PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING DENGAN METODE CERAMAH

 

Misna Sabulo

Guru SD Inpres Simau Kecamatan Galela

Alpres Tjuana

Dosen PGSD FKIP Universitas Halmahera

 

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui Perbedaan Hasil Belajar IPS Menggunakan Model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah Pada Siswa Kelas V SD Inpres Simau Kecamatan Galela Semester Genap Tahun Pelajaran 2019/2020. Metode Penelitian menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian eksperimen dengan analisis paired sample t test. Sampel dalam penelitian ini merupakan sampel populasi berjumlah 21 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan tes. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas. Uji Hipotesis menggunakan analisis paired sample t test. Hasil penelitian mean Metode Ceramah sebesar 67,67 dengan standar deviasi 4,881; Metode Ceramah kategori baik dan mean Model Cooperative Learning sebesar 75,71 dengan standar deviasi 6,380 Hasil belajar siswa tergolong kategori baik. hasil uji normalitas, dalam pengambilan keputusan digunakan tingkat kepercayaan 95%. Tingkat signifikansi (α) = 0,05. Untuk data yang sudah Metode Ceramah, Kolmogorov-Smirnov Z = 0,957 dengan Asymp.sig 0,319 > 0,05 dan untuk data yang sudah post_test, Kolmogorov-Smirnov Z = 1,138 dengan Asymp.sig 0,150 > 0,05 maka diperoleh asumsi data Metode Ceramah dan Model Cooperative Learning berdistribusi normal. Uji-paired sampel test, didapat t-hitung = 8,450 dan derajat bebas (dk) = 21-1=20 sehingga t-tabel (0,05;20) = 2,086. Jadi t-hitung > t-tabel (8,450>2,086). Berdasarkan hasil uji- t menerima H1 maka yang menyatakan ada perbedaan rataan Model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah, diterima. Terdapat peningkatan nilai rataan sebesar 75,71-67,67 = 8,04 poin

Kata kunci: Model Cooperative Learning, Metode Ceramah, Hasil Belajar

 

PENDAHULUAN          

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas dan banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagai proses psikologi, pendidik tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar. Dari perspektif mengajar, pelakunya adalah pendidik, sedangkan perspektif belajar pelakunya adalah peserta didik yang melakukan belajar. Pendidikan adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik yang memiliki tujuan tertentu. Pada dasarnya membimbing peserta didik menuju pada tahapan kedewasaan dengan melalui program pendidikan sekolah (Wahyudin, 2004).

Mengajar berarti memberikan pengajaran dalam bentuk penyampaian pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik) pada diri siswa agar dapat menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada pelaksanaan proses belajar mengajar dan menilai hasilnya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, guru di samping itu harus menguasai materi ajar dan juga dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar. Sehubungan dengan tanggung jawab profesional, dalam melaksanakan tugas mengajar ini, guru dituntut untuk mencari gagasan. Gagasan baru (inovasi), berusaha menyempurnakan pelaksanaan tugas mengajar, dan mencoba bermacam-macam metode dalam mengajar. Gagasan baru yang dihasilkan oleh guru hendaknya bertujuan untuk menyempurnakan kegiatan belajar mengajar (Abdulhak, 2004).

Salah satu penyebab rendahnya hasil pembelajaran IPS adalah bahwa pengajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru yang didominasi dengan penggunaan metode ceramah dan penuangan informasi yang sebanyak-banyaknya ke dalam benak anak. Masih jarang guru yang mau memanfaatkan fasilitas yang ada di sekolah seperti laboratorium, untuk menunjang kegiatan belajar siswa. Akibat yang terjadi adalah bahwa pengajaran IPS menjadi pengajaran hafalan dan sebagai dampaknya penguasan konsep siswa menjadi rendah karena tidak ditunjang dengan eksperimen, penyelidikan dan pemecahan masalah (Sindhunata, 2000).

Dengan penggunaan metode pembelajaran semacam itu, siswa tak didorong dan dilatih untuk merekontruksi pengetahuan dan konsep berdasarkan proses mencari dan mengalami sendiri sebagaimana dalam ekperimen, penyelidikan dan pemecahan masalah. Keadaan seperti itu justru akan memacu anak untuk cenderung menghafal dan menguasai konsep secara dangkal karena konsep-konsep yang didapati tidak secara utuh.

