PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn

TENTANG SISTEM PEMERINTAHAN DESA DAN KECAMATAN

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

BAGI SISWA KELAS IV SDN 2 NGRONGGAH

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Jasmin

SDN 1 Buloh Kecamatan Kunduran

ABSTRAK

Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan bagi siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah tahun 2014/2015 melalui model pembelajaran Snowball Throwing. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas sebanyak dua siklus dengan subjek penelitian siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2014/2015 sejumlah 25 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan nontes. Data nontes diperoleh dari observasi dan dokumentasi foto sedangkan teknik tes dengan butir soal. Analisis data meliputi data kuantitatif dan kualitatif. Dari hasil analisis data didapatkan bahwa hasil ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan. Kondisi awal ketuntasan belajar sebesar 44% dengan nilai rata-rata 60,4. Pada siklus I, setelah peneliti menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing, ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 64% dengan nilai rata-rata 69,2. Siklus II kembali menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa. Ketuntasan belajar pada siklus II adalah 84% dengan nilai rata-rata 76,4. Kesimpulan dari oenelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar PKn tentang sistem pemerintahan desa dan kecamatan bagi siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah tahun pelajaran 2014/2015.

Kata kunci: hasil belajar, pembelajaran PKn, pembelajaran kooperatif, model pembelajaran Snowball Throwing

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan oleh peserta didik sering dianggap sebagai mata pelajaran yang menjemukan, sehingga tidak mustahil jika masih banyak terdapat siswa yang memiliki nilai Pendidikan Kewarganegaraan lebih rendah dibandingkan dengan nilai mata pelajaran yang lain. Hal ini disebabkan karena banyak siswa yang belum menguasai masalah yang berkaitan materi yang terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SD kelas IV adalah memahami sistem pemerintahan desa dan kecamatan. Dalam Standar Kompetensi ini terdapat dua Kompetensi Dasar yaitu: 1) Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan desa dan pemerintah kecamatan, dan 2) Menggambarkan struktur organisasi desa dan pemerintah kecamatan.

Dari hasil analisis dokumen, pada materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan, ketika dilakukan ulangan, hasil yang dicapai siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah masih rendah. Dari 25 siswa kelas IV, ketika dilakukan ulangan pada materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan, hanya 11 siswa atau 44% yang mampu meraih nilai diatas KKM yang ditentukan yaitu 70. Sebanyak 14 siswa atau 56% siswa kelas IV tidak tuntas belajar. Nilai rata-rata ulangan siswa kelas IV pada materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan adalah 60,4.

Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukan semata-mata kesalahan siswa. Guru sangat besar andilnya dalam kegagalan pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar guru tidak tepat dalam menerapkan strategi dan model pembelajaran. Materi pelajaran yang sangat banyak semakin membuat siswa merasa bosan dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Permasalahan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas harus segera diatasi. Untuk itu guru mengambil langkah untuk memperbaiki pembelajaran. Model pembelajaran yang diyakini sesuai dengan materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan adalah model pembelajaran yang bersifat kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bekerjasama dalam menyelesaikan masalah yang terdapat dalam materi pelajaran. Pada penelitian ini, guru sebagai peneliti menetapkan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan paparan tersebut, peneliti menetapkan judul penelitian tindakan kelas ini yaitu: “Peningkatan Hasil Belajar PKn Tentang Sistem Pemerintahan Desa Dan Kecamatan Melalui Model Pembelajaran Snowball Throwing Bagi Siswa Kelas IV SDN 2 Ngronggah Tahun Pelajaran 2014/2015”.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar PKn materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan bagi siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah tahun pelajaran 2014/2015?”

Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan bagi siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah tahun pelajaran 2014/2015 melalui model pembelajaran Snowball Throwing.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini antara lain:

Bagi Guru/Peneliti:

a. Membantu guru untuk mengembangkan diri menjadi lebih propesional.

b. Dapat membantu guru memperbaiki proses pembelajaran.

c. Memungkinkan guru untuk selalu aktif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

Bagi siswa

a. Untuk meningkatkan kreatifitas dan pemahaman serta penguasaan konsep secara mudah, sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat menjadi lebih baik.

b. Sebagai upaya untuk menentukan sikap positif dan dapat meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga mendapatkan nilai yang baik dan memuaskan.

