Peningkatan Kreativitas Dalam Proses Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Siswa
PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA KELAS X IPA.1
DAN KELAS X IPA.2 (SEBAGAI PEMBANDING)
MA NEGERI 2 SURAKARTA DALAM PROSES PEMBELAJARAN
KIMIA PENGARUHNYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Sri Mawarti
Guru Kimia MAN 2 Surakarta
ABSTRAK
Dalam setiap interaksi pembelajaran ditandai adanya tujuan yang hendak dicapai, siswa dan guru, bahan pelajaran, metode yang digunakan untuk menciptakan situasi pembelajaran, dan penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh ketercapaian tujuan. Karena ada keinginan untuk menjadi sukses itu maka ada dorongan untuk mencapai prestasi itu. Menurut Weiner bahwa orang yang memanfaatkan kognitif optimis dan pesimis adalah orang yang mempunyai motivasi berprestasinya tinggi. Sebab orang yang memanfaatkan kognitif optimis adalah orang yang selalu melaksanakan pekerjaan dengan baik, selalu bekerja keras, dan selalu menikmati keberhasilannya. Selain itu siap menerima kegagalan, tetapi optimis untuk menerima tantangan berikutnya. Sedangkan orang yang memanfaatkan kognitif pesimis adalah orang yang mempunyai ambisi untuk sukses, mempertahankan harga diri sebelum menghadapi cobaan, selalu bekerja keras, menyiapkan segala sesuatu sebelum menghadapi kesulitan, menggunakan stres dan kecemasan sebagai alat pendorong dan selalu sistematis dalam menghadapi tantangan berikutnya.Hasil belajar siswa penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pembelajaran dan menyusun alat-alat penilaian, baik melalui tes maupun bukan tes. Menurut Nana Sudjana (2005: 33) bahwa penilaian hasil belajar sebagai program atau objek yang menjadi sasaran penilaian. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan pembelajaran. Hal ini adalah karena isi rumusan tujuan pembelajaran menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.Di dalam pembelajaran kimia tentang hukum kekekalan massa masalah yang ada diselesaikan dengan melakukan percobaan karena masalah tersebut memerlukan pembuktian dengan melakukan percobaan yang akan dilakukan di kelas X IPA.1 dan Kelas X IPA.2 sebagai pembanding dilakukan demonstrasi, di mana penulis mengajar di kelas tersebut. Pada kesempatan ini masalahnya adalah bagaimana meningkatkan kretivitas siswa dalam pembelajaran kimia untuk membuktikan hukum kekekalan massa. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kreativitas siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan dan mengembangkan gagasannya, setelah siswa melakukan percobaan kemudian diadakan ulangan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam pembelajaran yang telah dilakukan. Dari hasil analisis kelas X IPA.1 menunjukkan, bahwa kreativitas siswa rata-ratanya sebesar 76,33 berarti termasuk kategori baik. Sedangkan hasil ulangan siswa kelas X IPA.1 rata-ratanya sebesar 74,57 dan siswa kelas X IPA.2 sebagai pembanding rata-ratanya sebesar 66,83. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kesimpulannya: Bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
Kata kunci: kreativitas siswa, pembelajaran kimia, dan hasil belajar siswa.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pendidikam tentu tidak dapat dilepaskan dari peranan guru baik dalam kuantitas maupun kualitas. Guru sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru menguasai mata pelajaran yang diajarkan, kemampuannya dalam mengelola kegiatan belajar secara efektif dan kemampuannya dalam mendeteksi belajar siswa, menjadi sangat berperan dalam peningkatan mutu pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Selaras dengan kebijakan pembangunan nasional yang menekankan pada pengembangan sumber daya manusia, maka peranan guru menjadi sangat strategis dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas menghadapi era global.
Dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan serta kreatifitas siswa yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menghasilkan yang berhasil dalam pembelajaran. Dengan kata lain, di tangan para guru terletak keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, guru mempunyai tugas untuk menumbuhkan kreativias siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajarnya meningkat. Dengan demikian kreativitas merupakan kemampuan untuk membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan membuat keputusan.
Berhubungan dengan kreativitas David Campbell dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 104), menekankan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat.
Dengan demikian, dalam proses pembelajaran terkandung maksud bahwa kemampuan dan motivasi guru merupakan kunci yang mampu meningkatkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran dan akan mempengaruhi hasil belajar siswa, maka untuk itu dipandang perlu untuk membuat makalah berkaitan dengan meningkatkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran dan hasil belajarnya. Makalah yang dimaksud dengan judul: “Peningkatan Kreativitas Siswa Kelas X IPA.1 dan Kelas X IPA.2 (sebagai pembanding) MA Negeri 2 Surakarta Dalam Proses Pembelajaran Kimia Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa”.
Identifikasi Masalah
Bergitu penting dan strategis tugas guru dalam mengajar dan mendidik generasi masa depan. Karena itu, jika guru gagal menunjukkan kemampuan dan motivasinya, maka dapat berakibat menurunnya mutu pendidikan, sekaligus memberi dampak kualitas yang rendah terhadap generasi masa depan. Maka dilakukan identifikasi maslaah, yaitu: kreativitas siswa dan hasil belajar siswa. Penjabaran dari hal tersebut yaitu: Kreativitas siswa, atau perbuatan kreatif banyak berhubungan dengan intelegensi. Sedangkan hasil belajar siswa bukan hanya berupa penguasaan pengetahuan, tetapi juga kecakapan dan ketrampilan dalam aktivitas pembelajaran yang akan mendapatkan penilaian.
Batasan Masalah
Dalam makalah ini akan menelaah dua unsur yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu: kreativitas siswa dan hasil belajar siswa.
Perumusan Masalah
Rumusan masalahnya adalah: Bagaimana meningkatkan kreativitas siswa kelas X IPA MA Negeri 2 Surakarta dalam proses pembelajaran kimia pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa?
Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran empiris tentang: kreativitas siswa dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini, yaitu: Diharapkan guru dapat lebih memperhatikan dan meningaktakn kemampuannya dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kreativitas siswa sehingga hasil belajarnya akan lebih baik.
KAJIAN DAN TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teori
Kreativitas
Salah satu kemampuan utama yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia adalah kreativitas. Kemampuan ini banyak dilandasi oleh kemampuan intelektual, seperti intelegensi, bakat dan kecakapan hasil belajar, tetapi juga didukung oleh faktor-faktor afektif dan psikomotorik. Kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, cara-cara baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan bagi masyarakat. Hal baru itu tidak perlu selalu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsur-unsurnya mungkin telah ada sebelumnya, tetapi individu menemukan kombinasi baru, hubungan baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi hal baru itu adalah sesuatu yang sifatnya inovatif.
Menurut Utami Munandar dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 104) memberi rumusan tentang kreativitas sebagai berikut: Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dengan penekanankualitas, dan yang mencerminkan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.
Hasil Belajar
Pendekatan belajar yang mengutamakan hasil berasal dari pengajaran yang bertolak dari teori Psikologi Daya, Psikologi Herbart, dan Behaviorisme. Hasil belajar bukan hanya berupa penguasaan pengetahuan, tetapi kecakapan dan ketrampilan dalam melihat, menganalisis dan memcahkan masalah, membuat rencana dan mengadakan pembagian kerja. Dengan demikian aktivitas belajar ini mendapat penilaian. Penilaian tidak hanya dilakukan secara tertulis, tetapi juga secara lisan dan penilaian perbuatan.
Menurut Nanan Sudjana (2005: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setalh ia menerima pengalaman belajarnya.
Selanjutnya Moh. Uzer Usman (2001: 34) menyatakan, hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan pembelajaran yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemampuan guru sebagai perancang proses pembelajaran.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keerampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan inpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Klasifikasi tersebut memungkinkan hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan proses pembelajaran. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa hasil belajar dapat terlihat dari tingkah laku siswa. Hal ini memberikan pula petunjuk bagi guru dalam menentukan tujuan-tujuan dalam bentuk tingkah laku yang diharapkan dari dalam diri siswa.
Ranah Kognitif
- Ingatan/ pengetahuan, mengacu kepada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
- Pemahaman, mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek inisatu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir rendah.
- Penerapan, mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan yang lebih tinggi dari pada pemahaman.
- Analisis, mengacu kepada kemampuan menguraikan materi kr dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
- Sintesis, mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
- Evaluasi, mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi.
Ranah Afektif
- Penerimaan, mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar rendah dalam domain afektif.
- Pemberian respon, satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terangkut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik
- Penilaian, mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterkaitkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.
- Pengorganisasian, mengacu kepada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
- Karakterisasi, mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.
Ranah Psikomotor
- Peniruan, terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
- Manipulasi, menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
- Ketetapan, memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
- Artikulasi, menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsisten internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda.
- Pengalamiahan, menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotor.
Ketiga hasil belajar tersebut penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pembelajaran danmenyusun alat-alat penilaian, baikmelalui tes maupun bukan tes.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum menurut Nana Sudjana (2005: 33) bahwa penilaian hasil belajar sebagai program atau objek yang menjadi sasaran penilaian. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan pembelajaran. Hal ini adalah karena isi rumusan tujuan pembelajaran menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Tinjauan Pustaka
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menemukan dan menciptakan hal-hal baru. Kreativitas didasari oleh segi-segi intelektual, seperti kecerdasan, bakat dan kecerdasan nyata, tetapi juga segi-segi afektif seperti sikap, minat, dan motivasi.
Wallas mengemukakan empat tahap kegiatan kreatif, yaitu persiapan, pematangan, pemahaman, dan pengetesan.
Pengembangan kreativitas dapat dilakukan melalui proses pembelajaran diskaveri/inkuiri dan belajar bermakna, dan tidak dapat dilakukan hanya dengan kegiatan pembelajaran yang bersifat ekspositori. Karena inti dari kreativitas adalah pengembangan kemampuan berpikir divergen dan bukan berpikir konvergen. Berpikir divergen adalah proses berpikir melihat sesuatu masalah dari berbagai sudut pandangan, atau menguraikan sesuatu masalah atas beberapa kemungkinan pemecehan, untuk pengembangan kemampuan demikian guru perlu mencuptakan situasi pembelajaran yang banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah, melakukan beberapa percobaan, mengembangkan gagasan atau konsep-konsep siswa sendiri. Situasi demikian menuntut pula sikap yang lebih demokratis, terbuka, bersahabat, percaya kepada siswa.
Di dalam proses pembelajaran bahan pelajaran ditentukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dikuasai dan dimiliki oleh siswa. Di samping itu, proses pembelajaran merupakan kegiatan mulai dari penyusunan, pelaksanaan, penilaian proses pembelajaran sampai pada penyusunan program perbaikan dan pengayaan yang melibatkan guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
John Dewey dalam I. K. Davies (1991:31) menekankan bahwa oleh karena belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri.
Alvin C. Eurich (1962) dalam Ivor K. Davies (1991:32) telah menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: Hal apapun yang dipelajari oleh siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan pembelajaran tersebut untuknya. Setiap siswa belajar menurut kecepatannya sendiri, dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap segera diberikan penguatan (reinforcement). Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berhasil. Apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajarinya sendiri, maka ia lebih termotivasikan untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik.
Mengingat bahwa dalam silabus setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik, maka perlu disusun secara jelas petunjuk yang memberikan arah kepada guru untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai proses pembelajaran. Perencanaan pembelajaran mencakup pengembangan silabus, penyesuaian pendekatan dan metode, penggunaan sarana dalam proses pembelajaran dan pengaturan alokasi waktu serta pengelolaan pembelajaran. Sedangkan pelaksanaan proses pembelajaran mencakup kegiatan kurikuler dan pengembangan diri, penilaian mencakup cara menentukan ketercapaian tujuan, dan cara penilaian terhadap proses pembelajaran. Pembelajaran adalah interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan antarsiswa dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima. Dalam setiap interaksi pembelajaran ditandai adanya tujuan yang hendak dicapai, siswa dan guru, bahan pelajaran, metode yang digunakan untuk menciptakan situasi pembelajaran, dan penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh ketercapaian tujuan.
PEMBAHASAN MASALAH
Ide Untuk Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah meningkatkan kreativias siswa dalam pembelajaran kiia adalah dengan pengembangan kemampuan berpikir divergen, karena berpikir divergen adalah proses berpikir melihat sesuatu masalah dari berbagai sudut pandangan, atau menguraikan sesuatu masalah atas beberapa kemungkinan pemecahan. Untuk pengembangan kemampuan demikian guru perlu menciptakan situasi pembelajaran yang banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah, melakukan beberapa percobaan, mengembangkan gagasan atau konsep-konsep siswa sendiri. Situasi demikian menuntut pula sikap yang lebih demokratis, terbuka, bersahabat, percaya kepada siswa. Oleh karena itu, yang dilakukan oleh guru adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran kimia, melakukan percobaan, dan mengembangkan gagasannya
Untuk mengetahui kategori kreativitas siswa tersebut digunakan rentang nilai sebagai berikut: Nilai 91-100: Amat baik; nilai 76-90: Baik; nilai 61-75: cukup; nilai 51-60: sedang; nilai ≤ 50: kurang.
