Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI KELAS V SDN 1 SABAN SEMESTER 1
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Widi Hastuti
SDN 1 Saban Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Saban Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Subjek penelitian tindakan sekolah ini adalah siswa Kelas V di SDN 1 Saban Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan dengan jumlah 45 siswa. Perbaikan diadakan sebanyak 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: Tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian tindakan meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan keterampilan guru yaitu pada siklus I pertemuan 1 data pengamatan mendapatkan skor rata-rata 32 dengan kategori baik dan 36 dengan kategori baik. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 40 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 45 dengan ketegori sangat baik. Aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 data pengamatan mendapatkan skor rata-rata 19,3 dengan kategori cukup dan 19,8 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 21,3 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 23,8 dengan ketegori baik. Hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPA melalui metode pembelajaran Problem Based Learning mengalami peningkatan yakni siklus I rata-rata 67,39 dan pada siklus II rata-rata 78,91. Persentase ketuntasan belajar yang diperoleh pada siklus I adalah 64,44% dan pada siklus II menjadi 95,56%.
Kata kunci: Kualitas Pembelajaran, Pembelajaran IPA, Model Pembelajaran PBL.
Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 menyebutkan, dalam setiap kesempatan pembelajaran IPA hendakya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Lebih lanjut dikemukakan dalam salah satu tujuan mata pelajaran IPA adalah memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model IPA, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Menurut Bruner (dalam Trianto, 2007:67) bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengetahuan. Perlunya pembelajaran IPA dengan penemuan, didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Goldin (dalam Wardhani, 2002:6) yang menyatakan bahwa IPA ditemukan dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajarannya IPA harus lebih dibangun oleh siswa daripada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran IPA menjadi lebih efektif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Menurut Depdiknas 2002 (dalam Trianto, 2007:66), menyatakan kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Sudarman (2007:68) menjelaskan bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran.
Kenyataan seperti di atas juga terjadi di SD Negeri 1 Saban khususnya di Kelas V. Berdasarkan catatan lapangan yang diperoleh selama pengamatan saat pembelajaran menunjukkan rutinitas guru dan siswa di kelas terlihat seperti berikut, siswa duduk diam di bangkunya masing-masing dan mendengarkan penjelasan dari guru.
Pembelajaran seperti ini masih kurang mengaktifkan siswa, selain itu guru masih dominan menggunakan ceramah dalam pembelajaran. Guru juga belum memberikan kegiatan yang bisa mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan kurang berhasilnya pembelajaran yang ditunjukkan melalui hasil belajar siswa yaitu 74.07% siswa atau 20 dari 27 siswa Kelas V mengalami ketidaktuntasan dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 80 dengan nilai rata-rata kelas 58,93 Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran IPA di SD Negeri 1 Saban adalah 70.
Dari ulasan latar belakang di atas, maka peneliti akan mengkaji melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Saban.â€
Kajian Teori
Kualitas Pembelajaran
Istilah kualitas menurut Glaser (dalam Uno, 2007:153) pemikiran tertuju pada suatu benda atau keadaan yang baik. Menurut Karsidi (2005:38) menyatakan bahwa, untuk memperoleh pembelajaran yang berkualitas agar menghasilkan prestasi belajar yang berkualitas pula, maka perlu diperhatikan unsur-unsur yang secara langsung berkaitan dengan berlangsungnya proses pembelajaran tersebut, yang penting adalah guru, siswa, kurikulum dan sarana, serta faktor lain yang sifatnya kontekstual.
Simpulan dari beberapa pendapat ahli di atas adalah bahwa kualitas pembelajaran merupakan kegiatan belajar dan pembelajaran yang berlangsung secara efektif sehingga mendapatkan hasil sesuai tujuan yang diharapkan. Suatu pembelajaran dapat dikatakan berkualitas jika berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.
Gagne dan Berliner (dalam Ani, 2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana sesuatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Slavin (dalam Rifa’i, 2009: 82) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Witherington (dalam Thobroni, 2011: 20) menyatakan belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
Simpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa belajar merupakan perubahan perilaku dari yang semula tidak tahu menjadi tahu dan dalam perubahan perilaku yang terjadi itu akan menimbulkan reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.
