Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Menggunakan Metode Talking Stick
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA
MENGGUNAKAN METODE TALKING STICK
PADA MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA
SISWA KELAS XII TKR A SMK NEGERI 2 SUKOHARJO
SEMESTER I TAHUN 2015/2016
Irawan
SMK Negeri 2 Sukoharjo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membantu kesulitan siswa dalam belajar dengan menggunakan model pembelajaran Talking Stick. Talking Stick merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Model ini diterapkan agar siswa mudah menyerap materi yang diberikan. Model pembelajaran Talking Stick sehingga diteliti pola interaksi siswa dalam peningkatan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Sukoharjo dengan subjek yang diteliti adalah kelas XII TKR A Semester I tahun ajaran 2015/2016. Klasifikasi hasil observasi siswa diambil dengan metode deskriptif kualitatif. Data dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu mengolah data yang sudah terkumpul mulai dari prasiklus, siklus I, dan siklus II, kemudian membandingkannya, sehingga terdapat peningkatan atau keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil penelitian terdapat peningkatan dari prasiklus yang rata-rata klasikalnya 69 pada siklus I meningkat menjadi 73 dan siklus II menjadi 78 setelah menggunakan model Talking Stick. Persentase ketuntasan klasikal mengalami peningkatan sebesar 91,67%.
Kata Kunci: Prestasi belajar, Talking Stick, Interaksi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pengertian prestasi belajar menurut S. Nasution (1996:17) adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa, dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Sebaliknya, dikatakan prestasi belajar kurang memuaskan apabila seorang siswa belum mencapai standart ketiga aspek tersebut. Di dalam dunia pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang kondusif, yaitu suasana belajar menyenangkan, menarik, memberi rasa aman, memberi ruang pada siswa untuk berfikir aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengekplorasi dan mengelaborasi kemampuannya. Oleh sebab itu, guru merupakan faktor penentu proses pendidikan yang berkualitas (Rusman, 2012:19).
Hal yang paling mendasar dalam pencapaian hasil belajar adalah nilai. Dimana nilai menjadi ukuran atau barometer dari hasil belajar peserta didik. Penilaian pencapaian kompetensi pengetahuan peserta didik merupakan penilaian potensi intelektual yang terdiri dari tingkatan mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Penilaian terhadap pengetahuan peserta didik dapat dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan (permendikbud 70 tahun 2013).
Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan pengololaan kelas. Model pembelajaran dapat didefenisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar cuntuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran dibedakan menjadi model pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah (Suprijono 2009: 46).
Pembelajaran tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan teknik yang sama dalam setiap generasinya, tentu dibutuhkan model-model pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif untuk membangun serta meningkatkan semangat belajar siswa. Ada tiga aspek terkait dengan kemampuan siswa dalam belajar, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Hasil belajar siswa merupakan evaluasi bagi guru agar guru mampu menentukan langkah apa yang akan diambil apabila hasil siswa mengalami penurunan atau tidak ada peningkatan dalam belajar. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam usahanya menerima pembelajaran di sekolah. Faktor-faktor itu dapat meliputi faktor internal, faktor eksternal, serta minat belajar siswa.
Berdasarkan penelitian awal pada nilai ulangan harian kelas XII TKR A dan wawancara dengan guru mata pelajaran Sejarah Indonesia, didapatkan siswanya kurang memahami pelajaran Sejarah Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes Sejarah Indonesia yang kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal sekolah adalah 76. Guru sudah baik dalam menjalankan proses belajar mengajar, namun siswa beranggapan bahwa mata pelajaran Sejarah Indonesia adalah mata pelajaran yang membosankan dan syarat dengan hafalan telah menjadikan minat belajar mata pelajaran Sejarah Indonesia kurang menarik, bahkan siswa menganggap bahwa mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan mata pelajaran yang tidak terlalu penting. Selain itu proses pembelajaran antara siswa dengan guru hanya searah, sehingga masih terpusat pada guru. Guru hanya menjelaskan dan siswa kurang diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sekelas.
