Peningkatan Kinerja Kepala Sekolah Melalui Metode Workshop
PENINGKATAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH (RPS) MELALUI METODE WORKSHOP DI DAERAH BINAAN KECAMATAN GAUNG ANAK SERKA
KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN 2016
Ulama
Pengawas TK/SD Kecamatan Gaung Anak Serka Dinas Pendidikan Kabupaten Indragiri Hilir
ABSTRAK
Berdasarkan hasil analisis pada masing masing siklus menunjukkan peningkatan Kinerja Kepala Sekolah dalam menyusun RPS yakni: peningkatan banyaknya Kepala Sekolah yang mampu menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dari siklus I ke siklus II. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan Workshop dapat meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah dalam menyususn RPS pada daerah binaan Kecamatan Gaung Anak Serka yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir.Data yang diperoleh dari hasil observasi dari siklus I ini, sikap kepala sekolah dalam menyusun RPS cukup baik dengan rata-rata nilai 76,67. Kepala sekolah sangat antusias melaksanakan penyusunan RPS. Sedangkan dari hasil penilaian terhadap RPS yang disusun oleh kepala sekolah dalam katagori cukup dengan rata-rata 72,33.Pada siklus II sikap kepala sekolah dalam menyusun RPS baik, dengan rata-rata nilai 86,67, kepala sekolah sangat antusias melaksanakan penyusunan RPS. Sedangkan dari hasil penilaian terhadap penilaian RPS yang disusun oleh kepala sekolah diperoleh rata-rata 80,33 dengan katagori baik. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan peningkatan kinerja Kepala Sekolah dalam menyusun Rencana Pengembangan Sekolah dapat ditingkatkan melalui metode workshop.
Kata Kunci: Kinerja Kepala Sekolah,Recana Pengembangan Sekolah, metode Workshop.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kepala Sekolah memiliki peran yang sangat kuat dalam mengkoordinasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah melalui program program yang dilakukan secara berencana dan bertahap. Oleh karena itu Kepala Sekolah dituntut memiliki kemampuan kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif / prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
Tugas dan fungsi Kepala sekolah adalah mengelola penyelanggaraan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah masing masing, mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam penyelenggaraan MBS, salah satu tugas Kepala Sekolah adalah menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Hal ini sesuai dengan Manajemen Berbasis Sekolah bahwa, Kepala Sekolah menjalankan salah satu tugas dan fungsinya adalah menyusun Rencana dan Program Pengembangan Sekolah dengan melibatkan semua unsur antara lain: Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Tata Usaha, Wakil orang tua siswa, Wakil Pemerintah dan Tokoh masyarakat (Depdiknas, tahun 2003: 29)
Panduan pelaksanaan Workshop Pendayagunaan MBS Kecamatan / Kota dalam penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) Non DBEP menjelaskan bahwa salah satu upaya meningkatkan Manajemen Berbasis Sekolah yang diminta Kepala Dinas Dikbud Kota adalah Sekolah mampu Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sehingga asas transparansi, akuntabilitas dan bekerja berdasarkan rencana dapat tercapai (Depdikbud Kota, tahun 2002)
Namun dalam kenyataan di lapangan masih banyak Kepala Sekolah belum menyusun Rencana Pengembangan Sekolah disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) Kepala Sekolah sebagai pemimpin belum memahami secara tuntas tentang Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebagai akibat kekurangan informasi yang didapat. (2) Tugas Kepala Sekolah utamanya di SD Binaan Kecamatan Gaung Anak Serka sangat komplek mengingat di SD Binaan Kecamatan Gaung Anak Serka tidak memiliki staf Tata Usaha, (3) Sementara ini Kepala Sekolah menyelenggarakan pendidikan di sekolah tidak berdasarkan perencanaan yang jelas (tidak memiliki RPS khususnya sekolah non DBEP).