Hakikat IPA
Muhsetyo menjelaskan (2009: 1.8), guru IPA yang professional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran IPA. Wawasan itu berupa dasar-dasar teori belajar yang dapat diterapkan untuk pengembangan dan atau perbaikan pembelajaran IPA.
Menurut Wardhani,dkk (2010: 41), IPA adalah kegiatan problem solving, maka dalam pembelajaran IPA guru perlu menyediakan lingkungan belajar IPA yang merangsang timbulnya persoalan IPA, membantu siswa memecahakan persoalan IPA menggunakan caranya sendiri, membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan IPA, mendorong siswa untuk berfikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan persoalan, membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan IPA seperti torso, rangka, lilitan, rangkaian dan sebagainya
Panhuizen dan Corte (dalam Wardhani 2002:6) menyatakan bahwa pendidikan IPA seharusnya memberi kesempatan kepada siswa untuk “menemukan kembali†IPA dengan berbuat IPA. Karena IPA merupakan alat pemerian (penggolong-golongan), penganalisisan dan peramalan perilaku pada sistem di dunia nyata maka pembelajaran IPA harus mampu memberi siswa situasi masalah yang dapat dibayangkan atau mempunyai hubungan denngan dunia nyata. Lebih lanjut mereka meemukan adanya kecenderungan kuat bahwa dalam memecahkan masalah dunia nyata siswa bergantung pada pengetahuan yang dimilikinya tentang dunia nyata tersebut.
Goldin (dalam Wardhani 2002:6) menyatakan bahwa IPA ditemukan dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajarannya IPA harus lebih dibangun oleh siswa dari pada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran IPA menjadi lebih efektif bila guru membantu siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Pembelajaran IPA dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar IPA di sekolah. Unsur pokok dalam pembelajaran IPA SD adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan IPA sekolah sebagai objek yang dipelajari. Dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.
Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa mengelaborasikan pemecahan masalah dengan pengalaman sehari-hari. Menurut Arends (dalam Supinah dan Titik, 2010:17) mengemukakan bahwa pengajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah.
Barrows (dalam Supinah dan Titik, 2010:18) menyatakan bahwa proses pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Satyasa (dalam Supinah dan Titik, 2010:18) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Sementara itu Moffit (dalam Supinah dan Titik, 2010:18) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah, sebagai suatu pendekatan yang melibatkan siswa dalam penyelidikan dalam pemecahan masalah yang memadukan ketrampilan dan konsep dari berbagai kandungan area.
Menurut Boud dan Felleti pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri (Ibrahim dan Nur, 2004:7).
Arends (dalam Abbas, 2000:12) menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan meningkatkan keterampilan berpikirkritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penuntun arah belajar siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat didefinisikan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) sebagai pendekatan pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah kepada siswa di mana masalah tersebut dialami atau merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Selanjutnya siswa menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan baru.
Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Para pengembang pembelajaran berbasis masalah (Ibrahim dan Nur, 2004:20) telah mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut.
Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan disekitar prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi pembelajar. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun Problem Based Learning mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, pembelajar meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
Penyelidikan autentik.
Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki pembelajar untuk melakukan pennyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalsis dan mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
Problem Based Learning menuntut pembelajar untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
Kerjasama.
Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh pembelajar yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Sebagai model pembelajaran, Arends (dalam Supinah dan Titik, 2010:21) mengemukakan ada lima tahap pembelajaran pada Problem Based Learning. Lima tahap ini sering dinamai tahap interaktif, yang sering juga sering disebut sintaks dari Problem Based Learning. Lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap tahapan pembelajaran tergantung pada jangkauan masalah yang diselesaikan
Metode Penelitian
Waktu dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Semester 1 tahun pelajaran 2018/2019. Proses pengumpulan data, pengolahan data-data, analisis data, pengambilan simpulan, dan penyusunan laporan penelitian membutuhkan waktu selama 4 bulan, yaitu pada bulan September sampai dengan Desember 2017.
Subyek penelitian adalah siswa kelas V SDN 1 Saban Semester 1 Tahun Pelajaran 2018/2019 yang berjumlah 27 siswa. Terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik Tes
Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk mengukur atau memberi angka terhadap proses pembelajaran ataupun pekerjaan siswa sebagai hasil belajar yang merupakan cerminan tingkat penguasaan terhadap materi IPA (Poerwanti, dkk, 2008:4). Teknik tes berupa tes tertulis yaitu dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa pertanyaan atau kuis selama siklus penelitian berlangsung. Setiap siklus direncanakan dua kali pertemuan.