Bagi sekolah

a. Dapat meningkatkan mutu sekolah.

b. Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan umpan balik bagi pembinaan peningkatan pendidikan yang berkualitas.

KAJIAN PUSTAKA

Landasan Teori

Pengertian Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2005: 3), bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang telah terjadi melalui proses pembelajaran. Perubahan tingkah laku tersebut berupa kemampuan-kemapuan siswa setelah aktifitas belajar yang menjadi hasil perolehan belajar. Dengan demikian hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami pembelajaran.

Menurut Benjamin Bloom dalam (Nana Sudjana, 2009: 22-23) hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah yaitu: 1) Ranah Kognitif, yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; 2) Ranah Afektif, yaitu berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima spek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penelitian, organisasi, dan internalisasi; 3) Ranah Psikomotorik, yaitu berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Tiga ranah yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik merupakan ranah yang dapat dilakukan oleh siswa. Ketiga ranah tersebut dapat diperoleh siswa melalui kegiatan belajar mengajar. Pada penelitian ini yang diukur adalah ranah kognitif saja karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran.

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civic education mempunyai banyak penegertian dan istilah. Henry Randall Waite (1886) sebagaimana dikutip oleh Ubaidillah merumuskanpengertian civics sebagai berikut: “The science of citizenship,the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state” (ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan seseorang dengan orang lain dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan seseorang individu dengan negara). Sedangkan Muhammad Numan Somatri, mengartikan civic education adalah sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan antara manusia dengan perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, ekonomi, politik), dan hubungan individu-individu dengan negara.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi muda, tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak masyarakat. Adapun yang mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik yang diarahkan untuk menjadi patriot pembela bangsa dan negara (warga negara yang baik). Pasal yang berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan yaitu pasal 3 UUD 1945 yang berbunyi hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara pasal 30 ayat 1 dan hak setiap warga negara untuk memperoleh pengajaran pasal 31 ayat 1.

Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Kurikulum Nasional, Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di tingkat Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara anti-korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Ruang Lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tata tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional.

3. Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional, dan instrumen hak asasi manusia.

4. Kebutuhan warga negara, meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negera.

5. Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah ada.

Pengertian Desa

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan.

Kewenangan desa adalah: 1) Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; 2) Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat; 3) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; 4) Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.

Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD. Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat.

Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota. Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah. Dengan ringkas Abduraahman dan Bintoro (2000: 78) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.

Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif meliputi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran yang merupakan perbaikan tipe pembelajaran tradisional. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya anak didik dapat bekerja sama untuk mempelajari kandungan pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial.

Menurut Kagan (1994: 69) dalam Djamarah (2000), pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat, yaitu: a) Dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa; b) Dapat meningkatkan kemahiran sosial dan memperbaiki hubungan sosial; c) Dapat meningkatkan keterampilan kepemimpinan; d) Dapat meningkatkan kepercayaan diri.

Model Pembelajaran Snowball Throwing

Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball throwing merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudia dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab. Snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa. Peran guru disini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap jalannya pembelajaran. Snowball throwing sebagai salah satu dari model pembelajaran aktif (active learning) pada hakikatnya mengarahkan atensi siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Namun, sebagaimana model pembelajaran yang lain kondidsi siswa, waktu yang tersedia, materi yang diajarkan dan tujuan pembelajaran dalam Bayor (2010: 89).

Pembelajaran Snowball throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan dapat menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Pesan dalam hal ini adalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat oleh siswa. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang dikemas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Snowball throwing adalah pembelajaran secara berkelompok, setiap kelompok beranggotakan beberapa siswa dimana setiap siswa membuat pertanyaan yang kemudian dilemparkan kepada kelompk lainnya untuk dijawab. Ketika menjawab pertanyaan yang diperoleh harus dijawab masing-masing individu dengan cara berdiri dari tempat duduknya atau maju ke depan kelas.

Berdasarkan penjelasan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing, peneliti mengambil kesimpulan ada beberapa kelebihan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing antara lain: 1) Melatih kepercayaan diri dalam diri siswa baik dalam bertanya maupun mengemukakan pendapat; 2) Siswa akan dengan mudah untuk mendapatkan bahan pembicaraan karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang tertulis pada kertas berbentuk bola; 3) Menghindari pendominasian pembicaraan dan siswa yang diam sama sekali, karena masing-masing siswa mendapatkan satu buah pertanyaan yang harus dijawab dengan cara berargumentasi; 4) Melatih kesiapan siswa; 5) Saling memberikan pengetahuan; 6) Menjebatani siswa, yaitu metode ini siswa dapat mengalami sendiri pengalamn belajarnya secara langsung.

