PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL

MELALUI TEKNIK PERMAINAN PADA SISWA KELAS VIII D

SMP NEGERI 1 SURUH

Suriyah Nugraheni

T Danny Soesilo

Program Studi S1 Bimbingan dan Konseling

FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji signifikansi peningkatan perilaku prososial pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh melalui penggunaan teknik permainan. Subyek penelitian sebanyak 20 siswa yang berkategori perilaku prososial rendah dan sangat rendah. Jenis penelitian adalah eksperimen semu. Teknik pengambilan subyek menggunakan skala sikap perilaku prososial yang diadaptasi dari Carlo, Hausmann, Christiansen, & Randall (2003) yang berjumlah 25 item, hasil uji nilai reliabilitas α = 0,928 dengan nilai validitas terendah 0,219 dan tertinggi 0,780. Teknik analisis menggunakan Mann Whitney diperoleh signifikansi sebesar 0,001 yang artinya teknik permainan secara signifikan dapat meningkatkan perilaku prososial siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh.

Kata Kunci: Perilaku Prososial, Teknik Permainan


PENDAHULUAN

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain, oleh karena itulah manusia perlu berinteraksi dengan orang lain, saling bekerja sama dan tolong menolong. Namun bagi sebagian umum remaja perilaku prososial sering disalahartikan dengan mengikuti ajakan serta tekanan dalam kelompok teman sebaya yang menyimpang dengan tujuan supaya dianggap bersahabat dan diterima dalam kelompoknya, misalnya remaja merokok, tawuran, membolos, mengikuti balapan liar, memalak temannya, pesta minuman berakohol, bahkan mengkonsumsi narkoba. Memberikan pertolongan atau menolong termasuk dalam bentuk perilaku prososial. Perilaku prososial dapat terjadi pada siapa saja mulai dari anak-anak, remaja, sampai pada orang dewasa. Remaja sebagai bagian dari kelompok masyarakat mempu-nyai hak dan kewajiban dalam menolong sesama manusia. Menurut (Hurlock, 1996) secara psikologis, masa remaja adalah masa di mana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, masa di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua. Sebuah fase yang terjadi antara masa anak-anak dengan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum, perkembangan kognitif, keadaan emosi, kemandirian, dan sosial. Hal ini juga berkaitan dengan munculnya minat pada remaja. Salah satu minat yang biasanya muncul pada masa remaja adalah minat sosial yaitu untuk menolong orang lain. (Hurlock, 1996). Adapun aktivitas remaja yang memperlihatkan minat sosial dianta-ranya menjadi relawan bencana alam, menjadi pendonor darah, dan membantu tetangga yang terkena musibah.

Masa remaja merupakan masa yang bermasalah terkait dengan kemampu-an tanggung jawab remaja sebagai individu yang cenderung mulai melepaskan diri dari pengaruh orang tua. Hal ini terlihat dari kenyataan di lapangan bahwa remaja saat ini seringkali terlibat aksi-aksi kriminal yang membahayakan dan meresahkan masyara-kat. Dengan kata lain perilaku remaja yang tampak pada akhir-akhir ini bertolak belakang dengan perilaku prososial. Bagi para remaja, perilaku prososial sering disa-lahartikan dengan mengikuti ajakan serta tekanan dalam kelompok teman sebaya yang menyimpang. Misalnya agar dianggap bersahabat, remaja mau merokok, tawuran, membolos, ataupun memalak temannya, bahkan mengkonsumsi narkoba.

Fenomena remaja yang berperilaku antisosial juga terjadi di SMP Negeri 1 Suruh. Berdasarkan hasil penyebaran skala sikap perilaku prososial berdasarkan teori dari Carlo, Hausmann, Christiansen, & Randall (2003) diperoleh hasil bahwa dari 35 siswa terdapat 7 (20 %) siswa yang memiliki kategori perilaku prososial sangat rendah, 13 (37 %) tingkat perilaku prososial rendah, 10 (28,6 %) berkategori perilaku prososial sedang, 3 (8,6 %) tingkat perilaku prososial tinggi, dan 2 (5,8 %) tingkat perilaku prososial sangat tinggi.

Permainan itu bersifat sosial, melibatkan proses belajar, mematuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri dan kontrol emosional maupun adopsi peran-peran pemimpin dengan pengikut yang kesemuannya merupakan komponen penting dari sosialisasi (Serok & Blum, 1993; dalam Sujarwo 2011). Permainan memberi kesempatan untuk mengekspresi-kan agresi dalam cara-cara yang dapat diterima secara sosial. Melalui permainan yang melibatkan kehadiran orang lain, maka secara tidak langsung sosialisasi, dan kerja sama siswa akan terbentuk sehingga perilaku prososial siswa akan meningkat.

Menurut Staub, 1978; Baron & Byrne, 1994 (dalam Hudaniah, 2006). Perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekwensi positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik, ataupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya.

Aspek-aspek perilaku prososial menurut Carlo & Randall, (2003) menyata-kan bahwa aspek-aspek perilaku prososial yang diukur pada masa remaja yaitu: (1) Perilaku untuk membantu orang lain yang ditetapkan atas kehadiran orang lain, karena dengan kehadiran orang lain, maka akan mendorong individu untuk membantu orang lain karena dimotivasi oleh harapan agar mendapat pujian dari orang lain; (2) Perilaku prososial tanpa diketahui namanya karena kecenderungan untuk membantu orang lain tanpa sepengetahuan orang lain; (3) Perilaku prososial yang menakutkan yang berkenaan dengan membantu orang lain di bawah situasi gawat atau genting; (4) Perilaku emosional prososial yaitu perilaku yang berniat untuk menguntung-kan orang lain dalam situasi emosional, yaitu perilaku yang dapat dihubungkan dengan simpati dalam pertimbangan moral prososial, yang berorientasi terhadap persetujuan pertimbangan moral prososial sehingga diharapkan adanya keseimbangan antara sifat mementingkan kepentingan orang lain dengan perilaku emosional prososial; (5) Perilaku membantu orang lain ketika diminta yaitu perilaku mengarah pada membantu orang lain ketika diminta; (6) Altruisme yaitu berkenaan dengan membantu orang lain ketika ada atau sedikit atau tidak ada potensi langsung, tidak ada hadiah yang jelas untuk diri.

Menurut Serok & Blun, 1993; Rusmana 2009 (dalam Sujarwo, 2011) menyatakan bahwa permainan (games) bersifat sosial, melibatkan proses belajar, mematuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri dan kontrol emosional, dan adopsi peran-peran pemimpin dengan pengikut yang kesemuannya merupakan komponen penting dari sosialisasi.

Berdasarkan analisis fenomenolo-gis, maka Buytendijk, Monks dkk, 2001 (dalam Soetjiningsih, 2012) menemukan ciri-ciri permainan sebagai berikut: (1) Permainan adalah selalu bermain dengan sesuatu; (2) Dalam permainan selalu ada sifat timbal balik, sifat interaksi; (3) Permainan berkembang, tidak statis melainkan dinamis, merupakan proses diakletik, yaitu tese-antese-sintese. Karena proses yang berputar ini, dapat dicapai suatu klimaks dan mulailah prosesnya dari awal lagi; (4) Permainan juga ditandai oleh pergantian yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu, setiap kali dipikirkan suatu cara yang lain atau dicoba untuk datang pada suatu klimaks tertentu; (5) Orang bermain tidak hanya bermain dengan sesuatu atau dengan orang lain, melainkan yang lain tadi juga bermain annya.