Kekurang utuhan konsep-konsep yang didapat oleh siswa salah satunya disebabkan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih belum mengaktifkan siswa secara maksimal. Dalam arti bahwa keaktifan guru menyita sebagian waktu proses belajar mengajar sedangkan siswa lebih cenderung pasif. Hal ini dikarenakan siswa tidak dilibatkan secara langsung dengan obyek-obyek kongkrit yang sedang dipelajarinya, sehingga siswa sebatas hanya membayangkan dan menerima begitu saja informasi baik fakta maupun konsep yang diberikan guru.

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang di dalamnya memuat materi yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia sehari-hari. Materi-materi IPS yang cukup luas membuat siswa merasa kesulitan dalam memahami materi. Selain itu, faktor malas membaca juga menguatkan anggapan bahwa mata pelajaran IPS itu sulit. Faktor guru juga mempengaruhi kelancaran pembelajaran IPS yang dilaksanakan. Penerapan metode ceramah yang dominan, didukung dengan ketiadaan media pembelajaran akan menambah masalah pembelajaran IPS sehingga akan mempengaruhi hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran IPS.

Mengingat pentingnya peran IPS, maka pengajaran IPS di berbagai jenjang pendidikan formal perlu mendapat perhatian khusus dari siswa dan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu belajar siswa adalah pengembangan penggunaan metode pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa. Dalam proses tersebut guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa belajar untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui “Uji Perbedaan Hasil Belajar IPS menggunakan model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah pada Siswa Kelas V SD Inpres Simau Kecamatan Galela Semester Genap Tahun Pelajaran 2019/2020”.

 

LANDASAN TEORI

Gagne (Dimyati & Mudjiono, 1999), mengemukakan belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh peserta didik. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang menguba sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Sedangkan menurut pandangan Piaget, belajar di bentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari. Atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang di alami atau sekurang-kurangnya ia merasakan bahwa adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan dan seterusnya.

Perubahan yang terjadi karena proses balajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal itu juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik dari pada apa yang ada sebelumnya.

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan siswa.

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi. Puskur (Sumantri, 2001:89). Geografi, sejarah, antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi.Pembelajaran geografi memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan kebulatan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai priode.Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.Ilmu ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan perbuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang prilaku seperti konsep peran kelompok, institusi, proses interaksi dan control sosial.

Sedangkan menurut Leonard (Mustafa, 2006:4) mengemukakan bahwa IPS menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan mulai dari yang terkecil misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, profinsi, Negara dan dunia. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPS adalah disiplin-disiplin ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rasional siswa dalam menanggapi kenyataan/permasalahan sosial serta perkembangan masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia pada masa lampau, masa kini dan masa mendatang.

Mata pelajaran IPS di sekolah dasar merupakan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.

  1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
  2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
  3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
  4. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.

Artzt dan Newman (Asma, 2006) mengemukakan belajar kooperatif adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama. Sedangkan Davidson dan Kroll, mendefinisikan belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka.

Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam struktur kerja sama yang terdiri dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih, keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif juga diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin & Raharjo, 2008).

Adapun unsur-unsur pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Muslimin (2006) adalah sebagai berikut:

  1. Siswa dalam kelompoknya berusaha beranggapan bahwa mereka adalah sehidup sepenanggung bersama.
  2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
  3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota dalam kelompok memiliki tujuan yang sama.
  4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
  5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau hadiah yang juga di kenakan bagi anggota kelompok.
  6. Siswa sebagai pemimpin dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama dalam proses belajarnya.
  7. Siswa akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok.

Arends (1997) mengemukakan ada tiga tujuan pembelajaran kooperatif yaitu:

Prestasi Akademik

Pembelajaran kooperatif telah menunjukan bahwa struktur penghargaan kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik siswa dan dapat mengubah norma yang menunjang pencapaian hasil belajar siswa. Selain itu pembelajaran kooperatif juga bermanfaat bagi siswa yang berprestasi bekerja sama dalam menangani persoalan dengan cara tutor sebaya (teman sejawat).

Penerimaan pendapat yang beraneka ragam

Pembelajaran kooperatif memberikan peluang bagi setiap siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi yang berbeda, untuk bekerja sama dalam menangani persoalan akademik. Melalui struktur penghargaan siswa saling menghargai satu sama lain.