Langkah-langkah adalah sebagai berikut: 1) Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan dan kompetensi dasar yang dicapai; 2) Guru membentuk siswa berkelompok , kemudian memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi; 3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya; 4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok; 5) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa lain selama lebih kurang 15 menit; 6) Setelah siswa dapat satu bola atau satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. Ketika menjawab pertanyaan tersebut siswa diminta untuk berdiri dari tempat duduknya atau maju di depan kelas untuk menjawab pertanyaan yang mereka dapatkan; 7) Evaluasi; 8) Penutup.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan observasi diketahui bahwa dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IV SDN 2 Ngronggah masih menggunakan metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan karakteristik materi pelajaran. Siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Kemampuan siswa tentang sistem pemerintahan desa dan kecamatan masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang belum mendapat nilai ulangan di atas nilai standar yaitu 70. Bentuk upaya meningkatkan kemampuan pemahaman siswa tentang materi pokok pemerintahan desa dan kecamatan yaitu dengan memilih model pembelajaran yang dapat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berkembang dan sesuai dengan karakteristik materi pelajaran. Salah satu metode yang diyakini sesuai adalah model pembelajaran Snowball Throwing. Dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing hasil belajar siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah pada materi sistem pemerintahan desa dan kecamatan diharapkan dapat meningkat.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teoritis dan kerangka berpikir, hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Melalui penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar PKn tentang sistem pemerintahan desa dan kecamatan pada siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah tahun pelajara 2014/2015”.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Ngronggah Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015 mulai bulan Agustus sampai dengan bulan November 2014. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah pada tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan tes tertulis. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa adalah lembar observasi. Adapun alat untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa adalah butir soal tes, kunci jawaban, dan pedoman penilaian. Hasil belajar PKn pada siklus I dan siklus II yang dikumpulkan menggunakan tes tertulis agar datanya valid perlu divalidasi isinya dengan cara menyusun kisi-kisi sebelum membuat butir soal.

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengunakan metode penelitian tindakan kelas atau sering disebut dengan PTK. Untuk mengatasi permasalahan yang dijadikan objek penelitian, peneliti menetapkan pelaksanaan tindakan sebanyak dua tindakan dalam dua siklus. Adapun langkah-langkah dalam setiap siklus tindakan adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila minimal 80% siswa tuntas belajar pada akhir siklus II.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pra Siklus

Data hasil belajar pra siklus diambil dari daftar nilai siswa. Dari sumber data tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa setelah dilakukan ulangan harian adalah 60,4. Tingkat ketuntasan belajar dari 25 siswa adalah 44% atau 11 siswa tuntas belajar dengan KKM 70. Sementara 56% atau 14 siswa masih belum tuntas belajar. Nilai terendah ulangan harian siswa adalah 40 sementara nilai teringginya adalah 80.

Siklus I

Siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Hasil pengamatan pada siklus I masih banyak siswa terlihat belum aktif dan canggung karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran Snowball Throwing dalam pembelajaran. Ditambah lagi beberapa siswa yang kurang fokus dalam pembelajaran. Setelah guru memberi motivasi, siswa mengikuti pelajaran dengan baik. Siswa saling membantu dan bekerjasama dengan temannya, yang diam dan pasif terus berupaya untuk bisa. Siswa berusaha untuk aktif dalam kegiatan diskusi kelompok.

Hasil ulangan pada akhir siklus I menunjukkan tingkat ketuntasan belajar siswa adalah 64% atau 16 siswa. Masih terdapat 9 siswa atau 36% yang belum tuntas belajar. Nilai rata-rata ulangan harian pada siklus I adalah 69,2. Nilai terendah ulangan harian siswa adalah 50 sementara nilai teringginya adalah 90.

Siklus II

Pembelajaran pada siklus II juga dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Pada siklus II ini siswa menunjukkan peningkatan dibandingkan siklus I. Pada kegiatan pembelajaran siklus II, secara umum siswa dapat mengindentifikasikan sistem pemerintahan desa dan kecamatan melalui model pembelajaran Snowball Throwing dengan baik. Siswa juga tampak semakin percaya diri, hal ini karena siswa telah melaksanakan diskusi dengan teman tim sebelumnya. Bila dibandingkan dengan penampilan kegiatan pembelajaranpada siklus I, interaksi siswa lebih baik.

