Peningkatan Kemampuan Membacakan Puisi
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACAKAN PUISI
PADA SISWA XII IPS 1 MAN MAGELANG
DENGAN METODE PEMODELAN
Erni Triani
Guru Bahasa Indonesia MAN Magelang
ABSTRAK
Membacakan puisi merupakan salah satu keterampilan yang diajarkan di SMA. Adapun keterampilan yang dikembangkan adalah keterampilan membaca. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak siswa yang belum terampil membacakan puisi dengan teknik pembacaan yang benar sehingga pembacaannya pun menjadi kurang baik. Hal ini adalah masalah yang perlu diatasi agar siswa memiliki keterampilan membacakan puisi yang baik dan benar. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan di MAN Magelang untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia memilih kelas XII IPS 1. Subjek penelitian tersebut memiliki karakteristik rendah atau belum mencapai kriteria ketuntasan minimal.Hal ini mendorong Penulis melakukan penelitian menggunakan metode pemodelan. Metode pemodelan adalah sebuah metode yang menghadirkan model secara langsung di kelas. Pada penelitian ini model yang dihadirkan adalah seorang yang memiliki keahlian dalam membacakan puisi,berasal adalah dari komunitas teater. Berdasarkan hasil penelitian, aspek yang mempengaruhi keterampilan membacakan puisi adalah penjedaan, intonasi, ekspresi, dan kelancaran. Penggunaan metode pemodelan mampu meningkatkan kemampuan membacakan puisi pada siswa kelas XII IPS1 MAN MAgelang. Pada siklus I ke siklus II sebesar 35,07%, dan dari siklus II ke siklus III sebesar 27,81%. Bahkan,rata-rata peningkatan hasil belajar dengan menggunakan pemodelan mampu mencapai 92,86% dari siklus I hingga siklus III. Sebanyak siswa atau 92,86% telah memenuhi standar ketuntasan minimal, atau telah memiliki kemampuan membacakan puisi, dengan kata lain telah terampul membacakan puisi.
Kata kunci : Bahasa Indonesia, membacakan puisi, pemodelan
LATAR BELAKANG
Pembelajaran sastra merupakan bagian dari mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Lebih jauh lagi, pembelajaran sastra merupakan rangkaian dari proses pendidikan secara keseluruhan. Dalam lingkup pembelajaran sastra peserta didik mampu menjadi insan berkualitas, mandiri, dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai pada hal yang ideal tersebut, Rahmanto (1988) menyatakan bahwa tujuan tersebut dapat dicapai apabila pengajaran sastra cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu:
a. membantu keterampilan berbahasa Indonesia
b. meningkatkan pengetahuan budaya
c. mengembangkan cipta, rasa, dan karsa,
d. serta menunjang pembentukan watak.
Membacakan puisi merupakan salah satu upaya mengembangkan cipta, rasa, dan karsa, juga membantu mening–katkan keterampilan berbicara di depan umum. Berbicara dalam pengertian ber–ekspresi secara lisan.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya rasa percaya diri pada peserta didik ketika membacakan puisi di depan kelas. Selain itu,kurangnya motivasi yang nampak pada sikap yang tidak kooperatif ketika peserta didik diminta membacakan puisi di depan kelas. Kondisi ini dipicu oleh kurangnya penguasaan teknik membaca–kan puisi. Hal-hal tersebut mengakibatkan rendahnya perolehan nilai. Nilai yang diperoleh belum memenuhi standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Kenyataan tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor yang menghambat proses pembelajaran pembacaan puisi. Diantaranya adalah faktor guru. Guru kurang memberikan motivasi sehingga peserta didik kurang tertarik pada pemba–caan puisi. Di samping itu,teknik mengajar guru yang monoton, tidak kreatif dan variatif mengakibatkan situasi pembelajar–an menjemukan dan membosankan. Selain itu, guru sekedar melaksanakan materi ajar sesuai tuntutan silabus, tanpa memedulikan pencapaian hasil atau kompetensi peserta didik. Guru seharusnya pandai dalam memilih metode, teknik, maupun model pembelajaran sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV Pasal 19 ayat 1 seperti dalam kutipan berikut. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Penilaian guru yang tidak memerhatikan aspek-aspek yang merupakan unsur penilaian pembacaan puisi semakin memperparah kondisi. Hal ini merupakan kondisi yang perlu diperbaiki berkaitan dengan proses belajar membacakan puisi yang tepat. Pengabaian aspek vokalisasi, intonasi, irama, ekspresi dan penghayatan menjadi faktor yang menghambat kompetensi peserta didik memiliki keterampilan membacakan puisi.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS1 yang pada umumnya masih belum memiliki kompetensi dalam membacakan puisi, meskipun pada umumnya dapat menulis puisi. Lebih jauh dari itu, kompetensi membacakan puisi perlu diupayakan dalam rangka peningkatan apresiasi sastra. Metode pemodelan yang digunakan diharapkan lebih menarik dibandingkan contoh pembacaan dari guru.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar kemampuan membacakan puisi peserta didik kelas XII IPS 1 MAN Magelang setelah mengikuti pembelajaran dengan metode pemodelan?