Berdasarkan informasi dan pengamatan di lapangan secara langsung bahwa Kepala SD yang ada di Daerah Binaan Kecamatan Gaung Anak Serka belum memahami dan mampu menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kemampuan Kepala Sekolah dalam menyusun Rencana Pengembangan Sekolah melalui workshop.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah seperti diuraikan di atas maka masalah yang akan diteliti adalah “Bagaimana meningkatkan kemampuan Kepala Sekolah dalam menyusun RPS melalui workshop di Daerah Binaan Kecamatan Gaung Anak Serka Tahun 2016?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan Kepala Sekolah dalam menyusun RPS.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Peningkatan kemampuan Kepala Sekolah dalam menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebagai tuntutan oprasional dalam penyelenggaraan sekolah. (2) Dengan disusunnya RPS oleh Kepala Sekolah diharapkan apa yang menjadi tujuan sekolah bisa tercapai. (3) Sekolah memiliki RPS yang sesuai dengan siuasi dan kondisi sekolah masing masing.
KAJIAN PUSTAKA
Kemampuan Kepala Sekolah
Dengan dasar pemikiran seperti itu kemampuan pemimpin Kepala Sekolah sebenarnya dapat ditanamkan, dilatih, dibina agar memiliki kemampuan menyusun perencanaan sekolah yang telah diisyaratkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan PP.No 19 tahun 2005, khususnya yang terkait dengan pasal-pasal yang mengatur kompetensi Kepala Sekolah yaitu: PP No.19 tahun 2005, khususnya yang terkait denga pasal pasalnya yang mengatur kompetensi Kepala Sekolah yaitu: yaitu pasal 28 memiliki kwalifikasi sebagai pendidik, Pasal 38, Memiliki kemampuan kepemipinan dan kewirausahaan, Pasal 39, Memiliki kwalifikasi sebagai pengawas, Pasal 49 memiliki kemampuan mengelola dan melaksanakan satuan pendidikan, Pasal 52 Memiliki kemampuan menyusun pedoman dan pasal 53 Memiliki kemampuan menyusun perencanaan (Depdiknas, tahun 2005).
Salah satu kompetensi Kepala Sekolah adalah kompetensi Manajerial, diantaranya Kepala Sekolah mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan. Sesuai yang dijelaskan dalam naskah akademik Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah diantaranya:
1. Menguasai teori perencanaan dan seluruh kebijakan pendidikan nasional sebagai landanan dalam perencanaan sekolah, baik perencanaan strategis, perencanaan operasional, perencanaan tahunan, maupun rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
2. Mampu menyusun rencana strategis (renstra) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan kebijakan pendidikan nasional, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan strategi yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana strategis.
3. Mampu menyusun rencana operasional (renop) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis yang telah disusun melalui pendekatan, strategi,dan proses penyusunan perencanaan renop yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana operasional yang baik.
4. Mampu menyusun rencana tahunan pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana operasional yang telah disusun, melalui pendakatan strategis dan proses penyusunan perencanaan tahunan yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan perencanaan tahunan yang baik.
5. Mampu menyusun rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS) berlandaskan kepada keseluruhan rencana tahunan yang telah disusun melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan RAPBS yang memegan teguh prinsip-prinsip penyusunan RAPBS yang baik.
Dari uraian diatas maka kemampuan manajerial kepala sekolah diantaranya mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan. Dalam penelitian ini, kemampuan kepala sekolah yang dimaksud adalah kemampuan kepala sekolah menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).