Hal ini ditunjukkan dengan sikap siswa yang cenderung ramai sendiri, mengobrol dengan teman sebangku, tidur dikelas, ada yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah mata pelajaran lain dikelas, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya, dan kurang memperhatikan pembelajaran ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran. Apabila siswa diberikan tugas untuk mengerjakan soal latihan yang agak sulit, siswa tidak mengerjakan soal tersebut dan tidak berusaha untuk mencari jawaban dari soal tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa kurang diberikan kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapat.
Menyadari hal diatas perlu diadakan tindakan untuk mengatasinya dengan cara membenahi pendekatan maupun metode pembelajarannya. Tanpa ada pemebenahan di khawatirkan proses pembelajaran akan berjalan monoton serta pencapaian hasil belajarnya akan tetap rendah. Disini guru membutuhkan keaktifan siswanya untuk menjadi bagian dari materi pembelajaran agar siswa dapat lebih menguasai materi pembelajaran yaitu dengan pembelajaran menggunakan metode Talking Stick. Pembelajaran model Talking Stick yaitu pembelajaran kooperatif dimana pembelajaran menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Dengan demikian siwa akan lebih aktif, serta lebih memahami materi pembelajaran karena proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Metode Talking Stick juga diharapkan menjadi satu solusi dalam mengatasi kendala siswa saat belajar mata pelajaran Sejarah Indonesia
Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Secara umum siswa kurang aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar saat mata pelajaran Sejarah Indonesia.
2. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang aktif dan inovatif dalam proses pembelajaran Sejarah Indonesia agar memicu ketertarikan minat dari diri siswa.
3. Hasil belajar siswa kelas XII TKR A SMK Negeri 2 Sukoharjo belum optimal. Oleh sebab itu diperlukan solusi dalam pembelajaran Sejarah Indonesia untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII TKR A SMK Negeri 2 Sukoharjo.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: apakah pembelajaran dengan model Talking Stick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Indonesia?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa menggunakan metode Talking Stick pada mata pelajaran Sejarah Indonesia siswa kelas XII TKR A SMK Negeri 2 Sukoharjo Semester I tahun 2015/2016.
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
Hakikat Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Oleh sebab itu belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu (Nana Sudjana, 1988: 28).
Kesimpulannya, belajar diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada diri individu melalui perubahan tingkah laku individu melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Jadi belajar adalah proses perubahan individu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan buruk menjadi kebiasaan yang lebih baik, serta bermanfaat bagi individu itu sendiri dan lingkungan.
Pengertian Prestasi Belajar
Tulus Tu’u (2004:75) mengungkapkan bahwa prestasi merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi dalam bidang akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah yang bersifat kognitif dan biasaanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Sementara prestasi belajar adalah penguasaan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hal tersebut, prestasi belajar dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah.
2) Prestasi belajar tersebut terutama di nilai dari aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemapuan siswa dalam pengetahua atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi.
3) Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa atau ulangan-ulangan dan ujian yang ditempuhnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa adalah suatu kekecakapan atau hasil yang telah diperoleh dalam proses pembelajaran dengan penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang ditunjukkan dengan nilai. Prestasi adalah segala keberhasilan yang telah diperoleh dalam mengerjakan segala pekerjaan untuk dipertanggungjawabkan. Prestasi ini ditandai dengan adanya nilai tambah dari sebelumnya.
Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai optimal, maka diperlukan suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah diterapkan. Sedangkan model-model pembelajaran itu sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip atau teori pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung (Joyce & Weil: 1980). Menurut Joyce dan Weil, berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman, 2010: 132-133)
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Sehingga model-model pembelajaran yang bersifat inovatif dapat membantu memberikan solusi cara belajar yang menyenangkan bagi para peserta didik, sehingga materi-materi pembelajaran yang membutuhkan pemahaman dan ketelitian dapat dengan mudah dipelajari tanpa mengurangi nilai-nilai yang hendak diajarkan dalam materi tersebut.
Model PAKEM (Partisipatif Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan) PAKEM
Merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkembangnya berbagai macam inovasi kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, dan menyenangkan. Pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di sekolah dari kurikulum yang sudah dirancang dan menuntut aktivitas dan kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan. Ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Brooks bahwa “pembaharuan dalam pendidikan harus dimulai dari ‘bagaimana anak belajar’ dan ‘bagaimana guru mengajar’ bukan dari ketentuan-ketentuan hasil†(Rusman, 2010: 232).
Pembelajaran PAKEM adalah pembelajaran yang dikembangkan dengan cara membantu siswa membangun keterkaitan antara pengetahuan baru dengan pengalaman yang telah dimilikinya. Siswa diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep dan mengaplikasikan konsep tersebut di luar kelas. Dalam pembelajaran PAKEM siswa diperkenankan bekerja secara kooperatif. Pada praktiknya, pembelajaran PAKEM membutuhkan kemampuan teritik dan praktik. Kemampuan teoritik meliputi arti belajar, dukungan teoritik, model pembelajaran, dan pembelajaran kontekstual. Sedangkan kemampuan praktik adalah mampu mempraktikkan metode-metode pembelajaran PAKEM. Dalam pembelajaran PAKEM terdapat berbagai model-model pembelajaran seperti model Talking Stick.
Pembelajaran Kooperatif Model Talking Stick
Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14).
Model pembelajaran Talking Stick berkembang dari penelitian belajar kooperatif oleh Slavin Pada tahun 1995. Model ini merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 orang yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat, yang dalam topik selanjutnya menyiapkan dan mempersentasekan laporannya kepada seluruh kelas.
Menurut (Suprijono,2009:90) mengemukakan bahwa talking stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan.Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Talking stick merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran dengan memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain sehingga mengoptimalisasikan partisipasi siswa.
Pembelajaran Sejarah adalah mata pelajaran yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang masa lampau manusia yang berusaha dihidupkan kembali oleh Sejarah untuk dijadikan pijakan bertindak masa kini dan merencanakan masa depan (Tri Widiarto,2007). Sejarah juga dapat dilihat sebagai disiplin ilmu dan kegunaan praktis.
Sebagaimana Widja (1989:8) mengemukakan bahwa salah satu fungsi utama mata pelajaran sejarah adalah mengabdikan pengalaman-pengalaman masyarakat di waktu lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan problema-problema yang dihadapi.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas maka peneliti menyusun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pembelajaran Talking Stick diduga dapat meningkatkan prestasi belajar pada siswa kelas XII TKR A SMK Negeri 2 Sukoharjo Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016 pada mata pelajaran Sejarah Indonesia.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Sukoharjo, pada bulan Juli sampai Desember 2015. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2015/2016.
Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XII TKR A di SMK Negeri 2 Sukoharjo yang berjumlah 34 siswa yang terdiri dari siswa laki-laki.
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini, merujuk pada model Kurt Lewin yang terdiri dari empat langkah, yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
2. Aksi atau tindakan (Acting)
3. Observasi (Observing)
4. Refleksi (Reflecting)
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data tes belajar siswa dianalisis menggunakan cara deskriptif komparatif. Klasifikasi hasil observasi siswa diambil secara deskriptif kualitatif. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu mengolah data yang terkumpul mulai pra siklus, siklus I. siklus II, kemudian membandingkannya, sehingga tampak peningkatan atau keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan.
Indikator Keberhasilan
Adapun yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata kalsikal mencapai tujuh puluh delapan (78 dan minimal 90% dari jumlah siswa mencapai nilai hasil belajar tuntas (KKM=76)). Tingkat keberhasilan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Talking Stick dikatakan berhasil.