2. Bagaimanakah perubahan sikap peserta didik kelas XII IPS1 MAN Magelang setelah mengikuti pembelajaran dengan metode pemodelan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan membacakan puisi peserta didik kelas XII IPS 1 MAN Magelang setelah mengikuti pembelajaran dengan metode pemodelan.
2. Untuk mengetahui perubahan sikap peserta didik kelas XII IPS1 MAN Magelang setelah mengikuti pembela–jaran dengan metode pemodelan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peserta Didik
a) Meningkatkan kompetensi pemba–caan puisi.
b) Meningkatkan sikap positif peserta didik dalam materi pembacaan pu–isi.
c) Untuk meningkatkan prestasi be–lajar peserta didik.
2. Bagi Guru
a) Meningkatkan kualitas pembela–jaran dengan metode yang variatif.
b) Meningkatkan pemberian motivasi belajar peserta didik dalam pembelajaran membacakan puisi.
c) Guna mengembangkan profesio–nalisme dalam penerapan metode pembelajaran yang efektif dan kreatif khususnya pada materi pembacaan puisi.
DASAR TEORI
Membacakan puisi merupakan rangkaian dari kegiatan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Karena itu, perlu dipaparkan konsep mengenai pembacaan puisi, meliputi komponen-komponen dan teknik membacakan puisi.
Membaca Puisi
Kegiatan membaca puisi merupakan kegiatan mengapresiasi puisi. Secara leksikal ’mengapresiasi’ adalah melakukan pengamatan, penilaian, dan penghargaan terhadap karya seni (KBBI,1997:53). Sementara itu, Effendi (1973:18) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghaKata ’memba–cakan’ mengandung makna benefaktif, yaitu melakukan suatu pekerjaan untuk orang lain, maka penyampaian bentuk yang mencerminkan isi harus dilakukan secara total agar apresiasi diungkapkan kembali melalui kegiatan membaca puisi. Membacakan puisi di depan pendengar atau audiens masuk dalam kategori membaca ekspresif. Maksud dari hal ini adalah selain memahami apa yang termuat dalam puisi yang dibaca, pembaca juga harus mengekspresikan apa yang termuat dalam puisi yang dibaca. Sebagai contoh, ketika seseorang membaca puisi yang bertemakan kesedihan, bencana ataupun kesengsaraan maka pembaca puisi pun harus membaca dengan ekspresi sedih ataupun prihatin. Oleh karena itu, sebelum membacakan puisi seseorang juga harus memahami apa isi puisi yang akan dibaca.
Membacakan puisi juga bukan hanya kegiatan melisankan puisi saja, melainkan lebih pada upaya mengekspresikan perasaan dan jiwa yang ditangkap dari puisi yang dibaca. Suhariyanto (1982: 46) mengemukakan bahwa membacakan puisi (poetry reading) pada hakikatnya merupakan suatu usaha menyampaikan puisi di depan pendengar dengan cara setepat-tepatnya (sesuai tuntutan puisi itu sendiri untuk membawakan seluruh nilai-nilai puisi tersebut sesuai dengan yang dimaksudkan penyairnya.
Komponen-Komponen Membacakan Puisi
Untuk dapat membacakan puisi dengan baik, setidaknya ada beberapa komponen yang menunjang. Adapun kom–ponen-komponen yang menunjang dalam pembacaan puisi yaitu, penghayatan, vokal, dan penampilan.