Rencana Pengembangan Sekolah
RPS harus berorientasi kedepan dan secara jelas menjembatani antara kondisi saat ini dan harapan yang ingin dicapai di masa depan. Di dalam panduan manajemen berbasis sekolah diuraikan:
1. Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) adalah dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka untuk mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan (Depdiknas 2006: 25)
2. Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) penting dimiliki untuk memberi arah dan bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka untuk mencapai tujuan sekolah dengan resiko dan mengurangi ketidak pastian masa depan. RPS meliputi perencanaan peningkatan pemerataan, peningkatan mutu, peningkatan efisiensi dan peningkatan relevansi pendidikan. Seperti yang dijelaskan: Sekolah dapat mengembangkan jenis jenis RPS yang meliputi perncanaan peningkatan pemerataan (persamaan kesempatan,akses dan ekualitas), peningkatan mutu (proses, input, output), peningkatan efisiensi (internal dan eksternal) dan peningkatan relevansi pendidikan (relevansi dengan kebutuhan peserta didik, keluarga, masyarakat, sektor sektor pembangunan). (Depdiknas, 2006: 25)
3. Syarat syarat RPS adalah rasional berdasarkan pada potensi dan kelemahan sekolah didukung oleh data (profil sekolah), disusun bersama (Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah, TU dan siswa) secara sistematis. (Depdikbud, tahun 2007).
4. Komponen RPS terdiri dari: (1) Visi Misi dan Tujuan Sekolah, (2) Identifikasi tantangan nyata sekolah, (3) Sasaran, (4) Analisis SWOT, (5) Alternatif langkah pemecahan persoalan, (6) Rencana dan program peningkatan mutu dan (7) Anggaran. (Depdikbud, tahun 2007).
a. Berdasarkan uraian tersebut diatas yang dimaksud dengan Rencana Pengembang Sekolah (RPS) adalah rencana komprehenship yang merupakan dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah dimasa depan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Kebutuhan sekolah dan aspirasi masyarakat menjadi dasar utama penyusunan rencana pengembangan sekolah dengan kata lain, RPS bertujuan untuk mengemukakan apa yang diperlukan sekolah serta harapan masyarakat di sekitar sekolah. Dengan demikian rencana kerja untuk pengembangan sekolah berdasarkan dua jenis keterangan yaitu;(1) keterangan lengkap tentang keadaan sekolah, atau gambaran keadaan sekolah.(2) pandangan dan aspirasi masyarakat dan pengguna jasa sekolah, atau pandangan dan harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan adanya RPS yang jelas, semua pihak yaitu orang tua, guru, pegawai sekolah, komite sekolah, warga di sekitar sekolah, dan kepala sekolah sendiri akan mengetahui apa yang dibutuhkan, apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki, dan apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan sekolah. Komponen RPS yang terdiri dari Visi Misi dan tujuan sekolah, Identifikasi tantangan nyata, Sasaran, Analisis SWOT, Alternatif langkah pemecahan persoalan, Rencana dan program peningkatan mutu Anggaran.
Sehingga RPS yang diharapkan dapat disusun oleh Kepala Sekolah dalam penelitian ini adalah memenuhi syarat syarat penyusunan RPS yaitu: rasional berdasarkan potensi dan kelemahan sekolah, didukung oleh data (profil sekolah), disusun bersama oleh Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah, pegawai dan RPS yang memuat komponen komponen seperti tersebut diatas.
Tinjauan Tentang Workshop
Pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan manusia dikembangkan melalui belajar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh ketiga aspek tersebut seperti belajar di dalam sekolah, luar sekolah, tempat bekerja, sewaktu bekerja, melalui pengalaman, dan melalui workshop. Worshop adalah suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan karya nyata (Badudu,1988:403).
Hebih lanjut (Harbinson,1973:52) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan secara umum diartikan sebagai proses pengalihan keterampilan dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem persekolahan yang sifatnya lebih heterogen dan kurang terbakukan dan tidak berkaitan satu sama lainya karna memiliki tujuan yang berbeda.
Nadler (1970:40-41) membedakan pendidikan dan pelatihan. Latihan merupakan kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki unjuk kerja (perfomance) dalam tugas yang dihadapi ataupun di kerjakan. Tujuannya mengintroduksikan tingkahlaku yang ada sekarang sehingga menghasilkan tingkah laku tertentu. Sedangkan pendidikan didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan sumberdaya manusia untuk memperbaiki keseluruhan kemampuan dalam tugas yang sekarang ditangani. Selanjutkan, Nadler (1983:7) mengetengahkan tiga jenis program belajar yaitu: (1) latihan, yaitu belajar yang berkenaan dengan pekerjaan individu sekarang, (2) pendidikan, yaitu belajar yang berkenaan dengan masadepan, tetapi pekerjaan bagi individu peserta didik tersebut dikenali dan dipersiapkan, dan (3)pengembangan, yaitu belajar bagi pertumbuhan individu atau organisasi secara umum.
Dalam banyak bidang pelatihan (workshop) hal tersebut memang sangat sulit untuk tidak mengatakannya mustahil (dilakukan validasi dan evaluasi). Bidang yang dimaksud misalnya manajemen atau pelatihan hubungan manusia umum sifatnya. Dalam hal ini semua bentuk pelatihan (workshop) tidak dapatmemperlihatkan hasil yang objektif. Pelatihan umumnya mempunyai masalah mengenai prestasi penatar dalam mengajar, yaitu masalah evaluasi dan validasi kelangsungannya. Jika pelajaran telah diajarkan dengan baik dan penatar telah belajar pelajaran tersebut sesuai dengan ukuran penatarnya maka efektivitas pelatihan sudah dianggap valid. Pelatihan merupakan proses perbantuan (facilitating) guru untuk mendapatkan keefektivan dalam tugas-tugas mereka sekarang dan masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan berfikir, bertindak, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai (Dahana and Bhatnagar, 1980: 672). Pelatihan pada dasarnya berkenaan dengan persiapan pesertanya menuju arah tindakan tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat ia bekerja serta sekaligus memperbaiki unjuk kerja, sedangkan pendidikan berkenaan dengan membukakan dunia bagi peserta didik untuk memilih minat, gaya hidup dan kariernya.
Procton (1983: 12) memberikan batasan bahwa latihan bisa disebut latihan kerja bilamana kegiatan tersebut dilakukan dengan sadar untuk menyajikan materi agar berlangsung proses belajar. Dngan latihan kerja ini dicoba mengarahkan kembali pengalaman-pengalaman belajar tadi kedalam jalur-jalur yang positif dan bermanfaat serta mendorong mereka untuk melakukan kegiatan.
Procton dan Thornton (1983:9) mengemukakan bahwa kalangan manajemen terlalu membebankan harapan besar terhadap pelatihan, sementara pelaihan itu sendiri diselenggarakan kurang mengarah kepada kebutuhan sebenarnya. Demikian juga Feldman dan Arnold (1983:83) mengemukakan bahwa serinh kali program pelatihan diselenggarakan begitu banyak persoalan sehingga malah tidak mampu memberikan informasi memadai dan penting sesuai dengan kebutuhan dan harapan peserta pelatihannya. Yang diperlukan oleh banyak organisasi adalah bukan sejumlah teori tetapi hal-hal yang bersifat praktis dan mudah diimplementasikan di lapangan. Untuk itu, organisasi perlu memikirkan bagaimana mengidentifikasikan kecakapan-kecakapan yang relevan dengan tugas dan menyelenggarakan pelatihan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut.
Kiranya sudah cukup banyak bukti bahwa pelatihan (inservice training) mampu meningkatkan kemampuan peserta didik. Penyegaran keterampilan-keterampilan standar pengajaran termasuk didalamnya menyusun alat evaluasi belajar akan meningkatkan mutu pengajaran dan pada giliranya meningkatkan prestasi peserta didik. Hal ini dilaporkan oleh Haetleu dan Swanson (1984) yang melakukan penelitian di mesir. Pancangan Penelitian yang digunakan adalah Penelitian regresi majemuk. Sembiring dan Livingstone (1981) melaporkan hasil penelitianya terhadap 124 Sekolah Menengah di Indonesia dengan rancangan regresi majemuk juga menemukan adanya pengaruh tersebut. Nasutio dkk (1976) yang meneliti 40 sekolah dengan rancangan experimental di Indonesia, juga menemukan hubungan positif antara pelatihan guru dengan mutu pengajaran dan prestasi peserta didik.
Husen (1987) yang mengadakan penelitian DI Biswana, juga menemukan pengaruh meyakinkan dari banyaknya pelatihan guru dengan mutu pengajaran dan prestasi peserta didik. Demikian juga Armitage dkk (1986) melaporkan lahil penelitian mereka di Brasil menemukan pengaruh positif meyakinkan dari penelitian yang diikuti guru dengan mutu pengajaran dan prestasi peserta didik. Pelatihan atau pendidikan dan latihan sekalipun sering dilakukan, masih diremehkan sebagai faktor motifasi yang ampuh. Peter Drucker (dalam Bambang Kusrianto, 1993:118) menunjukan bahwa justru dengan pelatihan yang terus meneruslah orang Jepang merasa makin besar tanggung jawabnya terhadap pekerjaan dan alat-alat yang digunalkannya. Pelatihan membuat orang makin mengerti akan prestasinya, prestasi peserta didiknya, serta prestasi sekolah dan berusaha untuk meningkatkan prestasi-prestasi itu.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami mengenai makna kata pendidikan dan pelatihan (workshop) pada dasarnya adalah suatu proses untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemampuan seorang Kepala sekolah atau sekelompok kepala sekolah dalam menyusun Rencana Pengembangan Sekolah yang ditunjukan oleh karya nyata yang berupa dokumen RPS.
Hipotesis Tindakan
Melalui Metode Workshop Di Daerah Binaan Kecamatan Gaung Anak Serka Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2016 dapat meningkatan Kinerja Kepala Sekolah Dalam Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).
METODOLOGI PENELITIAN
Setting dan Subjek Penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan di Daerah Binaan Kecamatan Gaung Anak Serka. Alasan utama dari hasil pengamatan langsung dan informasi yang di terima, bahwa semua sekolah yang ada di Daerah Binaan Kecamatan Gaung Anak Serka belum memiliki Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) karena kepala sekolah belum mampu menyusun RPS yang sesuai dengan keadaan dan kondisi sekolah masing-masing. Hal ini desebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima dan mengingat juga dengan tugas-tugas kepala sekolah yang sangat banyak dan kompleks dan belum memiliki tenaga tata usaha yang seyogyanya dapat membantu tugas kepala sekolah.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi untuk mengumpulkan data kondisi awal, teknik observasi untuk data penyusunan awal, dan wawancara untuk mengumpulkan data. Sedangkan alat pengumpulan data yang digunakan adalah dokumen RPS sebelumnya, RAPBS dan RKS.
Validasi Data dan Analisis Data
Validasi data dilakkan agar memperoleh data yang valid. Data perkembangan yang diperoleh melalui observasi divalidasi dengan melibatkan observer teman sejawat yang dikenal dengan berkolaborasi, sedangkan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif dilanjutkan dengan refleksi.
Prosedur Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan. Tahap pertama membuat perencanaan tindakan, tahap kedua melakukan tindakan sesuai yang direncanakan, tahap ketiga melakukan pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan, tahap keempat melakukan analisis deskriptif komparatif dan refleksi terhadap hasil pengamatan tindakan.
Hasil Tindakan
Data yang diperoleh dari hasil observasi dari siklus I ini, sikap kepala sekolah dalam menyusun RPS cukup baik dengan rata-rata nilai 76,67. Kepala sekolah sangat antusias melaksanakan penyusunan RPS. Sedangkan dari hasil penilaian terhadap RPS yang disusun oleh kepala sekolah dalam katagori cukup dengan rata-rata 72,33.
