PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI GAYA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING

BAGI SISWA KELAS 4 SDN 2 SONOKIDUL TAHUN 2015/2016

Sulis Endang Setyowati

SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) bagi siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian dilakukan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016 selama 4 bulan yaitu mulai bulan Januari sampai dengan April 2016. Penelitian ini dilakukan di kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora dengan subyek penelitian siswa kelas 4 yang berjumlah 18 siswa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan pelaksanaan tindakan sebanyak dua siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan nontes yaitu wawancara, observasi, dokumentasi dan ulangan harian. Hasil yang diperoleh dari penelitian, pada pembelajaran pra siklus hanya 8 siswa (44,44%) yang tuntas belajar. Rata-rata ulangan harian pra siklus adalah 61,67. Pada siklus I, 12 siswa (66,67%) yang tuntas belajar dan rata-rata nilai ulangan hariannya adalah 70,00. Siklus II kembali menunjukkan peningkatan. 15 siswa (83,33%) tuntas belajar dan rata-rata nilai ulangan hariannya adalah 75,56. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya bagi siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran tahun pelajar 2015/2016 dari kondisi awal 44,44% siswa tuntas belajar menjadi 83,33% siswa tuntas belajar pada kondisi akhir.

Kata Kunci : prestasi belajar, pembelajaran IPA, Student Facilitator and Explaining (SFE).

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan, oleh sebab itu IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam kehidupan sehari-hari pasti selalu berhadapan dengan alam, Berdasarkan hal tersebut maka harus dilakukan pembelajaran yang baik sejak dini untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPA. Menurut pendapat Sukardjo (2005) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara sederhana merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar (SD), dalam kejadian yang terjadi di alam sekitar menjadi bahan materi pelajaran. Materi IPA yang dipelajari di SD merupakan berbagai peristiwa alam yang dapat muncul dan ditemui siswasehari-hari. Oleh karena itu, tugas seorang guru adalah menghubungkan pengalaman di sekitar siswa. Guru bertugas menjembatani penalaran siswa dengan kejadian alam, supaya pemahaman konsep IPA yang dipelajari dapat diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Materi IPA di SD menitik beratkan pada peristiwa alam yang ada di lingkungan. Cakupan materi IPA tersebut berupa materi fisik dan biologis. Materi fisik di antaranya energi, gaya dan ke-nampakan alam, sedangkan materi biologis di antaranya materi tentang makhluk hidup.

Luasnya cakupan materi ini, menyebabkan pada proses pembelajaran untuk lebih mementingkan dalam menghabiskan seluruh materi tanpa mempertimbangkan pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkannya. Keadaan ini mengakibatkan pada proses pembelajaran masih cenderung menggunakan metode ceramah dan penugasan membaca, akibatnya siswa meresponnya dengan pola belajar mencatat dan menghafal.

Hal inilah yang menyebabkan kemampuan memahami konsep siswa masih rendah. Selain itu, metode tersebut menyebabkan kurangnya pemberian pengembangan pemahaman sesuai tujuan pembelajaran IPA. Misalnya realitas tentang gaya dapat mengubah gerak benda, jika hal itu hanya dihafalkan maka siswa akan mudah lupa dan sulit memahami konsep yang hanya dihafalnya. Berbeda jika konsep tersebut dikenalkan dengan media atau model belajar yang mendekatkan siswa pada kejadian nyata. Rendahnya kemampuan memahami konsep pembelajaran IPA seperti terjadi di kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran.

Kondisi tersebut terlihat pada saat berlangsungnya pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA mengandalkan metode ceramah, proses pembelajaran terlihat didominasi oleh guru. Hal tersebut diikuti dengan gaya belajar menghafal oleh siswa. Berdasarkan hasil analisis dokumen daftar nilai pada materi gaya, prestasi belajar siswa masih rendah. Dari 18 siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul, dalam ulangan harian hanya 44,44% atau 8 siswa yang mampu mencapai nilai KKM yang ditentukan yakni 70. Rata-rata ulangan harian siswa kelas 4 adalah 61,67. Rata-rata nilai tersebut juga belum mampu mencapai KKM. Endahnya prestasi belajar siswa dikarenakan model pembelajaran yang digunakan guru membuat siswa bosan dalam pembelajaran. Guru memberikan penjelasan materi dengan cara menerangkan seperti yang ada pada buku, tidak menggunakan metode lain serta media yang sesuai dengan materi. Langkah pembelajaran tersebut, kurang sesuai dengan pembelajaran IPA yang menekankan pada proses penemuan dan pengamatan terhadap realitas. Selain itu, buku pegangan IPA yang dipakai sulit untuk dipahami oleh siswa.

Hasil wawancara dengan siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul diperoleh informasi bahwa siswa merasa pelajaran IPA sulit dipahami, karena terlalu banyak menghafal. Siswa susah jika disuruh memahami konsep dengan cara membaca buku terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan hasil nilai pada ulangan, pada kemampuan memahami konsep IPA khususnya materi gaya pada siswakelas 4 SDN 2 Sonokidul perlu ditingkatkan. Usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep IPA tersebut yaitu dengan penerapan model pembelajaran yang efektif dan bermakna. Salah satu model pembelajaran yang bisa diterapkan adalah model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE).

Rumusan Masalah

Dari penjelasan di latar belakang masalah di atas, perlu dirumuskan masalah yang ada dalam penelitian ini. Rumusan masalah yang ditetapkan adalah “Apakah model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya bagi siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran tahun pelajar 2015/2016?”

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining bagi siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2015/2016.

Manfaat Penelitian

Dengan penelitian tindakan kelas ini diharapkan terjadi peningkatan proses dan hasil pembelajaran IPA bagi siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul, secara lebih rinci manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Guru: melalui PTK ini guru dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining jika diterapkan dalam mata pelajara IPA materi gaya.

2. Bagi Siswa: diharapkan siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA. Konsep-konsep dalam pelajaran IPA tidak harus selalu dihafalkan tetapi dapat dipahami melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining.

3. Bagi Sekolah: mutu pendidikan di SDN 2 Sonokidul dapat ditingkatkan dengan teratasinya masalah pembelajaran di dalam kelas.

KAJIAN TEORI

Pengertian Prestasi

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni prestasi dan belajar. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1991: 787), pengertian prestasi adalah hasil yang telah dicapai(dari yang telah diakukan, dikerjakan, dan sebagainya).

Sedangkan menurut Saiful Bahri Djamarah (2004: 20-21) dalam bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dalam buku yang sama Nasrun Harahap, berpendapat bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja.

Pengertian Belajar

Pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya menurut Slameto (2003: 2) dalam bukunya Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya bahwa belajar ialah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Muhibbin Syah (2004: 136) bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Begitu juga menurut James Whitaker yang dikutip oleh Wasty Soemanto (1990: 98-99), belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubhah melalui latihan dan pengalaman.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan mengalami perubahan secara individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Prestasi Belajar

Menurut Winkel melalui Sunarto (2009: 162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 130) prestasi belajar merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu.

Berdasarkan beberapa batasan diatas, prestasi belajar dapat diartikan sebagai kecakapan nyata yang dapat diukur yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai interaksi aktif antara subyek belajar dengan obyek belajar selama berlangsungnya proses belajar mengajar untuk mencapai hasil belajar

Pembelajaran IPA di SD

Pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam kurikulum tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas 2006:124) dituliskan bahwa: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dikehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pengalaman lansung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA dirahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemhaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Model pembelajaran IPA yang cocok untuk anak-anak sekolah dasar Indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung (learning by doing). Model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biayanya sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada dilingkungan anak sendiri.

Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Salah satu tujuan IPA dalam Kurikulum tahun 2006 ini adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran dan tujuan IPA khususnya di SD/MI dalam Kurikulum 2006 (KTSP) ini tentunya mengacu pada hakikat belajar, ciri-ciri belajar, dan prinsip-prinsip belajar. Dimana peserta didik belajar bukan hanya mengetahui, melainkan mengalami sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara tersirat maupun tersurat KTSP ini memberikan sinyal dalam pengimplemntasiannya menggunakan strategi dengan menekankan pada aspek kinerja siswa . Jadi dalam hal ini fungsi dan peranan guru hanya sebagai mediator siswa lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan dengan fokus kajian secara kontekstual bukan tekstual.

Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

Menurut pendapat Taniredja dalam Mufrika (2011) menyatakan bahwa model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) adalah model pembelajaran yang memberikan fasilitas kepada siswa/peserta untuk mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya. Kuncinya adalah bahwa semua materi yang bisa didemonstrasikan pada hakikatnya juga bisa disajikan melalui strategi model SFE. Salah satu materi yang bisa diterapkan dengan strategi ini adalah topik tentang gaya, sehingga penerapan model SFE dapat digunakan sebagai solusi untuk meningkatkan pemahaman konsep gaya.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) menurut Shoimin (2014) sebagai berikut: 1) Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai; 2) Guru mendemonstrasikan atau menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran; 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misal melalui bagan atau peta konsep; 4) Guru menyimpulkan ide atau pendapat dari siswa; 5) Guru menerangkan semua materi yang disajikan; dan 6) Penutup.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut, bahwa dengan menggunakan model pembelajaran SFE ini dapat meningkatkan antusias, motivasi, keaktifan dan rasa senang siswa terhadap proses pembelajaran.

Selain itu, Student Facilitator and Explaining (SFE) memiliki karakteristik yang mendorong siswauntuk aktif dan berani dalam proses pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran SFE ini sangat menarik dan menyenangkan sehingga membuat siswa tidak merasa bosan saat pembelajaran berlangsung.

Kerangka Berpikir

Pada awal pembelajaran siswa kesulitan memahami materi gaya, terbukti dengan hasil prestasi belajar masih banyak yang belum mencapai KKM yang ditentukan. Rendahnya prestasi belajar siswa dipicu minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini disebabkan guru belum melibatkan siswa dalam pembelajaran secara aktif. Materi pembelajaran dalam mata pelajaran IPA seharusnya banyak menggunakan metode dan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk menemukan konsep-konsep, baik dengan cara praktikum maupun demonstrasi dari suatu terori. Dengan secara langsung mendemonstrasikan suatu teori, konsep-konsep dalam materi pelajaran akan lebih mudah dipahami siswa dan tertanam secara permanen dalam pola pikir siswa. Penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar konkrit sehingga pembelajaran tidak membosankan dan siswa lebih mudah dalam memahami materi pelajaran. Dengan pemahaman siswa yang meningkat, prestasi belajar siswa secara otomatis juga akan meningkat.

Hipostesis Tindakan

Dari kerangka berpikir dan kajian teori di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya bagi siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2015/2016.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran. Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Januari 2016 sampai bulan April 2016. Subjek penelitian yaitu siswa kelas 5 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran yang berjumlah 18 anak dengan rincian 13 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus. Empat tahapan penting dalam penelitian tindakan kelas (PTK) pada setiap siklusnya adalah sebagai berikut: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) pengamatan, dan 4) refleksi.

Sumber data pada penelitian ini yaitu: 1) hasil wawancara siswa kelas 4 tentang pembelajaran IPA khususnya gaya; 2) hasil observasi tentang penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) dalam pembelajaran konsep gaya; dan 3) nilai evaluasi konsep gaya.

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara, observasi, dokumentasi dan tes. Uji validitas data yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif komparatif. Model analisis pada penelitian ini terdiri dari empat tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila sebanyak 80% siswa dapat memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang sudah ditetapkan yaitu ≥70.

HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

Pra Siklus

Pada pembelajaran pra siklus, guru masih menitikberatkan metode ceramah dalam kegiatan belajar. Konsep-konsep pada materi pelajaran diberikan kepada siswa dan siswa diminta untuk menghafalkan konsep-konsep tersebut. Materi pelajaran yang diterima siswa adalah sesuatu yang abstrak, sehingga sangat sulit dipahami siswa. Prestasi belajar yang diraih siswa pada saat dilakukan ulangan harian dapat disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Hasil Ulangan Harian Pra Siklus

Nilai

Frekwensi

Persentase

40

2

11,11%

50

4

22,22%

60

4

22,22%

70

5

27,78%

80

3

16,67%

Rata-rata = 61,67

Ketuntasan = 44,44%

Tabel 1 menunjukkan dari 18 siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul yang tuntas belajar adalah 44,44% (8 siswa). Sisanya, 55,56% (10 siswa) belum tuntas belajar. Rata-rata ulangan harian pada pembelajaran pra siklus adalah 61,67.