Teknik Non Tes
Teknik non tes menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar observasi, dokumentasi dan catatan lapangan.
Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan sebagainya. (Arikunto,dkk, 2009:31). Dalam menggunakan metode dokumentasi peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nilai awal siswa, bukti aktivitas siswa dan guru dalam bentuk foto saat pembelajaran berlangsung.
Catatan Lapangan
Catatan lapangan berisi tentang catatan guru dalam proses pembelajaran berlangsung apabila ada permasalahan-permasalahan yang muncul yang tidak diharapkan oleh guru. Catatan lapangan ini digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh dalam observasi dan sebagai masukan guru dalam melakukan refleksi.
Analisis Data
Data Kuantitatif
Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif pembelajaran IPA, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk persentase.
Data Kualitatif
Data kualitatif berupa data hasil pengamatan aktifitas siswa, keterampilan guru, serta catatan lapangan dalam pembelajaran IPA dengan menerapkan Problem Based Learning dianalisis dengan analisa deskriptif kualitatif. Data kualitatif dipaparkan dalam kalimat yang dipisah menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Prosedur Penelitian
Rancangan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Menurut Suyanto (dalam Subyantoro, 2009:4), PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Selanjutnya, Arikunto, dkk (2008:16) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan PTK terdapat empat tahap penting yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Hasil Tindakan dan Pembahasan
Deskripsi Kondisi Awal
|
Hasil observasi awal sebelum pelaksanaan siklus mendapatkan hasil bahwa pembelajaran IPA pada Kelas V SDN 1 Saban, berjalan kurang efektif. Berdasarkan catatan lapangan yang diperoleh selama pengamatan saat pembelajaran menunjukkan rutinitas guru dan siswa di kelas terlihat seperti berikut, siswa duduk diam di bangkunya masing-masing dan mendengarkan penjelasan dari guru. Guru juga masih terpaku pada buku paket dan lebih banyak menggunakan metode ceramah pada saat pembelajaran. Guru menjelaskan materi dengan memberikan contoh-contoh soal yang ada dalam buku paket dengan menyelesaikannya di papan tulis. Siswa masih belum aktif untuk mengajukan pertanyaan kepada guru, siswa hanya menjawab pertanyaan apabila ditunjuk oleh guru.
Pembelajaran seperti ini masih kurang mengaktifkan siswa, selain itu guru masih dominan menggunakan ceramah dalam pembelajaran. Guru juga belum memberikan kegiatan yang bisa mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan kurang berhasilnya pembelajaran yang ditunjukkan melalui hasil belajar siswa yaitu 74,07% siswa atau 20 dari 7 siswa Kelas V mengalami ketidaktuntasan dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 80 dengan nilai rata-rata kelas 58,93 Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran IPA di SD Negeri 1 Saban adalah 70.
Deskripsi Hasil Siklus I
Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 90. Yang mendapatkan nilai 90 sebanyak 1 siswa, yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 3 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 13 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 7 siswa, yang mendapatkan nilai 50 sebanyak 3 siswa.
Hasil Pengamatan
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa antara lain: Siswa bersemangat mengikuti pembelajaran. Siswa mengikuti kegiatan pendahuluan, siswa aktif berdiskusi dalam kelompok belajar, siswa aktif bekerja dalam penyelidikan/melaksanakan tugas bersama kelompok, siswa berperan aktif dalam merencanakan dan menyajikan hasil karya, siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Aktivitas siswa pada siklus I belum dapat terpenuhi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi sehingga guru masih kesusahan dalam mengatur kelompok. Keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi juga masih kurang. Masih banyak siswa yang malu-malu dan takut salah ketika ditunjuk guru untuk memaparkan hasil diskusinya. Rata-rata aktivitas siswa yang berkategori cukup dan belum memenuhi kriteria ketuntasan.