Pengembangan keterampilan sosial

Dalam pembelajaran koopertaif siswa diajarkan keterampilan-keterampilan kerja sama, menghargai pendapat orang lain dan mendapat tujuan bersama.

Hasil belajar merupakan suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Menurut Sudjana Nana (2005: 49), hasil belajar tersebut nampak dalam perubahan tingkah laku yang secara teknik dirumuskan dalam sebuah pertanyaan verbal melalui tujuan pengajaran (tujuan instruksional). Dengan demikian, rumusan tujuan pengajaran berisikan hasil belajar yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah mengalami proses belajar.

Hasil belajar dapat dikatakan baik dan memuaskan jika perubahan perilaku siswa bersifat positif dan berguna bagi dirinya sendiri dan kehidupan bermasyarakat. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar (Dimyati & Mudjiono, 2009: 10). Dari ketiga komponen penting dalam kegiatan belajar tersebut yang menjadi tujuan akhir dari proses belajar adalah hasil belajar. Hasil belajar pada dasarnya dapat ditunjukkan siswa dengan kemampuannya berupa:

  1. Kemampuan untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Dalam hal ini memungkinkan siswa untuk berperan dalam kehidupan bermasyarakat dan mengemukakan pendapat.
  2. Kemampuan menyalurkan dan mengarahkan kecerdasannya dalam memecahkan masalah.
  3. Kemampuan melakukan serangkaian gerak. Kemampuan ini dapat ditunjukkan saat siswa melakukan kegiatan praktik.

Perubahan tingkah laku yang ditunjukkan berupa kemampuan dalam mengemukakan pendapat merupakan kemampuan afektif. Kemampuan untuk menggunakan kecerdasannya dalam memecahkan masalah merupakan kemampuan kognitif siswa. Kemampuan kognitif siswa diperoleh melalui suatu aktifitas mental dalam suatu proses pembelajaran. Sedangkan kemampuan siswa dalam melakukan gerak merupakan kemampuan motorik yang dapat dilihat dari kerja siswa.

Dari hasil-hasil belajar tersebut dapat dijelaskan bahwa sebenarnya hasil belajar memiliki manfaat yang banyak bagi individu itu sendiri. Hasil belajar yang dicapai siswa banyak dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan lingkungan belajar, terutama kualitas pengajaran (Sudjana Nana, 2012: 43). Kemampuan siswa yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar dapat berupa motivasi, minat, bakat dan kebiasaan belajar. Untuk memperoleh hasil belajar yang baik, maka pengajar harus memberikan motivasi pada siswa yang terkait dengan beberapa faktor yang terdapat dalam diri siswa tesebut.

Dalam penelitian mengenai model Cooperative Learning dan implikasinya terhadap perolehan belajar siswa dan pengembangan kurikulum social studies, Van Sickle (1983) menemukan bahwa sistem belajar kelompok dan dibriefing secara individual dan kelompok dalam model Cooperative Learning mendorong tumbuhnya tanggungjawab sosial dan individual siswa, berkembangnya sikap ketergantungan yang positif, mendorong peningkatan dan kegairahan belajar siswa, serta pengembangan dan ketercapaian kurikulum.

Penggunaan model Cooperative Learning mendorong tumbuhnya sikap kesetiakawanan dan keterbukaan di antara siswa. Stahl (1992) yang melakukan penelitian ini juga mengemukakan bahwa model penelitian Cooperative Learning mendorong tercapainya tujuan dan nilai-nilai sosial dalam pendidikan social studies. Dalam penelitian yang dilakukan Webb (1985) menemukan bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning sikap dan perilaku siswa berkembang ke arah suasana demokratis dalam kelas. Selain itu, penggunaan kelompok kecil siswa mendorong siswa lebih bergairah dan termotivasi dalam mempelajari IPS.

Pada penelitian ini hendak melihat perbedaan hasil belajar model pembelajaran cooperative learning dengan metode ceramah. Menelaah beberapa hasil penelitian beberapa ahli memperlihatkan bahwa model Cooperative Learning memiliki efektivitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar optimal siswa. Baik hal itu dilihat pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupannya dalam masyarakat.

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Sesuai dengan metode penelitian yang dipilih yaitu penelitian kuantitatif dengan melihat penggunaan model cooperative learning dan metode ceramah serta hasil belajar siswa.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan deduktif – induktif yang diangkat dari teori dan gagasan para ahli, ataupun pemahaman peneliti yang dikembangkan menjadi suatu permasalahan metode penelitian kuantitatif dimana peneliti akan bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan gejala yang diamati (Sugiyono,2013:3).

Desain penelitian adalah bentuk rancangan yang digunakan dalam melaksanakan prosedur penelitian (Sudjiono, 2011:35). Sebelum melaksanakan penelitian langkah-langkah yang harus diambil yaitu:

  1. Menyusun Proposal untuk diseminarkan
  2. Melaksanakan penelitian
  3. Mengelola dan menganalisis data hasil penelitian
  4. Melaporkan hasil penelitian dalam bentuk skripsi

Populasi menurut Arikunto dalam bukunya prosedur penelitian menjelaskan populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada pada wilayah penelitian, maka peneliti adalah penelitian studi populasi. Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek yang akan diteliti oleh peneliti. Adapun populasi yang akan diteliti adalah siswa Kelas V SD Inpres Simau yang berjumlah 21 siswa.

Sampel adalah sebagian jumlah objek yang diambil dari populasi. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dari populasi jumlah siswa Kelas III SD Inpres Simau dengan jumlah 21 siswa

Instrumen yang digunakan penulis untuk pengumpulan data adalah:

Test digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar mengajar yang dilakukan guru pada akhir kegiatan terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning.

  1. Dokumenter yaitu untuk memperoleh data objek penelitian.
  2. Wawancara untuk melengkapi data.

Arikunto Suharsimi (2010: 211) uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid dan sahih memiliki tingkat kevalidan yang tinggi. Uji validitas ini bertujuan untuk menguji valid atau tidaknya butir-butir soal penelitian. Dan dalam uji validitas menggunakan teknik korelasi product moment. Namun dalam hal ini penulis menggunakan program IBM SPSS 16.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data Hasil Belajar IPS dilihat dari data Metode Ceramah dan Model Cooperative Learning. Data tersebut selanjutnya dideskripsi berdasarkan Kriteria Ketuntasan minimal (KKM) Mata pelajaran IPS dengan kriteria penggolongan data Hasil Belajar IPS. KKM mata pelajaran IPS SD Inpres Simau adalah 70.

Data Hasil Belajar IPS juga dideskripsikan berdasarkan kriteria penggolongan data Hasil Belajar IPS. Peneliti menentukan skor tertinggi ideal yang dicapai siswa yaitu 100 dan skor terendah ideal 0. Berikut perhitungan mean ideal dan standar deviasi ideal.

 

 

Mi = 0,5 x (100+0) = 50

Sdi =  x (100-0) = 16,67

Tabel 1. Hasil Analisis Deskripsi Hasil Belajar

Statistics

    Metode_Ceramah Model _Cooperative_Learning
N Valid 21 21
Missing 0 0
Mean 67.59 74.41
Std. Deviation 5.233 5.832
Minimum 60 65
Maximum 81 90

 

Data Hasil Belajar IPS juga dideskripsikan berdasarkan kriteria penggolongan data Hasil Belajar IPS. Nilai mean Metode_Ceramah sebesar 67,59 dengan standar deviasi 5,233; Metode_Ceramah kategori baik dan mean Model_Cooperative_Learning sebesar 74,41 dengan standar deviasi 5,832 Hasil belajar siswa tergolong kategori baik.

Berdasarkan hasil uji normalitas, Metode_Ceramah, Kolmogorov-Smirnov Z = 0,844 dengan Asymp.sig 0,474 > 0,05 dan untuk data post_test, Kolmogorov-Smirnov Z = 1,168 dengan Asymp.sig 0,130 > 0,05 maka diperoleh asumsi data Metode Ceramah dan Model Cooperative Learning berdistribusi normal.

Dari hasil uji homogenitas didapakan hasil F hitung sebesar 12,894 dengan sig 0,001. Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh tingkat signifikansi 0,05 dan Ftabel(0,05;V1:V2) Ftabel (0,05; 1:40) = 4,08. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Sig 0,001 < 0,05 dan Fhitung (12,894) > Ftabel (4,15) yang berarti data Metode Ceramah dan Model Cooperative Learning homogen. Dengan begitu dapat dilanjutkan untuk dilakukan pengujian hipotesis.

Berdasarkan ui linearitas diperoleh Sig. Deviation from Linearity 0,294 maka terdapat hubungan yang linear variabel X dengan variabel Y karena Sig. Deviation from Linearity 0,294 > 0,05. Hal ini diperkuat oleh F hitung = 1.455 sedangkan F tabel (1/20), 0,05 = 4,35 dimana F hitung < F Tabel; 1,455 < 4,35

Dalam penelitian ini uji hipotesis dilakukan dengan uji paired sample t test. Secara statistik hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

H0: = ,     tidak ada perbedaan rataan Model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah.

H1:  ≠ ,    ada perbedaan rataan Model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah.

Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Untuk membaca hasil dari uji hipotesis dari tabel tersebut dilakukan dengan cara membandingkan skor t hitung dengan t tabel. Jika t-hitung lebih besar daripada t-tabel maka H0 ditolak dan menerima H1.

Tabel 2. Analisis uji t dan signifikansi Metode Ceramaht dan Model Cooperative Learning

Paired Samples Test

    Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
    Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
    Lower Upper
Pair 1 Model_Cooperative_LearningMetode_Ceramah 8.047 4.364 .952 6.061 10.034 8.450 20 .000

 

Berdasarkan uji-paired sampel test, didapat t-hitung = 8,450 dan derajat bebas (dk) = 21-1=20 sehingga t-tabel (0,05; 20) = 2,086. Jadi t-hitung > t-tabel (8,450>2,086).

Berdasarkan hasil uji- t menerima H1 maka yang menyatakan ada perbedaan rataan Model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah, diterima. Hal ini didukung oleh sig yang diperoleh sebesar 0,000<0,05.

Tabel 3. Uji Perbedaan Rataan Hasil Belajar Metode Ceramah dan Model Cooperative Learning

 

Paired Samples Statistics
    Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Model_Cooperative_Learning 75.7143 21 4.88194 1.06533
Metode_Ceramah 67.6667 21 6.38077 1.39240

 

Berdasarkan Tabel 3. mean (rataan) Metode Ceramah sebesar 67,67 memiliki perbedaan secara signifikan dengan rataan Model Cooperative Learning sebesar 75,71. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara antara hasil belajar model Model Cooperative Learning terhadap hasil belajar model konvensional dengan perbedaan nilai rataan sebesar 75,71-67,67 = 8,04 poin.

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara Nilai Model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah sebesar 8,04 poin. Dari hasil uji-t didapakan nilai t-hitung > t-tabel (8,450 > 2,086) dengan sig 0,000<0,05. Maka ada perbedaan yang signifikan antara Model Cooperative Learning dan Metode Ceramah. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata perolehan skor Model Cooperative Learning sebesar 75,71 dan rata-rata skor untuk Metode Ceramah sebesar 67,67.

Berdasarkan hasil analisa data, pembelajaran yang dilaksanakan dengan perlakuan menggunakan model cooperative learning dapat meningkatkan Hasil Belajar IPS siswa kelas V SD Inpres Simau, dimana terdapat perbedaan nilai rata-rata siswa sebesar 8,04 dibandingkan sebelum adanya perlakuan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisi data dan pembahasan dalam penelitian ini, diambil kesimpulan sesuai dengan rumusan permasalahan, bahwa hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil uji t hitung = 8,450 > t tabel (2,086). Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai IPS siswa dengan Model Cooperative Learning dan Metode Ceramah sebesar 8,04 poin.

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka saran yang dapat diberikan bagi para penentu kebijakan adalah sebagai berikut:

Kepala Sekolah dan guru

Kepala sekolah untuk mendorong guru menggunakan model Model Cooperative Learning dalam proses belajar mengajar.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian mengenai perbedaan antara hasil belajar dengan model pembelajaran yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arends, Richard I. 1997. Classroom Instruction and Management: New York: Mc-Graw Hill

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Azwar S. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Mustafa, Shodiq. 2006. Gemar Belajar IPS. Jogjakarta:Tiara Wacana

Sindunata. 2000. Relevansi Kurikulum Pendidikan Masa Depan dalam Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita: Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI. Yokyakarta: Kanisius

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Kencana

Sugiono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta

Sumantri. 2001. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Press Media

Syah, M. Nana. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wahyudin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press.