Hasil ulangan pada akhir siklus II menunjukkan tingkat ketuntasan belajar siswa adalah 84% atau 21 siswa. Masih terdapat 4 siswa atau 36% yang belum tuntas belajar, namun demikian nilai ke 4 siswa tersebut sudah mendekati KKM. Nilai rata-rata ulangan harian pada siklus II adalah 76,4. Nilai terendah ulangan harian siswa adalah 60 sementara nilai teringginya adalah 100.

Pembahasan

Pada kondisi awal sebelum pelaksanaan tindakan, nilai rata-rata ulangan harian siswa adalah 60,4. Tingkat ketuntasan belajar dari 25 siswa adalah 44% atau 11 siswa tuntas belajar dengan KKM 70. Sementara 56% atau 14 siswa masih belum tuntas belajar. Nilai terendah ulangan harian siswa adalah 40 sementara nilai teringginya adalah 80.

Pada pembelajaran siklus I, setelah guru sebagai peneliti menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing, hasil belajar siswa meningkat. Nilai rata-rata ulangan harian pada siklus I adalah 69,2. Tingkat ketuntasan belajar siswa adalah 64% atau 16 siswa. Masih terdapat 9 siswa atau 36% yang belum tuntas belajar. Nilai terendah ulangan harian siswa adalah 50 sementara nilai teringginya adalah 90. Peningkatan hasil belajar siswa ini dikarenakan siswa tampak aktif dalam pembelajaran, terutama saat dilakukan kegiatan diskusi. Walaupun pada awalnya siswa masih terlihat canggung karena belum terbiasa dengan model pembelajaran Snowball Throwing. Namun demikian, peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran siklus I masih belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan. Untuk itu masih diperlukan pembenahan pada pembelajaran siklus II.

Pada siklus II siswa sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran Snowball Throwing yang diterapkan. Suasana pembelajaran semakin hidup dan menyenangkan. Hal ini sangat berdampak pada pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Hasil ulangan pada akhir siklus II menunjukkan nilai rata-rata ulangan harian pada siklus II adalah 76,4. Tingkat ketuntasan belajar siswa adalah 84% atau 21 siswa. Masih terdapat 4 siswa atau 36% yang belum tuntas belajar, namun demikian nilai ke 4 siswa tersebut sudah mendekati KKM. Nilai terendah ulangan harian siswa adalah 60 sementara nilai teringginya adalah 100.

PENUTUP

Simpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dan hasil pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar PKn tentang sistem pemerintahan desa dan kecamatan bagi siswa kelas IV SDN 2 Ngronggah tahun pelajaran 2014/2015.

Saran

Bagi guru

a. Guru dalam melaksanakan pembelajaran hendaknya mendorong siswa untuk senantiasa bersemangat dan bermotivasi tinggi.

b. Dalam proses pembelajaran, guru harus mempersiapkan sarana dan model pembelajaran yang benar-benar menarik perhatian siswa dan memudahkan konsep dipahami siswa.

Bagi siswa

a. Dengan pembelajaran dengan Snowball Throwing, hendaknya siswa dapat memanfaatkannya dengan baik sehingga kemampuan siswa dapat meningkat.

b. Dengan model pembelajaran Snowball Throwing hendaknya siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

Bagi Sekolah

Sekolah hendaknya mendorong guru untuk mengembangkan kreasinya dalam model pembelajaran bervariasi, karena inti sekolah sebagai penjamin mutu pendidikan di tingkat yang paling dasar sangat mendesak dan perlu mendapat perhatian serius.

DAFTAR PUSTAKA

___. 2006. Permendiknas Nomor 22. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar. Jakarta: Pustaka Karya

A. Ubaidillah & Abdul Rozak. 2010. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Tim ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Perss

Abdurrahman dan Bintoro. 2000. Memahami Dan Menangani Siswa Dengan Problema Belajar. Jakarta: Depdiknas

Djamarah, Syaiful Bahri. Aswan Zain. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Somatri , M. Numan. 1976. Metode Mengajar Civics. Jakarta: Penerbit Erlangga

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar. Bandung: Sinar Baru Aglesindo

 

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya