Peningkatan Pemahaman Konsep Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Benda Konkret
PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BILANGAN PECAHAN MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN BENDA KONKRET PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 SENDANG, KECAMATAN DONOROJO, KABUPATEN PACITAN
TAHUN PELAJARAN 2018/ 2019
Winarti
SD Negeri 3 Sendang Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan Jawa Timur
ABSTRAK
Pemahaman siswa terhadap konsep pecahan masih rendah dibuktikan dengan hasil belajar yang rendah. Nilai rata- rata yang dicapai 60,00 dengan tingkat ketuntasan belajar klasikal 30,77%. Hal ini disebabkan oleh pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat dan tidak didukung adanya media atau alat peraga yang memadai sehingga proses pembelajaran kurang menarik bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus mengupayakan agar pembelajaran dapat mengkondisikan siswa untuk dapat belajar dengan penuh makna dan menyenangkan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menerapkan pendekatan kontekstual berbantuan benda- benda konkret dalam proses pembelajaran. Penelitian ini disusun dengan metode penelitian tindakan kelas dengan subyek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Sendang sejumlah 13 siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah melalui pendekatan kontekstual berbantuan benda- benda konkret dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap pecahan. Hasil penelitian diperoleh data, pada kondisi awal sebelum tindakan nilai rata- rata kelas 60,0 dengan tingkat ketuntasan klasikal 30,77%. Pada siklus I nilai rata- rata 67,69 dengan ketuntasan klasikal 38,31%. Sedangkan nilai rata- rata yang dicapai pada siklus II adalah 81,15 dengan ketuntasan klasikal sebesar 84,61%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual berbantuan benda- benda konkret dapat meningkatkan pemahaman siswa pada konsep pecahan yang dibuktikan dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa.
Kata Kunci: Pemahaman Konsep, Pembelajaran Kontekstual, Pecahan, Benda Konkret
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan pembelajaran adalah siswa berhasil dalam memahami materi pelajaran. Dalam pelajaran matematika tentang pecahan, untuk memahaminya siswa harus memahami konsep dari pecahan. Dalam hal ini sudah menjadi tanggung jawab seorang guru untuk menjelaskan materi sampai siswa benar- benar paham tentang konsep pecahan. Guru harus mencari berbagai cara supaya siswa tersebut secara merata dapat memahami materi.
Pada kenyataannya proses pembelajaran di sekolah dewasa ini cenderung berpusat kepada guru. Guru menyampaikan materi- materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghafal semua pengetahuan. Memang pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.
Hal yang sama juga terjadi di SD Negeri 3 Sendang, banyak ditemukan kendala dalam pembelajaran matematika sehingga siswa kurang memahami materi. Pada materi tentang konsep pecahan, guru seringkali masih kesulitan dalam mencari metode yang sesuai dengan konsep pecahan tersebut. Akibat dari kendala tersebut sebagian siswa tidak dapat memahami materi pecahan dengan baik. Siswa masih kesulitan ketika guru memberikan latihan soal. Apabila siswa memahami konsep, pasti akan dengan mudah dalam menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru.
Ketidakpahaman siswa terhadap konsep pecahan tersebut berakibat pada nilai belajar siswa yang sangat rendah. Rata- rata nilai siswa kelas IV pada materi pecahan adalah 60,00. Sedangkan untuk ketuntasan, dari 13 siswa hanya 30,77% atau 4 siswa yang tuntas.
Kondisi yang dipaparkan di atas menjadi tantangan bagi guru untuk mencari solusi guna memberikan pemahaman kepada siswa tentang konsep pecahan. Solusi tersebut adalah guru akan menggunakan benda- benda nyata atau konkret yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari- hari. Sedangkan judul yang diambil adalah “Peningkatan Pemahaman Konsep Bilangan Pecahan Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Benda- Benda Konkret Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Sendang Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan”.
Berdasarkan judul di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu bagaimana meningkatkan pemahaman konsep bilangan pecahan melalui pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Sendang Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep bilangan pecahan melalui pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Sendang Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.
Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah diharapkan siswa dapat memahami konsep pecahan dengan mudah, dapat menanamkan konsep pecahan sehingga siswa tidak merasa kesulitan walaupun diberi soal pecahan bentuk apapun, dapat memberikan suasana belajar yang menyenangkan, dan menumbuhkan rasa percaya diri kepada siswa, dan tentunya dapat meningkatkan prestasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Sedangkan manfaat bagi guru adalah dapat dijadikan acuan sebagai metode pembelajaran yang inovatif, dan dapat menumbuhkan ide- ide baru dalam pembelajaran, dapat menemukan cara yang tepat untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep pecahan, dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran matematika di kelas sehingga permasalahan yang dihadapi oleh siswa maupun oleh guru dapat diminimalkan.
KAJIAN PUSTAKA
Belajar mengandung makna proses belajar. Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan, pemahaman, dan sikapnya. Belajar adalah proses yang aktif, yaitu mereaksi semua situasi yang berada disekitar individu, yang mengarah pada suatu tujuan.
Dimyati dan Mujiono (2002), mengatakan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sujana (2001), mengatakan hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Belajar pada hakikatnya perubahan pada diri seseorang sebagai subjek didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena belajar adalah suatu proses merubah kondisi seseorang yang terwujud dalam tiga ranah, maka bagaimana agar belajar benar- benar terjadi. Ada beberapa teori belajar yang akan penulis paparkan dalam pembahasan ini untuk melihat bagaimana hakikatnya belajar yang sesungguhnya.
Jadi hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar yang telah dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan proses belajar dan mengajar, baik yang menyangkut segi kognitif, afektif maupun psikomotorik. Hasil yang dimaksudkan dalam penelitian tindakan kelas ini, berupa hasil belajar yang berupa hasil akademik siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata, yaitu pemahaman dan konsep. Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya pengertian/ pengetahuan yang banyak, pendapat/ pikiran, aliran/ pandangan, mengerti benar (akan), pandai dan mengerti benar (Poerwadarminta, 2009: 821).
Sedangkan menurut Zahorik (dalam Rosalin 2008: 28), pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk diyakini dan dipahami dengan cara menyusun konsep sementara, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan, merevisi konsep dari tanggapan tersebut dan kemudian dikembangkan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah suatu proses, kemampuan memahami, kemampuan mempelajari baik- baik supaya paham dan memiliki pengetahuan yang banyak serta mampu menjelaskan suatu hal yang dipahaminya.
Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah (dalam Kesumawati, 2008: 3).
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996:14). Pasal 1 Undang- Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi, pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari- hari.
Elaine B. Johnson (2007) mendefinisikan pengertian pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek- subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Tujuan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:
- Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
- Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman.
- Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
- Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
- Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna.
- Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari
- Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentrasfer informasi- informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
Sri Wardani (2004: 8) mengatakan bahwa penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah- langkahnya adalah sebagai berikut:
- Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
- Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
- Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok- kelompok).
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
- Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Dalam hal ini peneliti mengajukan hipotesis tindakan bahwa penggunaan model pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret dapat meningkatkan pemahaman konsep pecahan, memenuhi ketercapaian KKM 70 dengan ketuntasan klasikal 80%.
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Sendang tahun pelajaran 2018/ 2019. Jumlah siswa 13 terdiri dari 6 siswa laki- laki dan 7 siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 3 Sendang Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur.
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, dimulai dari bulan September 2018 sampai bulan Oktober 2018. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang direncanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Setiap pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran (2 x 35 menit). Setiap siklus terdiri dari 4 rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Perencanaan tindakan pada siklus I berdasarkan masalah yang terjadi pada pembelajaran awal. Pada tahap perencanaan disusun serangkaian kegiatan yaitu a).Menganalisis atau memilih materi pembelajaran b).Membuat RPP c).Menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran d).Menyiapkan lembar pengamatan e).Menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa beserta lembar jawabannya f).Menyiapkan instrumen tes (soal, kunci jawaban, dan pedoman penilaian).
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap tindakan ini adalah a).Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa b).Menyajikan informasi c).Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok diskusi d).Membimbing kelompok belajar dan bekerja e).Evaluasi
Observasi dilakukan oleh seorang observer. Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan aktivitas guru dalam proses pembelajaran. Pada tahap refleksi dilakukan analisis hasil pengamatan pada lembar pengamat dan hasil belajar siswa pada tes formatif, kemudian dilakukan refleksi apakah tindakan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pecahan yang diajarkan. Hasil analisis digunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Pelaksanaan siklus pertama dilakukan selama 2 kali pertemuan, masing- masing pertemuan berlangsung selama 70 menit. Sebelum memulai pembelajaran siklus I, guru menjelaskan kepada siswa tentang pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret. Pada pembelajaran siklus I, seperti yang sudah direncanakan di awal bahwa guru akan menggunakan benda konkret berupa kertas manila yang dipotong dengan berbagai bentuk seperti lingkaran, persegi, dan persegi panjang.