Refleksi
Refleksi pada siklus I difokuskan pada berbagai masalah yang muncul pada pelaksanaan tindakan. Aktivitas siswa pada penelitian ini sudah lebih baik. Pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL) dirasa tepat karena siswa menjadi lebih aktif. Pada pertemuan pertama mendapatkan rata- rata skor cukup. Hasil belajar yang diperoleh masih belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang ingin dicapai. Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada pertemuan pertama adalah 60% dan rata-rata nilai siswa 70. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilaksanakan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas.Dari berbagai permasalahan yang muncul pada pelaksanaan tindakan siklus I maka perlu diadakan perbaikan untuk pelaksanaan tindakan di siklus II
Deskripsi Hasil Siklus II
Pelaksanaan Tindakan
Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 60 dan nilai tertinggi adalah 100. Yang mendapatkan nilai 100 sebanyak 2 siswa, nilai 90 sebanyak 4 siswa, yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 9 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 10 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 2 siswa.
Hasil Pengamatan
Hasil observasi berupa pengamatan terhadap aktivitas siswa antara lain: Siswa bersemangat mengikuti pembelajaran, siswa mengikuti kegiatan pendahuluan, siswa aktif berdiskusi dalam kelompok belajar, siswa aktif bekerja dalam penyelidikan/melaksanakan tugas bersama kelompok, siswa berperan aktif dalam merencanakan dan menyajikan hasil karya, siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Aktivitas siswa pada siklus II telah terpenuhi secara maksimal. Hal ini dibuktikan dengan siswa yang sudah dapat melakukan pembagian kelompok secara cekatan dan tidak menimbulkan keributan. Keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi juga sudah baik, banyak siswa yang mulai berani memberikan pendapat terhadap hasil kerja kelompok lain. Rata-rata aktivitas siswa yang berkategori baik. Sehingga peneliti merasa tindakan sudah cukup dilakukan.
Refleksi
Hasil refleksi pada pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut: a. Aktivitas siswa juga meningkat dengan perolehan skor rata- rata skor 24,04 termasuk dalam kategori baik dan telah mencapai indikator keberhasilan. b. Hasil belajar yang diperoleh adalah nilai terendah 60 dan tertinggi 100 dengan rata – rata 77,50 dan persentase ketuntasan klasikal 92,59% dan telah mencapai indikator keberhasilan yaitu sekurang-kurangnya ketuntasan klasikal 80%. Untuk mengatasi ketuntasan klasikal yang belum mencapai 100% telah dilaksanakan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas.
Pembahasan Antar Siklus
Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mengalami peningkatan pada setiap siklus. Hal itu dapat dilihat dari persentase ketuntasan prasiklus hanya 25,93%, meningkat menjadi 62,96% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 92,59% dan telah memenuhi indikator keberhasilan. Data perbandingan hasil belajar siswa pada prasiklus sampai dengan siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Daftar Nilai Kondisi Awal hingga Siklus II |
|
|
||||
Kelas V SD Negeri 1 Saban |
|
|
||||
Tahun 2018/2019 |
|
|
||||
No |
Nilai |
Frekuensi |
||||
Kondisi Awal |
Siklus I |
Siklus II |
||||
1 |
100 |
0 |
0 |
2 |
||
2 |
90 |
0 |
1 |
4 |
||
3 |
80 |
1 |
3 |
9 |
||
4 |
70 |
6 |
13 |
10 |
||
5 |
60 |
9 |
7 |
2 |
||
6 |
50 |
10 |
3 |
0 |
||
JUMLAH |
27 |
27 |
27 |
|||
Nilai Tertinggi |
80 |
90 |
100 |
|||
Nilai Terendah |
40 |
50 |
60 |
|||
Nilai Rata-rata |
58.93 |
67.14 |
77.50 |
|||
Siswa yang Tuntas |
7 |
17 |
25 |
|||
Siswa yang Belum Tuntas |
20 |
10 |
2 |
|||
Prosentase Siswa yang Tuntas |
25.93% |
62.96% |
92.59% |
|||
Prosentase Siswa yang Belum Tuntas |
74.07% |
37.04% |
7.41% |
|||
Perolehan data pengamatan aktivitas siswa pada penelitian ini mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 19,3 dengan kategori cukup dan 19,8 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 21,8 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 23,8 dengan ketegori baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerolehan skor aktivitas siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan.