Penghayatan dalam membaca puisi setidaknya tercermin dalam 4 hal yaitu, penjedaan, intonasi, ekspresi, dan kelancaran (Doyin, 2008:74). Penjedaan adalah pemotongan bagian-bagian puisi ketika akan dibaca. Untuk dapat memenggal puisi dengan baik seseorang harus memahami puisi yang hendak dipenggal tersebut. Penjedaan yang baik akan membuat maksud atau makna puisi tercermin dari bagaimana puisi itu dibaca dengan penggalan-penggalannya.
Intonasi merupakan tinggi rendah–nya suara ketika membaca puisi. Intonasi merupakan gambaran rasa dari puisi yang sedang dibaca. Intonasi dalam pembacaan puisi meliputi tekanan nada, tekanan tempo, dan tekanan dinamik dan aksentuasi. Aksentuasi menyangkut bagian mana dari puisi yang dibaca yang harus mendapat penekanan. Dengan intonasi yang tepat sebuah pembacaan puisi akan lebih mudah dirasakan oleh pendengarnya.Karena itu, intonasi dapat ditentukan dengan baik dengan cara memahami isi puisi yang akan dibacakan terlebuh dahulu.
Ekspresi merupakan cara komuni–kasi untuk mendukung apa yang kita sampaikan atau baca dengan visualisasi maksud yang akan kita sampaikan. Secara umum, ekspresi terlihat dari segala gerak-gerik tubuh, dan secara khusus biasanya lebih terlihat pada ekspresi wajah atau mimik wajah. Dalam menampilkan ekspresi bagian tubuh yang paling penting adalah mata.
Kelancaran dalam kegiatan membaca sangat penting. Kelancaran ba–caan sangat berpengaruh pada keter–sampaian pesan atau isi teks. Seperti yang telah dipahami bersama bahwa puisi ditampilkan dengan bahasa yang padat dan adanya kiasan. Oleh karena itu, kelancaran di sini tidak terbatas pada pembacaan semata, akan tetapi menyangkut intonasi dan ekspresi pembacaan puisi juga.
Doyin (2008) selanjutnya menge–mukakan pentingnya vokal dalam pembacaan puisi. Menurutnya, ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam masalah vokal, yaitu kejelasan ucapan, jeda, ketahanan, dan kelancaran.
Teknik Membacakan Puisi
Bentuk dan gaya membacakan puisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bentuk dan gaya puisi secara poetry reading, bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris,dan secara teatrikal.
a. Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Ada pun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi dapat dilakukan dengan berdiri, duduk, dan berdiri duduk, juga bergerak.
b. Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris
Ciri khas gaya ini adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum membacakan puisi, puisi hendaknya dihafalkan terlebih dahulu. Deklamasi dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk, berdiri-duduk, dan bergerak.
c. Gaya Baca Puisi secara Teatrikal
Ciri khas dan bentuk baca puisi gaya ini bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misalnya kostum, properti, latar, musik, dan sebagainya. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi, dengung, gumam, sengau yang diekspresikan secara total. Sebagaimana dikemukakan oleh Aritonang dalam Mulyana (1997:38) bahwa vokal, musikal, mimik, gerak merupakan dasar-dasar yang seharusnya dikuasai oleh pembaca puisi.
Tahap-tahap membacakan puisi yang dapat dilakukan adalah:
a. Bacalah judul puisi dan nama penyairnya
b. Antara pembacaan judul dengan pem–bacaan baris pertama puisi kesenyapan atau perhentian antara sebanyak tiga ketukan.
c. Antar bait berilah dua kesenyapan dua ketukan.
d. Pada akhir pembacaan, intonasi keba–nyakan menurun. Pembaca dapat mempergunakan teknik penekanan setiap suku kata yang terdapat di baris terakhir puisi.
Tahapan tersebut di atas dimak–sudkan untuk membantu pembaca puisi level pemula untuk mempermudah proses pembelajaran membaca puisi. Tahap-tahap tersebut tidak mutlak harus diikuti. Pembaca puisi dapat melakukan tahap-tahap membaca puisi yang lebih bervariatif.
Metode Pemodelan
Metode pemodelan merupakan salah satu dari tujuh komponen pembe–lajaran kontekstual. Oleh karena itu, berikut ini akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning. Selanjutnya disebut dengan CTL.