Untuk kegiatan awal guru membagi siswa kedalam kelompok dengan jumlah 4, masing- masing kelompok berjumlah 3 siswa. setelah siswa membentuk kelompok, guru membagikan kertas manila dan LKS yang nantinya akan dikerjakan oleh masing- masing kelompok. Di dalam LKS, masing- masing kelompok disuruh untuk memotong kertas manila yang sudah dibagikan menjadi beberapa bagian pecahan sesuai dengan perintah yang ada di LKS. Setelah selesai masing- masing kelompok akan mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.
Pada pertemuan kedua siklus I, guru memberikan soal evaluasi tentang pecahan yang akan dikerjakan oleh setiap siswa. Nilai dari evaluasi akan diambil sebagai nilai siklus I.
Pada siklus pertama nilai rata- rata yang diperoleh siswa adalah 67,31 kemudian pada persentase ketuntasan baru pada tingkat 38,46% dari target 80% sehingga pada siklus I pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret belum berhasil.
Pada siklus kedua, peneliti akan merubah anggota kelompok menjadi 4 siswa tiap kelompok. Sehingga nanti siswa tidak akan bermain lagi. Kemudian untuk media benda konkret, peneliti memanfaatkan kebun buah pepaya di belakang sekolah. Siswa akan memetik buah pepaya sendiri, kemudian digunakan untuk mengerjakan soal pecahan yang dibuat oleh peneliti. Diharapkan siswa akan lebih termotivasi apabila belajar di luar kelas.
Hasil diskusi peneliti dengan observer ditemukan beberapa penyebab terjadinya kegagalan dalam pembelajaran siklus I antara lain ketika diskusi berlangsung siswa masih tampak bermain dan tidak serius. Pada kegiatan diskusi siswa yang aktif hanya yang pandai saja, sedangkan siswa yang kurang pandai tidak berani untuk bertanya.
Siklus II
Pelaksanaan siklus dua hampir sama dengan siklus pertama yaitu melalui 4 tahap antara lain perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pada siklus II ini peneliti menggunakan buah pepaya sebagai benda konkretnya, kebetulan di SD Negeri 3 Sendang memiliki kebun pepaya di belakang sekolah.
Selanjutnya siswa dibagi dalam 3 kelompok yang masing- masing anggotanya berjumlah 4 siswa dan satu kelompok 5 siswa. hal tersebut dilakukan agar siswa tidak bercanda dan benar- benar konsentrasi selama kegiatan diskusi berlangsung. Kemudian guru memberikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan dengan anggota kelompoknya. Siswa diajak langsung kekebun pepaya untuk mengerjakan soal pecahan. Setelah selesai masing- masing kelompok akan mempresentasikan hasil diskusi di dalam kelas.
Pada pertemuan kedua siklus II, guru memberikan tes evaluasi kepada masing- masing siswa, nilai dari tes tersebut akan digunakan sebagai tes pemahaman konsep siklus kedua. Selain itu guru juga memberikan angket motivasi kepada siswa untuk mengetahui motivasi siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Pada siklus kedua ini tingkat keberhasilan siswa lebih meningkat dibanding siklus sebelumnya. Dari pengamatan observer ketika diskusi siswa juga lebih konsentrasi terhadap soal yang dikerjakan. Siswa juga mengalami hal baru yaitu belajar di luar kelas sehingga suasana lebih nyaman, santai tapi serius.
Pada perbaikan siklus II siswa yang kurang paham langsung bertanya kepada guru, dan siswa yang sudah paham bersedia untuk membimbing temannya. Sehingga diskusi benar- benar berjalan maksimal. Walaupun secara keseluruhan kegiatan siswa siklus II lebih baik dari siklus I, tetapi ada dua siswa yang pada saat kegiatan diskusi berlangsung siswa tersebut sibuk sendiri, kurang memperhatikan perintah dari guru dan kurang interaksi dengan teman satu kelompok.
Setelah dianalisis nilai rata- rata yang diperoleh siswa adalah 81,15 kemudian untuk persentase ketuntasan telah mencapai 84,62% dari target 80%. Sehingga berdasarkan nilai yang diperoleh pada perbaikan siklus II dinyatakan berhasil dan tindakan dihentikan.