Alternatif Pemecahan Masalah
Dalam setiap interaksi pembelajaran ditandai adanya tujuan yang hendak dicapai, siswa dan guru, bahan pelajaran, metode yang digunakan untuk menciptakan situasi pembelajaran, dan penilaian yang fungsinya untuk menetapkan seberapa jauh ketercapaian tujuan. Karena ada keinginan untuk menjadi sukses itu maka ada dorongan untuk mencapai prestasi itu, menurut Weiner bahwa orang yang memanfaatkan kognitif optimis dan kognitif pesimis adalah orang yang mempunyai motivasi berprestasinya tinggi. Sebab orang yang memanfaatkan kognitif optimis adalah orang yang selalu melaksanakan pekerjaan dengan baik, selalu bekerja keras, dan selalu menikmati keberhasilannya. Selain itu siap menerima kegagalan, tetapi optimis untuk menerima tantangan berikutnya. Sedangkan orang yang memanfaatkan kognitif pesimis adalah orang yang mempunyai ambisi untuk sukses, mempertahankan harga diri sebelum menghadapi cobaan, selalu bekerja keras, menyiapkan segala sesuatu sebelum menghadapi kesulitan, menggunakan stres dan kecemasan sebagai alat pendorong dan selalu sistematis dalam menghadapi tantangan berikutnya.
Hasil belajar siswa penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pembelajaran dan menyusun alat-alat penilaian, baik melalui tes maupun bukan tes. Menurut Nana Sudjana (2005: 33) bahwa penilaian hasil belajar sebagai program atau objek yang menjadi sasaran penilaian. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan pembelajaran. Hal ini adalah karena isi rumusan tujuan pembelajaran menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Di dalam pembelajaran kimia tentang hukum kekekalan massa masalah yang ada diselesaikan dengan melakukan percobaan karena masalah tersebut memerlukan pembuktian dengan melakukan percobaan yang akan dilakukan di kelas X IPA.1 dan Kelas X IPA.2 sebagai pembanding dilakukan demonstrasi, di mana penulis mengajar di kelas tersebut. Pada kesempatan ini masalahnya adalah bagaimana meningkatkan kretivitas siswa dalam pembelajaran kimia untuk membuktikan hukum kekekalan massa. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kreativitas siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan dan mengembangkan gagasannya, setelah siswa melakukan percobaan kemudian diadakan ulangan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam pembelajaran yang telah dilakukan.
Dari hasil analisis kelas X IPA.1 menunjukkan, bahwa kreativitas siswa rata-ratanya sebesar 76,33 berarti termasuk kategori baik. Sedangkan hasil ulangan siswa kelas X IPA.1 rata-ratanya sebesar 74,57 dan siswa kelas X IPA.2 sebagai pembanding rata-ratanya sebesar 66,83. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Kesimpulannya: Bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kreativitas siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa siswa kelaa X IPA.1 MA Negeri 2 Surakarta mempunyai kreativitas yang baik ditunjukkan oleh hasil belajarnya di dalam proses pembelajaran.
Untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran kimia pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dan mengembangkan gagasannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina Tn. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UNNES Semarang Press.
Arikunto, Suharsirni, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Bermawi. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani
Depdikbud.2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah, S. B. & Zain, A. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo,Herman. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Penerbit Nuansa.
Koes,Supriyono, 11.2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Bandung: JICA.
Lyn, D. 1998. Children’s Problem Posing Within Formal and Informal Context. English: Journal For Research In Matematics Education.
Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetens, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nasution.2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Purba, Michael. 2006. Kimia untuk SMA Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rusmansyah dan Yudhalrhasyuama. Penerapan Metode Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Reaksi Kimia.
http://depdiknas.go.id/iurnal/35/penerapan metode_latihan_berstruktur.htm
Saptorini.2004. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Semarang: Universitas Negeri Semarang.