Pondasi utama pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah konstruktivisme. Bertitik tolak dari berbagai proposisi konstruktivisme, berbagai model pembela–jaran dikembangkan. Aplikasi model pembelajaran berhubungan erat dengan pendekatan pembelajaran. Pendekatan yang cocok untuk pembelajaran berbasis konstruktivisme adalah kontekstual (Supriyono, 2011:78).
Pembelajaran kontekstual memu–satkan pada bagaimana peserta didik mengerti makna dari apa yang mereka pelajari, apa manfaatnya, bagaimana mencapainya dan bagaimana mereka mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan belajar mengajar ini mengutamakan pengalaman nyata dan dekata dengan kehidupan. Di samping itu, pembelajaran berpusat kepada peserta didik dan merupakan aktivitas penerapan pengetahuan, bukan menghafal. Peserta didik ’acting’, guru mengarahkan.
Pemodelan merupakan metode yang dianggap positif untuk membantu peserta didik mencapai kompetensi dalam membacakan puisi. Sebelum peserta didik memperoleh model atau contoh membacakan puisi secara langsung dari guru, belum dapat menunjukkan hasil yang memadai (mencapai KKM) dan belum dapat dinikmati oleh pendengar. Karena itu, pemodelan digunakan sebagai upaya untuk mencapai kompetensi pembacaan puisi pada peserta didik dalam penelitian tindakan kelas ini.
Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan pada suatu kelas tertentu. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu penelitian atau pengamatan terhadap suatu kegiatan belajar yang berupa sebuah tindakan, yang dengan sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama, dimana tindakan tersebut diberikan dan diarahkan oleh guru yang kemudian dilakukan oleh siswa. Beberapa ahli mengemukakan bahwa dalam PTK terdapat empat tahapan yang dilalui yaitu: perencanaan, pelaksanan, pengamatan, dan refleksi.
|
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS – 1 MAN 1 Magelang dengan jumlah siswa sebanyak 28 siswa dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 3 siswa dan perempuan 25 siswi. Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam mencari kebenaran dalam penelitian. Penggunaan metode pengum–pulan data yaitu melalui observasi dan tes. Observasi dilakukan untuk memperoleh data dalam proses pembelajaran tentang aktivitas guru dan siswa sebagai berikut: (1). Aktivitas guru dalam menerapkan metode pemodelan mencakup pendahu–luan, kegiatan inti dan penutup; (2) Aktivitas siswa digunakan untuk menilai kegiatan siswa selama kegiatan belajar mengajar. Adapun aktivitas yang diamati meliputi: visual activities, listening activities, motor activities, oral activities; (3) Mengetahui hasil belajar siswa dengan adanya penilaian dalam setiap pembacaan puisi, sehingga dapat diketahui seberapa besar peningkatan prestasi belajar siswa. Waktu penelitian dilaksanakan tanggal 8 September sampai 29 September 2014 di MAN 1 Magelang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS–AN
Pada siklus I hasil observasi dan evaluasi menunjukkan adanya:
a. Kesalahan penjedaan kata pada saat membacakan puisi.
b. Intonasi dalam membacakan puisi masih kurang tepat
c. Ekspresi yang ditampilkan model masih kurang menjiwai
d. Dalam membacakan puisi, model atau siswa lain masih sering terhenti dan kurang lancar
e. Model yang berasal dari rekan sendiri dalam satu kelas masih kurang menghayati puisi yang dibacanya,
f. Pada penilaian individu hampir seluruh siswa cenderung seperti membacakan berita atau membaca tulisan tanpa penghayatan.
Analisis dan refleksi
a. Apabila ditinjau dari aktivitas siswa pada perkenalan yang pada umumnya sangat antusias dan merasa senang selama proses pembelajaran membaca puisi metode pemodelan, menunjukan bahwa metode ini mampu mencip–takan situasi yang kondusif dan menyenangkan, karena siswa merasa bebas untuk mengungkapkan ekspresi dan pendapatnya sehingga muncul rasa percaya diri.
b. Pada umumnya siswa mampu melakukan penghayatan pada kalimat atau bait pertama dalam membaca puisi. Untuk itu penghayatan pada pertemuan berikutnya diharapkan dapat ditingkatkan.
c. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, yaitu mampu membaca puisi yang baik, perlu pemodelan ulang yang diprogramkan pada siklus ke 2 (dua), yakni meminta bantuan seseorang yang memiliki kemampuan dan ahli membaca puisi dari komunitas lain, yakni pemain teater.