Sedangkan peningkatan kegiatan siswa antara lain masing- masing kelompok sudah melakukan diskusi dengan baik, siswa yang belum paham sudah berani untuk bertanya, siswa yang sudah memahami mau membantu teman yang belum memahami dan siswa sebagian besar sudah memahami konsep pecahan. Berdasarkan hasil pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan pada siklus II dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Karena persentase ketuntasan klasikal melebihi indikator keberhasilan maka tindakan dinyatakan sudah berhasil.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh melalui pengamatan observer maupun data kuantitatif yang diperoleh melalui tes tertulis diperoleh data sebagai berikut, pada perbaikan pembelajaran siklus I aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih kurang. Dilihat dari kegiatan diskusi siswa, masih banyak siswa yang bermain dan bercanda dengan teman satu kelompok dan bahkan mengganggu kelompok lain sehingga diskusi tidak berjalan dengan maksimal. Hal tersebut muncul karena pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret dianggap baru sehingga sebagian siswa masih mengalami kesulitan.
Pada proses perbaikan pembelajaran siklus I aktivitas guru juga belum maksimal, antara lain guru kurang memotivasi siswa untuk bertanya, guru kurang mengaktifkan diskusi kelompok, guru kurang membimbing keterampilan proses, dan memantau kesulitan atau kemajuan belajar siswa.
Berdasarkan pembahasan di atas, diketahui hasil nilai formatif yang diperoleh pun juga kurang maksimal, dari data yang diperoleh nilai rata- rata pada perbaikan pembelajaran siklus I adalah 67,69 kemudian untuk persentase ketuntasan yaitu 38,46%. Penelitian dianggap sudah berhasil apabila persentase ketuntasan klasikal mencapai 80% dari jumlah siswa dalam kelas dengan nilai KKM 70. Karena pada perbaikan pembelajaran siklus I persentase ketuntasan klasikal baru mencapai 38,46% maka perbaikan pembelajaran dilanjutkan pada siklus II.
Rata- rata nilai tes pada perbaikan pembelajaran siklus II meningkat sebesar 13,46 dari 67,69 pada tes awal siklus I menjadi 81,15 pada tes perbaikan siklus II. Persentase ketuntasan klasikal meningkat sebesar 46% dari tes perbaikan siklus I sebesar 38,46% menjadi 84,62% pada tes perbaikan siklus II. Untuk skor perkembangan mengalami banyak peningkatan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret dapat meningkatkan pemahaman konsep bilangan pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Sendang Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan tahun pelajaran 2018/ 2019.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan kepada siswa. Agar dalam penerapan model pembelajaran kontekstual berbantuan benda- benda konkret berjalan dengan lancar maka disarankan para guru memperhatikan hal- hal sebagai berikut: 1). Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu dipersiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), Buku Siswa, LKS (Lembar Kegiatan Siswa) beserta lembar jawabannya, Soal Tes beserta kunci jawaban dan pedoman penilaian. 2). Dalam penggunaan media konkret harus dipilih benda yang benar- benar konkret dan mudah dibagi menjadi beberapa bagian, sehingga siswa tidak merasa kesulitan. 3). Dalam membentuk kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok relatif heterogen dan kemampuan antar kelompok relatif homogen. Dalam menentukan kelompok diusahakan berjumlah genap sehingga setiap siswa dapat berinteraksi dalam kelompok dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Sa’adun. 2012. Modul Pengembangan Materi Umum, Penelitian Tindakan Kelas dan Karya Ilmiah SD. Malang: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115.
Dimyati dan Mujiono 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Elaine B. Johnson. 2007, Contextual Teaching and Learning Bandung: Mizan Learning Center.
Hadi, Sutrisno, 1992, Metode Research, Yogyakarta: Andi Offset.
Muchtar. 2012. Modul Pengembangan Materi Umum, Modul Pembelajaran SD. Malang: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115.
Nurhadi dan Gerrad Senduk Agus. 2003, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang, hlm.11
Sudjono, Anas. 1999, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Triyanto. 2007. Model- Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, Konsep, Landasan, Teristik- Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Udin Saefudin Sa’ud. 2008, Inovasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Sujana 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rusda Karya.
Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Kartono, Kartini. 1992. Peran Keluarga Memandu Anak, Jakarta: Rajawali Press.
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Slameto. 1988. Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Bina Aksara.