Sedangkan Musfiroh dan Suyanto, (dalam Soedjiningsih 2012) menjelaskan tentang fungsi bermain, yaitu: 1. Bermain dan Kemampuan Intelektual; (a) Merang-sang perkembangan kognitif, anak akan mengenal permukaan lembut, halus, kasar atau kaku, sehingga meningkatkan kemam-puan abstraksi (imajinasi, fantasi) dan mengenal konstruksi, besar-kecil, atas-bawah, penuh-kosong. Melalui permainan, individu dapat menghargai aturan, keteraturan, dan logika; (b) Membangun struktur kognitif, melalui permainan, anak akan memperoleh informasi lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahaman-nya lebih kaya dan lebih mendalam. Bila informasi baru ini ternyata beda dengan yang selama ini diketahuinya, anak mendapat pengetahuan yang baru. Dengan permainan struktur kognitif anak lebih dalam, lebih kaya dan lebih sempurna; (c) Membangun kemampuan kognitif yaitu kemampuan kognitif mencakup kemampu-an mengidentifikasi, mengelompokkan, me-nurutkan, mengamati, meramal, menentu-kan hubungan sebab-akibat, menarik kesimpulan. Permainan akan mengasah kepekaan anak akan keteraturan, urutan, dan waktu juga meningkatkan kemampuan logika; (d) Belajar memecahkan masalah, permainan memungkinkan anak bertahan lama menghadapi kesulitan sebelum perso-alan yang ia hadapai dipecahkan. Proses pemecahan masalah ini mencakup imajina-si aktif anak-anak yang akan mencegah kebosanan (merupakan pencetus kerewel-an ada anak); (e) Mengembangkan ren-tang konsentrasi, apabila anak tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang lama, seorang anak tidak mungkin dapat bertahan lama bermain (pura-pura menjadi dokter, ayah-ibu, guru). ada yang dekat antara imajinasi dan kemampuan konsentrasi. Anak tidak imajinatif memiliki rentang perhatian (konsentrasinya) pendek dan memiliki kemungkinan lain dan menga-cau. 2. Bermain dan Perkembangan Sosial; (a) Meningkatkan sikap sosial, ketika bermain, anak-anak harus memperhatikan cara pandang lawan bermainnya, dengan demikian akan mengurangi egosentrisnya. Dalam permainan itu pula anak-anak dapat mengetahui bagaimana bersaing dengan jujur, sportif, tahu akan hak dan peduli akan hak orang lain. Anak juga dapat belajar bagaimana sebuah tim dan semangat tim; (b) Belajar berkomunikasi, agar dapat melakukan permainan, seorang anak harus mengerti dan dimengerti oleh teman-temannya, karena permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana mengung-kapkan pendapatnya, juga mendengarkan pendapat orang lain; (c) Belajar berorgani-sasi, permainan seringkali menghendaki adanya peran yang berbeda, oleh karena itu dalam permainan, anak-anak dapat belajar berorganisasi sehubungan dengan penentuan ‘siapa’ yang akan menjadi ‘apa’. Dengan permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana membuat peran yang harmonis dan melakukan kompromi

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen semu dengan ran-cangan membandingkan antara hasil pre test dan post test yang telah diberikan kepada kelompok eksperimen. Subjek penelitian ini adalah 20 siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 10 siswa masuki ke dalam kelompok kontrol dan 10 siswa masuk ke dalam kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah teknik permainan (X) dan variabel terikatnya adalah perilaku prososial (Y).

Teknik pengunpulan data menggu-nakan skala sikap perilaku prososial menurut teori dari Carlo, Hausmann, Christiansen, & Randall (2003), setiap item memiliki 5 alternatif jawaban dengan skor berbeda-beda, untuk item favourable dengan perincian skor 1 untuk jawaban sama sekali tidak seperti diri saya, skor 2 untuk jawaban sedikit menggambarkan diri saya, skor 3 untuk jawaban agak menggambarkan diri saya, skor 4 untuk jawaban menggambarkan diri saya dengan baik, dan skor 5 untuk jawaban sangat menggambarkan diri saya. Untuk skor pernyataan unfavourable dengan perincian skor 5 untuk jawaban sama sekali tidak menggambarkan diri saya, skor 4 untuk jawaban sedikit menggambarkan diri saya, skor 3 untuk jawaban agak menggam-barkan diri saya, skor 2 untuk jawaban menggambarkan diri saya dengan baik, skor 1 untuk jawaban sangat menggambar-kan diri saya.

HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

Skor perilaku prososial kedua ke-lompok diuji homogenitas dengan menggu-nakan Mann Whitney untuk mengetahui kriteria homogen atau tidaknya kedua kelompok. dibawah ini merupakan uji homogenitas antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol:

Uji Homogenitas Perilaku Prososial Antara Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Ranks

Kelompok

N

Mean Rank

Sum of Ranks

Pre

Test

Eksperimen

10

11.00

110.00

Kontrol

10

10.00

100.00

Total

20

Test Statisticsb

Pre test

Mann-Whitney U

45.000

Wilcoxon W

100.000

Z

-.457

Asymp. Sig. (2-tailed)

.648

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.739a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Berdasarkan hasil analisis Mann Whitney, pre test kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan mean rank kelompok eksperimen 11 dan mean rank kelompok kontrol 10 dengan koefisien Asymp.Sig. (2-Tailed) adalah 0,648, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelpompok karena p>0,050 sehingga eksperimen dapat dilakukan dengan memberikan treatment/perlakuan.

Berdasarkan pengolahan hasil uji statistik post test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan teknik Mann Whitney diperoleh hasil bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) 0,012<0,050 dengan mean rank post test kelompok eksperimen adalah 13,60 sedangkan mean rank post test kelompok kontrol adalah 7,40. Dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Uji Mann-Whitney Kelompok Eksperimen Selama Pre Test dan Setelah Pos Test.