Jumlah siswa yang di kelas XII IPS – 1 MAN 1 Magelang adalah 28 (dua puluh delapan) siswa, Secara kuantitatif hasil belajar siswa tentang puisi menggunakan metode pemodelan dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Rata-rata skor aspek penjedaan: 5,46. Artinya bila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada siklus I, maka siswa rata-rata kurang mampu atau kurang terampil melakukan penjedaan kata atau kalimat dalam membacakan puisi. Sehingga pada pembelajaran yang akan datang perlu ditingkatkan kemampuan memenggal kata atau kalimat.
b. Rata-rata skor aspek intonasi: 4,57. Perolehan nilai pada aspek ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada siklus I pada aspek intonasi maka siswa kurang tepat dalam memilih intonasi pada saat membaca puisi, untuk itu perlu perbaikan pada aktivitas pembelajaran yang akan datang.
c. Rata-rata skor aspek ekspresi: 4,43. Data hasil penilaian ekspresi ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada siklus I, siswa pada umumnya kurang memiliki ekspresi dalam membacakan puisi. Untuk mencapai hasil yang optimal maka siswa perlu latihan lebih intensif.
d. Rata-rata skor aspek kelancaran: 5,39.. Data hasil penilaian kelancaran ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada siklus I, siswa pada umumnya kurang lancar atau sering berhenti atau terputus dalam membacakan puisi. Untuk mencapai hasil yang optimal maka siswa perlu latihan lebih intensif.
Secara keseluruhan, penghayatan seluruh siswa dalam membaca puisi berada pada range skor 16 – 23,9. Sedangkan rata-rata secara keseluruhan sebesar 19,86 yang apabila dikonversikan pada tabel penilaian termasuk dalam kriteria ‘Kurang’. Hal ini menunjukkan bahwa metode pemodelan dalam pembelajaran puisi masih memerlukan perbaikan pada siklus berikutnya.
Pada siklus II guru mengundang seorang yang memiliki kemampuan dan ahli dalam membaca puisi dari kelompok teater di Magelang, yaitu seorang pemain teater Mendut Institut. Secara kuantitatif hasil belajar siswa tentang puisi menggunakan metode pemodelan pada Siklus II dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Rata-rata skor aspek penjedaan: 6,93. Artinya apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada Siklus II, maka siswa rata-rata sudah cukup mampu atau terampil melakukan penjedaan kata atau kalimat dalam membacakan puisi, namun pada pembelajaran yang akan datang masih perlu ditingkatkan kemampuan memenggal kata atau kalimat.
b. Rata-rata skor aspek intonasi: 6,36. Perolehan nilai pada aspek ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada Siklus II pada aspek intonasi maka siswa sudah cukup tepat dalam berintonasi pada saat membaca puisi, namun masih diperlukan beberapa perbaikan pada aktivitas pembelajaran yang akan datang.
c. Rata-rata skor aspek ekspresi: 6,21. Data hasil penilaian ekspresi ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada Siklus II, siswa pada umumnya sudah cukup menampilkan ekspresi dalam membacakan puisi. Untuk mencapai hasil yang optimal maka siswa perlu latihan lebih intensif.
d. Rata-rata skor aspek kelancaran: 6,86. Data hasil penilaian kelancaran ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian pada Siklus II, siswa pada umumnya sudah lebih lancar dalam membacakan puisi. Untuk mencapai hasil yang optimal maka siswa perlu latihan lebih intensif.
Pada siklus III Seperti siklus-siklus terdahulu, sebelum melaksanakan tindak–an, guru menyusun rencana pembelajaran berdasarkan silabus yang telah disusun. Peneliti menyusun rencana pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan metode pemodelan untuk siswa kelas XII IPS – 1 MAN 1 Magelang. Untuk kelancaran proses pembelajaran maka rencana pembelajaran tersebut dilengkapi dengan bahan ajar, media pembelajaran berupa text puisi pendek dan alat penilaian. Untuk kepentingan perolehan hasil penelitian dipersiapkan juga alat observasi untuk siswa dan guru. Pada siklus ini, guru kembali menggunakan model dari rekan dalam satu kelas, namun instrumen berupa text puisi berasal dari siswa, baik itu dari karya orang lain maupun karya siswa sendiri. Secara kuantitatif hasil belajar siswa tentang puisi menggunakan metode pemodelan pada Siklus II dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Rata-rata skor aspek penjedaan: 8,32. Artinya apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian, maka siswa rata-rata sudah memiliki kemampuan atau terampil dengan baik dalam melakukan penjedaan kata atau kalimat dalam membacakan puisi.
b. Rata-rata skor aspek intonasi: 7,57. Perolehan nilai pada aspek ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian aspek intonasi maka siswa sudah cukup tepat dalam berintonasi pada saat membaca puisi, namun masih diperlukan beberapa perbaikan pada aktivitas penelitian yang akan datang.
c. Rata-rata skor aspek ekspresi: 7,46. Data hasil penilaian ekspresi ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian, siswa pada umumnya sudah cukup menampilkan ekspresi dalam membacakan puisi. Untuk mencapai hasil yang optimal maka siswa perlu latihan lebih intensif.
d. Rata-rata skor aspek kelancaran: 8,32. Data hasil penilaian kelancaran ini apabila dikonversikan dengan kriteria penilaian, siswa pada umumnya jauh lebih lancar dalam membacakan puisi dibandingkan pada siklus-siklus sebelumnya.
HASIL SECARA KESELURUHAN
Berdasarkan hasil analisis data dari tiga siklus, maka dapat diketahui persentase peningkatan hasil belajar siswa dalam membaca puisi dengan menggu–nakan metode pemodelan. Menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan hasil belajar secara keseluruhan sebesar 35,07% dari Siklus I ke Siklus II. Rata-rata peningkatan hasil belajar dari Siklus I ke Siklus II tersebut meliputi rata-rata peningkatan aspek penjedaan sebesar 27,53%, aspek intonasi sebesar 40,71%, aspek ekspresi sebesar 44,29% dan aspek kelancaran sebesar 27,74%.
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Kesimpulan
a. Pembelajaran menggunakan metode pemodelan dapat menggunakan mo–del dari rekan sendiri dalam satu kelas, atau seseorang yang memiliki kemampuan atau ahli dari luar sekolah dan model yang berbentuk instrumen, dalam hal ini berupa karya puisi.
b. Aspek yang mempengaruhi dalam penghayatan pembacaan puisi adalah penjedaan, intonasi, ekspresi dan kelancaran
c. Penggunaan metode pemodelan mam–pu meningkatkan rata-rata prestasi hasil belajar siswa dari Siklus I ke Siklus II sebesar 35,07% dan dari Siklus II ke Siklus III sebesar 27,81%. Bahkan rata-rata peningkatan hasil belajar dengan menggunakan metode pemodelan mampu mencapai 292,86% dari Siklus I hingga Siklus III
d. Sebanyak 26 siswa atau 92,86% siswa telah memenuhi standar ketuntasan
Saran
a. Sebelum pembelajaran dimulai guru perlu memotivasi siswa terlebih dahulu agar timbul rasa percaya diri mereka, motivasi ini dapat berupa permainan games sederhana, kuis, lagu-lagu dan sebagainya, karena siswa akan meng–ungkapkan bahasa mereka sendiri berdasarkan pengalamannya sehingga membutuhkan situasi kelas yang kondusif.
b. Penilaian proses pembelajaran dilaku–kan seefektif mungkin agar dapat menghemat waktu.
c. Penjelasan tentang Kriteria Penilaian, perlu dijelaskan dan dilatihkan kepada siswa, agar siswa memiliki sikap untuk mencapai skor maksimal dan mampu menilai orang lain.
d. Siswa diusahakan belajar dalam kondisi yang saling berinteraksi, baik antar siswa maupun dengan guru, dengan cara tukar pendapat. Hal ini akan memunculkan rasa percaya diri siswa, sikap saling menghormati, meminimalkan siswa yang memiliki rasa minder atau kurang berani tampil.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusuawi. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsismi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar mengajar Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.