HASIL PENELITIAN
Rata-rata Klasikal Ketuntasan Belajar Siswa
Hasil belajar siswa melalui penerapan pembelajaran model Talking Stick telah mengalami peningkatan. Hasilnya dapat ditunjukkan oleh nilai yang sudah diperoleh. Nilai dari tiap siklus dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 7. Nilai Klasikal, Prasiklus, Siklus I, Siklus II
No. |
Aspek |
Nilai |
||
Prasiklus |
Siklus I |
Siklus II |
||
1. |
Rata-rata klasikal |
69 |
73 |
78 |
2. |
Nilai terendah |
54 |
70 |
76 |
3. |
Nilai Tertinggi |
82 |
86 |
88 |
Pada grafik 4, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata klasikal dari prasiklus dan siklus I yaitu 69 menjadi 73 dengan persentase naik 4 angka. Nilai rata-rata klasikal pada siklus I ke siklus II yaitu dari 73 menjadi 78 dengan persentase naik 5 angka. Nilai terendah pada prasiklus
54 dan siklus I 70 dengan presentase naik 16 angka. Nilai terendah pada siklus I ke siklus II yaitu 70 menjadi 76 dengan presentase naik 6 angka. Nilai tertinggi prasiklus ke siklus I naik 4 angka dari 82 ke 86, dan nilai tertinggi siklus I ke siklus II yaitu 86 ke 88 dengan persentase naik 2 angka. Ketuntasan klasikal kelas XII TKR A tiap siklus mengalami peningkatan.
Persentase ketuntasan klasikal siswa pada pelajaran Sejarah Indonesia dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
Tabel 8. Persentase Ketuntasan Klasikal
No. |
Tahap Perbaikan |
Persentase |
|
Belum Tuntas |
Tuntas |
||
1. |
Pra Siklus |
58,33% |
41,67% |
2. |
Siklus I |
25% |
75% |
3. |
Siklus II |
8,33% |
91,67% |
Dilihat dari persentase ketuntasan klasikal pada prasiklus sebesar 41,67% menjadi 75% pada siklus I dan siklus II yaitu 91,67%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan model Talking Stick dapat meningkatan prestasi belajar siswa kelas XII TKR A di SMK Negeri 2 Sukoharjo.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pemahaman siswa pada mata pelajaran Sejarah Indonesia mengalami peningkatan setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Talking Stick. Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai rata-rata klasikalnya pada prasiklus 69 (tanpa menggunakan model pembelajaran Talking Stick) menjadi 73 (siklus I) dan 78 (siklus II) setelah menggunakan model pemebelajaran Talking Stick. Pada persentase ketuntasan klasikal juga mengalami peningkatan sebesar 91,67% (siklus II) dari 41,67% (pra siklus). Dalam penelitian ini masih ada dua siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM=76).
Saran
1. Guru memerlukan adanya kajian yang lebih mendalam lagi mengenai model pembelajaran Talking Stick agar menjadi lebih sempurna khususnya menyangkut kelemahannya yaitu, komunikasi hanya dua arah antara guru dan siswa, serta kurangnya unsur kerjasama dalam model pembelajaran Talking Stick.
2. Bagi guru mata pelajaran Sejarah Indonesia hendaknya dapat menerapkan strategi dan model-model pembelajaran aktif yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, agar siswa tidak merasa jenuh dan supaya siswa lebih tertarik terhadap mata pelajaran Sejarah Indonesia.
3. Diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan karena bermanfaat bagi guru dan siswa.
4. Hasil penelitian ini dapat dipertimbangkan untuk diterapkan di kelas XII.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Ali. 1993.Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Daryanto, 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah.Yogyakarta: Gramedia.
Direktorat pendidikan dan kebudayaan 2013.Pemendikbud No 81
Kunandar. 2011. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Perss.
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatifdan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana. 1987.Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Nasution.1996. MetodeResearch. Jakarta: Bumi Aksara.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Akbar, Sa’adun dkk. 2010.Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Yogyakarta: Cipta Media.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tulus Tu’u. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.
Winkel. W.S. 1991. Psikologi Pengajaran.Jakarta: Gramedia
Zainal Arifin. 2011.Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.