Memperhatikan hasil pada siklus I peneliti melakukan refleksi terhadap hasil yang diperoleh. Hambatan-hambatan yang ditemukan pada sikus I seperti efektivitas penyampaian informasi-informasi tentang cara penyusunan RPS yang masih bersifat umum terbukti kepala sekolah belum mencapai nilai maksimal pada aspek 1 yaitu kelengkapan elemen RPS, aspek 2 yaitu, tentang kejelasan tujuan RPS, aspek 3, tentang ketepatan/ kesesuaian program dengan tujuan RPS, aspek 4 yaitu kemanfaatan program, aspek 5 yaitu strategi implementasi/ pelaksanaan dan aspek 8 tentang optimalisasi sumber daya sekolah. belum mencapai nilai maksimal dan belum optimalnya bimbingan/informasi yang diberikan secara individual maupun kelompok dalam penyusunan RPS.
Pada siklus II sikap kepala sekolah dalam menyusun RPS baik, dengan rata-rata nilai 86,67, kepala sekolah sangat antusias melaksanakan penyusunan RPS. Sedangkan dari hasil penilaian terhadap penilaian RPS yang disusun oleh kepala sekolah diperoleh rata-rata 80,33 dengan katagori baik.
Memperhatikan hasil pada siklus II melakukan refleksi terhadap hasil yang diperoleh peneliti pada siklus II ini sudah ada peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam menyusun RPS walaupun belum maksimal yaitu 8,00.
PENUTUP
Simpulan
Pertama, dengan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan salah satu bentuk pengelolaan sekolah yang menempatkan sekolah sebagai pemegang peran utama pengelolaan sekolah dalam upaya peningkatan mutu. Maka setiap sekolah perlu menyusun RPS secara baik. dengan dilaksanakan workshop penyusunan RPS yang dilakukan secara kekeluargaan, Kepala Sekolah merasa terbantu dalam melaksanakan tugas tugasnya selaku kepala sekolah khususnya dalam penyusunan perencanaan sekolah. Disamping hal tersebut sekolah mimiliki RPS yang bertujuan untuk: (1) agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, (2) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah, (3) adanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan penganggaran, pelaksanaan dan pengawasn, (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat, (5) penggunaan sumber daya secara efisien, efektif dan berkelanjutan.
Kedua, dengan workshop kemampuan Kepala Sekolah dapat ditingkatkan utamanya kemampuan menyusun RPS yang sebelumnya mereka beranggapan bahwa RPS adalah pelengkap administrasi kepala sekolah belaka. Hal ini dibuktikan dari tidak membuat kemudian pada siklus I kepala sekolah memperoleh nilai 72.33 dan meningkat menjadi 80,33 pada siklus II.
Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan beberapa hal, antara lain:
2. Kepada para pengawas sekolah disarankan agar dalam melaksanakan tugasnya membina kepala sekolah menggunakan serta mengembangan workshop sebagai wahana untuk supervisi manajerial.
3. Kepada Kepala sekolah agar memanfaatkan pengawas sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja dan profesionalismenya.
4. Bagi pengambil kebijakan di lingkungan Dinas Pendidikan disarankan untuk menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan Kepala Sekolah yang berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan dan Direktorat Tenaga Kependidikan, 2006, Naskah Akademik Standar Kependidikan dan Kompetensi Kepala Sekolah.
Badudu.J.S, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Depdiknas, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Depdiknas, 2003, Panduan Penyusunan dan Implementasi Rencana Pengembangan Pendidikan Kabupaten/ Kota.
Depdiknas, PP. No. 19 Tahun 2005.
Depdiknas, 2006, Direktorat Pembinaan SMP Direktorat Jendral Manajemen Dikdasmen.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 2007, Panduan Pelaksanaan workshop.
Pendayagunaan Mbs Kecamatan/ Kota dalam Penyusunan RPS Non DBEP Kota.
Kepmendiknas, No 162 Tahun 2003, Pedoman Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah.
Procton and Thornton, 1983, Latihan Kerja Buku Pegangan Bagi Para Manager, Jakarta: Bina Aksara.