Rekapitulasi Aktivitas Siswa
No |
Indikator |
Perolehan Skor Rata-rata |
|||
Siklus I |
Siklus II |
||||
1 |
2 |
1 |
2 |
||
1 |
Kesiapan dan semangat siswa mengikuti proses pembelajaran (Emotional activities). |
2.22 |
2.33 |
2.67 |
2.67 |
2 |
Menanggapi apersepsi (Mental activities). |
1.89 |
2.04 |
2.59 |
2.81 |
3 |
Memperhatikan informasi yang disampaikan guru (Listening activities,Visual activities). |
2.26 |
2.37 |
2.41 |
2.74 |
4 |
Ketertiban pada saat pembentukan kelompok dan penomoran (Emotional activities). |
2.30 |
2.41 |
2.19 |
2.48 |
5 |
Mendiskusikan lembar pertanyaan yang diberikan guru (Mental activities, Motor activities, Writing activities). |
1.89 |
2.00 |
2.33 |
2.89 |
6 |
Kerjasama dalam kelompok. (Mental activities, Motor activities, Writing). |
2.11 |
2.15 |
2.37 |
2.67 |
7 |
Melaporkan hasil diskusi kelompok. (Oral activities). |
2.15 |
2.19 |
2.52 |
2.89 |
8 |
Ketertiban siswa ketika mendapatkan penghargaan dari guru (Emotional activities). |
2.44 |
2.44 |
2.30 |
2.48 |
9 |
Membuat kesimpulan diskusi/ pembelajaran bersama guru (Oral activities) |
2.00 |
2.00 |
2.41 |
2.41 |
Jumlah |
19,26 |
19,93 |
2.19 |
24,04 |
|
Kategori |
Cukup |
Cukup |
Baik |
Baik |
Hasil pengamatan keterampilan guru yang didapatkan pada penelitiaan menunjukkan bahwa skor yang diperoleh meningkat pada tiap siklusnya. Pada siklus I pertemuan 1 keterampilan guru yang diamati mendapatkan skor 32 dengan ketegori baik dan 36 dengan ketegori baik pada pertemuan 2. Keterampilan guru pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dengan perolehan skor 40 dengan kategori baik pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 45 dengan kategori sangat baik.
Rekapitulasi Hasil Pengamatan Keterampilan Guru
No |
Keterampilan Guru dalam pembelajaran IPA melalui Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) |
Perolehan Skor |
|
|||
Siklus I |
Siklus II |
|||||
1 |
2 |
1 |
2 |
|||
1 |
Keterampilan membuka pelajaran |
3 |
3 |
4 |
4 |
|
2 |
Keterampilan memilih bahan ajar (materi) yang berkualitas |
3 |
3 |
3 |
4 |
|
3 |
Keterampilan menguasai bahan ajar |
2 |
3 |
3 |
4 |
|
4 |
Keterampilan bertanya |
3 |
3 |
3 |
3 |
|
5 |
Keterampilan mengelola kelas dalam kegiatan pembelajaran berbasis masalah |
2 |
2 |
3 |
4 |
|
6 |
Keterampilan membimbing diskusi kelompok dalam melaksanakan eksperimen (pemecahan masalah) |
3 |
4 |
4 |
4 |
|
7 |
Keterampilan mengajar perseorangan atau kelompok dalam menyajikan hasil karya |
3 |
3 |
4 |
4 |
|
8 |
Keterampilan Memberikan penguatan |
2 |
3 |
3 |
4 |
|
9 |
Keterampilan mengadakan variasi dalam iklim pembelajaran |
3 |
3 |
3 |
3 |
|
10 |
Keterampilan memilih media pembelajaran yang berkualitas untuk melaksanakan pembelajaran berbasis masalah |
3 |
3 |
3 |
4 |
|
11 |
Keterampilan menggunakan media pembelajaran yang berkualitas dalam melaksanakan kegiatan eksperimen (memecahkan masalah) |
2 |
2 |
3 |
3 |
|
12 |
Keterampilan menutup pelajaran |
3 |
4 |
4 |
4 |
|
Jumlah skor yang diperoleh |
32 |
36 |
40 |
45 |
||
Kategori |
Baik |
Baik |
Sangat Baik |
Sangat Baik |
||
Kualifkasi |
Tuntas |
Tuntas |
Tuntas |
Tuntas |
||
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai peningkatan kualitas pembelajaran IPA melalui metode pembelajaran Problem Based Learning pada siswa Kelas V SD Negeri 1 Saban, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Terjadi adanya peningkatan kualitas pembelajaran IPA yang dilaksanakan melalui metode pembelajaran Problem Based Learning yang dapat dilihat dari adanya peningkatan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui Problem Based Learning.
