan rasa percaya diri dan memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan.
  4. Dapat memperbarui sistem belajar siswa sehingga suasana belajar menjadi menyenangkan.

Bagi Sekolah.

  1. Menciptakan sistem pembelajaran ilmiah, mengerti dan lengkap.
  2. Ditemukannya salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk pelaksanan kegiatan belajar.
  3. Penelitian ini dilakukan sebagai momentum refleksi diri bagi sekolah tempat penelitian, baik sebelum ataupun sesudah adanya penelitian.

Bagi Perpustakaan

Dengan danya penelitian tindakan kelas ini, makin bertambahlah referensi buku-buku perpustakaan dan akhirnya bertambahlah wawasan para pembaca perpustakaan.

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Kajian Teori

Pengertian Belajar

Menurut Nasution Suhengrin, 2007: 6, memberikan arti tentang belajar adalah sebagai berikut: “Belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri”. Dengan belajar maka seseorang mengalami perubahan tingkah laku. Sehingga terjadi perubahan baik pengetahuan, sikap, keterampilan maupun kelakuannya. Dengan kata lain ada perubahan tingkah laku antara sebalum dan sesudah belajar

Morgan dalam Ngalim Purwanto M, 2008: 8, mengemukakan “Belajar adalah Setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Menurut Ausabel dalam Herman Hudojo, 2007: 93, mengemukakan bahwa “Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna, artinya bahan pelajaran itu cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Dengan perkataan lain, pelajaran baru haruslah dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada sedemikian sehingga konsep-konsep baru terserap. Dengan demikian intelektual emosional siswa terlibat didalam kegiatan belajar mengajar.

Menurut Thorndike (2008) belajar adalah membentuk pola hubungan antara stimulus dan respon yang diberikan. Thorndike juga berprinsip dalam belajar “lakukan hal yang menyenangkan dan hindari hal yang membosankan” (hukum law of effect). Rasa senang dan puas dapat diperoleh siswa setelah ia mendapatkan pujian atau reward atas prestasi yang dicapai. Kesuksesan yang diraih akan mengantarkannya untuk mendapatkan prestasi yang berikutnya. Belajar akan berhasil jika siswa telah siap melaksanakan kegiatan belajar.

Pengertian belajar (Fontana, 2008: 147 dalam Bistari Bs.Y) adalah “proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman”. Sedangkan pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan agar kegiatan belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itu, belajar sesungguhnya bersifat internal dari diri siswa. Sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yaitu keadaan yang sengaja diciptakan agar proses belajar menjadi terarah dan sistematis, karena didalam proses pembelajaran ada peran guru, bahan ajar, dan lingkungan yang kondusif yang sengaja dibentuk.

Model Pembelajaran Problem Based Instruction

Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001). Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Dengan kata lain model pembelajaran ini mengangkat satu masalah aktual sebagai satu pembelajaran yang menantang dan menarik. Peserta didik diharapkan dapat belajar memecahkan masalah tersebut secara adil dan obyektif.

Peranan guru sebagai pembimbing dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah.

Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, artikel, jurnal, kliping, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.

Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.Untuk mengimplementasikan PBI, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain, misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa kemasyarakatan.

Model PBI merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa dengan masalah nyata, sehingga motivasi dan rasa ingin tahu menjadi meningkat. Dengan demikian siswa diharapkan dapat mengembangkan cara berfikir dan keterampilan yang lebih tinggi. Anies (2003: 1) mengemukakan bahwa model PBL merupakan suatu metode instruksional yang mempunyai ciri-ciri penggunaan masalah nyata sebagai sebagai konteks siswa yang mempelajari cara berpikir kritis serta keterampilan dalam memecahkan masalah.

Lebih lanjut, Gallow (2003: 1) menjelaskan bahwa PBI meletakkan asumsi dasar pada permasalahan yang berbentuk narasi, kasus, atau dunia nyata yang membutuhkan keahlian. Masalah tersebut tidak dapat didekati dengan solusi final sebagai suatu yang salah atau benar, tetapi menekankan pada solusi bijak yang didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan tertentu.

Masalah yang menjadi pijakan proses belajar dalam pendekatan ini diambil pada masalah nyata yang siswa dapat melihat, merasakan dan secara geografis dekat dengan mereka. Dalam hal ini, masalah tidak serta merta ditentukan oleh guru. Masalah – meskipun guru sebagai manager utama pembelajaran memiliki kewenangan menentukan topik masalah – tetapi secara otoriter menentukan sendiri secara paksa.