Ranks

Perbandingan

N

Mean Rank

Sum of Ranks

Nprososial

pre test

10

6.10

61.00

post tes

10

14.90

149.00

Total

20

Test Statisticsb

Nprososial

Mann-Whitney U

6.000

Wilcoxon W

61.000

Z

-3.479

Asymp. Sig. (2-tailed)

.001

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perbandingan

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan hasil uji Mann Whitney kelompok eksperimen diperoleh mean rank pre-test sebesar 6,10 dan mean rank post test sebesar 14,90 dan signifikansi yang ditunjukkan yaitu Asymp. Sig. (2-tailed)0,001<0,050. Selisih antara mean rank post test dengan mean rank pre-test adalah 8,8. Dengan demikian terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada kelompok eksperimen selama pre test dan sesudah post test.

Dengan demikian, hipotesis yang diajukan yaitu peningkatan perilaku prososial melalui teknik permainan pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh, bahwa berdasarkan hasil analisis menunjukkan terdapat peningkatan perila-ku prososial pada kelompok eksperimen. Sehingga teknik permainan secara signify-kan meningkatkan perilaku prososial pada kelompok eksperimen, maka hipotesis yang diajukan diterima.

Games/permainan yang penulis gunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa adalah games yang bersifat sosial. Selama permainan berlangsung siswa memperlihatkan kerja sama yang baik dengan teman kelompoknya, sehingga dengan kerja sama tersebut dapat meningkatkan perilaku prososial antar siswa. Ketika penulis memberikan instruksi mengenai langkah-langkah permainan, penulis juga memberikan instruksi bahwa diakhir games terdapat kelompok yang menang dan kalah, sehingga siswa lebih berantusias dalam mengikuti permainan supaya bisa menjadi pemenangnya dan kerja sama antar kelompok lebih meningkat. Siswa yang diberikan pelayanan berupa teknik permainan oleh penulis berjumlah 10 orang, sehingga penulis lebih cermat dalam mengamati dan memperhatikan siswa pada saat melakukan permainan.

Kelemahan dalam penelitian ini yaitu dari 10 siswa yang telah diberikan layanan berupa teknik permainan yang masuk dalam kelompok eksperimen masih terdapat 2 siswa yang masuk ke dalam kategori perilaku prososial rendah. Hal ini dikarenakan karena dalam pelaksanaan permainan ke dua siswa tersebut kurang berantusias dalam mengikuti permainan.

Dalam penelitian ini terdapat kesamaan dengan penelitian Putu Agus Putra Giri (2011) yaitu skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini dengan penelitian Putu Agus Putra Giri (2011) sama yaitu menggunakan teori Carlo & Randall, (2003). Hasil dari penelitian ini penggunaan teknik permainan secara signifikan dapat meningkatkan perilaku prososial siswa pada kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh dengan hasil Asymp. Sig. (2-tailed) 0,012 < 0,050. Sedangkan penelitian Putu Agus Putra Giri (2011) hasil asymp.sig (2-tailed) 0,000 < 0,05 yang artinya layanan bimbingan kelompok melalui teknik permainan efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ada peningkatan yang sangat signifikan perilaku prososial siswa di kelas VIII D SMP Negeri 1 Suruh melalui penggunaan teknik permainan.

Saran

Saran bagi pihak sekolah penggunaan teknik permainan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia saling bekerja sama dan tolong menolong.

Sedangkan saran bagi peneiti selenjutnya yaitu dalam penggunaan teknik permainan lebih bervariatif dan disesuaikan dengan topik permasalahan supaya siswa lebih berantusias dalam mengikuti kegiatan layanan.

DAFTAR PUSTAKA

Carlo, Gustavo, dkk. (2003). The Development of a Measure of Prosocial Behaviors for Late Adolescent. http://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article.digitalcommon.

Giri, P, S, A, Putu. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok Dalam Upaya Meningkatkan Perilaku Prososial Siswa di Kelas X D SMA Laboratorium UPI Bandung Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi: UPI. Tersedia di http://repository.upi.edu/abstraklist.php.

Hudaniah, D, Tri. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Universitas Negeri Malang (UMM).

Hurlock, B, Elizabeth. (1996). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Soetjiningsih, H, Christiana. (2012). Perkembangan Anak. Jakarta: Prenada Media Group.

Sujarwo, dkk. (2010). 55 Permainan (Games) dalam Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Paramitra Publishing.

 

Sujarwo, dkk. (2010). 55 Permainan (Games) dalam Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Paramitra Publishing.