b. Keterampilan guru mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 data pengamatan mendapatkan skor rata-rata 32 dengan kategori baik dan 36 dengan kategori baik. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 40 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 45 dengan ketegori sangat baik.
c. Aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 data pengamatan mendapatkan skor rata-rata 19,26 dengan kategori cukup dan 19,93 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 21,78 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 24,04 dengan ketegori baik.
d. Hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPA melalui metode pembelajaran Problem Based Learning mengalami peningkatan yakni siklus I rata-rata 67,14 dan pada siklus II rata-rata 77,50. Persentase ketuntasan belajar yang diperoleh pada siklus I adalah 62,96% dan pada siklus II menjadi 92,59%.
Saran
Menurut hasil kesimpulan di atas, maka disarankan:
a. Sebaiknya guru membiasakan pembelajaran IPA dengan menggunakan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning serta suasana pembelajaran dikelas yang dekat dengan lingkungan siswa karena dengan penyajian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari akan lebih memotivasi siswa untuk menggali pengetahuan sehingga memudahkan siswa memahami konsep yang diajarkan.
b. Guru hendaknya lebih menciptakan pembelajaran yang mengaktifkan semua siswa sehingga guru dapat lebih meminimalisir aktivitas siswa yang mengganggu selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
c. Perolehan hasil belajar siswa harus selalu ditingkatkan tidak hanya melalui proses pembelajaran dikelas, namun guru juga dapat memberikan tugas-tugas pada siswa untuk aktif menggali pengetahuan dari berbagai sumber yang tersedia termasuk melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas.2000.Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia di http://hipni.blogspot.com/2011/09/strategi-pemb-berbasis masalah.html[ diunduh tanggal 23 Januari 2012].
Ani, Catharina Tri. Dkk. 2007. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES.
Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: Bumi Aksara.
Aqib, Zaenal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama Widya.
BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Tersedia di http://permen_41_pdf [diunduh tanggal 30 Juli 2010].
Depdiknas. 2004. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Standar Isi Tingkat SD/MI. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2010. Keterampilan Mengajar. Jakarta: Depdiknas.
Dikti. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Depdiknas.
Haji, Saleh. 2009. Jurnal Pendidikan Volume 10 Dampak Penerapan Pendekatan Tematik Dalam Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar. Bengkulu: JPMIPA FKIP Universitas Bengkulu. Tersedia di http://www.scribd.com/doc/79050612/dampak-Penerapan-Pendekatan-tematik-Dalam-Pembelajaran-IPA-Di-Sekolah-Dasar/ [diunduh tanggal 2 Januari 2011]
Ibrahim.2009. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah.Tersedia di http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2009919-strategi pembelajaran-berbasis-masalah-spbm/frixzzlzxryYziV [diunduh tanggal 14 November 2011]
Ibrahim dan Nur. 2004. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa-Universiti Press.
Karsidi, Ravik. 2005. Sosiologi Pendidikan. Surakarta: UNS Press dan LPP UNS.
Kusnanto, Dwi. 2010 Upaya Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siswa Kelas V SD Muhamadiyah Pendowoharjo Dalam Pembelajaran IPA Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia di http://eprints.uny.ac.id/2199/1/Microsoft_word. [diunduh tanggal 3 Maret 2011]
Muhsetyo, Gatot. 2009. Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Permendiknas RI Nomor 16. 2007. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas.
Permendiknas RI Nomor 22. 2006. Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Rohani, Ahmad.1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi KBK. Bandung: Kencana Prenada Media Group.
Somantri dan Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Penerbit: Pustaka Setia.
Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pengembangan untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecah Masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif: vol.2 – No.2. Tersedia di http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2007/09/04-sudarman.pdf. [diunduh tanggal 2 Maret 2011]