Siklus I

Siklus I guru menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE). Siswa tampak lebih aktif dan senang dalam pembelajaran. Di akhir siklus dilakukan ulangan harian dan hasil yang diraih siswa pada saat ulangan harian adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Ulangan Harian Siklus I

Nilai

Frekwensi

Persentase

50

2

11,11%

60

4

22,22%

70

6

33,33%

80

4

22,22%

90

2

11,11%

Rata-rata = 70,00

Ketuntasan = 66,67%

Tabel 2 menunjukkan dari 18 siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul yang tuntas belajar adalah 66,67% (12 siswa). Sisanya, 33,33% (6 siswa) belum tuntas belajar. Rata-rata ulangan harian pada pembelajaran siklus I adalah 70,00. Rata-rata nilai ulangan haria sudah mencapai KKM tetapi persentase ketuntasan belum mencapai 80% sehingga masih harus dilakukan perbaikan pada siklus II

Siklus II

Pembelajaran siklus II masih menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) dengan memperbaiki kekurangan pada siklus I. Pada siklus II inipembentukan kelompok dibuat lebih kecil yaitu dengan anggota kelompok 3 siswa setiap kelompok. Data hasil ulangan harian pada akhir siklus adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Ulangan Harian Siklus II

Nilai

Frekwensi

Persentase

50

1

5,56%

60

2

11,11%

70

6

33,33%

80

5

27,78%

90

3

16,67%

100

1

5,56%

Rata-rata = 75,56

Ketuntasan = 83,33%

Tabel 3 menunjukkan dari 18 siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul yang tuntas belajar adalah 83,33% (15 siswa). Sisanya, 16,67% (3 siswa) belum tuntas belajar. Rata-rata ulangan harian pada pembelajaran siklus I adalah 75,56. Pada siklus II, indikator keberhasilan yang ditetapkan dapat tercapai yaitu 80% siswa tuntas belajar.

Pembahasan

Setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan siklus II, penulis melakukan refleksi. Pada tahap ini penulis mengkaji keberhasilan dan kegagalan yang terdapat pada pelaksanaan penelitian. Dari hasil ulangan harian yang diraih siswa, terjadi peningkatan pada setiap siklus. Perbandingan prestasi belajar siswa yang dilihat dari hasil ulangan harian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian Siswa

Uraian

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Rata-rata nilai ulhar

61,67

70,00

75,56

Tuntas

44,44%

66,67%

83,33%

Belum Tuntas

55,56%

33,33%

16,67%

Nilai Terendah

40

50

50

Nilai Tertinggi

80

90

100

Pada pembelajara siklus I sudah terjadi peningkatan baik pada rata-rata nilai ulangan harian maupun pada tingkat ketuntasan belajar. Namun demikian indikator keberhasilan yang ditentukan, yaitu 80% siswa tuntas belajar, belum tercapai. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang digunakan. Pada pembagian kelompok, guru menggunakan kelompok besar, yaitu 6 siswa pada setiap kelompok.

Siklus II masih menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) dengan menggunakan kelompok kecil, yaitu 3 siswa dalam setiap kelompok. Siswa juga tidak lagi kebingungan karena model pembelajaran yang digunakan sudah digunakan pada pembelajaran siklus I. Indikator kinerja yang ditetapkan dapat tercapai pada pembelajaran siklus II.

PENUTUP

Simpulan

Dari deskripsi hasil penelitian dari pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya bagi siswa kelas 4 SDN 2 Sonokidul Kecamatan Kunduran tahun pelajar 2015/2016 dari kondisi awal 44,44% siswa tuntas belajar menjadi 83,33% siswa tuntas belajar pada kondisi akhir.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal yang perlu di sampaikan untuk dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak yang akan menggunakan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE). Saran-saran peneliti ajukan kepada Guru, Kepala Sekolah, Instansi terkait, dan peneliti selanjutnya.

1. Kepada Guru

Hendaknya guru melakukan kajian mendalam tentang model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran ini perlu disosialisasikan kepada siswa terlebih dahulu agar siswa tidak kebingungan ketiak model pembelajaran ini diterapkan dalam pembelajaran.

2. Kepada Kepala Sekolah

Kepala sekolah hendaknya memberikan motivasi kepada semua guru untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam pembelajaran dengan melakukan penelitian tindakan kelas. Hal ini dikarenakan dengan penelitian tindakan kelas terbukti efektif dalam menyelesaikan masalah pembelajaran.

3. Kepada Instansi Terkait

Perlu pemerataan kepada guru agar menerima materi-materi tentang metode dan model pembelajaran inovatif. Pemerataan ini bisa dilakukan dengan kegiatan diklat, sosialisasi, seminar dan in house training.

DAFTAR PUSTAKA

___. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan . Jakarta: BSNP

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Prestasi Belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional

Mufrika, T. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Student Facilitator and Explaining (SFE) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta

Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Sukardjo, J. 2005. Kealaman Dasar Ilmu. Surakarta: UNS Press.

Sunarto. 2009. Pengertian Prestasi Belajar. Jakarta: Bumi Aksara

Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Â