Tujuan Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) PBI tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi PBI dimaksudkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar otonom dan mandiri. Banyak masalah yang ada di lingkungan siswa. Dengan PBI dapat meningkatkan kepekaan siswa dengan situasi lingkungan. Kepekaan tersebut bukan hanya diwujudkan dalam perasaan tetapi ada langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan mereka untuk memberikan solusi bagi masalah tersebut.

Dalam hubungannya dengan mata pelajaran n di sekolah,guru harus mampu melakukan analisis SK-KD, dan menentukan KD / Indikator mana yang paling tepat digunakan PBI.Indikator-indikator yang memberikan peluang munculnya masalah-masalah dan memerlukan penyelesaian, serta membutuhkan kemampuan berpikir ilmiah adalah indicator indikator yang lebih tepat digunakan PBI.

METODELOGI PENELITIAN

Setting Penelitian

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas V semester II SDN 1 Sarimulyo tahun pelajaran 2019/2020. Alasan pemilihan tempat penelitian di SDN 1 Sarimulyo karena lokasi penelitian berada pada lokasi peneliti bekerja.

Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 April 2020 dan Siklus II dilaksanakan pada tanggal 18 April 2020.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Dalam melaksanakan penelitian Pra Siklus dapat berjalan lancar sesuai dengan yang direncanakan. Namun masih ada kekurangan dan hasil belum memuaskan untuk itu perlu dilanjutkan ke Siklus berikutnya. Adapun hasil penelitian Pra Siklus adalah sebagai berikut: hasil penelitian: Pra Siklus hasil tes formatif dengan nilai rata-rata 75 dengan ketuntasan baru mencapai 58% sehingga yang belum tuntas 42%.

 Siklus I

Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas, diketahui bahwa siswa kelas V SDN 1 Sarimulyo yang mendapat nilai dari KKM yaitu 75 sebanyak 24 siswa. Dengan demikian siswa yang belum mencapai ketuntasan minimal untuk materi Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza sebanyak 9 siswa (27%). Sedangkan yang sudah mencapai KKM 24 siswa (73%) dari 33 siswa.

Siklus II

Berdasarkan data pada daftar dan grafik hasil tes formatif pembelajaran Penjasorkes tentang Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza dapat ditunjukkan hasil sebagai berikut:

  1. Nilai rata-rata kelas : 91
  2. Jumlah siswa yang tuntas : 33 siswa
  3. Jumlah siswa yang belum tuntas : 0 siswa
  4. Persentase ketuntasan belajar siswa : 100%

Diketahui bahwa siswa kelas V SDN 1 Sarimulyo yang mendapat nilai dari KKM yaitu 75 sebanyak 33 siswa. Dengan demikian siswa yang belum mencapai ketuntasan minimal untuk materi Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza sebanyak 0 siswa (0%). Sedangkan yang sudah mencapai KKM 33 siswa (100%) dari 33 siswa.

Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus

Pembahasan Siklus I

Dampak yang ditimbulkan dari penerapan metode diskusi dengan penugasan dengan bantuan alat peraga selama dua siklus terhadap pencapaian hasil belajar siswa sangat nampak jelas pada siklus 1 dan siklus 2. Pada siklus 1, 24 siswa memperoleh nilai diatas 75 atau lebih dan ketuntasan mencapai 73%. Jadi masih ada 27% siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sekolah.

Pembahasan Siklus II

Pada siklus 2, siswa yang memperoleh nilai diatas 75 mencapai 33 siswa dari 33 siswa yang ada. Ini berarti prosentase ketuntasan secara klasikal mencapai lebih mencapai 100% yang artinya proses pembelajaran telah tuntas secara klasikal. Dari hasil ini, indikator keberhasilan yang berbunyi: meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas tuntas belajar pada ulangan harian minimal 10% telah tercapai. Dan meningkatnya kompetensi guru dalam proses pembelajaran minimal 15% juga tercapai.

Hasil Penelitian Antar Siklus

Berdasarkan hasil penelitian dan tindakan yang telah dilaksanakan dapat dinyatakan cukup berhasil. Penerapan model pembelajaran Problem Based Intruction dianggap dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas V SDN 1 Sarimulyo, karena dari masing-masing pertemuan ada peningkatan hasil belajar dan sikap toleransi siswa dari tes formatif yang telah dilaksanakan dan berdasarkan pengamatan observer. Hal tersebut akan dianalisis dalam pembahasan tersebut.

Tabel 4.11. Peningkatan hasil tes formatif perbaikan pembelajaran Penjasorkes Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II

Pra Siklus Siklus II Siklus II
Nilai rata- rata Jumlah siswa Persen tase Nilai rata- rata Jumlah siswa Persen tase Nilai rata-rata Jumlah siswa Persen tase
Tnts Blm Tnts Blm Tnts Blm
75 19 14 58% 82 24 9 73% 91 100 0 100%

 

Tabel 4.12. Perbandingan Ketuntasan Pra Siklus, Siklus I, Siklus II

No Ketuntasan Pra Siklus Siklus I Siklus II
1. Tuntas 58% 73% 100%
2. Tidak Tuntas 42% 27% 0%

 

 

 

PENUTUP

Kesimpulan

  1. Ketuntasan pada siklus 1, 24 siswa memperoleh nilai diatas 75 atau lebih dan ketuntasan mencapai 73%. Jadi masih ada 27% siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sekolah.
  2. Ketuntasan Pada siklus 2, siswa yang memperoleh nilai diatas 75 mencapai 33 siswa dari 33 siswa yang ada. Ini berarti prosentase ketuntasan secara klasikal mencapai lebih mencapai 100%
  3. Meningkatkan kemampuan belajar siswa dalam Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza secara cermat.
  4. Meningkatkan kemampuan siswa kelas V semester II di SDN 1 Sarimulyo dalam belajar Penjasorkes.

Implikasi

Berdasarkan permasalahan penelitian yang ada dan kajian teori dari para pakar hasil penelitian yang dicapai dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dapat diimplikasikan bahwa model pembelajaran Problem Based Instruction dengan materi Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza dapat meningkatkan hasil belajar, khususnya siswa kelas V SDN 1 Sarimulyo.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran sebagai bentuk tindak lanjut, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru:

  1. Untuk melayani kemampuan daya tangkap siswa yang agak lambat, guru membiasakan diri bersikap sabar dan tidak terburu-buru.
  2. Dalam mengelola kegiatan diskusi kelompok, guru harus memantau setiap kelompok dan mendorong siswa yang kurang aktif ikut berpartisipasi.
  3. Guru harus bisa memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi pengajaran secara maksimal.

Tindak lanjut peningkatan profesional guru, kita harus sering bertukar pikiran secara objektif dengan teman sejawat atau sekolah, bahkan sampai ke kegiatan KKG dan KKKS tentang strategi metode yang berhubungan dengan keberhasilan dan proses belajar mengajar yaitu:

Bagi Siswa

  • Hendaknya siswa berusaha untuk memiliki sikap kreatif untuk selalu bertanya pada guru sesuai materi yang diterangkan jika ada materi pelajaran yang belum di mengerti.
  • Berusaha untuk berbahasa yang baik dan benar dalam upaya melatih siswa mampu memahami dan mencerna setiap pelajaran yang diberikan maupun soal-soal yang diberikan terutama dalam pelajaran Penjasorkes.

Sekolah

Hendaknya pihak sekolah dapat memberikan atau meningkatkan fasilitas atau sarana dan prasarana sekolah yang memadai sehingga dapat memudahkan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.

Guru

  • Hendaknya guru dapat menunjang kecerdasan dan ketrampilan anak didik dalam menyelesaikan soal-soal, baik untuk bidang studi Penjasorkes maupun bidang studi yang lain agar dapat dimulai melalui peningkatan kemampuan mengerjakan mengajar materi Bahaya Merokok, Minuman Keras dan Napza.

Peneliti

  • Untuk peneliti yang mengambil ruang lingkup yang sama hendaknya menambah variabel lain selain kedua variabel tersebut.
  • Hendaknya peneliti mencari aspek lain yang lebih luas dari aspek yang ada di sini untuk menambah luasnya cakupan variabel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad. 2000. Guru dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algen Sindo.

Alwasilah Chaeda. 1997. Politik, Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Anita. 2005. Cooperatif Learning. Memprakttikkan Cooperatif Learning di Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia.

Asmawi, dkk. 2005. Test dan Asesmen di SD. Jakarta: Uiversitas Terbuka.

Buchori, dkk. 2004. Gemar Membaca Penjasorkes 5. Semarang. Aneka Ilmu.

Depdikbud. 1994. Pengelolaan Sekolah Dasar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Petunjuk Peningkatan Mutu di Sekolah Dasar, Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Detaktik Metodik Umum. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Pedoman Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD/TK.

Depdikbud. 1996. Struktur Kalimat Bahasa Indonesia.Semarang: Proyek Peningkatan Mutu Baca, Tulis, Hitung SD.

Depdikbud. 1996. Struktur Kata.Semarang: Proyek Peningkatan Mutu Baca, Tulis, Hitung SD. Depdiknas. 2006. Standar Isi. Jakarta.

Endang, Retno W. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: UNNES.